بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 89
Hubungan Sabda Nabi Besar Muhammad Saw.: “Perbedaan Pendapat Umatku adalah Rahmat” dengan Hikmah Keberagaman Manusia Dalam Segi Ras,
Warna
Kulit dan Bahasa
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai pentingnya para pengambil keputusan dan penegak hukum melaksanakan larangan Allah Swt. tidak
mengikuti “hawa-nafsu” dan memerintahkan “berlaku adil” dalam hal menjatuhkan fatwa
atau penghakiman berkenan masalah perbedaan mau pun perselisihan
pendapat, sehingga Allah Swt. secara khusus berfirman kepada Nabi Daud a.s. -- karena beliau bukan hanya seorang rasul Allah tetapi juga seorang raja duniawi di kalangan Bani Israil -- yang di tangan
beliau wewenang memutuskan berbagai perkara agama
mau pun dunia, firman-Nya:
یٰدَاوٗدُ اِنَّا جَعَلۡنٰکَ خَلِیۡفَۃً فِی الۡاَرۡضِ
فَاحۡکُمۡ بَیۡنَ النَّاسِ بِالۡحَقِّ وَ لَا تَتَّبِعِ الۡہَوٰی فَیُضِلَّکَ عَنۡ
سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ اِنَّ الَّذِیۡنَ یَضِلُّوۡنَ عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ لَہُمۡ عَذَابٌ شَدِیۡدٌۢ بِمَا نَسُوۡا یَوۡمَ
الۡحِسَابِ ﴿٪ ﴾
“Hai Daud, sesungguhnya Kami telah menjadikan engkau khalifah di bumi maka hakimilah di antara manusia dengan benar
dan janganlah mengikuti hawa nafsu
karena ia akan menyesatkan engkau dari
jalan Allah.” Sesungguhnya orang-orang
yang tersesat dari jalan Allah bagi mereka ada azab yang sangat keras karena mereka melupakan Hari
Perhitungan (Ash-Shād [38]:27).
Walau pun yang dirujuk ayat tersebut
adalah Nabi Daud a.s., tetapi sebenarnya tertuju kepada Nabi Besar Muhammad
saw., yang dalam wujud suci beliau
saw. terhimpun semua keutamaan
pribadi (akhlak dan ruhani) para rasul
Allah -- yang dalam kenyataannya apa
yang dilakukan oleh beliau saw. jauh lebih sempurna daripada apa pun yang
pernah dilaksanakan oleh para rasul Allah
sebelumnya.
Itulah sebabnya Nabi Besar Muhammad saw.
mendapat gelar Khātaman-nabiyyīn, yakni puncak
kesempurnaan akhlak dan ruhani para nabi, -- firman-Nya:
مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ
مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara laki-laki kamu, akan tetapi ia adalah Rasul Allah وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ -- dan
meterai sekalian nabi, dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu (Al-Ahzāb
[33]:41).
Khātam
berasal dari kata khatama yang berarti: ia memeterai, mencap, mensahkan atau mencetakkan pada barang itu. Inilah arti-pokok kata itu. Adapun arti kedua ialah: ia mencapai ujung benda itu;
atau menutupi benda itu, atau melindungi apa yang tertera dalam
tulisan dengan memberi tanda atau mencapkan secercah tanah liat di
atasnya, atau dengan sebuah meterai
jenis apa pun.
Khātam berarti juga sebentuk cincin
stempel; sebuah segel, atau meterai dan sebuah tanda; ujung atau bagian terakhir dan hasil atau anak (cabang)
suatu benda. Kata itu pun berarti hiasan
atau perhiasan; terbaik atau paling sempurna.
Kata-kata khatim, khatm dan khatam hampir sama artinya (Lexicon Lane, Al-Mufradat, Al-Fath-ul-Bari, dan Zurqani).
Dengan demikian kata khātaman
nabiyyīn akan berarti: meterai
para nabi; yang terbaik dan paling sempurna dari antara nabi-nabi;
hiasan dan perhiasan nabi-nabi. Arti
kedua ialah nabi terakhir, yakni nabi
terakhir yang membawa syariat
karena proses penyempurnaan syariat
(QS.2:107) telah sampai pada puncak
kesempurnaannya dalam wujud agama
Islam (Al-Quran – QS.3:20 & 86 & QS.5:4; QS.22:78-79).
Penghakiman yang Dilakukan Nabi Daud a.s. Mengenai “Sengketa Dusta”
Para Lawan
Politik Beliau
Bahwa kisah para rasul Allah dalam Al-Quran bukan merupakan “dongeng kaum purbakala” --
sebagaimana tuduhan para
penentang Nabi Besar Muhammad saw.
(QS.25:5-10) -- melainkan di dalamnya
penuh dengan petunjuk, hikmah
serta khazanah ruhani lainnya,
contohnya adalah kisah Nabi Daud a.s.
dalam masalah memutuskan “perselisihan”
yang diajukan kepada beliau, sebagaimana dikemukakan dalam ayat-ayat
sebelumnya, berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ
ہَلۡ اَتٰىکَ نَبَؤُا الۡخَصۡمِ ۘ
اِذۡ تَسَوَّرُوا الۡمِحۡرَابَ ﴿ۙ﴾ اِذۡ دَخَلُوۡا عَلٰی دَاوٗدَ فَفَزِعَ مِنۡہُمۡ قَالُوۡا لَا تَخَفۡ ۚ خَصۡمٰنِ بَغٰی
بَعۡضُنَا عَلٰی بَعۡضٍ فَاحۡکُمۡ
بَیۡنَنَا بِالۡحَقِّ وَ لَا
تُشۡطِطۡ وَ اہۡدِنَاۤ اِلٰی سَوَآءِ الصِّرَاطِ ﴿﴾ اِنَّ ہٰذَاۤ
اَخِیۡ ۟ لَہٗ تِسۡعٌ وَّ
تِسۡعُوۡنَ نَعۡجَۃً وَّ لِیَ نَعۡجَۃٌ وَّاحِدَۃٌ ۟ فَقَالَ اَکۡفِلۡنِیۡہَا وَ
عَزَّنِیۡ فِی الۡخِطَابِ ﴿﴾
Dan sudahkah datang kepada engkau kabar
mengenai orang-orang yang pura-pura
bertengkar ketika mereka
itu memanjat dinding kamar pribadinya? اِذۡ دَخَلُوۡا عَلٰی دَاوٗدَ فَفَزِعَ مِنۡہُمۡ قَالُوۡا لَا تَخَفۡ -- Ketika mereka
masuk mendatangi Daud, lalu ia
terkejut karena mereka itu. Mereka
berkata: “Janganlah takut, kami dua
orang sedang bersengketa, kami berlaku
zalim terhadap satu sama lain فَاحۡکُمۡ بَیۡنَنَا بِالۡحَقِّ -- maka hakimilah
di antara kami dengan keadilan, وَ لَا تُشۡطِطۡ وَ
اہۡدِنَاۤ اِلٰی سَوَآءِ الصِّرَاطِ -- dan janganlah menzalimi
kami dan tunjukilah kami ke jalan
lurus. اِنَّ ہٰذَاۤ اَخِیۡ ۟ لَہٗ
تِسۡعٌ وَّ تِسۡعُوۡنَ نَعۡجَۃً
وَّ لِیَ نَعۡجَۃٌ وَّاحِدَۃٌ -- Sesungguhnya
saudaraku ini memiliki sembilan puluh
sembilan domba betina, dan aku memiliki seekor domba betina, فَقَالَ اَکۡفِلۡنِیۡہَا وَ عَزَّنِیۡ
فِی الۡخِطَابِ -- tetapi ia berkata: ‘Serahkanlah itu kepadaku,’ dan ia telah mengungguli diriku dalam
pembicaraan.” (Ash-Shād [38]:22-24).
Nampak dari sejarah bahwa meskipun kekuasaan
Bani Israil telah mencapai puncaknya selama Nabi Daud a.s. dan Nabi
Sulaiman a.s. memegang kekuasaan, namun para pengacau di kalangan Bani Israil giat menimbulkan huru-hara
dan perpecahan; demikian pula tuduhan-tuduhan
palsu kepada beliau-beliau dengan gencar dilancarkan dan disebarkan bahkan
beberapa orang jahat pikiran berusaha
membunuh Nabi Daud a.s.. Kepada
percobaan membunuh Nabi Daud a.s.
serupa itulah yang diisyaratkan
dalam ayat ini.
Kesiap-siagaan dan Ketenangan Nabi Daud a.s.
Dua orang musuh Nabi Daud a.s. memanjat dinding kamar pribadi beliau dengan niat menyergap beliau, tetapi ketika mereka melihat beliau berada dalam
keadaan siap-siaga dan menyadari
bahwa rencana mereka telah gagal, mereka berusaha menenangkan beliau dan berpura-pura sebagai dua
orang bersengketa dan telah datang meminta
keputusan beliau dalam sengketa
itu. Tetapi Nabi Daud a.s. mengerti benar akan niat jahat mereka, dan oleh karena itu
wajarlah kalau beliau merasa takut
terhadap mereka.
Jadi,
ayat-ayat ini menunjuk kepada kisah
dua orang yang berniat membunuh Nabi
Daud a.s.; tatkala mereka melihat beliau dalam keadaan bersiap-siaga, agaknya mereka telah
mendapat akal seketika itu juga,
dalam upaya mengelabui dan
membelokkan pikiran beliau dari persangkaan
buruk yang mungkin timbul pada beliau tentang mereka dan meredakan kekhawatiran beliau.
Seandainya
mau, Nabi Daud a.s. bisa saja membunuh
kedua orang tersebut, sebab beliau
adalah seorang ahli dalam peperangan
(QS.2:252) atau memanggil para penjaga
istana, tetapi Nabi Daud a.s. tidak melakukan hal tersebut melainkan dengan tenang melayani “permainan buruk” mereka agar
mengetahui informasi yang lebih lengkap lagi mengenai keadaan di lingkungan pemerintahan beliau, firman-Nya:
قَالَ
لَقَدۡ ظَلَمَکَ بِسُؤَالِ نَعۡجَتِکَ
اِلٰی نِعَاجِہٖ ؕ وَ اِنَّ کَثِیۡرًا مِّنَ الۡخُلَطَآءِ لَیَبۡغِیۡ بَعۡضُہُمۡ عَلٰی بَعۡضٍ اِلَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا
الصّٰلِحٰتِ وَ قَلِیۡلٌ مَّا ہُمۡ ؕ وَ ظَنَّ دَاوٗدُ اَنَّمَا فَتَنّٰہُ فَاسۡتَغۡفَرَ رَبَّہٗ وَ خَرَّ
رَاکِعًا وَّ اَنَابَ ﴿ٛ﴾ فَغَفَرۡنَا لَہٗ ذٰلِکَ ؕ وَ
اِنَّ لَہٗ عِنۡدَنَا لَزُلۡفٰی وَ
حُسۡنَ مَاٰبٍ ﴿﴾
Ia, Daud,
berkata: “Sungguhnya ia benar-benar
telah berlaku zalim terhadap engkau
dengan meminta domba betina engkau
untuk menambahkannya kepada domba-domba
betinanya. Dan sesungguhnya banyak
di antara orang-orang yang berserikat itu benar-benar berlaku zalim sebagian terhadap sebagian lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih tetapi mereka
itu sedi-kit.” وَ ظَنَّ دَاوٗدُ اَنَّمَا فَتَنّٰہُ -- Dan Daud menyangka bahwa Kami telah menguji dia فَاسۡتَغۡفَرَ رَبَّہٗ وَ
خَرَّ رَاکِعًا وَّ اَنَابَ --
maka ia memohon ampun kepada Rabb-nya
(Tuhan-nya), dan ia merebahkan diri
menyatakan kepatuhan dan menghadapkan diri kepada-Nya. Maka Kami
mengampuni baginya hal itu, dan sesungguhnya ia be-nar-benar memiliki kedudukan yang dekat di sisi Kami dan sebaik-baik tempat kembali. (Ash-Shād [38]:25-26).
Jadi, Nabi Daud a.s. tidak terkelabui oleh kedua perusuh
berkedok sebagai orang-orang biasa
yang sedang bersengketa, beliau
memahami benar sandiwara itu.
Meskipun beliau tidak kehilangan akal dan memberikan
keputusan seperti seorang hakim yang
sehat dan tenang pikirannya,
tetapi beliau menyadari bahwa kewibawaan
beliau atas kaum beliau telah melemah dan bahwa, meskipun tindakan pencegahan telah diambil, beliau sama
sekali tidak aman terhadap rencana dan komplotan-komplotan jahat musuh beliau.
Menganggap Sebagai Peringatan dari Allah Swt. & Kutukan
Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Nabi Daud a.s. merasa bahwa peristiwa itu merupakan peringatan dari Allah Swt. karena itu beliau menempuh jalan
satu-satunya, seperti dilakukan orang-orang
bertakwa dalam keadaan demikian.
Beliau mendoa kepada Allah Swt. dan memohon perlindungan-Nya terhadap rencana-rencana
dan komplotan-komplotan buruk musuh beliau.
Ada pun sindiran
yang terkandung di balik ceritera dusta
orang-orang yang bersengketa itu ialah,
bahwa Nabi Daud a.s. itu seorang raja
zalim yang memperluas kekuasaannya
atas suku-suku bangsa tetangga yang kecil dan lemah. Itulah makna ayat: اِنَّ ہٰذَاۤ
اَخِیۡ ۟ لَہٗ تِسۡعٌ وَّ
تِسۡعُوۡنَ نَعۡجَۃً وَّ لِیَ نَعۡجَۃٌ وَّاحِدَۃٌ -- Sesungguhnya
saudaraku ini memiliki sembilan puluh
sembilan domba betina, dan aku memiliki seekor domba betina, فَقَالَ اَکۡفِلۡنِیۡہَا وَ عَزَّنِیۡ
فِی الۡخِطَابِ -- tetapi ia berkata: ‘Serahkanlah itu kepadaku,’ dan ia telah mengungguli diriku dalam
pembicaraan.”
Ungkapan ghafarnā lahu dalam ayat selanjutnya dapat
berarti “Kami memberikan kepadanya perlindungan Kami,” atau “Kami bereskan urusan-urusannya” (Lexicon Lane). Kata-kata “Ia mempunyai kedudukan akrab di sisi Kami
dan sebaik-baik tempat kembali,” menunjukkan bahwa Nabi Daud a.s. tidak menderita kerusakan akhlak atau kelemahan
ruhani, dan dengan jitu sekali melenyapkan dan membinasakan tuduhan keji seakan-akan Nabi Daud a.s. telah melakukan zina seperti dituduhkan Bible terhadap beliau (II Semuil 11:4-5).
Dalam kisah Nabi Daud a.s. tersebut selain berisi pelajaran dalam hal mengelola pemerintahan dan menghakimi suatu persengketaan, juga di dalamnya terkandung nubuatan mengenai berbagai makar-buruk yang akan terjadi pula
terhadap Nabi Besar Muhammad saw. berupa upaya
pembunuhan yang akan dilakukan oleh golongan Ahli Kitab di masa
pemerintahan Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. (QS.2:103).
Berbagai ketidak-bersyukuran atau kedurhakaan
yang dilakukan oleh orang-orang kafir di kalangan Bani
Israil tersebut (QS.2:98-90) telah mengundang kutukan terutama dari Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., firman-Nya:
لُعِنَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡۢ بَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ عَلٰی لِسَانِ دَاوٗدَ
وَ عِیۡسَی ابۡنِ مَرۡیَمَ ؕ ذٰلِکَ بِمَا عَصَوۡا وَّ کَانُوۡا
یَعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ کَانُوۡا لَا یَتَنَاہَوۡنَ عَنۡ مُّنۡکَرٍ فَعَلُوۡہُ
ؕ لَبِئۡسَ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ﴿﴾ تَرٰی کَثِیۡرًا
مِّنۡہُمۡ یَتَوَلَّوۡنَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ؕ لَبِئۡسَ مَا قَدَّمَتۡ لَہُمۡ
اَنۡفُسُہُمۡ اَنۡ سَخِطَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ وَ فِی الۡعَذَابِ ہُمۡ خٰلِدُوۡنَ
﴿﴾ وَ لَوۡ کَانُوۡا
یُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ النَّبِیِّ وَ
مَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَا اتَّخَذُوۡہُمۡ اَوۡلِیَآءَ وَ لٰکِنَّ کَثِیۡرًا
مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Orang-orang yang kafir dari kalangan Bani Israil telah dilaknat
oleh lidah Daud dan Isa ibnu Maryam,
hal demikian itu karena mereka senantiasa durhaka dan melampaui batas. Mereka tidak pernah saling mencegah dari kemungkaran
yang di-kerjakannya, benar-benar sangat buruk apa yang
senantiasa mereka ker-jakan. Engkau melihat kebanyakan dari mereka menjadikan orang-orang kafir sebagai
pelindung, لَبِئۡسَ مَا
قَدَّمَتۡ لَہُمۡ اَنۡفُسُہُمۡ اَنۡ سَخِطَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ وَ فِی الۡعَذَابِ
ہُمۡ خٰلِدُوۡنَ -- dan benar-benar sangat buruk apa yang telah mereka dahulukan bagi diri mereka yaitu bahwa Allah murka
kepada mereka, dan di dalam azab
inilah me-reka akan kekal. وَ لَوۡ کَانُوۡا یُؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ
وَ النَّبِیِّ وَ مَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ -- Dan seandainya mereka beriman
kepada Allah dan beriman kepada Nabi ini, dan kepada apa yang diturunkan kepadanya, مَا اتَّخَذُوۡہُمۡ اَوۡلِیَآءَ وَ
لٰکِنَّ کَثِیۡرًا مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ -- mereka sekali-kali tidak akan mengambil orang-orang itu sebagai pelindung-pelindungnya, tetapi kebanyakan
mereka adalah orang-orang fasiq (durhaka). (Al-Māidah [79-82).
Dua kali Penghancuran Kota Yerusalem &
Makna “Nabi Itu”
Dari antara semua nabi Bani Israil, Nabi Daud
a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tergolong paling menderita di tangan orang-orang Yahudi. Penzaliman orang-orang Yahudi terhadap Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
mencapai puncaknya, ketika beliau
dipakukan pada kayu
salib, dan penderitaan serta kepapaan yang dialami oleh Nabi Daud a.s. dari kaum yang
tak mengenal terima kasih itu,
tercermin di dalam Mazmurnya yang sangat merawankan hati. Dari lubuk hati yang penuh kepedihan Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. mengutuk mereka.
Kutukan Nabi Daud
a.s. mengakibatkan orang-orang Bani Israil dihukum oleh Raja
Nebukadnezar dari Babilonia yang menghancurluluhkan Yerusalem dan membawa
orang-orang Bani Israil sebagai tawanan
pada tahun 556 sebelum Masehi (QS.2:260; QS.17:5-6), sedangkan akibat kutukan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. mereka
ditimpa bencana dahsyat, karena Titus
dari kerajaan Romawi yang menaklukkan Yerusalem dalam tahun ± 70 Masehi, membinasakan kota dan menodai rumah-ibadah dengan jalan menyembelih
babi — binatang yang sangat dibenci oleh orang-orang Yahudi — di dalam
rumah-ibadah itu (QS.17:7-8).
Salah satu di antara dosa-dosa
besar yang membangkitkan amarah Tuhan
atas kaum Yahudi ialah, mereka tidak melarang satu sama lain terhadap kejahatan
yang begitu merajalela di
tengah-tengah mereka serta menjadikan orang-orang
kafir sebagai pelindung sehingga
Allah Swt. murka kepada mereka (ayat
80-81).
Ada pun Nabi yang dimaksudkan di dalam ayat 82 adalah Nabi
Besar Muhammad saw., sebab manakala dalam Al-Quran kata An-Nabi
dipergunakan, kata itu selalu merujuk kepada beliau saw. Bahkan Injil
pun menunjuk kepada beliau sebagai “Nabi itu” (Yohanes 1:21. 25), yakni, Nabi yang kedatangannya telah
dikabarkan dalam Ulangan
18:18 itu.
Pentingnya Memiliki Ketakwaan
Kepada Allah Swt.
Jadi, kembali kepada masalah fatwa
atau keputusan yang benar dalam menyelesaikan perbedaan atau pertentangan
pendapat dalam masalah agama mau pun dalam masalah
dunia betapa pentingnya hakim yang
berwenang menjatuhkan keputusan atau fatwa untuk berlaku
adil dan tidak mengikuti hawa-nafsu -- disamping memiliki ilmu pengetahuan yang
memadai, terutama memiliki ketakwaan
kepada Allah Swt., firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡا قَوّٰمِیۡنَ بِالۡقِسۡطِ شُہَدَآءَ لِلّٰہِ وَ لَوۡ عَلٰۤی اَنۡفُسِکُمۡ اَوِ
الۡوَالِدَیۡنِ وَ الۡاَقۡرَبِیۡنَ ۚ اِنۡ یَّکُنۡ غَنِیًّا اَوۡ فَقِیۡرًا
فَاللّٰہُ اَوۡلٰی بِہِمَا ۟ فَلَا تَتَّبِعُوا الۡہَوٰۤی اَنۡ تَعۡدِلُوۡا ۚ وَ
اِنۡ تَلۡوٗۤا اَوۡ تُعۡرِضُوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ
کَانَ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِیۡرًا ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu
penegak keadilan dan menjadi saksi
karena Allah, وَ لَوۡ عَلٰۤی اَنۡفُسِکُمۡ اَوِ
الۡوَالِدَیۡنِ وَ الۡاَقۡرَبِیۡنَ -- walaupun bertentangan dengan diri kamu sendiri atau ibu-bapak
dan kaum kerabat, baik ia orang kaya atau miskin, فَاللّٰہُ اَوۡلٰی
بِہِمَا --
tetapi Allah lebih memperhatikan kepada keduanya, فَلَا تَتَّبِعُوا الۡہَوٰۤی اَنۡ
تَعۡدِلُوۡا -- karena itu janganlah kamu menuruti hawa nafsu agar
kamu dapat berlaku adil. Dan jika kamu menyembunyikan kebenaran
atau menghindarkan diri maka sesungguhnya Allāh benar-benar Maha
Me-ngetahui segala sesuatu yang kamu
kerjakan (An-Nisā [4]:136).
Firman-Nya
lagi:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡا قَوّٰمِیۡنَ لِلّٰہِ شُہَدَآءَ بِالۡقِسۡطِ ۫ وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ عَلٰۤی اَلَّا
تَعۡدِلُوۡا ؕ اِعۡدِلُوۡا ۟ ہُوَ
اَقۡرَبُ لِلتَّقۡوٰی ۫ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
خَبِیۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri teguh karena Allah, dan menjadi saksi dengan adil, وَ لَا یَجۡرِمَنَّکُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ عَلٰۤی اَلَّا
تَعۡدِلُوۡا -- dan janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong
kamu bertindak tidak adil. اِعۡدِلُوۡا ۟
ہُوَ اَقۡرَبُ لِلتَّقۡوٰی ۫ وَ اتَّقُوا
اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ خَبِیۡرٌۢ
بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ -- Berlaku adillah, itu lebih
dekat kepada takwa, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa pun
yang kamu kerjakan. (Al-Māidah[5]:9).
Hikmah Keberagaman Penciptaan Manusia
Kembali kepada sabda Nabi Besar
Muhmmad saw. mengenai ikhtilāf (perbedaan pendapat) --
yakni beliau saw. bersabda “Perbedaan pendapat
di kalangan umatku adalah rahmat” dan “Perbedaan
pendapat para sahabatku adalah rahmat
bagi kalian” -- sehubungan dengan hikmah dari ikhtilāf (perbedaan pendapat) tersebut, dapat dikemukakan
qiyas yang tepat
yaitu mengenai hikmah diciptakan-Nya keragaman
manusia, yaitu لِتَعَارَفُوۡا -- “supaya
kamu dapat saling mengenal”, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ
شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ
اَکۡرَمَکُمۡ عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ
﴿ ﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami
telah menciptakan kamu dari laki-laki
dan perempuan, وَ جَعَلۡنٰکُمۡ
شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ -- dan
Kami telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa
dan bersuku-suku لِتَعَارَفُوۡا -- supaya
kamu dapat saling mengenal. اِنَّ اَکۡرَمَکُمۡ
عِنۡدَ اللّٰہِ اَتۡقٰکُمۡ -- Sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu
di sisi Allah ialah yang paling
bertakwa di antara kamu. اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ -- Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada (Al-Hujurāt [49]:14).
Syu’ub itu jamak dari sya’b, yang berarti: suku
bangsa besar, induk suku-suku bangsa disebut qabilah, tempat mereka
berasal dan yang meliputi mereka; suku bangsa (Lexicon Lane).
Keberagaman umat manusia dalam hal ras, warna kulit serta bahasa tidak dapat disebut pertentangan
di kalangan manusia melainkan termasuk ikhtilaf (perbedaan), sebab semua umat
manusia memiliki postur
dan struktur tubuh yang sama, firman-Nya:
وَ مِنۡ
اٰیٰتِہٖۤ اَنۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ تُرَابٍ ثُمَّ اِذَاۤ اَنۡتُمۡ
بَشَرٌ تَنۡتَشِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ مِنۡ
اٰیٰتِہٖۤ اَنۡ خَلَقَ لَکُمۡ مِّنۡ
اَنۡفُسِکُمۡ اَزۡوَاجًا لِّتَسۡکُنُوۡۤا اِلَیۡہَا وَ جَعَلَ بَیۡنَکُمۡ مَّوَدَّۃً
وَّ رَحۡمَۃً ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ
لَاٰیٰتٍ لِّقَوۡمٍ یَّتَفَکَّرُوۡنَ ﴿﴾ وَ مِنۡ اٰیٰتِہٖ خَلۡقُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ
اخۡتِلَافُ اَلۡسِنَتِکُمۡ وَ اَلۡوَانِکُمۡ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیٰتٍ
لِّلۡعٰلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan
dari antara Tanda-tanda-Nya ialah
bahwa Dia menciptakan kamu dari debu
kemudian tiba-tiba kamu menjadi manusia yang bertebaran di muka bumi. Dan
dari antara Tanda-tanda-Nya ialah bahwa
Dia telah menciptakan
bagi kamu jodoh-jodoh dari jenis kamu
sendiri supaya kamu memperoleh ketenteraman padanya, dan Dia telah menjadikan di antara kamu kecintaan dan kasih-sayang. اِنَّ فِیۡ
ذٰلِکَ لَاٰیٰتٍ لِّلۡعٰلِمِیۡنَ -- Sesungguhnya di dalam yang demikian itu ada Tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. وَ مِنۡ اٰیٰتِہٖ
خَلۡقُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ اخۡتِلَافُ اَلۡسِنَتِکُمۡ وَ اَلۡوَانِکُمۡ -- Dan dari antara Tanda-tanda-Nya adalah penciptaan
seluruh langit dan bumi serta perbedaan bahasa kamu dan warna kulit kamu. اِنَّ فِیۡ
ذٰلِکَ لَاٰیٰتٍ لِّلۡعٰلِمِیۡنَ -- Sesungguh-nya dalam yang demikian itu ada Tanda-tanda
bagi mereka yang berilmu (Ar-Rūm [30]:21-23).
Jika dalam ayat 21 kita membaca: “Dia
menciptakan kamu dari turāb (debu)”, maka di tempat lain manusia
dikatakan telah diciptakan dari thīn, yakni tanah liat (QS.6:3; QS.17:62; QS.23:13; QS.32:8; QS.37:12;
QS.38:72). Kejadian manusia dari debu
atau tanah kering mengisyaratkan kepada
tingkat kejadiannya yang mendahului pembentukannya dari tanah liat, mengisyaratkan kepada makanan manusia yang berasal dari tanah dan darinya tubuh
manusia memperoleh jaminan hidupnya.
Ayat ini memberikan tiga dalil untuk membuktikan adanya Tuhan yakni Allah Swt.:
(a) Tuhan telah menciptakan manusia dari debu yang nampaknya tidak mempunyai hubungan dengan kehidupan
dan tidak mempunyai sifat untuk
memberikan kehidupan;
(b) Dia telah menganugerahinya perasaan yang sangat halus dan telah menanamkan dalam fitratnya suatu hasrat
dan kedambaan untuk mencapai kemajuan dan telah menganugerahkan
kepadanya kecenderungan serta kemampuan-kemampuan mencapai tujuan yang diinginkannya;
(c) Dia telah meletakkan dalam diri
manusia keinginan untuk menyebar dan menguasai dunia dan telah memberikan kepadanya daya kekuatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan besar itu (QS.55:34).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 Juni 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar