Rabu, 24 Juni 2015

Jika Tidak Diberitahu Allah Swt., Nabi Musa a.s. Tidak Mengetahui "Penyembahan Patung Anak Sapi" Buatan Samiri yang Dilakukan Bani Israil Sepeninggalnya



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 84

  Jika Tidak Diberi Tahu Allah Swt., Nabi Musa a.s. Tidak Mengetahui Penyembahan Patung Anak Sapi Buatan Samiri yang Dilakukan Bani Israil Sepeninggalnya
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai  bantahan yang tegas terhadap doktrin (ajaran) bahwa darah seseorang  — yakni bukan amal salehnya sendiri — dapat mendatangkan najat (keselamatan), sebagaimana doktrin dusta  “Penebusan Dosa” oleh kematian terkutuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di atas salib: وَ وُفِّیَتۡ کُلُّ نَفۡسٍ مَّا کَسَبَتۡ وَ ہُمۡ لَا یُظۡلَمُوۡنَ  -- “dan tiap-tiap jiwa akan diganjar sepenuhnya untuk apa yang telah diusahakannya dan mereka  tidak akan dizalimi, ” firman-Nya:
فَکَیۡفَ اِذَا جَمَعۡنٰہُمۡ لِیَوۡمٍ لَّا رَیۡبَ فِیۡہِ ۟ وَ وُفِّیَتۡ کُلُّ نَفۡسٍ مَّا کَسَبَتۡ وَ ہُمۡ لَا یُظۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  قُلِ اللّٰہُمَّ مٰلِکَ الۡمُلۡکِ تُؤۡتِی الۡمُلۡکَ مَنۡ تَشَآءُ وَ تَنۡزِعُ الۡمُلۡکَ مِمَّنۡ تَشَآءُ ۫ وَ تُعِزُّ مَنۡ تَشَآءُ وَ تُذِلُّ مَنۡ تَشَآءُ ؕ بِیَدِکَ الۡخَیۡرُ ؕ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾  تُوۡلِجُ الَّیۡلَ فِی النَّہَارِ وَ تُوۡلِجُ النَّہَارَ فِی الَّیۡلِ ۫ وَ تُخۡرِجُ الۡحَیَّ مِنَ الۡمَیِّتِ وَ تُخۡرِجُ الۡمَیِّتَ مِنَ الۡحَیِّ ۫ وَ تَرۡزُقُ مَنۡ تَشَآءُ بِغَیۡرِ  حِسَابٍ﴿﴾
Maka bagaimanakah keadaan mereka  apabila Kami himpun mereka pada Hari yang di dalamnya tidak ada keraguan, dan tiap-tiap jiwa akan diganjar sepenuhnya untuk apa yang telah diusahakannya dan mereka  tidak akan dizalimi  قُلِ اللّٰہُمَّ مٰلِکَ الۡمُلۡکِ تُؤۡتِی الۡمُلۡکَ مَنۡ تَشَآءُ وَ تَنۡزِعُ الۡمُلۡکَ مِمَّنۡ تَشَآءُ    --  Katakanlah: “Wahai  Allah, Pemilik kedaulatan, Engkau  memberikan kedaulatan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau  mencabut kedaulatan dari siapa yang Engkau kehendaki, وَ تُعِزُّ مَنۡ تَشَآءُ وَ تُذِلُّ مَنۡ تَشَآءُ --  Engkau  memuliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau  menghinakan siapa yang Engkau kehendaki, بِیَدِکَ الۡخَیۡرُ ؕ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ   -- di tangan Engkau-lah segala kebaikan, sesungguhnya  Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.    ”Engkau memasukkan malam ke dalam siang dan Engkau  memasukkan siang ke dalam malam.     Engkau mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan  Engkau memberi rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab.”  (Ali ‘Imran [3]:26-28). 

Peringatan Allah Swt. Terhadap  Bangsa-bangsa Kristen dari Barat Mengenai Akhir yang Tragis dari Kesuksesan Duniawi Mereka

        Dalam ayat 28 kata “siang”   menggambarkan kesejahteraan dan kekuasaan suatu kaum, dan kata “malam” melukiskan kemunduran dan kemerosotan mereka.   Ayat 27 dan ayat 28  mengisyaratkan kepada hukum Ilahi yang tak berubah bahwa bangsa-bangsa bangkit atau jatuh, karena mereka menyesuaikan diri dengan atau menentang kehendak Ilahi yang merupakan sumber segala kekuasaan dan kebesaran, firman-Nya:
تُوۡلِجُ الَّیۡلَ فِی النَّہَارِ وَ تُوۡلِجُ النَّہَارَ فِی الَّیۡلِ ۫ وَ تُخۡرِجُ الۡحَیَّ مِنَ الۡمَیِّتِ وَ تُخۡرِجُ الۡمَیِّتَ مِنَ الۡحَیِّ ۫ وَ تَرۡزُقُ مَنۡ تَشَآءُ بِغَیۡرِ  حِسَابٍ﴿﴾
Engkau memasukkan malam ke dalam siang dan Engkau  memasukkan siang ke dalam malam.  Engkau mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan  Engkau memberi rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab.”  (Âli ‘Imran [3]:28).
          Pernyataan Allah Swt. tersebut berlaku pula kesuksesan duniawi bangsa-bangsa Kristen dari Barat yang telah “mempertuhankan” Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., bahwa  suasana “malam” akan segera mengantikan suasana “siang” – yakni kejayaan duniawi – mereka di Akhir Zaman ini, yang pada hakikatnya kesuksesan duniawi mereka itu merupakan  pengabulan doa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. atas permintaan para pengikut beliau  (hawari) berkenaan dengan  turunnya māidah (hidangan/makanan) dari “langit” (QS.5:112-116), namun di dalam pengabulan tersebut terkandung peringatan keras Allah Swt., firman-Nya: 
قَالَ اللّٰہُ اِنِّیۡ مُنَزِّلُہَا عَلَیۡکُمۡ ۚ فَمَنۡ یَّکۡفُرۡ بَعۡدُ مِنۡکُمۡ فَاِنِّیۡۤ  اُعَذِّبُہٗ عَذَابًا  لَّاۤ   اُعَذِّبُہٗۤ  اَحَدًا مِّنَ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾٪
Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menurunkannya kepada kamu, maka barangsiapa di antara kamu kafir  sesudah itu,  maka  sesungguhnya Aku akan mengazabnya dengan azab yang tidak pernah Aku mengazab kepada seorang pun di seluruh alam.” (Al-Māidah [5]:116).
      Hukuman yang dimaksud dalam ayat itu sama dengan yang tersebut dalam QS.19:91. Dua Perang Dunia yang terakhir dengan akibat-akibat yang ditimbulkannya dapat merupakan satu tahap penyempurnaan kabar gaib ini dan hanya Allah Swt. sajalah Yang  mengetahui hukuman-hukuman mengerikan apakah yang masih menunggu untuk bangsa-bangsa Kristen di belahan bumi sebelah barat, selain Perang Dunia III atau Perang Nuklir.
       Pada hakikatnya terjadinya  Perang Dunia  I dan  Perang Dunia II  yang menimpa bangsa-bangsa Kristen merupakan bukti ketidak-benaran paham “Trinitas” dan “Penebusan Dosa” melalui kematian terkutuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di tiang salib, sebagaimana bantahan Nabi Isa Ibnu Maryam  a.s. ketika ditanya Allah Swt. mengenai hal tersebut  (QS.5:117-119), sebab beliau pun sama sekali tidak mengetahui hal-hal yang gaib   dan tidak   memiliki kekuasaan seperti Tuhan   seperti juga para rasul Allah lainnya,  firman-Nya:
یَوۡمَ یَجۡمَعُ اللّٰہُ الرُّسُلَ فَیَقُوۡلُ مَا ذَاۤ اُجِبۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا لَا عِلۡمَ  لَنَا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾
Ingatlah hari ketika Allah  mengumpulkan para rasul lalu Dia berfirman: ”Apakah  jawaban    yang  diberikan kaummu kepada kamu?” Mereka akan berkata:  لَا عِلۡمَ  لَنَا  -- “Tidak  ada pengetahuan pada kami,  الۡغُیُوۡبِ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  -- sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib.” (Al-Māidah [5]:110).  

Dialog Allah Swt. dengan Nabi Musa a.s. di Gunung Thursina

        Jangankan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. – sebagai salah seorang rasul Allah yang mengikuti syariat Nabi Musa a.s. (QS.2:89-90; Matius 5:17-20)  --  bahkan Nabi Musa a.s. sendiri pun tidak mengetahui yang gaib  mengenai keadaan Bani Israil    yang kembali menyembah patung anak sapi buatan Samiri, ketika mereka  beliau   tinggalkan untuk “menghadap” Allah Swt. selama 40 malam di gunung Thursina, padahal Nabi Harun a.s. telah berusaha  keras menasihati mereka (QS.2:52 & 92; QS.4:154; QS.7:149-152).
       Berikut ini firman-Nya kepada Nabi Musa a.s. mengenai alasan  mengapa Nabi Musa a.s. ingin segera “menghadap” Allah Swt. dan meninggalkan Bani Israil bersama Nabi Harun a.s. di bawah gunung Thursina:
وَ  مَاۤ   اَعۡجَلَکَ  عَنۡ  قَوۡمِکَ  یٰمُوۡسٰی ﴿﴾  قَالَ ہُمۡ اُولَآءِ عَلٰۤی  اَثَرِیۡ وَ عَجِلۡتُ اِلَیۡکَ  رَبِّ  لِتَرۡضٰی﴿﴾  قَالَ فَاِنَّا قَدۡ فَتَنَّا قَوۡمَکَ مِنۡۢ بَعۡدِکَ وَ اَضَلَّہُمُ  السَّامِرِیُّ ﴿﴾  فَرَجَعَ مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ  اَسِفًا ۬ۚ  قَالَ یٰقَوۡمِ  اَلَمۡ  یَعِدۡکُمۡ  رَبُّکُمۡ وَعۡدًا حَسَنًا ۬ؕ اَفَطَالَ عَلَیۡکُمُ الۡعَہۡدُ اَمۡ  اَرَدۡتُّمۡ اَنۡ یَّحِلَّ عَلَیۡکُمۡ غَضَبٌ  مِّنۡ  رَّبِّکُمۡ فَاَخۡلَفۡتُمۡ مَّوۡعِدِیۡ ﴿﴾  
"Dan apakah yang mem­buat engkau tergesa-gesa men­dahului kaum engkau hai Musa?"   Ia, Musa, berkata: "Mereka itu mengikuti jejakku karena itu aku ber-gegas menghadap kepada Engkau, ya Rabb-ku (Tuhan-ku), supaya  Engkau ridha."   Dia berfirman,  "Maka  sesungguhnya Kami  telah menguji kaum engkau sepeninggal engkau dan seorang   Samiri  telah me­nyesatkan mereka."   Maka Musa kembali kepada kaumnya, marah dan sedih, ia  berkata: "Hai kaumku, bukankah Rabb (Tuhan) kamu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Apakah masa sempurnanya janji itu terlalu lama bagi kamu, ataukah kamu menghendaki  supaya kemurkaan dari Rabb (Tuhan) kamu me­nimpamu  karena kamu telah mengingkari perjanjian denganku?”  (Thā Hā [20]:84-87).
     Dari dialog tersebut diketahui bahwa   harapan dan sangka baik Nabi Musa a.s. terhadap ketakwaan  kaum beliau (Bani Israil)   dalam kenyataannya jauh dari harapan beliau selama itu: قَالَ ہُمۡ اُولَآءِ عَلٰۤی  اَثَرِیۡ وَ عَجِلۡتُ اِلَیۡکَ  رَبِّ  لِتَرۡضٰی  -- “Ia, Musa, berkata: "Mereka itu mengikuti jejakku karena itu aku bergegas menghadap kepada Engkau, ya Rabb-ku (Tuhan-ku), supaya  Engkau ridha."

Nabi Musa a.s. Tidak Mengetahui yang Gaib Mengenai Kaum Beliau (Bani Israil)

  Menanggapi alasan Nabi Musa a.s. tersebut  قَالَ فَاِنَّا قَدۡ فَتَنَّا قَوۡمَکَ مِنۡۢ بَعۡدِکَ وَ اَضَلَّہُمُ  السَّامِرِیُّ  -- “Dia berfirman,  "Maka  sesungguhnya Kami  telah menguji kaum engkau sepeninggal engkau dan seorang   Samiri  telah me­nyesatkan mereka.”
   Samiri boleh jadi kata benda relatif, berasal dari kata samirah yaitu  orang-­orang Samaria, suatu kaum yang konon kabarnya termasuk salah satu di antara suku-suku keturunan Israil; atau suatu mazhab agama Yahudi, yang berbeda dengan orang-orang Yahudi lainnya, dalam beberapa adat kebiasaannya. 
     Sebenarnya mereka itu penghuni Samaria. Nama itu sekarang terbatas pada suatu kabilah kecil orang-orang yang berdiam di Nablus yang menyebut dirinya "Bene Yisrael.”  Sejarah mereka sebagai satu masyarakat yang terpisah, rnulai diambilnya wilayah Samaria oleh orang-orang Assyr pada tahun 722 s.M. (Lexicon Lane & Jewish Encyclopaedia).
    Mengetahui kenyataan yang  bertolak-belakang dengan  harapan dan sangka-baik  beliau selama ini tentu Nabi Musa a.s. sangat marah bercampur sedih:
فَرَجَعَ مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ  اَسِفًا ۬ۚ  قَالَ یٰقَوۡمِ  اَلَمۡ  یَعِدۡکُمۡ  رَبُّکُمۡ وَعۡدًا حَسَنًا ۬ؕ اَفَطَالَ عَلَیۡکُمُ الۡعَہۡدُ اَمۡ  اَرَدۡتُّمۡ اَنۡ یَّحِلَّ عَلَیۡکُمۡ غَضَبٌ  مِّنۡ  رَّبِّکُمۡ فَاَخۡلَفۡتُمۡ مَّوۡعِدِیۡ ﴿﴾   
Maka  Musa kembali kepada kaumnya, marah dan sedih, ia  berkata: "Hai kaumku, bukankah Rabb (Tuhan) kamu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Apakah masa sempurnanya janji itu terlalu lama bagi kamu, ataukah kamu menghendaki  supaya kemurkaan dari Rabb (Tuhan) kamu me­nimpamu karena kamu telah mengingkari perjanjian denganku?”  (Thā Hā [20]:87).
          Menanggapi teguran Nabi Musa a.s. tersebut Bani Israil mengemukakan alasan (dalih), firman-Nya:
قَالُوۡا مَاۤ  اَخۡلَفۡنَا مَوۡعِدَکَ بِمَلۡکِنَا وَ لٰکِنَّا حُمِّلۡنَاۤ  اَوۡزَارًا مِّنۡ زِیۡنَۃِ الۡقَوۡمِ فَقَذَفۡنٰہَا فَکَذٰلِکَ اَلۡقَی  السَّامِرِیُّ ﴿ۙ﴾ فَاَخۡرَجَ لَہُمۡ عِجۡلًا جَسَدًا لَّہٗ خُوَارٌ فَقَالُوۡا ہٰذَاۤ  اِلٰـہُکُمۡ وَ اِلٰہُ  مُوۡسٰی ۬ فَنَسِیَ ﴿ؕ﴾
Mereka berkata: "Kami sekali-kali tidak mengingkari perjanjian dengan engkau atas kehendak kami sendiri, melainkan kami memikul beban perhiasan kaum itu,  dan kami campakkan semua  maka demikian pula  orang-orang Samiri mencampak­kannya."  Lalu Samiri mengeluarkan  patung  seekor anak sapi untuk  mereka, suatu jasad belaka yang mem­punyai suara lenguhan, kemudian mereka berkata: "Inilah    tuhan kamu dan tuhan Musa,  tetapi ia telah lupa." (Thā Hā [20]:88-89).
   Sehubungan dengan ayat وَ لٰکِنَّا حُمِّلۡنَاۤ  اَوۡزَارًا مِّنۡ زِیۡنَۃِ الۡقَوۡمِ  -- “melainkan kami memikul beban perhiasan kaum itu.” Di dalam Al-Quran pada ayat ini mengatakan bahwa orang-orang Mesir memberikan perhiasan-perhiasan mas dan perak kepada Bani Israil menurut kehendak mereka sendiri, sedangkan Bible menuduh Bani Israil merampas perhiasan­-perhiasan itu dari orang-orang Mesir (Keluaran 12:36).
   Tetapi dalam hal ini seperti biasa Bible mengemukakan sesuatu yang bertentangan dengan isi Bible sendiri. Di tempat lain (Keluaran 12:33) Bible berkata, bahwa orang-orang Mesir sendiri yang memberikan perhiasan-perhiasan itu kepada Bani Israil  dan mendesak supaya mereka meninggalkan Mesir dengan segera. Dalil dan akal sehat, mendukung kebenaran pernyataan Al-Quran tersebut.
 Mengenai  ucapan Samiri dalam ayat: فَاَخۡرَجَ لَہُمۡ عِجۡلًا جَسَدًا لَّہٗ خُوَارٌ فَقَالُوۡا ہٰذَاۤ  اِلٰـہُکُمۡ وَ اِلٰہُ  مُوۡسٰی ۬ فَنَسِیَ -- “Lalu Samiri mengeluarkan  patung  seekor anak sapi untuk  mereka, suatu jasad belaka yang mem­punyai suara lenguhan, kemudian mereka berkata: "Inilah    tuhan kamu dan tuhan Musa,  tetapi ia telah lupa."  
   Bani Israil tinggal di Mesir dalam perbudakan untuk masa yang panjang – yakni 400 tahun --  dan dalam masa perbudakan itu mereka meniru banyak adat-istiadat,  cara hidup, dan upacara-upacara keagamaan orang-orang Mesir, para penguasa mereka  yaitu biasa menyembah sapi (Encyclopaedia  of  Religions. & Ethics. Vol I,p. 507).
   Dengan jalan ini mereka berangsur-angsur memupuk   kecintaan  yang sangat  terhadap sapi, dan ketika mereka ditinggalkan Nabi Musa a.s. selama 40 hari lalu  orang-orang Samiri mendapat peluang mengajak mereka itu menyembah sapi. Mengenai hal tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اَفَلَا  یَرَوۡنَ  اَلَّا  یَرۡجِعُ  اِلَیۡہِمۡ  قَوۡلًا ۬ۙ وَّ لَا یَمۡلِکُ  لَہُمۡ  ضَرًّا  وَّ لَا  نَفۡعًا ﴿٪﴾ وَ لَقَدۡ قَالَ لَہُمۡ ہٰرُوۡنُ مِنۡ قَبۡلُ یٰقَوۡمِ اِنَّمَا فُتِنۡتُمۡ بِہٖ ۚ وَ  اِنَّ رَبَّکُمُ  الرَّحۡمٰنُ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ  وَ اَطِیۡعُوۡۤا  اَمۡرِیۡ ﴿﴾ قَالُوۡا لَنۡ نَّبۡرَحَ عَلَیۡہِ عٰکِفِیۡنَ حَتّٰی یَرۡجِعَ   اِلَیۡنَا مُوۡسٰی  ﴿﴾
Apakah mereka itu tidak melihat bahwa patung anak sapi itu tidak memberi jawaban apa-apa  dan tidak mempunyai kekuasaan  untuk me­nyampaikan  kemudaratan  atau pun  kemanfaatan?  وَ لَقَدۡ قَالَ لَہُمۡ ہٰرُوۡنُ مِنۡ قَبۡلُ یٰقَوۡمِ اِنَّمَا فُتِنۡتُمۡ بِہٖ  --   Dan  sungguh   Harun benar-benar telah berkata kepada mereka sebelum Musa kembali: "Hai kaumku. sesungguhnya kamu telah diuji dengan patung anak sapi ini,  وَ  اِنَّ رَبَّکُمُ  الرَّحۡمٰنُ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ  وَ اَطِیۡعُوۡۤا  اَمۡرِیۡ  -- dan sesungguhnya  Rabb (Tuhan) kamu Yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahkuقَالُوۡا لَنۡ نَّبۡرَحَ عَلَیۡہِ عٰکِفِیۡنَ حَتّٰی یَرۡجِعَ   اِلَیۡنَا مُوۡسٰی  -- Mereka berkata: "Kami tidak akan pernah berhenti menyembahnya hingga Musa kembali kepada kami." (Thā Hā [20]:90-92).
     Anak sapi sebagai sembahan telah dicela dan dikutuk di sini, sebab anak sapi tidak dapat berbicara kepada para penyembahnya. Faedah apakah dapat diperoleh dari tuhan yang tidak menjawab doa-doa para penyembahnya (QS.21:66-67)? Tuhan semacam itu mati dan tak ubahnya seperti sebatang kayu mati belaka.
   Perbedaan antara Tuhan Yang Hidup dengan tuhan yang mati yaitu bahwa Tuhan Yang Esa itu berbicara dengan para penyembah-Nya, dan mendengar permohonan-permohonan mereka, sedang yang satu lagi, tidak dapat berbuat demikian. Tuhan Islam yang sejati tidak berhenti bicara dengan para penyembah-Nya.
    Allah Swt. masih berbicara dengan mereka memalui wahyu-Nya seperti dahulu kala, dengan Nabi Adam a.s., Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s.,  Nabi Ibnu Maryan a.s., dan Nabi Besar Muhammad saw., dan akan terus-menerus berbuat demikian sepanjang masa, firman-Nya:
وَ مَا کَانَ  لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ  اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ  اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡکَ رُوۡحًا مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا  الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ  نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ  بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ  مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  صِرَاطِ اللّٰہِ  الَّذِیۡ  لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪﴾
Dan sekali-kali tidak mungkin bagi manusia bahwa Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya  apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana.   Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau firman ini  dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu,  tetapi Kami telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus,   Jalan   Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali. (Asy-Syurā [42]:52-54),
     Ayat 52   menyebut tiga cara Allah  Swt.   berbicara (berkomunikasi) kepada hamba-Nya dan menampakkan Wujud-Nya kepada mereka:
       (a) Dia berfirman secara langsung kepada mereka tanpa perantara.
     (b) Dia membuat mereka menyaksikan kasyaf (penglihatan gaib), yang dapat ditakwilkan atau tidak, atau kadang-kadang membuat mereka mendengar kata-kata dalam keadaan jaga dan sadar, di waktu itu mereka tidak melihat wujud orang yang berbicara kepada mereka. Inilah arti kata-kata "dari belakang tabir,"
   (c) Allah Swt. menurunkan seorang utusan atau seorang malaikat yang menyampaikan Amanat Ilahi.
      Dalam ayat 53  Al-Quran disebut di sini ruh (nafas hidup — Lexicon Lane), sebab dengan perantaraannya  bangsa yang telah mati keadaan akhlak dan keruhaniannya mendapat kehidupan baru.  Agama  Islam (Al-Quran) adalah kehidupan, nur, dan jalan yang membawa manusia kepada Allah Swt. dan menyadarkan manusia akan tujuan agung dan luhur kejadiannya (QS.51:57).
  Permulaan dan akhir segala sesuatu terletak di tangan Allah Swt., itulah makna ayat: صِرَاطِ اللّٰہِ  الَّذِیۡ  لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ  --  “Jalan   Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi.  ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ -- Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali. “      
      Kembali kepada firman Allah Swt. sebelumnya dalam  Surah Thā Hā [20]:90-92),  dalam ayat tersebut  Al-Quran menyangkal keterangan Bible dan membersihkan Nabi Harun a.s.  dari tuduhan bahwa beliau telah membuat berhala  patung   anak sapi dari logam coran untuk disembah orang-orang Bani Israil (Keluaran 32:4).
        Al-Quran mengatakan bahwa Nabi Harun a.s.  bukan saja sama sekali  tidak terlibat dalam pembuatan patung anak sapi bagi mereka,  bahkan sebaliknya, beliau telah berusaha melarang mereka menyembah berhala yang dibuat orang Samiri  bagi mereka.
          Tuduhan  dalam Bible tersebut telah ditolak oleh para penulis Kristen sendiri sebagai suatu hal yang sama sekali tidak mempunyai dasar (Encyclopaedia Britannica  pada kata "The Golden Calf'). Sehubungan dengan hal tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قَالَ یٰہٰرُوۡنُ مَا مَنَعَکَ اِذۡ  رَاَیۡتَہُمۡ ضَلُّوۡۤا ﴿ۙ﴾ اَلَّا  تَتَّبِعَنِ ؕ اَفَعَصَیۡتَ   اَمۡرِیۡ ﴿﴾ قَالَ یَبۡنَؤُمَّ  لَا تَاۡخُذۡ بِلِحۡیَتِیۡ  وَ لَا بِرَاۡسِیۡ ۚ اِنِّیۡ خَشِیۡتُ اَنۡ تَقُوۡلَ فَرَّقۡتَ بَیۡنَ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ وَ لَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِیۡ ﴿﴾
Ia, Musa, berkata: "Hai Harun, apakah yang telah meng­halangi engkau, ketika engkau melihat mereka telah sesat,    apakah engkau tidak mengikuti aku? Apakah engkau mendurhakai perintahku?"    la, Harun, berkata:  “Hai anak  ibuku, janganlah me­megang janggutku dan jangan pula rambut kepalaku, sesungguhnya aku takut bahwa engkau berkata:  اِنِّیۡ خَشِیۡتُ اَنۡ تَقُوۡلَ فَرَّقۡتَ بَیۡنَ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ وَ لَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِیۡ  -- Engkau telah berbuat perpecahan di antara Bani Israil, dan tidak menjaga perkataanku." (Thā Hā [20]:93-95).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 21 Juni  2015      


Tidak ada komentar:

Posting Komentar