بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 78
Setiap Rasul
Allah Mengajarkan Segala Sesuatu
yang Bertentangan dengan Hawa-nafsu Manusia Sehingga Kedatangannya Senantiasa Didustakan dan Ditentang Umat Manusia
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai rangkaian tuduhan dusta terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan
Al-Quran dalam firman-Nya:
وَ قَالَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّاۤ
اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ
عَلَیۡہِ قَوۡمٌ اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ جَآءُوۡ
ظُلۡمًا وَّ زُوۡرًا ۚ﴿ۛ﴾ وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا
فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ بُکۡرَۃً وَّ اَصِیۡلًا﴿﴾ قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ کَانَ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾ وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ
الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ فِی الۡاَسۡوَاقِ
ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا ۙ﴿﴾ اَوۡ یُلۡقٰۤی اِلَیۡہِ کَنۡزٌ اَوۡ تَکُوۡنُ لَہٗ
جَنَّۃٌ یَّاۡکُلُ مِنۡہَا ؕ وَ قَالَ الظّٰلِمُوۡنَ اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ اِلَّا
رَجُلًا مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ
فَضَلُّوۡا فَلَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan orang-orang
kafir berkata: “Al-Quran ini tidak lain melainkan kedustaan yang ia telah mengada-adakannya, dan
kepadanya kaum lain telah
membantunya.” Maka sungguh mereka
telah berbuat zalim dan dusta.
Dan mereka berkata: ”Al-Quran adalah dongengan-dongengan orang-orang
dahulu, dimintanya supaya dituliskan
lalu itu dibacakan kepadanya pagi
dan petang.” Katakanlah: ”Diturunkannya Al-Quran
oleh Dzat Yang mengetahui
rahasia seluruh langit dan bumi,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,
Maha Penyayang.” Dan
mereka berkata: “Rasul macam apakah ini,
ia makan makanan dan berjalan
di pasar-pasar? Mengapa tidak
diturunkan malaikat kepadanya
supaya ia menjadi seorang pemberi
peringatan bersama-sama dengannya? “Atau hendaknya
diturunkan kepadanya khazanah atau ada
baginya kebun untuk makan darinya.” Dan
orang-orang yang zalim itu
berkata: ”Kamu tidak mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir.” Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan bagi engkau,
maka mereka telah sesat dan mereka tidak dapat menemukan jalan. (Al-Furqān
[25]:5-10).
Menuntut Nabi Besar Muhammad Saw. Membawa Ajaran
yang Berbeda dengan Al-Quran
Ayat 5
dan ayat 6 menunjuk kepada dua tuduhan
orang-orang kafir terhadap Nabi Besar Muhammad saw. mengenai Al-Quran, dan menjawab
tuduhan-tuduhan itu. Jawaban kepada tuduhan
yang pertama bahwa Nabi Besar Muhammad
saw. mengada-adakan dusta,
yaitu bahwa mereka tidak adil
melancarkan tuduhan semacam itu.
Nabi Besar Muhammad saw. telah tinggal di tengah-tengah mereka untuk suatu masa yang panjang sebelum itu dan mereka sendiri semuanya menjadi saksi atas ketulusan hati dan kebenaran beliau (QS.10:17), karena itu bagaimanakah
mereka sekarang dapat menuduh beliau saw.
pemalsu?: وَ قَالَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّاۤ
اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ -- “Dan orang-orang
kafir berkata: “Al-Quran ini tidak
lain melainkan kedustaan yang
ia telah
mengada-adakannya. ”
Bagaimana mungkin mereka sendiri yang menyebut Nabi Besar Muhammad
saw. – sebelum mendakwakan sebagai Rasul Allah -- sebagai al-amīn (orang yang jujur terhadap amanat) -- karena tidak pernah berdusta berkenaan dengan manusia,
tetapi tiba-tiba berani berdusta
tentang Allah Swt.? Firman-Nya:
وَ اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِمۡ اٰیَاتُنَا بَیِّنٰتٍ ۙ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا
یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ
ہٰذَاۤ اَوۡ بَدِّلۡہُ ؕ قُلۡ مَا
یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ مِنۡ
تِلۡقَآیِٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنۡ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ ۚ
اِنِّیۡۤ اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ
رَبِّیۡ عَذَابَ یَوۡمٍ
عَظِیۡمٍ ﴿ ﴾
Dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat
Kami yang nyata, maka orang-orang yang tidak mengharapkan
pertemuan dengan Kami berkata: ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ ہٰذَاۤ
اَوۡ بَدِّلۡہُ -- ”Datangkanlah yang bukan
Al-Quran ini, atau ubahlah dia.”
قُلۡ مَا
یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ مِنۡ
تِلۡقَآیِٔ نَفۡسِیۡ -- Katakanlah:
“Sekali-kali tidak patut bagiku untuk
mengubahnya dari pihak diriku, اِنۡ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی
اِلَیَّ -- tidaklah aku kecuali hanya mengikuti
apa yang diwahyukan kepadaku, اِنِّیۡۤ اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ
رَبِّیۡ عَذَابَ یَوۡمٍ
عَظِیۡمٍ -- sesungguhnya
aku takut pada azab Hari yang besar jika aku mendurhakai
Rabb-ku (Tuhan-ku)” (Yunus
[10]:16).
Makna perkataan orang-orang kafir kepada Nabi Besar
Muhammad saw.: ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ
ہٰذَاۤ اَوۡ بَدِّلۡہُ -- ”Datangkanlah yang bukan
Al-Quran ini, atau ubahlah dia,” mengisyaratkan bahwa setiap Rasul Allah -- terutama Nabi Besar Muhammad saw. –
diutus senantiasa membawa ajaran yang
bertentangan dengan keinginan hawa-nafsu manusia (QS.2:88-91).
Nabi Besar Muhammad Saw.
Senantiasa yang Berlaku Jujur Terhadap Manusia Maka Terlebih Lagi Terhadap Allah Swt. yakni “Al-Amīn”
Itulah sebabnya tidak pernah ada seorang
Rasul Allah pun yang diutus oleh Allah Swt. yang tidak didustakan dan tidak ditentang oleh kaumnya -- termasuk di Akhir Zaman ini -- padahal mereka menjadi saksi mengenai keluhuran akhlak serta kejujurannya sebelum mendakwakan
sebagai Rasul Allah, firman-Nya:
اَمۡ لَمۡ
یَعۡرِفُوۡا رَسُوۡلَہُمۡ فَہُمۡ لَہٗ مُنۡکِرُوۡنَ ﴿۫﴾ اَمۡ یَقُوۡلُوۡنَ بِہٖ جِنَّۃٌ ؕ بَلۡ جَآءَہُمۡ
بِالۡحَقِّ وَ اَکۡثَرُہُمۡ
لِلۡحَقِّ کٰرِہُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَوِ اتَّبَعَ الۡحَقُّ اَہۡوَآءَہُمۡ لَفَسَدَتِ
السَّمٰوٰتُ وَ الۡاَرۡضُ وَ مَنۡ فِیۡہِنَّ ؕ بَلۡ اَتَیۡنٰہُمۡ بِذِکۡرِہِمۡ
فَہُمۡ عَنۡ ذِکۡرِہِمۡ مُّعۡرِضُوۡنَ ﴿ؕ﴾ اَمۡ
تَسۡـَٔلُہُمۡ خَرۡجًا فَخَرَاجُ رَبِّکَ خَیۡرٌ ٭ۖ وَّ ہُوَ
خَیۡرُ الرّٰزِقِیۡنَ ﴿﴾ وَ اِنَّکَ
لَتَدۡعُوۡہُمۡ اِلٰی صِرَاطٍ
مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Ataukah mereka
tidak mengenal rasul mereka, sehingga mereka mengingkarinya? Ataukah mereka berkata kepadanya “Dia gila”? بَلۡ جَآءَہُمۡ
بِالۡحَقِّ وَ اَکۡثَرُہُمۡ
لِلۡحَقِّ کٰرِہُوۡنَ -- Tidak, bahkan ia datang kepada mereka dengan haq (kebenaran), tetapi kebanyakan
mereka membenci haq (kebenaran). وَ لَوِ اتَّبَعَ
الۡحَقُّ اَہۡوَآءَہُمۡ لَفَسَدَتِ السَّمٰوٰتُ وَ الۡاَرۡضُ وَ مَنۡ فِیۡہِنَّ -- Dan seandainya haq yakni kebenaran mengikuti hawa nafsu mereka niscaya akan
rusak seluruh langit, bumi dan siapa pun yang ada di dalamnya. بَلۡ اَتَیۡنٰہُمۡ بِذِکۡرِہِمۡ فَہُمۡ
عَنۡ ذِکۡرِہِمۡ مُّعۡرِضُوۡنَ
-- Bahkan Kami telah memberikan sarana kemuliaan kepada mereka tetapi dari sarana
kemuliaan mereka itu mereka berpaling. اَمۡ تَسۡـَٔلُہُمۡ خَرۡجًا فَخَرَاجُ رَبِّکَ
خَیۡرٌ ٭ۖ وَّ ہُوَ خَیۡرُ
الرّٰزِقِیۡنَ -- Ataukah engkau meminta upah dari mereka? Maka ganjaran Rabb (Tuhan) engkau lebih
baik, dan Dia-lah sebaik-baik
Pemberi rezeki. وَ اِنَّکَ لَتَدۡعُوۡہُمۡ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ -- Dan
sesungguhnya engkau benar-benar mengajak
mereka kepada ja-lan yang lurus. (Al-Mu’minūn [23]:70-74).
Dalam ayat 70 para penentang Nabi Besar Muhammad saw. diimbau agar mempergunakan akal sehat mereka. Mereka diberitahu
bahwa kehidupan beliau saw. merupakan kitab terbuka di hadapan mereka. Mereka betul-betul mengenal semua segi kehidupan Nabi Besar Muhammad saw.. Kehidupan beliau sedikit pun tidak bernoda. Selama bertahun-tahun
mereka mengenal beliau saw. jujur,
bagai teladan dalam kebaikan dan kelurusan namun mereka masih juga berani menuduhkan kepalsuan kepada beliau.
Makna firman Allah Swt. yang bernada “sindiran” kepada orang-orang kafir, sehingga dijadikan alasan oleh mereka untuk mendustakan
dan menentang Nabi Besar Muhammad
saw.: اَمۡ
تَسۡـَٔلُہُمۡ خَرۡجًا فَخَرَاجُ رَبِّکَ خَیۡرٌ ٭ۖ وَّ ہُوَ
خَیۡرُ الرّٰزِقِیۡنَ -- Ataukah engkau meminta upah dari mereka? Maka ganjaran Rabb (Tuhan) engkau lebih
baik, dan Dia-lah sebaik-baik
Pemberi rezeki.”
Adakah
bukti yang lebih baik mengenai kesungguhan niat Nabi Besar Muhammad saw. dan keikhlasan
tujuan beliau saw. dan mengenai kenyataan, bahwa beliau saw. sama sekali
sepi dari mengharapkan imbalan atau ganjaran bagi khidmat dan bakti beliau saw.
yang tidak mengenai kepentingan pribadi
itu daripada jawaban yang beliau saw. berikan kepada paman beliau saw., Abu Thalib, yang penuh kasih-sayang dan cinta
kepada beliau, ketika – atas desakan
dan iming-iming duniawi para pemuka
kaum Quraisy Mekkah untuk Nabi Besar Muhammad saw. -- pamanda meminta kepada Nabi Besar Muhammad saw. supaya mengadakan kompromi dengan orang-orang musyrik dan meninggalkan usaha tabligh beliau saw. dalam
menentang penyembahan berhala?
Keteguhan Nabi Besar Muhammad Saw.
Sebagai Al-Amīn (Orang yang
Terpercaya)
Jawaban yang
tidak dapat dilupakan untuk selama-lamanya itu berbunyi: "Seandainya mereka meletakkan matahari di
tangan kananku dan bulan di tangan kiriku serta memintaku meninggalkan usaha
tabligh guna memberantas kemusyrikan, aku sekali-kali tidak akan berbuat
demikian sebelum tugasku selesai, atau aku tewas dalam usaha itu" (Thabari. Jilid 3).
Itulah
sebabnya dalam firman Allah Swt. sebelumnya Nabi Besar Muhammad saw. telah menolak berbagai tuntutan mereka: اِنِّیۡۤ اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ رَبِّیۡ عَذَابَ
یَوۡمٍ عَظِیۡمٍ -- sesungguhnya aku takut pada azab Hari yang
besar jika aku mendurhakai Rabb-ku (Tuhan-ku),” firman-Nya:
وَ اِذَا تُتۡلٰی عَلَیۡہِمۡ اٰیَاتُنَا بَیِّنٰتٍ ۙ قَالَ الَّذِیۡنَ لَا
یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ
ہٰذَاۤ اَوۡ بَدِّلۡہُ ؕ قُلۡ مَا
یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ مِنۡ
تِلۡقَآیِٔ نَفۡسِیۡ ۚ اِنۡ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی اِلَیَّ ۚ
اِنِّیۡۤ اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ
رَبِّیۡ عَذَابَ یَوۡمٍ
عَظِیۡمٍ ﴿ ﴾
Dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat
Kami yang nyata, maka orang-orang yang tidak mengharapkan
pertemuan dengan Kami berkata: ائۡتِ بِقُرۡاٰنٍ غَیۡرِ ہٰذَاۤ
اَوۡ بَدِّلۡہُ -- ”Datangkanlah yang bukan
Al-Quran ini, atau ubahlah dia.”
قُلۡ مَا
یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اُبَدِّلَہٗ مِنۡ
تِلۡقَآیِٔ نَفۡسِیۡ -- Katakanlah:
“Sekali-kali tidak patut bagiku untuk
mengubahnya dari pihak diriku, اِنۡ اَتَّبِعُ اِلَّا مَا یُوۡحٰۤی
اِلَیَّ -- tidaklah aku kecuali hanya mengikuti
apa yang diwahyukan kepadaku, اِنِّیۡۤ اَخَافُ اِنۡ عَصَیۡتُ
رَبِّیۡ عَذَابَ یَوۡمٍ
عَظِیۡمٍ -- sesungguhnya
aku takut pada azab Hari yang besar jika aku mendurhakai
Rabb-ku (Tuhan-ku)” (Yunus
[10]:16).
“Azab Hari yang besar” mengandung
arti malapetaka nasional. Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ لَّوۡ
شَآءَ اللّٰہُ مَا تَلَوۡتُہٗ عَلَیۡکُمۡ
وَ لَاۤ اَدۡرٰىکُمۡ بِہٖ ۫ۖ فَقَدۡ لَبِثۡتُ فِیۡکُمۡ عُمُرًا مِّنۡ قَبۡلِہٖ ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾ فَمَنۡ
اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی
اللّٰہِ کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ
ؕ اِنَّہٗ لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ
﴿﴾
Katakanlah:
“Seandainya Allah menghendaki, aku
sama sekali tidak akan membacakannya kepada kamu dan tidak pula Dia akan memberitahukan
mengenainya kepada kamu. Maka sungguh sebelum
ini aku telah ting-gal bersama kamu dalam masa yang panjang, tidakkah kamu mempergunakan akal?” فَمَنۡ اَظۡلَمُ
مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ
کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ -- Maka siapakah
yang lebih zalim daripada orang-orang
yang meng-ada-adakan suatu dusta terhadap Allah atau mendustakan Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa tidak akan
berhasil.” (Yunus
[10]:17-18).
Para Pendusta Tidak Akan Pernah Berjaya
(Sukses)
Ayat 17 mengandung batu ujian yang amat jitu untuk menguji
kebenaran seseorang yang mendakwakan
diri sebagai nabi
Allah. Bila kehidupan seorang nabi Allah sebelum pendakwaan
kenabiannya menampakkan kejujuran
dan ketulusan hati yang bertaraf luar
biasa tingginya, dan di antara masa itu dengan dakwa kenabiannya tidak ada masa-antara yang dapat memberikan kesan
bahwa beliau telah jatuh dari keutamaan akhlak yang tinggi tarafnya
itu, maka dakwa kenabiannya harus
diterima sebagai dakwa orang yang tinggi akhlaknya, orang jujur, dan benar.
Mengapa demikian? Sebab seseorang yang terbiasa kepada suatu sikap
atau tingkah-laku tertentu disebabkan
adat-kebiasaannya atau tabiatnya, akan memerlukan waktu yang lama untuk mengadakan perubahan besar dalam dirinya untuk
menjadi orang baik atau orang buruk, karena itu bagaimanakah Nabi Besar
Muhammad saw. tiba-tiba dapat berubah – na’ūdzubillāhi min dzālik -- menjadi seorang penipu, padahal sepanjang kehidupan beliau saw. sebelum dakwa kenabian, beliau adalah orang yang tidak
ada taranya dalam kejujuran dan kelurusan sehingga kaum
beliau saw. memberinya gelar “al-amīn”?
Ayat فَمَنۡ اَظۡلَمُ
مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ
کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اِنَّہٗ لَا یُفۡلِحُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ -- Maka siapakah
yang lebih zalim daripada orang-orang
yang mengada-adakan suatu dusta terhadap Allah atau mendustakan Tanda-tanda-Nya? Sesungguhnya orang-orang berdosa tidak akan
berhasil.” Ayat ini menjelaskan dua kebenaran yang kekal:
(a) Orang-orang yang mengada-adakan
dusta mengenai Allah Swt. dan
orang-orang yang menolak dan menentang utusan-utusan-Nya sama sekali
tidak akan luput dari hukuman Tuhan;
(b) Pendusta-pendusta dan nabi-nabi
palsu tidak dapat berhasil dalam tujuannya.
Kembali kepada firman-Nya mengenai
berbagai tuduhan yang terus berubah terhadap Nabi Besar Muhammad
saw:
وَ قَالَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّاۤ
اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ
عَلَیۡہِ قَوۡمٌ اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ جَآءُوۡ
ظُلۡمًا وَّ زُوۡرًا ۚ﴿ۛ﴾ وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا
فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ بُکۡرَۃً وَّ اَصِیۡلًا﴿﴾ قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ کَانَ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾ وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ
الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ فِی الۡاَسۡوَاقِ
ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا ۙ﴿﴾ اَوۡ یُلۡقٰۤی اِلَیۡہِ کَنۡزٌ اَوۡ تَکُوۡنُ لَہٗ
جَنَّۃٌ یَّاۡکُلُ مِنۡہَا ؕ وَ قَالَ الظّٰلِمُوۡنَ اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ اِلَّا
رَجُلًا مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ
فَضَلُّوۡا فَلَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan orang-orang
kafir berkata: “Al-Quran ini tidak lain melainkan kedustaan yang ia telah mengada-adakannya, dan
kepadanya kaum lain telah
membantunya.” Maka sungguh mereka
telah berbuat zalim dan dusta.
Dan mereka berkata: ”Al-Quran adalah dongengan-dongengan orang-orang
dahulu, dimintanya supaya dituliskan
lalu itu dibacakan kepadanya pagi
dan petang.” Katakanlah: ”Diturunkannya Al-Quran
oleh Dzat Yang mengetahui
rahasia seluruh langit dan bumi,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,
Maha Penyayang.” Dan
mereka berkata: “Rasul macam apakah ini,
ia makan makanan dan berjalan
di pasar-pasar? Mengapa tidak
diturunkan malaikat kepadanya
supaya ia menjadi seorang pemberi
peringatan bersama-sama dengannya? "Atau hendaknya
diturunkan kepadanya khazanah atau ada
baginya kebun untuk makan darinya.” Dan
orang-orang yang zalim itu
berkata: ”Kamu tidak mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir.” Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan bagi engkau,
maka mereka telah sesat dan mereka tidak dapat menemukan jalan. (Al-Furqān
[25]:5-10).
Makna Hakiki Nasikh dan Mansukh
Jawaban kepada tuduhan kedua: وَ اَعَانَہٗ عَلَیۡہِ قَوۡمٌ
اٰخَرُوۡنَ ۚۛ --
“dan kepadanya kaum lain telah
membantunya.” فَقَدۡ جَآءُوۡ ظُلۡمًا
وَّ زُوۡرًا -- “Maka sungguh mereka telah berbuat zalim dan dusta.”
Yaitu bahwa siapa pun yang dikatakan pembantu
Nabi Besar Muhammad saw. pastilah
mereka menganut beberapa kepercayaan dan itikad, akan tetapi dalam
kenyataannya Allah Swt. dalam Al-Quran
menolak dan merombak semua kepercayaan
yang palsu dan membatalkan serta memperbaiki kepercayaan-kepercayaan
lainnya (QS.2:107).
Oleh karena itu bagaimanakah seseorang dianggap membantu beliau saw. untuk menciptakan
sebuah kitab yang telah memotong urat
nadi kepercayaan dan itikad-itikad yang begitu mereka junjung dan muliakan itu?
Berikut firman-Nya mengenai tujuan utama
diwahyukan-Nya Al-Quran kepada Nabi
Besar Muhammad saw. sebagai Kitab suci
terakhir dan tersempurna
(QS.5:4):
مَا نَنۡسَخۡ مِنۡ
اٰیَۃٍ اَوۡ نُنۡسِہَا
نَاۡتِ بِخَیۡرٍ مِّنۡہَاۤ اَوۡ مِثۡلِہَا
ؕ اَلَمۡ تَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Ayat mana pun yang Kami mansukhkan yakni batalkan atau Kami biarkan terlupa,
maka Kami datangkan yang lebih baik
darinya atau yang semisalnya.
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa
sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu? (Al-Baqarah [2]:107).
Ada kekeliruan dalam mengambil kesimpulan dari ayat ini bahwa beberapa ayat Al-Quran telah dimansukhkan (dibatalkan). Kesimpulan itu jelas salah dan tidak beralasan. Tidak ada sesuatu dalam ayat ini yang menunjukkan
bahwa kata āyah itu maksudnya ayat-ayat Al-Quran. Sebab bagaimana mungkin Allah Swt. Sendiri yang telah
menyatakan bahwa Al-Quran merupakan Kitab
suci terakhir dan tersempurna
(QS.5:4) serta mendapat jaminan pemeliharaan-Nya (QS.15:10), tetapi masih ada ayat-ayat Al-Quran yang dibatalkan dan diganti?
Dalam ayat sebelum dan sesudahnya
telah disinggung mengenai golongan Ahlul
Kitab dan kedengkian mereka terhadap wahyu baru (QS,2:106) yang
menunjukkan bahwa āyah yang disebut dalam ayat ini sebagai mansukh (batal) menunjuk kepada wahyu-wahyu atau agama-agama
terdahulu (QS.3:20 & 86) Dijelaskan
bahwa Kitab Suci terdahulu mengandung
dua macam perintah:
(a) yang menghendaki penghapusan karena keadaan sudah berubah dan karena keuniversilan
wahyu baru (Al-Quran) itu
menghendaki pembatalan;
(b) yang mengandung kebenaran
kekal-abadi, atau memerlukan penyegaran
kembali sehingga orang dapat diingatkan
kembali akan kebenaran yang terlupakan, karena itu perlu sekali menghapuskan bagian-bagian tertentu Kitab-kitab Suci itu dan mengganti dengan perintah-perintah baru dan pula menegakkan
kembali perintah-perintah yang sudah hilang, maka Allah Swt. menghapuskan
beberapa bagian wahyu-wahyu
terdahulu, menggantikannya dengan yang baru dan lebih baik, dan di samping itu memasukkan
lagi bagian-bagian yang hilang – atau
sengaja dihilangkan -- dengan yang sama. Itulah arti yang sesuai dan cocok dengan konteks (letak) ayat ini dan dengan jiwa umum ajaran Al-Quran.
Al-Quran Membatalkan Kitab-kitab suci Sebelumnya
Al-Quran telah membatalkan semua Kitab Suci sebelumnya (QS.3:86), sebab —
mengingat keadaan umat manusia telah berubah — Al-Quran membawa syariat baru yang bukan saja lebih baik daripada semua syariat lama, tetapi ditujukan pula
kepada seluruh umat manusia dari
semua zaman (QS.7:159; QS.21:108; QS,25:2; QS.34:29). Ajaran yang lebih rendah dengan lingkup tugas yang terbatas harus memberikan tempatnya kepada ajaran yang lebih baik dan lebih
tinggi dengan lingkup tugas universal.
Dalam ayat ini kata nansakh (Kami
membatalkan) bertalian dengan kata bi-khairin (yang lebih baik), dan
kata nunsiha (Kami biarkan terlupakan) bertalian dengan kata bi-mitslihā
(yang semisalnya), maksudnya bahwa jika Allah Swt. menghapuskan
sesuatu maka Dia menggantikannya
dengan yang lebih baik, dan bila
untuk sementara waktu Dia membiarkan
sesuatu dilupakan orang, Dia menghidupkannya kembali pada waktu yang
lain.
Diakui oleh ulama-ulama Yahudi
sendiri bahwa sesudah bangsa Yahudi
diangkut sebagai tawanan ke Babil
oleh Nebukadnezar (QS.2:160;
QS.17:5-9) seluruh Taurat (lima Kitab
Nabi Musa a.s.) telah hilang (Encyclopaedia
Biblica). Oleh karena itu kenyataan
tersebut membatalkan tuduhan dusta
dalam ayat: وَ اَعَانَہٗ
عَلَیۡہِ قَوۡمٌ اٰخَرُوۡنَ ۚۛ -- “dan kepadanya kaum lain telah membantunya.” mengenai tuduhan yang diada-adakan
tersebut Allah Swt. selanjutnya berfirman: فَقَدۡ جَآءُوۡ
ظُلۡمًا وَّ زُوۡرًا -- “Maka sungguh mereka telah berbuat zalim dan dusta.”
(QS.25:6).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 14 Juni
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar