بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 84
Jika Tidak Diberi
Tahu Allah Swt., Nabi Musa a.s. Tidak Mengetahui Penyembahan Patung Anak Sapi Buatan Samiri yang Dilakukan Bani
Israil Sepeninggalnya
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai bantahan yang tegas terhadap doktrin
(ajaran) bahwa darah seseorang — yakni bukan
amal salehnya sendiri — dapat mendatangkan najat (keselamatan), sebagaimana doktrin dusta “Penebusan
Dosa” oleh kematian terkutuk Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. di atas salib: وَ وُفِّیَتۡ کُلُّ
نَفۡسٍ مَّا کَسَبَتۡ وَ ہُمۡ لَا یُظۡلَمُوۡنَ -- “dan tiap-tiap
jiwa akan diganjar sepenuhnya untuk apa
yang telah diusahakannya dan mereka tidak akan dizalimi, ”
firman-Nya:
فَکَیۡفَ
اِذَا جَمَعۡنٰہُمۡ لِیَوۡمٍ لَّا رَیۡبَ فِیۡہِ ۟ وَ وُفِّیَتۡ کُلُّ نَفۡسٍ مَّا
کَسَبَتۡ وَ ہُمۡ لَا یُظۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ قُلِ اللّٰہُمَّ مٰلِکَ الۡمُلۡکِ تُؤۡتِی الۡمُلۡکَ
مَنۡ تَشَآءُ وَ تَنۡزِعُ الۡمُلۡکَ مِمَّنۡ تَشَآءُ ۫ وَ تُعِزُّ مَنۡ تَشَآءُ
وَ تُذِلُّ مَنۡ تَشَآءُ ؕ بِیَدِکَ الۡخَیۡرُ ؕ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ
قَدِیۡرٌ ﴿﴾ تُوۡلِجُ الَّیۡلَ فِی النَّہَارِ وَ تُوۡلِجُ
النَّہَارَ فِی الَّیۡلِ ۫ وَ تُخۡرِجُ الۡحَیَّ مِنَ الۡمَیِّتِ وَ تُخۡرِجُ الۡمَیِّتَ مِنَ
الۡحَیِّ ۫ وَ تَرۡزُقُ مَنۡ تَشَآءُ بِغَیۡرِ
حِسَابٍ﴿﴾
Maka bagaimanakah keadaan mereka apabila Kami himpun mereka pada Hari yang di dalamnya tidak ada keraguan, dan tiap-tiap jiwa akan diganjar sepenuhnya untuk apa yang telah diusahakannya dan mereka tidak akan
dizalimi. قُلِ اللّٰہُمَّ مٰلِکَ الۡمُلۡکِ تُؤۡتِی الۡمُلۡکَ مَنۡ تَشَآءُ وَ
تَنۡزِعُ الۡمُلۡکَ مِمَّنۡ تَشَآءُ -- Katakanlah: “Wahai Allah,
Pemilik kedaulatan, Engkau
memberikan kedaulatan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau
mencabut kedaulatan dari siapa yang Engkau kehendaki, وَ تُعِزُّ مَنۡ تَشَآءُ وَ تُذِلُّ مَنۡ تَشَآءُ -- Engkau memuliakan siapa yang Engkau kehendaki,
dan Engkau menghinakan siapa yang Engkau kehendaki, بِیَدِکَ الۡخَیۡرُ ؕ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ -- di tangan Engkau-lah segala kebaikan,
sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. ”Engkau memasukkan malam ke dalam siang dan Engkau memasukkan
siang ke dalam malam. Engkau mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau mengeluarkan yang mati dari yang hidup,
dan Engkau
memberi rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab.” (Ali
‘Imran [3]:26-28).
Peringatan Allah Swt. Terhadap Bangsa-bangsa
Kristen dari Barat Mengenai Akhir
yang Tragis dari Kesuksesan Duniawi
Mereka
Dalam ayat 28 kata “siang”
menggambarkan kesejahteraan dan kekuasaan
suatu kaum, dan kata “malam” melukiskan kemunduran dan kemerosotan
mereka. Ayat 27 dan ayat 28 mengisyaratkan kepada hukum Ilahi yang tak berubah bahwa bangsa-bangsa bangkit atau jatuh,
karena mereka menyesuaikan diri
dengan atau menentang kehendak Ilahi
yang merupakan sumber segala kekuasaan dan kebesaran, firman-Nya:
تُوۡلِجُ
الَّیۡلَ فِی النَّہَارِ وَ تُوۡلِجُ النَّہَارَ فِی الَّیۡلِ ۫ وَ تُخۡرِجُ
الۡحَیَّ مِنَ الۡمَیِّتِ وَ تُخۡرِجُ الۡمَیِّتَ مِنَ الۡحَیِّ ۫ وَ تَرۡزُقُ مَنۡ
تَشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ﴿﴾
”Engkau memasukkan malam ke dalam siang dan Engkau memasukkan siang ke
dalam malam. Engkau
mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan Engkau mengeluarkan yang mati
dari yang hidup, dan Engkau
memberi rezeki kepada siapa yang
Engkau kehendaki tanpa hisab.”
(Âli ‘Imran [3]:28).
Pernyataan Allah Swt. tersebut
berlaku pula kesuksesan duniawi
bangsa-bangsa Kristen dari Barat yang
telah “mempertuhankan” Nabi Isa Ibnu
Maryam a.s., bahwa suasana “malam” akan segera mengantikan suasana “siang” – yakni kejayaan duniawi – mereka di Akhir
Zaman ini, yang pada hakikatnya
kesuksesan duniawi mereka itu merupakan pengabulan
doa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atas permintaan para pengikut beliau (hawari)
berkenaan dengan turunnya māidah (hidangan/makanan) dari “langit”
(QS.5:112-116), namun di dalam pengabulan
tersebut terkandung peringatan keras
Allah Swt., firman-Nya:
قَالَ
اللّٰہُ اِنِّیۡ مُنَزِّلُہَا عَلَیۡکُمۡ ۚ فَمَنۡ یَّکۡفُرۡ بَعۡدُ مِنۡکُمۡ
فَاِنِّیۡۤ اُعَذِّبُہٗ عَذَابًا لَّاۤ اُعَذِّبُہٗۤ اَحَدًا مِّنَ
الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾٪
Allah
berfirman: “Sesungguhnya Aku akan
menurunkannya kepada kamu, maka barangsiapa
di antara kamu kafir sesudah
itu, maka sesungguhnya
Aku akan mengazabnya dengan azab
yang tidak pernah Aku mengazab kepada seorang pun di seluruh alam.”
(Al-Māidah
[5]:116).
Hukuman
yang dimaksud dalam ayat itu sama dengan yang tersebut dalam QS.19:91. Dua Perang Dunia yang terakhir dengan akibat-akibat yang ditimbulkannya dapat
merupakan satu tahap penyempurnaan kabar
gaib ini dan hanya Allah Swt. sajalah Yang mengetahui hukuman-hukuman mengerikan apakah yang masih menunggu untuk bangsa-bangsa Kristen di belahan bumi
sebelah barat, selain Perang Dunia III
atau Perang Nuklir.
Pada hakikatnya terjadinya Perang
Dunia I dan Perang
Dunia II yang menimpa bangsa-bangsa Kristen merupakan bukti ketidak-benaran paham “Trinitas” dan “Penebusan Dosa” melalui kematian
terkutuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di tiang
salib, sebagaimana bantahan Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. ketika ditanya Allah Swt. mengenai hal
tersebut (QS.5:117-119), sebab beliau
pun sama sekali tidak mengetahui
hal-hal yang gaib dan tidak
memiliki kekuasaan seperti Tuhan
seperti juga para rasul Allah
lainnya, firman-Nya:
یَوۡمَ یَجۡمَعُ اللّٰہُ الرُّسُلَ فَیَقُوۡلُ مَا ذَاۤ اُجِبۡتُمۡ ؕ
قَالُوۡا لَا عِلۡمَ لَنَا ؕ اِنَّکَ
اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾
Ingatlah hari ketika Allah mengumpulkan para rasul
lalu Dia berfirman: ”Apakah jawaban yang
diberikan kaummu kepada kamu?”
Mereka akan berkata: لَا عِلۡمَ لَنَا -- “Tidak
ada pengetahuan pada kami, الۡغُیُوۡبِ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ -- sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib.” (Al-Māidah
[5]:110).
Dialog Allah Swt. dengan Nabi
Musa a.s. di Gunung Thursina
Jangankan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – sebagai salah seorang rasul Allah yang mengikuti syariat Nabi
Musa a.s. (QS.2:89-90; Matius
5:17-20) -- bahkan Nabi
Musa a.s. sendiri pun tidak
mengetahui yang gaib mengenai keadaan Bani Israil yang kembali menyembah patung anak sapi buatan Samiri,
ketika mereka beliau tinggalkan untuk “menghadap” Allah Swt. selama 40
malam di gunung Thursina, padahal Nabi Harun a.s. telah berusaha
keras menasihati mereka (QS.2:52 & 92; QS.4:154; QS.7:149-152).
Berikut ini firman-Nya kepada Nabi Musa
a.s. mengenai alasan mengapa Nabi Musa a.s. ingin segera “menghadap” Allah Swt. dan
meninggalkan Bani Israil bersama Nabi Harun a.s. di bawah gunung
Thursina:
وَ مَاۤ
اَعۡجَلَکَ عَنۡ قَوۡمِکَ
یٰمُوۡسٰی ﴿﴾ قَالَ ہُمۡ
اُولَآءِ عَلٰۤی اَثَرِیۡ وَ عَجِلۡتُ
اِلَیۡکَ رَبِّ لِتَرۡضٰی﴿﴾ قَالَ فَاِنَّا قَدۡ فَتَنَّا قَوۡمَکَ مِنۡۢ بَعۡدِکَ
وَ اَضَلَّہُمُ السَّامِرِیُّ ﴿﴾ فَرَجَعَ مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ اَسِفًا ۬ۚ
قَالَ یٰقَوۡمِ اَلَمۡ یَعِدۡکُمۡ
رَبُّکُمۡ وَعۡدًا حَسَنًا ۬ؕ اَفَطَالَ عَلَیۡکُمُ الۡعَہۡدُ اَمۡ اَرَدۡتُّمۡ اَنۡ یَّحِلَّ عَلَیۡکُمۡ
غَضَبٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ فَاَخۡلَفۡتُمۡ مَّوۡعِدِیۡ ﴿﴾
"Dan
apakah yang membuat engkau tergesa-gesa mendahului kaum engkau hai
Musa?" Ia, Musa, berkata: "Mereka itu mengikuti jejakku karena itu
aku ber-gegas menghadap kepada Engkau,
ya Rabb-ku (Tuhan-ku), supaya Engkau
ridha." Dia berfirman, "Maka
sesungguhnya Kami telah menguji kaum engkau sepeninggal engkau
dan seorang Samiri telah menyesatkan mereka." Maka Musa
kembali kepada kaumnya, marah dan
sedih, ia berkata: "Hai kaumku, bukankah Rabb (Tuhan)
kamu telah menjanjikan kepadamu suatu
janji yang baik? Apakah masa
sempurnanya janji itu terlalu lama bagi kamu, ataukah kamu menghendaki supaya kemurkaan dari Rabb (Tuhan) kamu menimpamu
karena kamu telah mengingkari perjanjian denganku?” (Thā Hā [20]:84-87).
Dari dialog
tersebut diketahui bahwa harapan dan sangka baik Nabi Musa a.s. terhadap ketakwaan kaum beliau (Bani
Israil) dalam kenyataannya jauh dari harapan beliau selama itu: قَالَ ہُمۡ اُولَآءِ عَلٰۤی اَثَرِیۡ وَ عَجِلۡتُ اِلَیۡکَ رَبِّ
لِتَرۡضٰی -- “Ia, Musa,
berkata: "Mereka itu mengikuti
jejakku karena itu aku bergegas
menghadap kepada Engkau, ya Rabb-ku
(Tuhan-ku), supaya Engkau ridha."
Nabi Musa a.s. Tidak Mengetahui yang Gaib Mengenai Kaum Beliau (Bani Israil)
Menanggapi alasan
Nabi Musa a.s. tersebut قَالَ فَاِنَّا قَدۡ
فَتَنَّا قَوۡمَکَ مِنۡۢ بَعۡدِکَ وَ اَضَلَّہُمُ
السَّامِرِیُّ -- “Dia berfirman, "Maka
sesungguhnya Kami telah menguji kaum engkau sepeninggal engkau
dan seorang Samiri telah menyesatkan mereka.”
Samiri boleh jadi kata benda relatif,
berasal dari kata samirah yaitu orang-orang Samaria, suatu kaum yang
konon kabarnya termasuk salah satu di antara suku-suku keturunan Israil; atau suatu mazhab
agama Yahudi, yang berbeda dengan
orang-orang Yahudi lainnya, dalam beberapa adat kebiasaannya.
Sebenarnya mereka itu penghuni Samaria. Nama itu sekarang terbatas pada suatu kabilah kecil orang-orang yang berdiam di Nablus yang menyebut
dirinya "Bene Yisrael.” Sejarah mereka sebagai satu masyarakat yang terpisah, rnulai
diambilnya wilayah Samaria oleh
orang-orang Assyr pada tahun 722 s.M.
(Lexicon Lane & Jewish Encyclopaedia).
Mengetahui
kenyataan yang bertolak-belakang dengan harapan dan sangka-baik beliau selama
ini tentu Nabi Musa a.s. sangat marah
bercampur sedih:
فَرَجَعَ
مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ
اَسِفًا ۬ۚ قَالَ یٰقَوۡمِ اَلَمۡ
یَعِدۡکُمۡ رَبُّکُمۡ وَعۡدًا
حَسَنًا ۬ؕ اَفَطَالَ عَلَیۡکُمُ الۡعَہۡدُ اَمۡ
اَرَدۡتُّمۡ اَنۡ یَّحِلَّ عَلَیۡکُمۡ غَضَبٌ مِّنۡ
رَّبِّکُمۡ فَاَخۡلَفۡتُمۡ مَّوۡعِدِیۡ ﴿﴾
Maka
Musa kembali kepada kaumnya, marah
dan sedih, ia berkata: "Hai kaumku, bukankah Rabb (Tuhan)
kamu telah menjanjikan kepadamu suatu
janji yang baik? Apakah masa
sempurnanya janji itu terlalu lama bagi kamu, ataukah kamu menghendaki supaya kemurkaan dari Rabb (Tuhan) kamu menimpamu
karena kamu telah mengingkari perjanjian denganku?” (Thā Hā [20]:87).
Menanggapi teguran
Nabi Musa a.s. tersebut Bani Israil
mengemukakan alasan (dalih),
firman-Nya:
قَالُوۡا
مَاۤ اَخۡلَفۡنَا مَوۡعِدَکَ بِمَلۡکِنَا
وَ لٰکِنَّا حُمِّلۡنَاۤ اَوۡزَارًا مِّنۡ
زِیۡنَۃِ الۡقَوۡمِ فَقَذَفۡنٰہَا فَکَذٰلِکَ اَلۡقَی السَّامِرِیُّ ﴿ۙ﴾ فَاَخۡرَجَ لَہُمۡ
عِجۡلًا جَسَدًا لَّہٗ خُوَارٌ فَقَالُوۡا ہٰذَاۤ
اِلٰـہُکُمۡ وَ اِلٰہُ مُوۡسٰی ۬
فَنَسِیَ ﴿ؕ﴾
Mereka
berkata: "Kami sekali-kali tidak
mengingkari perjanjian dengan engkau
atas kehendak kami sendiri,
melainkan kami memikul beban perhiasan
kaum itu, dan kami campakkan semua maka demikian
pula orang-orang Samiri mencampakkannya." Lalu Samiri mengeluarkan patung seekor
anak sapi untuk mereka, suatu jasad belaka
yang mempunyai suara lenguhan,
kemudian mereka berkata: "Inilah tuhan kamu dan tuhan Musa, tetapi ia
telah lupa." (Thā Hā [20]:88-89).
Sehubungan dengan ayat وَ لٰکِنَّا
حُمِّلۡنَاۤ اَوۡزَارًا مِّنۡ زِیۡنَۃِ
الۡقَوۡمِ -- “melainkan kami memikul beban perhiasan kaum itu.”
Di dalam Al-Quran pada ayat ini
mengatakan bahwa orang-orang Mesir
memberikan perhiasan-perhiasan mas
dan perak kepada Bani Israil menurut kehendak
mereka sendiri, sedangkan Bible
menuduh Bani Israil merampas
perhiasan-perhiasan itu dari orang-orang Mesir (Keluaran 12:36).
Tetapi dalam hal ini seperti biasa Bible mengemukakan sesuatu yang bertentangan dengan isi Bible sendiri. Di tempat lain (Keluaran 12:33) Bible berkata, bahwa orang-orang Mesir sendiri yang memberikan perhiasan-perhiasan itu
kepada Bani Israil dan mendesak
supaya mereka meninggalkan Mesir
dengan segera. Dalil dan akal sehat, mendukung kebenaran pernyataan Al-Quran
tersebut.
Mengenai ucapan Samiri
dalam ayat: فَاَخۡرَجَ لَہُمۡ عِجۡلًا جَسَدًا لَّہٗ خُوَارٌ فَقَالُوۡا ہٰذَاۤ اِلٰـہُکُمۡ وَ اِلٰہُ مُوۡسٰی ۬ فَنَسِیَ -- “Lalu Samiri mengeluarkan patung seekor
anak sapi untuk mereka, suatu jasad belaka
yang mempunyai suara lenguhan,
kemudian mereka berkata: "Inilah tuhan kamu dan tuhan Musa, tetapi ia
telah lupa."
Bani Israil tinggal di Mesir dalam perbudakan untuk masa yang panjang –
yakni 400 tahun -- dan dalam masa perbudakan itu mereka meniru banyak adat-istiadat, cara hidup, dan upacara-upacara keagamaan orang-orang Mesir, para penguasa
mereka yaitu biasa menyembah sapi (Encyclopaedia of Religions.
& Ethics. Vol I,p.
507).
Dengan jalan
ini mereka berangsur-angsur memupuk kecintaan
yang sangat terhadap sapi,
dan ketika mereka ditinggalkan Nabi
Musa a.s. selama 40 hari lalu orang-orang Samiri mendapat peluang mengajak
mereka itu menyembah sapi. Mengenai
hal tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اَفَلَا یَرَوۡنَ
اَلَّا یَرۡجِعُ اِلَیۡہِمۡ
قَوۡلًا ۬ۙ وَّ لَا یَمۡلِکُ
لَہُمۡ ضَرًّا وَّ لَا
نَفۡعًا ﴿٪﴾ وَ لَقَدۡ قَالَ لَہُمۡ ہٰرُوۡنُ مِنۡ قَبۡلُ یٰقَوۡمِ
اِنَّمَا فُتِنۡتُمۡ بِہٖ ۚ وَ اِنَّ
رَبَّکُمُ الرَّحۡمٰنُ
فَاتَّبِعُوۡنِیۡ وَ اَطِیۡعُوۡۤا اَمۡرِیۡ ﴿﴾ قَالُوۡا لَنۡ
نَّبۡرَحَ عَلَیۡہِ عٰکِفِیۡنَ حَتّٰی یَرۡجِعَ
اِلَیۡنَا مُوۡسٰی ﴿﴾
Apakah
mereka itu tidak melihat bahwa patung anak sapi itu tidak memberi jawaban apa-apa dan tidak
mempunyai kekuasaan untuk menyampaikan kemudaratan atau pun
kemanfaatan? وَ لَقَدۡ قَالَ لَہُمۡ ہٰرُوۡنُ مِنۡ
قَبۡلُ یٰقَوۡمِ اِنَّمَا فُتِنۡتُمۡ بِہٖ
-- Dan
sungguh Harun benar-benar telah
berkata kepada mereka sebelum Musa kembali: "Hai kaumku. sesungguhnya
kamu telah diuji dengan patung anak sapi ini, وَ
اِنَّ رَبَّکُمُ الرَّحۡمٰنُ
فَاتَّبِعُوۡنِیۡ وَ اَطِیۡعُوۡۤا اَمۡرِیۡ -- dan sesungguhnya Rabb
(Tuhan) kamu Yang Maha Pemurah, maka
ikutilah aku dan taatilah perintahku. قَالُوۡا لَنۡ نَّبۡرَحَ عَلَیۡہِ
عٰکِفِیۡنَ حَتّٰی یَرۡجِعَ اِلَیۡنَا
مُوۡسٰی -- Mereka berkata: "Kami tidak akan pernah berhenti menyembahnya hingga Musa kembali kepada kami." (Thā Hā
[20]:90-92).
Anak sapi sebagai sembahan telah dicela dan
dikutuk di sini, sebab anak sapi tidak dapat berbicara kepada para penyembahnya. Faedah apakah dapat
diperoleh dari tuhan yang tidak menjawab doa-doa para penyembahnya (QS.21:66-67)? Tuhan
semacam itu mati dan tak ubahnya
seperti sebatang kayu mati belaka.
Perbedaan
antara Tuhan Yang Hidup dengan tuhan yang mati yaitu bahwa Tuhan Yang Esa itu berbicara dengan para penyembah-Nya,
dan mendengar permohonan-permohonan
mereka, sedang yang satu lagi, tidak dapat berbuat demikian. Tuhan Islam yang sejati tidak berhenti bicara dengan para penyembah-Nya.
Allah Swt. masih
berbicara dengan mereka memalui wahyu-Nya seperti dahulu kala, dengan
Nabi Adam a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., Nabi Ibnu Maryan a.s., dan Nabi Besar Muhammad
saw., dan akan terus-menerus berbuat
demikian sepanjang masa, firman-Nya:
وَ مَا
کَانَ لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ
اللّٰہُ اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ
وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ
اِنَّہٗ عَلِیٌّ حَکِیۡمٌ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ رُوۡحًا
مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ
مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا
الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ
نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ بِہٖ مَنۡ
نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ
لَتَہۡدِیۡۤ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ صِرَاطِ اللّٰہِ
الَّذِیۡ لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ
وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ اِلَی
اللّٰہِ تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪﴾
Dan
sekali-kali tidak mungkin bagi manusia
bahwa Allah berbicara kepadanya,
kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau firman ini dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu, tetapi Kami
telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan
sesungguhnya engkau benar-benar memberi
petunjuk ke jalan lurus, Jalan Allah Yang
milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi.
Ketahuilah, kepada Allah segala perkara
kembali. (Asy-Syurā [42]:52-54),
Ayat 52
menyebut
tiga cara Allah Swt. berbicara
(berkomunikasi) kepada hamba-Nya dan menampakkan Wujud-Nya kepada mereka:
(a)
Dia berfirman secara langsung kepada mereka tanpa perantara.
(b) Dia membuat mereka
menyaksikan kasyaf (penglihatan gaib), yang dapat ditakwilkan atau tidak, atau
kadang-kadang membuat mereka mendengar kata-kata dalam keadaan jaga dan sadar,
di waktu itu mereka tidak melihat wujud orang yang berbicara kepada mereka.
Inilah arti kata-kata "dari belakang tabir,"
(c) Allah Swt. menurunkan
seorang utusan atau seorang malaikat yang menyampaikan Amanat Ilahi.
Dalam ayat 53 Al-Quran
disebut di sini ruh (nafas hidup — Lexicon
Lane), sebab dengan perantaraannya bangsa yang telah mati keadaan akhlak dan keruhaniannya mendapat kehidupan baru. Agama Islam (Al-Quran) adalah kehidupan, nur, dan jalan yang
membawa manusia kepada Allah Swt. dan
menyadarkan manusia akan tujuan agung dan luhur kejadiannya (QS.51:57).
Permulaan dan akhir segala sesuatu terletak di tangan Allah Swt., itulah makna
ayat: صِرَاطِ
اللّٰہِ الَّذِیۡ لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ -- “Jalan Allah Yang
milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. ؕ
اَلَاۤ اِلَی اللّٰہِ تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ -- Ketahuilah,
kepada Allah segala perkara kembali.
“
Kembali kepada firman Allah Swt.
sebelumnya dalam Surah Thā Hā
[20]:90-92), dalam ayat tersebut Al-Quran menyangkal
keterangan Bible dan membersihkan
Nabi Harun a.s. dari tuduhan bahwa beliau telah membuat
berhala patung anak sapi dari logam coran untuk disembah
orang-orang Bani Israil (Keluaran 32:4).
Al-Quran mengatakan bahwa Nabi Harun
a.s. bukan saja sama sekali tidak terlibat
dalam pembuatan patung anak sapi bagi
mereka, bahkan sebaliknya, beliau telah
berusaha melarang mereka menyembah berhala yang dibuat orang Samiri bagi mereka.
Tuduhan
dalam Bible tersebut telah ditolak
oleh para penulis Kristen sendiri
sebagai suatu hal yang sama sekali tidak mempunyai dasar (Encyclopaedia Britannica pada kata "The Golden Calf'). Sehubungan dengan hal tersebut selanjutnya Allah
Swt. berfirman:
قَالَ
یٰہٰرُوۡنُ مَا مَنَعَکَ اِذۡ
رَاَیۡتَہُمۡ ضَلُّوۡۤا ﴿ۙ﴾ اَلَّا تَتَّبِعَنِ ؕ اَفَعَصَیۡتَ اَمۡرِیۡ ﴿﴾ قَالَ
یَبۡنَؤُمَّ لَا تَاۡخُذۡ
بِلِحۡیَتِیۡ وَ لَا بِرَاۡسِیۡ ۚ اِنِّیۡ
خَشِیۡتُ اَنۡ تَقُوۡلَ فَرَّقۡتَ بَیۡنَ بَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ وَ لَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِیۡ ﴿﴾
Ia,
Musa, berkata: "Hai Harun,
apakah yang telah menghalangi engkau,
ketika engkau melihat mereka telah sesat,
apakah
engkau tidak mengikuti aku? Apakah
engkau mendurhakai perintahku?"
la, Harun, berkata: “Hai anak ibuku, janganlah memegang janggutku dan jangan pula rambut kepalaku, sesungguhnya aku takut bahwa engkau berkata: اِنِّیۡ خَشِیۡتُ اَنۡ تَقُوۡلَ فَرَّقۡتَ
بَیۡنَ بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ وَ لَمۡ
تَرۡقُبۡ قَوۡلِیۡ -- Engkau telah berbuat perpecahan di antara Bani
Israil, dan tidak menjaga
perkataanku." (Thā Hā [20]:93-95).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 21 Juni 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar