Kamis, 18 Juni 2015

Setiap Rasul Allah Mengajarkan Segala Sesuatu yang Bertentangan dengan Hawa-nafsu Manusia Sehingga Kedatangannya Senantiasa Didustakan dan Ditentang Umat Manusia



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 78

Setiap Rasul Allah Mengajarkan  Segala Sesuatu yang Bertentangan dengan Hawa-nafsu Manusia Sehingga  Kedatangannya Senantiasa Didustakan dan Ditentang  Umat  Manusia
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai rangkaian tuduhan dusta terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran dalam firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ  اِلَّاۤ  اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ  عَلَیۡہِ  قَوۡمٌ   اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ  جَآءُوۡ  ظُلۡمًا  وَّ  زُوۡرًا ۚ﴿ۛ﴾  وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ  بُکۡرَۃً   وَّ اَصِیۡلًا﴿﴾  قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ  کَانَ غَفُوۡرًا  رَّحِیۡمًا ﴿﴾  وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ  فِی الۡاَسۡوَاقِ ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا ۙ﴿﴾  اَوۡ یُلۡقٰۤی اِلَیۡہِ کَنۡزٌ اَوۡ تَکُوۡنُ لَہٗ جَنَّۃٌ یَّاۡکُلُ مِنۡہَا ؕ وَ قَالَ الظّٰلِمُوۡنَ  اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ   اِلَّا  رَجُلًا  مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾  اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا  فَلَا  یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan  orang-orang kafir berkata: “Al-Quran ini tidak  lain melainkan kedustaan yang ia telah  mengada-adakannya,  dan  kepadanya kaum lain telah membantunya.” Maka sungguh   mereka telah berbuat zalim dan dusta.   Dan mereka berkata:  ”Al-Quran  adalah dongengan-dongengan  orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan lalu itu dibacakan kepadanya pagi dan petang.”   Katakanlah: ”Diturunkannya  Al-Quran oleh Dzat Yang mengetahui rahasia seluruh langit dan bumi, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”   Dan mereka berkata: “Rasul macam apakah ini,  ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?  Mengapa  tidak diturunkan   malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya?   “Atau hendaknya diturunkan kepadanya  khazanah  atau ada baginya kebun untuk makan darinya.” Dan  orang-orang yang zalim itu berkata:  Kamu tidak mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir.” Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan bagi engkau, maka mereka telah sesat dan mereka tidak dapat menemukan jalan. (Al-Furqān [25]:5-10).

Menuntut  Nabi Besar Muhammad Saw. Membawa Ajaran  yang Berbeda dengan Al-Quran

        Ayat 5 dan ayat 6 menunjuk kepada dua tuduhan orang-orang kafir terhadap Nabi Besar Muhammad saw. mengenai Al-Quran,  dan menjawab tuduhan-tuduhan itu. Jawaban kepada tuduhan yang pertama bahwa  Nabi Besar Muhammad saw. mengada-adakan dusta, yaitu bahwa mereka tidak adil melancarkan tuduhan semacam itu.
        Nabi Besar Muhammad saw.    telah tinggal di tengah-tengah mereka untuk suatu masa yang panjang sebelum itu dan mereka sendiri semuanya menjadi saksi atas ketulusan hati dan kebenaran beliau (QS.10:17), karena itu bagaimanakah mereka sekarang dapat menuduh beliau saw. pemalsu?:  وَ قَالَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ  اِلَّاۤ  اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ -- “Dan  orang-orang kafir berkata: “Al-Quran ini tidak  lain melainkan kedustaan yang ia telah  mengada-adakannya.
        Bagaimana mungkin mereka sendiri yang menyebut Nabi Besar Muhammad saw.   – sebelum mendakwakan sebagai Rasul Allah   -- sebagai al-amīn (orang yang jujur terhadap amanat)   -- karena tidak pernah berdusta berkenaan dengan manusia, tetapi tiba-tiba berani berdusta tentang Allah Swt.? Firman-Nya:
وَ  اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِمۡ  اٰیَاتُنَا بَیِّنٰتٍ ۙ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ  ہٰذَاۤ  اَوۡ بَدِّلۡہُ ؕ قُلۡ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ  مِنۡ تِلۡقَآیِٔ  نَفۡسِیۡ ۚ اِنۡ  اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ ۚ اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّیۡ  عَذَابَ  یَوۡمٍ  عَظِیۡمٍ ﴿ ﴾
Dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat Kami yang nyata, maka  orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ  ہٰذَاۤ  اَوۡ بَدِّلۡہُ  --   Datangkanlah yang bukan Al-Quran ini, atau ubahlah dia.”  قُلۡ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ  مِنۡ تِلۡقَآیِٔ  نَفۡسِیۡ   -- Katakanlah: “Sekali-kali tidak patut bagiku untuk mengubahnya dari pihak diriku,  اِنۡ  اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ --  tidaklah aku  kecuali hanya  mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku,  اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّیۡ  عَذَابَ  یَوۡمٍ  عَظِیۡمٍ  -- sesungguhnya aku takut pada azab Hari yang  besar  jika aku mendurhakai Rabb-ku (Tuhan-ku)   (Yunus [10]:16).
       Makna  perkataan orang-orang kafir kepada Nabi Besar Muhammad saw.: ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ  ہٰذَاۤ  اَوۡ بَدِّلۡہُ  --   Datangkanlah yang bukan Al-Quran ini, atau ubahlah dia,”  mengisyaratkan bahwa setiap Rasul Allah  -- terutama Nabi Besar Muhammad saw.   – diutus senantiasa membawa ajaran yang bertentangan dengan keinginan hawa-nafsu  manusia (QS.2:88-91).

Nabi Besar Muhammad Saw. Senantiasa  yang Berlaku Jujur Terhadap Manusia Maka Terlebih Lagi Terhadap Allah Swt.   yakni “Al-Amīn

           Itulah sebabnya tidak pernah ada seorang Rasul Allah pun yang diutus oleh Allah Swt. yang tidak didustakan dan tidak ditentang oleh kaumnya  --  termasuk di Akhir Zaman ini  --  padahal mereka menjadi saksi  mengenai keluhuran akhlak serta kejujurannya sebelum  mendakwakan  sebagai Rasul Allah, firman-Nya:
اَمۡ لَمۡ یَعۡرِفُوۡا رَسُوۡلَہُمۡ فَہُمۡ لَہٗ مُنۡکِرُوۡنَ ﴿۫﴾  اَمۡ یَقُوۡلُوۡنَ بِہٖ جِنَّۃٌ ؕ بَلۡ جَآءَہُمۡ بِالۡحَقِّ  وَ  اَکۡثَرُہُمۡ  لِلۡحَقِّ  کٰرِہُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَوِ اتَّبَعَ الۡحَقُّ اَہۡوَآءَہُمۡ لَفَسَدَتِ السَّمٰوٰتُ وَ الۡاَرۡضُ وَ مَنۡ فِیۡہِنَّ ؕ بَلۡ اَتَیۡنٰہُمۡ بِذِکۡرِہِمۡ فَہُمۡ عَنۡ ذِکۡرِہِمۡ مُّعۡرِضُوۡنَ ﴿ؕ﴾  اَمۡ  تَسۡـَٔلُہُمۡ خَرۡجًا فَخَرَاجُ رَبِّکَ خَیۡرٌ ٭ۖ وَّ  ہُوَ  خَیۡرُ  الرّٰزِقِیۡنَ ﴿﴾  وَ  اِنَّکَ لَتَدۡعُوۡہُمۡ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Ataukah  mereka tidak mengenal rasul mereka, se­hingga mereka mengingkarinya?   Ataukah  mereka berkata kepadanya “Dia gila”? بَلۡ جَآءَہُمۡ بِالۡحَقِّ  وَ  اَکۡثَرُہُمۡ  لِلۡحَقِّ  کٰرِہُوۡنَ  --  Tidak, bahkan ia datang kepada mereka dengan haq (kebenaran), tetapi  kebanyakan mereka membenci haq (kebenaran).  وَ لَوِ اتَّبَعَ الۡحَقُّ اَہۡوَآءَہُمۡ لَفَسَدَتِ السَّمٰوٰتُ وَ الۡاَرۡضُ وَ مَنۡ فِیۡہِنَّ  -- Dan seandainya haq yakni kebenaran  mengikuti hawa nafsu mereka  niscaya akan rusak  seluruh langit, bumi dan siapa pun yang ada di dalamnya.  بَلۡ اَتَیۡنٰہُمۡ بِذِکۡرِہِمۡ فَہُمۡ عَنۡ ذِکۡرِہِمۡ مُّعۡرِضُوۡنَ  -- Bahkan Kami telah memberikan sarana kemuliaan  kepada mereka  tetapi dari  sarana kemuliaan mereka itu  mereka berpaling. اَمۡ  تَسۡـَٔلُہُمۡ خَرۡجًا فَخَرَاجُ رَبِّکَ خَیۡرٌ ٭ۖ وَّ  ہُوَ  خَیۡرُ  الرّٰزِقِیۡنَ  -- Ataukah engkau meminta upah  dari mereka?  Maka ganjaran Rabb (Tuhan) engkau lebih baik, dan Dia-lah sebaik-baik Pemberi rezeki. وَ  اِنَّکَ لَتَدۡعُوۡہُمۡ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ  -- Dan sesungguhnya engkau benar-benar mengajak mereka kepada ja-lan yang lurus.  (Al-Mu’minūn [23]:70-74).
    Dalam ayat 70  para penentang  Nabi Besar Muhammad saw.  diimbau agar mempergunakan akal sehat mereka. Mereka diberitahu bahwa kehidupan beliau saw.  merupakan kitab terbuka di hadapan mereka. Mereka betul-betul mengenal semua segi kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw..   Kehidupan beliau sedikit pun tidak bernoda. Selama bertahun-tahun mereka mengenal beliau saw. jujur, bagai teladan dalam kebaikan dan kelurusan namun mereka masih juga berani  menuduhkan kepalsuan kepada beliau.  
     Makna  firman Allah Swt. yang bernada “sindiran” kepada orang-orang kafir, sehingga dijadikan alasan oleh mereka untuk mendustakan dan menentang Nabi Besar Muhammad saw.:  اَمۡ  تَسۡـَٔلُہُمۡ خَرۡجًا فَخَرَاجُ رَبِّکَ خَیۡرٌ ٭ۖ وَّ  ہُوَ  خَیۡرُ  الرّٰزِقِیۡنَ  --   Ataukah engkau meminta upah  dari mereka?  Maka ganjaran Rabb (Tuhan) engkau lebih baik, dan Dia-lah sebaik-baik Pemberi rezeki.”
   Adakah bukti yang lebih baik mengenai kesungguhan niat  Nabi Besar Muhammad saw. dan   keikhlasan tujuan beliau saw. dan mengenai kenyataan, bahwa beliau saw. sama sekali sepi dari mengharapkan imbalan atau ganjaran bagi khidmat dan bakti beliau saw. yang tidak mengenai kepentingan pribadi itu  daripada jawaban yang beliau saw. berikan kepada paman beliau saw.,  Abu Thalib, yang penuh kasih-sayang dan cinta kepada beliau, ketika – atas desakan dan iming-iming duniawi para pemuka kaum Quraisy Mekkah untuk Nabi Besar Muhammad saw. -- pamanda meminta kepada Nabi Besar Muhammad saw. supaya mengadakan kompromi dengan orang-­orang musyrik dan meninggalkan usaha tabligh beliau saw. dalam menentang penyembahan berhala?

Keteguhan Nabi Besar Muhammad Saw. Sebagai Al-Amīn (Orang yang Terpercaya)

  Jawaban yang tidak dapat dilupakan untuk selama-lamanya itu berbunyi: "Seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku serta memintaku meninggalkan usaha tabligh guna memberantas kemusyrikan, aku sekali-kali tidak akan berbuat demikian sebelum tugasku selesai, atau aku tewas dalam usaha itu" (Thabari. Jilid 3).
    Itulah sebabnya dalam firman Allah Swt. sebelumnya Nabi Besar Muhammad saw. telah menolak berbagai tuntutan mereka:     اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّیۡ  عَذَابَ  یَوۡمٍ  عَظِیۡمٍ  -- sesungguhnya aku takut pada azab Hari yang  besar  jika aku mendurhakai Rabb-ku (Tuhan-ku),  firman-Nya:
وَ  اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِمۡ  اٰیَاتُنَا بَیِّنٰتٍ ۙ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ  ہٰذَاۤ  اَوۡ بَدِّلۡہُ ؕ قُلۡ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ  مِنۡ تِلۡقَآیِٔ  نَفۡسِیۡ ۚ اِنۡ  اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ ۚ اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّیۡ  عَذَابَ  یَوۡمٍ  عَظِیۡمٍ ﴿ ﴾
Dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat Kami yang nyata, maka  orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata: ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ  ہٰذَاۤ  اَوۡ بَدِّلۡہُ  --   Datangkanlah yang bukan Al-Quran ini, atau ubahlah dia.”  قُلۡ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ  مِنۡ تِلۡقَآیِٔ  نَفۡسِیۡ   -- Katakanlah: “Sekali-kali tidak patut bagiku untuk mengubahnya dari pihak diriku,  اِنۡ  اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ --  tidaklah aku  kecuali hanya  mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku,  اِنِّیۡۤ  اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّیۡ  عَذَابَ  یَوۡمٍ  عَظِیۡمٍ  -- sesungguhnya aku takut pada azab Hari yang  besar  jika aku mendurhakai Rabb-ku (Tuhan-ku)   (Yunus [10]:16).
       “Azab Hari yang besar”    mengandung arti malapetaka nasional.  Selanjutnya Allah Swt. berfirman  kepada Nabi Besar Muhammad saw.: 
قُلۡ لَّوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَا تَلَوۡتُہٗ عَلَیۡکُمۡ  وَ لَاۤ اَدۡرٰىکُمۡ بِہٖ ۫ۖ فَقَدۡ لَبِثۡتُ فِیۡکُمۡ عُمُرًا مِّنۡ  قَبۡلِہٖ ؕ اَفَلَا  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾  فَمَنۡ  اَظۡلَمُ  مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ  لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Seandainya  Allah menghendaki,  aku sama sekali tidak akan  membacakannya kepada kamu dan tidak pula Dia akan memberitahukan mengenainya kepada kamu. Maka sungguh sebelum ini aku telah ting-gal bersama kamu dalam masa yang panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?”    فَمَنۡ  اَظۡلَمُ  مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ  لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ   -- Maka  siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang meng-ada-adakan suatu dusta terhadap Allah atau mendustakan Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa  tidak akan berhasil.”  (Yunus [10]:17-18).

Para Pendusta Tidak Akan Pernah Berjaya (Sukses)

     Ayat 17 mengandung batu ujian yang amat jitu untuk menguji kebenaran seseorang yang mendakwakan diri sebagai   nabi Allah. Bila kehidupan seorang nabi Allah  sebelum pendakwaan kenabiannya menampakkan kejujuran dan ketulusan hati yang bertaraf luar biasa tingginya, dan di antara masa itu dengan dakwa kenabiannya tidak ada masa-antara yang dapat memberikan kesan  bahwa beliau telah jatuh dari keutamaan akhlak yang tinggi tarafnya itu, maka dakwa kenabiannya harus diterima sebagai dakwa orang yang tinggi akhlaknya, orang jujur, dan benar.
       Mengapa demikian? Sebab  seseorang yang terbiasa kepada suatu sikap atau tingkah-laku tertentu disebabkan adat-kebiasaannya atau tabiatnya, akan memerlukan waktu yang lama untuk mengadakan perubahan besar dalam dirinya untuk menjadi orang baik atau orang buruk, karena itu bagaimanakah Nabi Besar Muhammad saw.   tiba-tiba dapat berubah – na’ūdzubillāhi min dzālik  -- menjadi seorang penipu, padahal sepanjang kehidupan beliau saw. sebelum dakwa kenabian, beliau adalah orang yang tidak ada taranya dalam kejujuran dan kelurusan  sehingga kaum beliau saw. memberinya gelar “al-amīn”?
        Ayat  فَمَنۡ  اَظۡلَمُ  مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ  لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ   -- Maka  siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan suatu dusta terhadap Allah atau mendustakan Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa  tidak akan berhasil.” Ayat   ini menjelaskan dua kebenaran yang kekal:      
        (a) Orang-orang yang mengada-adakan dusta mengenai Allah Swt.   dan orang-orang yang menolak dan menentang utusan-utusan-Nya sama sekali tidak akan luput dari hukuman Tuhan;
       (b) Pendusta-pendusta dan nabi-nabi palsu tidak dapat berhasil dalam tujuannya.
    Kembali kepada firman-Nya mengenai berbagai tuduhan yang terus berubah terhadap Nabi Besar Muhammad saw:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ  اِلَّاۤ  اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ  عَلَیۡہِ  قَوۡمٌ   اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ  جَآءُوۡ  ظُلۡمًا  وَّ  زُوۡرًا ۚ﴿ۛ﴾  وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ  بُکۡرَۃً   وَّ اَصِیۡلًا﴿﴾  قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ  کَانَ غَفُوۡرًا  رَّحِیۡمًا ﴿﴾  وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ  فِی الۡاَسۡوَاقِ ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا ۙ﴿﴾  اَوۡ یُلۡقٰۤی اِلَیۡہِ کَنۡزٌ اَوۡ تَکُوۡنُ لَہٗ جَنَّۃٌ یَّاۡکُلُ مِنۡہَا ؕ وَ قَالَ الظّٰلِمُوۡنَ  اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ   اِلَّا  رَجُلًا  مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾  اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا  فَلَا  یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan  orang-orang kafir berkata: “Al-Quran ini tidak  lain melainkan kedustaan yang ia telah  mengada-adakannya,  dan  kepadanya kaum lain telah membantunya.” Maka sungguh   mereka telah berbuat zalim dan dusta.   Dan mereka berkata:  ”Al-Quran  adalah dongengan-dongengan  orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan lalu itu dibacakan kepadanya pagi dan petang.”   Katakanlah: ”Diturunkannya  Al-Quran oleh Dzat Yang mengetahui rahasia seluruh langit dan bumi, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”   Dan mereka berkata: “Rasul macam apakah ini,  ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?  Mengapa  tidak diturunkan   malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya? "Atau hendaknya diturunkan kepadanya  khazanah  atau ada baginya kebun untuk makan darinya.” Dan  orang-orang yang zalim itu berkata:  Kamu tidak mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir.” Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan bagi engkau, maka mereka telah sesat dan mereka tidak dapat menemukan jalan. (Al-Furqān [25]:5-10).

Makna Hakiki Nasikh dan Mansukh

        Jawaban kepada tuduhan kedua: وَ اَعَانَہٗ  عَلَیۡہِ  قَوۡمٌ   اٰخَرُوۡنَ ۚۛ   -- “dan kepadanya kaum lain telah membantunya.”  فَقَدۡ  جَآءُوۡ  ظُلۡمًا  وَّ  زُوۡرًا  -- “Maka sungguh   mereka telah berbuat zalim dan dusta.”  Yaitu bahwa siapa pun yang dikatakan pembantu Nabi Besar Muhammad saw.   pastilah mereka menganut beberapa kepercayaan dan itikad, akan tetapi  dalam kenyataannya Allah Swt. dalam Al-Quran menolak dan merombak semua kepercayaan yang palsu dan membatalkan serta memperbaiki kepercayaan-kepercayaan lainnya (QS.2:107).
        Oleh karena itu bagaimanakah seseorang dianggap membantu beliau saw. untuk menciptakan sebuah kitab yang telah memotong urat nadi kepercayaan dan itikad-itikad yang begitu mereka junjung dan muliakan itu? Berikut firman-Nya mengenai tujuan utama diwahyukan-Nya Al-Quran  kepada Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.5:4):
مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا نَاۡتِ بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ  اَوۡ مِثۡلِہَا ؕ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Ayat  mana pun yang Kami mansukhkan  yakni batalkan atau Kami biarkan terlupa, maka Kami datangkan yang lebih baik darinya atau yang semisalnya. Apakah kamu tidak  mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu? (Al-Baqarah [2]:107).
          Ada kekeliruan dalam mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa beberapa ayat Al-Quran telah dimansukhkan (dibatalkan). Kesimpulan itu jelas salah dan tidak beralasan. Tidak ada sesuatu dalam ayat ini yang menunjukkan bahwa kata āyah itu maksudnya ayat-ayat Al-Quran. Sebab bagaimana mungkin Allah Swt. Sendiri yang telah menyatakan bahwa Al-Quran merupakan Kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.5:4) serta mendapat jaminan pemeliharaan-Nya (QS.15:10),  tetapi masih ada ayat-ayat Al-Quran yang dibatalkan dan diganti?
         Dalam ayat sebelum dan sesudahnya telah disinggung mengenai golongan Ahlul Kitab dan kedengkian  mereka terhadap wahyu baru (QS,2:106) yang menunjukkan bahwa āyah yang disebut dalam ayat ini sebagai mansukh (batal)  menunjuk kepada wahyu-wahyu atau agama-agama  terdahulu (QS.3:20 & 86) Dijelaskan bahwa Kitab Suci terdahulu mengandung dua macam perintah:
        (a) yang menghendaki penghapusan karena keadaan sudah berubah dan karena keuniversilan wahyu baru (Al-Quran) itu  menghendaki pembatalan;
     (b) yang mengandung kebenaran kekal-abadi, atau memerlukan penyegaran kembali sehingga orang dapat diingatkan kembali akan kebenaran yang terlupakan, karena itu perlu sekali menghapuskan bagian-bagian tertentu Kitab-kitab Suci itu dan mengganti dengan perintah-perintah baru dan pula menegakkan kembali perintah-perintah yang sudah hilang, maka Allah Swt.  menghapuskan beberapa bagian wahyu-wahyu terdahulu, menggantikannya dengan yang baru dan lebih baik, dan di samping itu memasukkan lagi bagian-bagian yang hilang – atau sengaja dihilangkan    -- dengan yang sama. Itulah arti yang sesuai dan cocok dengan konteks (letak) ayat ini dan dengan jiwa umum ajaran Al-Quran.

Al-Quran Membatalkan  Kitab-kitab suci   Sebelumnya

          Al-Quran telah membatalkan semua Kitab Suci sebelumnya (QS.3:86), sebab — mengingat keadaan umat manusia telah berubah — Al-Quran membawa syariat baru yang bukan saja lebih baik daripada semua syariat lama, tetapi ditujukan pula kepada seluruh umat manusia dari semua zaman (QS.7:159; QS.21:108; QS,25:2; QS.34:29). Ajaran yang lebih rendah dengan lingkup tugas yang terbatas harus memberikan tempatnya kepada ajaran yang lebih baik dan lebih tinggi dengan lingkup tugas universal.
        Dalam ayat ini kata nansakh (Kami membatalkan) bertalian dengan kata bi-khairin (yang lebih baik), dan kata nunsiha (Kami biarkan terlupakan) bertalian dengan kata bi-mitslihā (yang semisalnya), maksudnya bahwa jika Allah Swt. menghapuskan sesuatu maka Dia menggantikannya dengan yang lebih baik, dan bila untuk sementara waktu Dia membiarkan sesuatu dilupakan orang, Dia menghidupkannya kembali pada waktu yang lain.
        Diakui oleh ulama-ulama Yahudi sendiri bahwa sesudah bangsa Yahudi diangkut sebagai tawanan ke Babil oleh Nebukadnezar (QS.2:160; QS.17:5-9) seluruh Taurat (lima Kitab Nabi Musa a.s.) telah hilang (Encyclopaedia Biblica). Oleh karena itu kenyataan tersebut membatalkan tuduhan dusta dalam ayat: وَ اَعَانَہٗ  عَلَیۡہِ  قَوۡمٌ   اٰخَرُوۡنَ ۚۛ   -- “dan kepadanya kaum lain telah membantunya.” mengenai tuduhan yang diada-adakan tersebut Allah Swt. selanjutnya berfirman:  فَقَدۡ  جَآءُوۡ  ظُلۡمًا  وَّ  زُوۡرًا  -- “Maka sungguh   mereka telah berbuat zalim dan dusta.”  (QS.25:6).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 14  Juni  2015      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar