Rabu, 17 Juni 2015

Berbagai Tuduhan Dusta yang Terus Berubah Terhadap Nabi Besar Muhammad Saw. dan Al-Quran & Jawaban Allah Swt.




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 77

Berbagai Tuduhan Dusta yang Terus Berubah Terhadap Nabi Besar Muhammad Saw. dan Al-Quran & Jawaban Allah Swt.

 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai gambaran  yang bertolak-belakang dengan  orang-orang bertakwa yang dikemukakan dalam ayat-ayat sebelumnya tentang  orang-orang yang  beriman kepada  Nur (cahaya) di atas nur (cahaya)”— yakni Nabi Besar Muhammad saw. (QS:24:36-39), firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اَعۡمَالُہُمۡ کَسَرَابٍۭ بِقِیۡعَۃٍ یَّحۡسَبُہُ الظَّمۡاٰنُ مَآءً ؕ حَتّٰۤی اِذَا جَآءَہٗ  لَمۡ  یَجِدۡہُ شَیۡئًا وَّ وَجَدَ  اللّٰہَ عِنۡدَہٗ  فَوَفّٰىہُ حِسَابَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ سَرِیۡعُ الۡحِسَابِ ﴿ۙ﴾  اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ ؕ ظُلُمٰتٌۢ  بَعۡضُہَا فَوۡقَ بَعۡضٍ ؕ اِذَاۤ اَخۡرَجَ یَدَہٗ  لَمۡ  یَکَدۡ یَرٰىہَا ؕ وَ مَنۡ  لَّمۡ یَجۡعَلِ اللّٰہُ   لَہٗ   نُوۡرًا  فَمَا  لَہٗ  مِنۡ  نُّوۡرٍ ﴿٪﴾
Dan orang-orang kafir  amal-amal mereka bagaikan fatamorgana di padang pasir, orang-orang  yang haus menyangkanya air,  hingga apabila ia mendatanginya  ia tidak mendapati sesuatu pun, dan ia mendapati Allah di sisinya lalu Dia membayar penuh perhitungannya, dan Allah sangat cepat dalam perhitungan. اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ  --  Atau seperti kegelapan di lautan yang dalam, di atasnya gelombang demi gelombang meliputinya, di atasnya lagi ada awan hitam.  ظُلُمٰتٌۢ  بَعۡضُہَا فَوۡقَ بَعۡضٍ -- Kegelapan sebagiannya di atas sebagian lain. اِذَاۤ اَخۡرَجَ یَدَہٗ  لَمۡ  یَکَدۡ یَرٰىہَا  -- Apabila ia mengulurkan tangannya ia hampir-hampir tidak dapat melihatnya, وَ مَنۡ  لَّمۡ یَجۡعَلِ اللّٰہُ   لَہٗ   نُوۡرًا  فَمَا  لَہٗ  مِنۡ  نُّوۡرٍ -- dan barangsiapa baginya  Allah tidak menjadikan nur maka baginya tidak ada nur  (An-Nūr [24]:40-41). 
        Dalam ayat-ayat 37-39 di atas telah dikemukakan kata-kata penghargaan Allah Swt. yang ditujukan kepada suatu golongan manusia  yaitu para pencinta nur Ilahi dan hamba-hamba Allah yang bertakwa. Ayat-ayat  membicarakan sesuatu golongan manusia lainnya  yaitu anak-anak kegelapan.
      Golongan pertama menerima nur serta berjalan di dalamnya. Keadaan mereka yang sungguh membangkitkan rasa iri itu telah digambarkan dalam tamsil dengan kata-kata “nur di atas nur”. Sedangkan golongan kedua menolak nur Ilahi dan memilih jalan kegelapan dalam rimba keragu-raguan.
   Segala usaha mereka terbukti sia-sia serta menyesatkan, laksana suatu fatamorgana. Mereka suka kepada kegelapan, mengikuti langkah kegelapan dan tinggal dalam kegelapan,  maka keadaan mereka yang tidak menarik itu telah dilukiskan dengan tepat dan jelas lagi terperinci dengan kata-kata  اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ  --  “ atau seperti kegelapan di lautan yang dalam, di atasnya gelombang demi gelombang meliputinya, di atasnya lagi ada awan hitam. Kegelapan sebagiannya di atas sebagian lain.

Orang-orang yang Di Akhirat Dibangkitkan Dalam Keadaan Buta

      Sehubungan dengan kedua golongan yang keadaannya bertolak-belakang tersebut,  dalam Surah berikut ini Allah Swt. berfirman:
اَوَ مَنۡ کَانَ مَیۡتًا فَاَحۡیَیۡنٰہُ وَ جَعَلۡنَا لَہٗ نُوۡرًا یَّمۡشِیۡ بِہٖ فِی النَّاسِ کَمَنۡ مَّثَلُہٗ فِی الظُّلُمٰتِ لَیۡسَ بِخَارِجٍ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ زُیِّنَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا فِیۡ کُلِّ قَرۡیَۃٍ اَکٰبِرَ مُجۡرِمِیۡہَا لِیَمۡکُرُوۡا فِیۡہَا ؕ وَ مَا یَمۡکُرُوۡنَ  اِلَّا بِاَنۡفُسِہِمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾
Dan apakah  orang yang telah mati lalu Kami menghidupkannya dan Kami menjadikan baginya cahaya dan ia berjalan dengan cahaya itu  di tengah-tengah manusia, sama  seperti keadaan  orang yang berada di dalam berbagai macam kegelapan  dan ia  sekali-kali tidak  dapat keluar darinya?  Demikianlah telah ditampakkan indah bagi orang-orang kafir apa yang senantiasa mereka kerjakan. Dan demikianlah Kami menjadikan di dalam tiap negeri pendosa-pendosa besarnya, supaya mereka melakukan makar di dalam negeri itu, tetapi sekali-kali tidak ada yang terkena makar mereka kecuali dirinya sendiri tetapi mereka tidak menyadarinya  (Al-An’ām [6]:123-124).
       Kegagalan manusia  di dunia ini memperoleh “cahaya Ilahi” – yakni makrifat Ilahi yang    hakiki – sebagaimana diajarkan para Rasul Allah, terutama Nabi Besar Muhammad saw.,  maka di akhirat pun ia akan berada dalam  kegelapan  atau  mereka akan dibangkitkan dalam keadaan buta, firman-Nya:
وَ مَنۡ کَانَ فِیۡ ہٰذِہٖۤ  اَعۡمٰی فَہُوَ فِی الۡاٰخِرَۃِ   اَعۡمٰی  وَ اَضَلُّ  سَبِیۡلًا ﴿﴾
Dan barangsiapa buta di dunia ini maka di akhirat  pun  ia akan buta juga  dan bahkan   lebih tersesat dari jalan   (Bani Israil [17]:73).

Ketidak-mampuan  Melihat Ayat-ayat (Tanda-tanda) Allah Swt., Khususnya Rasul Allah

        Mereka yang tidak mempergunakan mata ruhani mereka dengan cara yang wajar di dunia ini akan tetap  luput dari penglihatan ruhani di dalam akhirat. Al-Quran menyebut “buta”  orang-orang yang tidak merenungkan Tanda-tanda Allah yang terdapat di alam semesta ini – yang terbesar dari Tanda-tanda Allah tersebut adalah Rasul Allah  yang kedatangannya dijanjikan  (QS.3:191-195) --  serta tidak memperoleh manfaat darinya. Orang-orang seperti itu di alam akhirat pun akan tetap dalam keadaan buta, firman-Nya lagi:
 وَ مَنۡ اَعۡرَضَ عَنۡ ذِکۡرِیۡ فَاِنَّ لَہٗ مَعِیۡشَۃً ضَنۡکًا وَّ نَحۡشُرُہٗ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ  اَعۡمٰی ﴿﴾  قَالَ رَبِّ  لِمَ حَشَرۡتَنِیۡۤ  اَعۡمٰی وَ قَدۡ کُنۡتُ  بَصِیۡرًا ﴿﴾  قَالَ  کَذٰلِکَ اَتَتۡکَ اٰیٰتُنَا فَنَسِیۡتَہَا ۚ  وَکَذٰلِکَ  الۡیَوۡمَ  تُنۡسٰی ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِیۡ مَنۡ اَسۡرَفَ وَ لَمۡ  یُؤۡمِنۡۢ بِاٰیٰتِ رَبِّہٖ ؕ وَ لَعَذَابُ الۡاٰخِرَۃِ اَشَدُّ وَ اَبۡقٰی  ﴿﴾ اَفَلَمۡ یَہۡدِ لَہُمۡ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا قَبۡلَہُمۡ مِّنَ الۡقُرُوۡنِ یَمۡشُوۡنَ فِیۡ مَسٰکِنِہِمۡ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ  لَاٰیٰتٍ  لِّاُولِی  النُّہٰی ﴿﴾٪  وَ لَوۡ لَا کَلِمَۃٌ سَبَقَتۡ مِنۡ رَّبِّکَ لَکَانَ لِزَامًا  وَّ  اَجَلٌ  مُّسَمًّی ﴿﴾ؕ
Dan  barangsiapa ber­paling dari mengingat Aku maka sesungguhnya baginya ada kehidupan yang sempit, dan Kami akan membangkitkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.  Ia berkata: "Ya Rabb-ku (Tuhan­-ku), mengapa Engkau mem­bangkitkan aku dalam keadaan buta, padahal sesunguhnya dahulu aku dapat melihat?'  Dia  berfirman: "Demi­kianlah telah datang kepada kamu Tanda-tanda Kami, tetapi engkau melupakannya  dan demikian pula engkau dilupakan pada hari ini." Dan demikianlah Kami memberi balasan orang yang me­langgar dan ia tidak beriman kepada Tanda-tanda Rabb-nya  (Tuhan-nya), dan  niscaya azab akhirat itu lebih keras dan lebih kekal. Maka apakah tidak  mem­beri petunjuk kepada mereka   berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, mereka berjalan-jalan di tempat-tempat tinggal mereka yang telah hancur? Sesungguhnya dalam hal yang demikian itu benar-benar ada Tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.  (Thā Hā [20]:125-129).
   Ayat 125-126 menjelaskan bahwa seseorang yang sama sekali tidak ingat kepada Allah Swt. dunia serta menjalani cara hidup yang menghalangi dan menghambat perkembangan ruhaninya, dan dengan demikian membuat dirinya tidak layak menerima nur dari Allah Swt.  akan dilahirkan dalam keadaan buta di waktu kebangkitannya kembali pada kehidupan di akhirat. 
    Hal itu menjadi demikian  karena ruhnya di dunia ini - yang akan berperan sebagai tubuh  bagi ruh yang lebih maju ruhaninya di alam akhirat - telah menjadi buta, sebab ia telah menjalani kehidupan yang bergelimang dosa di dunia ini. Dan sebagai jawaban terhadap keluhan orang kafir mengapa ia dibangkit‑kan buta padahal dalam kehidupan sebelumnya ia memiliki penglihatan?
   Allah Swt. akan mengatakan bahwa ia telah menjadi buta ruhani dalam kehidupannya di dunia sebab telah menjalani kehidupan yang bergelimang dosa, dan karena itu ruhnya — yang akan berperan sebagai tubuh untuk ruh lain yang ruhaninya jauh lebih berkembang di akhirat, maka di hari kemudian ia dilahirkan buta.
   Ayat 127-129 dapat pula berarti bahwa karena orang kafir tidak mengembangkan dalam dirinya Sifat-sifat Ilahi dan tetap asing dari Sifat-sifat itu, maka pada hari kebangkitan — ketika Sifat-sifat itu  akan dinampakkan  dengan segala keagungan dan kemuliaan — ia sebagai seseorang yang terasing dari Sifat­-sifat itu  tidak akan mampu mengenalinya dan dengan demikian akan berdiri seperti orang buta yang tidak mempunyai ingatan atau kenangan sedikit pun kepada Sifat-sifat itu.

Berbagai Tuduhan Dusta Berkenaan  Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran  

         Kembali kepada Surah Al-Ankabut, setelah mengemukakan petunjuk   cara menyampaikan  da’wah kepada golongan Ahli Kitab (QS.29:47-48) selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai  kebenaran Al-Quran sebagai wahyu Ilahi  -- bukan gubahan Nabi Besar Muhammad saw.  sebagaimana para penentang tuduhkan  (QS.25:5-6)  -- firman-Nya:   
وَ مَا کُنۡتَ تَتۡلُوۡا مِنۡ قَبۡلِہٖ مِنۡ کِتٰبٍ وَّ لَا تَخُطُّہٗ  بِیَمِیۡنِکَ اِذًا  لَّارۡتَابَ الۡمُبۡطِلُوۡنَ ﴿﴾  بَلۡ ہُوَ اٰیٰتٌۢ بَیِّنٰتٌ فِیۡ صُدُوۡرِ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ ؕ وَ مَا یَجۡحَدُ بِاٰیٰتِنَاۤ  اِلَّا الظّٰلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan engkau sebelumnya sekali-kali tidak pernah membacakan  satu pun Kitab, dan tidak pula  engkau menulisnya dengan tangan kanan engkau, sebab jika demikian niscaya orang-orang yang mendustakan menjadi ragu.  Bahkan Al-Quran itu adalah Tanda-tanda yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang akan menolak Tanda-tanda Kami, kecuali orang-orang zalim  (Al-Ankabūt [29]:49-50).
        Kenyataan bahwa orang yang tidak dapat membaca maupun menulis, dan karena dilahirkan di sebuah negeri   --  serta tinggal di tengah-tengah masyarakat   --  yang terputus dari segala hubungan dengan masyarakat beradab, dapat dianggap tidak mempunyai ilmu tentang kitab-kitab wahyu lainnya, mampu menghasilkan sebuah kitab, yang tidak saja mengandung segala sesuatu yang bernilai abadi dan terdapat di dalam kitab-kitab suci, tetapi juga merupakan ikhtisar dari semua ajaran universal, yang dimaksudkan untuk memenuhi hasrat-hasrat dan keperluan-keperluan akhlak dan keruhanian manusia untuk segala zaman dan masa, merupakan suatu bukti yang tidak dapat dibantah  bahwa Al-Quran adalah kitab yang diwahyukan dan Nabi Besar Muhammad saw.  adalah Guru Jagat yang diutus oleh Allah Swt..
       Kalau ayat sebelumnya (49)  menunjuk kepada kesaksian lahiriah untuk menunjang kebenaran Al-Quran sebagai kalam Ilahi, maka ayat   50  ini memberikan kesaksian batiniah, ialah, bahwa dari hati mereka yang telah dilimpahi ilmu Al-Quran membersit sumber cahaya Ilahi: بَلۡ ہُوَ اٰیٰتٌۢ بَیِّنٰتٌ فِیۡ صُدُوۡرِ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ  -- “Bahkan Al-Quran itu adalah Tanda-tanda yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu.”
        Dengan demikian benarlah firman Allah Swt. berikut ini mengenai kacau-balaunya berbagai tuduhan  terhadap Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ  اِلَّاۤ  اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ  عَلَیۡہِ  قَوۡمٌ   اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ  جَآءُوۡ  ظُلۡمًا  وَّ  زُوۡرًا ۚ﴿ۛ﴾  وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ  بُکۡرَۃً   وَّ اَصِیۡلًا﴿﴾  قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ  کَانَ غَفُوۡرًا  رَّحِیۡمًا ﴿﴾  وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ  فِی الۡاَسۡوَاقِ ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا ۙ﴿﴾  اَوۡ یُلۡقٰۤی اِلَیۡہِ کَنۡزٌ اَوۡ تَکُوۡنُ لَہٗ جَنَّۃٌ یَّاۡکُلُ مِنۡہَا ؕ وَ قَالَ الظّٰلِمُوۡنَ  اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ   اِلَّا  رَجُلًا  مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾  اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا  فَلَا  یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan  orang-orang kafir berkata: “Al-Quran ini tidak  lain melainkan kedustaan yang ia telah  mengada-adakannya,  dan  kepadanya kaum lain telah membantunya.” Maka sungguh   mereka telah berbuat zalim dan dusta.   Dan mereka berkata:  ”Al-Quran  adalah dongengan-dongengan  orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan lalu itu dibacakan kepadanya pagi dan petang.  Katakanlah: ”Diturunkannya  Al-Quran oleh Dzat Yang mengetahui rahasia seluruh langit dan bumi, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”   Dan mereka berkata: “Rasul macam apakah ini,  ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?  Mengapa  tidak diturunkan   malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya?   “Atau hendaknya diturunkan kepadanya  khazanah  atau ada baginya kebun untuk makan darinya.” Dan  orang-orang yang zalim itu berkata:  Kamu tidak mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir.”     Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan bagi engkau, maka mereka telah sesat dan mereka tidak dapat menemukan jalan. (Al-Furqān [25]:5-10).

Berbagai Jawaban Allah Swt.

         Ayat 5 dan ayat 6 menunjuk kepada dua tuduhan orang-orang kafir terhadap Nabi Besar Muhammad saw. mengenai Al-Quran,  dan menjawab tuduhan-tuduhan itu. Jawaban kepada tuduhan yang pertama bahwa  Nabi Besar Muhammad saw. mengada-adakan dusta, yaitu bahwa mereka tidak adil melancarkan tuduhan semacam itu.
         Nabi Besar Muhammad saw.    telah tinggal di tengah-tengah mereka untuk suatu masa yang panjang sebelum itu dan mereka sendiri semuanya menjadi saksi atas ketulusan hati dan kebenaran beliau (QS.10:17), karena itu bagaimanakah mereka sekarang dapat menuduh beliau saw. pemalsu?:  وَ قَالَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ  اِلَّاۤ  اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ -- “Dan  orang-orang kafir berkata: “Al-Quran ini tidak  lain melainkan kedustaan yang ia telah  mengada-adakannya.
         Jawaban kepada tuduhan kedua: وَ اَعَانَہٗ  عَلَیۡہِ  قَوۡمٌ   اٰخَرُوۡنَ ۚۛ   -- “dan kepadanya kaum lain telah membantunya.”  فَقَدۡ  جَآءُوۡ  ظُلۡمًا  وَّ  زُوۡرًا  -- “Maka sungguh   mereka telah berbuat zalim dan dusta.”  Yaitu bahwa siapa pun yang dikatakan pembantu Nabi Besar Muhammad saw.   pastilah mereka menganut beberapa kepercayaan dan itikad, akan tetapi  dalam kenyataannya Allah Swt. dalam Al-Quran menolak dan merombak semua kepercayaan yang palsu dan membatalkan serta memperbaiki kepercayaan-kepercayaan lainnya (QS.2:107). Oleh karena itu bagaimanakah seseorang dianggap membantu beliau saw. untuk menciptakan sebuah kitab yang telah memotong urat nadi kepercayaan dan itikad-itikad yang begitu mereka junjung dan muliakan itu?
        Tuduhan dusta selanjutnya adalah:  وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ  بُکۡرَۃً   وَّ اَصِیۡلًا  -- “Dan mereka berkata:  ”Al-Quran  adalah dongengan-dongengan  orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan lalu itu dibacakan kepadanya pagi dan petang.” Dijawab oleh Allah Swt. dalam ayat 7:  قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ --   Katakanlah: ”Diturunkannya  Al-Quran oleh Dzat Yang mengetahui rahasia seluruh langit dan bumi, اِنَّہٗ  کَانَ غَفُوۡرًا  رَّحِیۡمًا  --  sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
         Ayat 8 mengemukakan tuduhan selanjutnya yang mereka ada-adakan ketika menyadari bahwa tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan  sebelumnmya sangat lemah:   وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ  فِی الۡاَسۡوَاقِ ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا -- Dan mereka berkata: “Rasul macam apakah ini,  ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?  Mengapa  tidak diturunkan   malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya?”
         Makna lain dari ayat  مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ  (“Rasul macam apakah ini) adalah “Apakah gerangan yang terjadi dengan rasul itu?” Sedangkan ayat selanjutnya mengemukakan tuduhan-tuduhan dusta berikutnya yang terus berubah: “ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?  Mengapa  tidak diturunkan   malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya?”
         Makna ayat 10:  اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا  فَلَا  یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا   --   Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan bagi engkau, maka mereka telah sesat dan mereka tidak dapat menemukan jalan.”  Yakni orang-orang kafir mempunyai tanggapan yang sangat rendah sekali mengenai nilai-nilai kehidupan yang sebenarnya. Mereka telah membuat patokan yang mereka adakan sendiri untuk menguji kebenaran rasul-rasul Allah,  akibatnya bahwa daripada mendapatkan jalan yang lurus, malahan mereka terus meraba-raba dalam kegelapan, keraguan, dan kekafiran.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 13  Juni  2015      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar