Kamis, 04 Juni 2015

Hakikat "Perumpamaan" Seorang Laki-laki dan Perempuan Dalam Al-Quran & "Batu Sandungan" Bagi Orang-orang yang "Berhati Bengkok"



 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 66

     Hakikat Perumpamaan Seorang  Laki-laki  dan Perempuan Dalam Al-Quran & “Batu Sandungan” Bagi Orang-orang yang “Berhati Bengkok
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai paham bahwa Yesus anak Allah itu begitu mengerikan, sehingga seluruh langit, bumi, dan gunung-gunung dapat hancur berkeping-keping dan rebah ke tanah karena kejinya kepercayaan itu. Kepercayaan dusta itu sangat menjijikkan wujud­-wujud samawi (as-samawāt) oleh karena berlawanan dengan Sifat-sifat Ilahi   -- terutama Al-Ahad dan Ash-Shamad  (QS.112:1-5)  -- dan bertentangan dengan segala yang wujud-wujud samawi itu bela dan muliakan, firman-Nya:
وَ قَالُوا  اتَّخَذَ  الرَّحۡمٰنُ  وَلَدًا ﴿ؕ﴾  لَقَدۡ  جِئۡتُمۡ  شَیۡئًا  اِدًّا ﴿ۙ﴾  تَکَادُ السَّمٰوٰتُ یَتَفَطَّرۡنَ مِنۡہُ وَ تَنۡشَقُّ الۡاَرۡضُ وَ تَخِرُّ الۡجِبَالُ ہَدًّا ﴿ۙ﴾  اَنۡ  دَعَوۡا  لِلرَّحۡمٰنِ  وَلَدًا ﴿ۚ﴾  وَ مَا یَنۡۢبَغِیۡ لِلرَّحۡمٰنِ اَنۡ  یَّتَّخِذَ  وَلَدًا ﴿ؕ﴾  اِنۡ کُلُّ مَنۡ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ  اِلَّاۤ اٰتِی  الرَّحۡمٰنِ  عَبۡدًا ﴿ؕ﴾  لَقَدۡ  اَحۡصٰہُمۡ  وَ عَدَّہُمۡ  عَدًّا ﴿ؕ﴾  وَ  کُلُّہُمۡ  اٰتِیۡہِ  یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ   فَرۡدًا ﴿﴾
Dan mereka  berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah telah meng­ambil seorang anak laki-laki."   Sungguh  kamu benar-benar telah mengucapkan sesuatu  yang  sangat mengerikan. Hampir-hampir seluruh langit pecah karenanya, bumi terbelah, dan gunung­-gunung runtuh berkeping-keping, karena mereka menyatakan bagi Tuhan Yang Maha Pemurah punya  anak laki-laki.   Padahal sekali-kali tidak layak bagi Tuhan Yang  Maha Pemurah  mengambil seorang anak laki-laki. Tidak  ada seorang pun di se­luruh  langit dan bumi melainkan ia akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai hamba.  Sungguh Dia benar-benar  mengetahui jumlah  mereka dan menghitung mereka dengan   menyeluruh.  Dan setiap mereka akan datang kepada-Nya pada Hari Kiamat sendiri-sendiri. (Maryam [19]:89-95).
         Sehubungan dengan  hal tersebut Allah Swt. berfirman mengenai definisi "Tuhan" yang hakiki atau  Tauhid-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ قُلۡ ہُوَ  اللّٰہُ  اَحَدٌ  ۚ﴿﴾ اَللّٰہُ  الصَّمَدُ ۚ﴿﴾  لَمۡ  یَلِدۡ ۬ۙ  وَ  لَمۡ  یُوۡلَدۡ ۙ﴿﴾  وَ  لَمۡ  یَکُنۡ  لَّہٗ   کُفُوًا  اَحَدٌ ٪﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang  Katakanlah: “Dia-lah  Allah Yang Maha Esa. Allah  adalah Tuhan Yang segala sesuatu bergantung pada-Nya.  Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan,  dan tidak ada sesuatu pun yang setara  dengan-Nya.”(Al-Ikhlas [112]:1-5).

Makna Pecahnya Langit, Terbelahnya Bumi dan Rebahnya Gunung-gunung

   Kepercayaan dusta  ini menjijikkan manusia yang mendiami bumi (al-ardh) sebab hal ini bertentangan dengan tuntutan fitrat serta kecerdasan otak manusia sejati, dan akal manusia menolak dengan perasaan kecewa terhadap paham demikian itu, sebab seluruh langit dan bumi – baik secara  sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama   --  menyanjung kesucian Allah Swt. dengan  puji-pujian-Nya (QS.2:31; QS.17:45; QS.24:-42; QS.57:2; QS.61:2; QS.62:2; QS.64:2).
   Orang-orang yang memiliki cita-cita tinggi dan mulia seperti para nabi Allah dan para pilihan Tuhan (al-jibal)   juga   menolak dan menentangnya,  sebab anggapan bahwa  manusia memerlukan pengurbanan orang lain (Yesus) sebagai “penebusan dosa” untuk memperoleh keselamatan dan mencapai tingkat akhlak tinggi  adalah bertentangan dengan pengalaman ruhani mereka sendiri.
   Surah Maryam ini berisikan pencelaan yang paling keras dan lugas terhadap 'itikad-'itikad Kristen, terutama kepercayaan mereka yang pokok bahwa Yesus anak Allah, satu kepercayaan yang darinya terbit semua 'itikad dusta lainnya; tekanan istimewa telah diberikan kepada penolakan dan pencelaan terhadap kepercayaan ini.
  Perlu mendapat perhatian khusus bahwa sifat Ar-Rahmān (Maha pemurah) telah berulang-ulang disinggung dalam Surah Maryam  ini — sifat Ilahi itu telah disebutkan sebanyak 16 kali, karena 'itikad Kristen yang pokok ialah pengakuan kepada Yesus sebagai anak Allah dan akibat-akibatnya yaitu 'itikad penebusan dosa mengandung arti penolakan terhadap sifat Ar-Rahmān (Maha Pemurah) Allah Swt.,
dan karena pokok pembahasan utama Surah Maryam  adalah  pembantahan terhadap ‘itikad ini maka sudah seharusnya Sifat-sifat Ilahi (Ar-Rahmān) itu disebut dengan berulang-ulang.
   'Itikad penebusan dosa yang mengandung arti atau tuduhan keji  dan jahil bahwa Allah Swt.  tidak dapat mengampuni dosa-dosa manusia, padahal sifat Ar-Rahmān (Maha Pemurah) menghendaki bahwa Dia dapat dan memang sering mengampuni mereka, itulah sebabnya sifat Ar-Rahmān berulang kali disebut dalam Surah Maryam  ini.
  Tuhan Yang bersifat Rahmān (Maha Pemurah) itu tidak memerlukan anak untuk menolong-Nya atau menggantikan-Nya, sebab Dia adalah Pemilik seluruh langit dan bumi serta kerajaan-Nya meliputi seluruh alam, dan juga karena semua orang adalah hamba-Nya, dan Yesus  pun adalah salah seorang dari antara mereka – bukan anak Tuhan apalagi sebagai Tuhan  -- Subhanallāh, na’ūdzubillāhi min dzālik.

Perumpamaan  Seorang Laki-laki & Tujuan Utama Diciptakan-Nya Manusia

  Dalam firman-Nya berikut ini, walau pun   pihak   kedua yang diajak bicara oleh Allah Swt. adalah manusia (insan), tetapi yang dimaksud adalah bangsa-bangsa Kristen dari barat yang dimisalkan sebagai seorang laki-laki  yang  sempurna, tetapi tidak bersyukur kepada Allah Swt. yang telah menganugerahinya dengan berbagai macam kemampuan   yang membuat mereka  meraih kesuksesan  dalam kehidupan duniawinya (QS.18:5-9), mengenai hal tersebut  Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا  الۡاِنۡسَانُ مَا غَرَّکَ بِرَبِّکَ الۡکَرِیۡمِ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡ خَلَقَکَ فَسَوّٰىکَ فَعَدَلَکَ ۙ﴿﴾  فِیۡۤ  اَیِّ صُوۡرَۃٍ  مَّا شَآءَ  رَکَّبَکَ ؕ﴿﴾  کَلَّا  بَلۡ تُکَذِّبُوۡنَ بِالدِّیۡنِ ۙ﴿﴾  وَ  اِنَّ عَلَیۡکُمۡ  لَحٰفِظِیۡنَ ﴿ۙ﴾  کِرَامًا  کَاتِبِیۡنَ ﴿ۙ﴾  یَعۡلَمُوۡنَ مَا تَفۡعَلُوۡنَ ﴿﴾
Hai manusia, apa yang telah memperdayai engkau mengenai  Rabb (Tuhan) engkau Yang Maha Mulia, Yang telah menciptakan engkau, kemudian menyempurnakan engkau, lalu menata tubuh engkau dengan  serasi?  Dalam bentuk apa yang Dia kehendaki Dia menyusun tubuh engkau.    Tidak hanya itu, bahkan kamu mendustakan pembalasan.   Dan sesungguhnya atas kamu ada pengawas-pengawas,    pencatat-pencatat mulia,             mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Infithar [82:7-13).
   Allah Swt. telah menganugerahi manusia (insan) kekuatan-kekuatan dan kemampuan-kemampuan fitri agung agar ia dapat naik ke puncak kemuliaan ruhani setinggi-tingginya, sesuai tujuan utama diciptakannya manusia oleh Allah Swt. yaitu untuk beribadah kepada-Nya, firman-Nya:
وَ مَا خَلَقۡتُ الۡجِنَّ وَ الۡاِنۡسَ  اِلَّا لِیَعۡبُدُوۡنِ ﴿﴾  مَاۤ  اُرِیۡدُ مِنۡہُمۡ  مِّنۡ  رِّزۡقٍ وَّ مَاۤ  اُرِیۡدُ اَنۡ یُّطۡعِمُوۡنِ ﴿﴾  اِنَّ اللّٰہَ ہُوَ الرَّزَّاقُ  ذُو الۡقُوَّۃِ  الۡمَتِیۡنُ ﴿ ﴾
Dan Aku sekali-kali tidak  menciptakan jin dan ins (manusia) melainkan supaya mereka menyembah-Ku.  Aku tidak menghendaki rezeki dari mereka, dan tidak pula Aku menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku.  Sesungguhnya  Allah Dia-lah Pemberi rezeki, Pemiliki  Kekuatan yang sangat kokoh. (Adz-Dzāriyāt [51]:57-59).
  Manusia dilahirkan sebagai makhluk bebas dan bertanggung-jawab atas keputusan-keputusan yang diambilnya dan perbuatan-perbuatan yang dilakukannya itu dicatat oleh “Pencatat-pencatat mulia”  karena itu  manusia pasti akan menerima akibat baik atau akibat buruk dari perbuatannya, yakni menjadi penghuni surga  atau penghuni neraka jahannam (QS.4:124-126; QS.17:8-9; QS.28:85;  QS.41:47-49; QS.99:7-9), sebagaimana firman-Nya:
اِنۡ کُلُّ مَنۡ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ  اِلَّاۤ اٰتِی  الرَّحۡمٰنِ  عَبۡدًا ﴿ؕ﴾  لَقَدۡ  اَحۡصٰہُمۡ  وَ عَدَّہُمۡ  عَدًّا ﴿ؕ﴾  وَ  کُلُّہُمۡ  اٰتِیۡہِ  یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ   فَرۡدًا﴿﴾
Tidak  ada seorang pun di se­luruh  langit dan bumi melainkan ia akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai hamba.  Sungguh Dia benar-benar  mengetahui jumlah  mereka dan menghitung mereka dengan   menyeluruh.  Dan setiap mereka akan datang kepada-Nya pada Hari Kiamat sendiri-sendiri. (Maryam [19]:93-95).

Berbagai Misal (Perumpamaan) Dalam Al-Quran

        Dalam Al-Quran banyak dikemukakan berbagai misal (perumpamaan) mengenai suatu kaum yang digambarkan sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan, contohnya:
    (1) Allah Swt. telah  mengumpamakan  kaum Nabi Musa a.s. dan  kaum Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  dengan wujud  Nabi Musa a.s. dan seorang teman-mudanya  yang mencari “seorang “hamba Allah” di tempat bertemunya dua lautan (QS.18:61-66). 
     (2) Allah Swt. telah memisalkan lamanya pembuangan Bani Israil yang pertama di Babilonia selama 100 tahun dengan “kematian” Nabi Yehezkiel a.s. dalam mimpi (rukya) beliau di Babilonia (QS.2:260).
     (3) Allah Swt. telah memisalkan kaum-kaum yang mendustakan para rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka (QS.7:35-37) sebagai “istri-istri durhaka” Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. (QS.66:11).
     (4) Sedangkan orang-orang yang beriman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dimisalkan sebagai “istri Fir’aun” dan “Maryam bimti ‘Imran” (QS.66:12-13).
     Sehubungan dengan banyaknya berbagai misal (perumpamaan) dalam Al-Quran serta tujuannya  Allah Swt. berfirman:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا لِلنَّاسِ فِیۡ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ مِنۡ کُلِّ مَثَلٍ ۫ فَاَبٰۤی اَکۡثَرُ النَّاسِ اِلَّا کُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah menguraikan bagi manusia berbagai macam cara  perumpamaan dalam Al-Quran ini tetapi kebanyakan manusia menolak segala sesuatu kecuali kekafiran   (Bani Israil [17]:90).
        Karena kemampuan-kemampuan manusia terbatas, paling-paling orang dapat menghadapi masalah-masalah yang jumlahnya terbatas saja. Tetapi Al-Quran telah membahas dengan selengkap-lengkapnya semua masalah dan persoalan yang bertalian dengan kemajuan akhlak dan ruhani manusia, antara lain dengan mengemukakan berbagai  macam perumpamaan, supaya  kecerdasan akal dan   dzauq (kecerdasan ruhani)  manusia berkembang semakin sempurna, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا فِیۡ ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنِ  لِیَذَّکَّرُوۡا ؕ وَ  مَا  یَزِیۡدُہُمۡ   اِلَّا  نُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah menerangkan segala sesuatu berulang-ulang dalam Al-Quran ini supaya mereka mengambil pelajaran, tetapi  tidaklah Al-Quran itu menambah bagi mereka, kecuali kebencian  (Bani Israil [17]:42).
        Untuk suatu Kitab suci yang harus memecahkan segala masalah dan persoalan yang penting-penting    -- yang merupakan kewajiban Al-Quran  sebagai Kitab suci terakhir dan tersempurna (QS.5:4)  -- adalah wajar dan menjadi keharusan, supaya Kitab itu berulang kali mengupas kembali hal-hal yang bertalian erat dengan suatu masalah pokok.

Perumpamaan Surga Dalam Al-Quran

       Bila pengulangan itu dimaksudkan untuk mengupas suatu masalah dari sudut yang baru atau untuk membantah suatu tuduhan baru, maka tiada orang yang waras otaknya lagi cerdas pikirannya dapat mengemukakan keberatan terhadap hal demikian, kecuali orang-orang yang berpikiran sempit serta bodoh, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا فِیۡ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنِ لِلنَّاسِ مِنۡ کُلِّ مَثَلٍ ؕ وَ کَانَ الۡاِنۡسَانُ اَکۡثَرَ  شَیۡءٍ  جَدَلًا ﴿﴾
Dan  sungguh Kami benar-benar telah menjelaskan di dalam Al-Quran ini untuk manusia  setiap perumpamaan,  tetapi dalam segala sesuatu manusia yang paling banyak mem-bantah.  (Al-Kahf [18]:55).
Ayat ini dapat berarti:
    (a) Dari semua makhluk Allah Swt.,  manusia telah dianugerahi akal dan kemampuan-kemampuan otak, tetapi amat disayangkan ia mempergunakannya untuk menolak kebenaran dan juga untuk tujuan-tujuan buruk lainnya;
    (b) atau dapat pula berarti, bahwa manusia itu adalah kurban prasangka-prasangka dan keragu-raguan mendalam yang jarang memperoleh kepuasan; dan oleh karena sifat ragu-ragu menjadi “darah­-dagingnya” maka ia berusaha menemukan celah-celah untuk mengelak dari dalil-dalil dan keterangan-keterangan yang sangat meyakinkan sekalipun.
       Salah satu contoh perumpamaan adalah mengenai “surga”  yang digambarkan sebagai “kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai”, firman-Nya:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ  --   untuk mereka ada kebun-kebun yang di ba-wahnya mengalir sungai-sungai. Se-tiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, mereka berkata:  ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”,  وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا -- akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya,  وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  -- dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci,46A dan mereka akan kekal di dalamnya.  (Al-Baqarah [2]:26).

Menjadi “Batu Sandungan” Bagi Orang-orang yang Hatinya Berpenyakit

        Mengenai hakikat perumpamaan dalam ayat ini telah dibahas pada salah satu  Bab sebelumnya, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا ؕ فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ ۚ وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ  اَرَادَ  اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا ۘ یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا ؕ وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ  اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یَنۡقُضُوۡنَ عَہۡدَ  اللّٰہِ مِنۡۢ بَعۡدِ مِیۡثَاقِہٖ ۪ وَ یَقۡطَعُوۡنَ مَاۤ اَمَرَ اللّٰہُ بِہٖۤ  اَنۡ یُّوۡصَلَ وَ یُفۡسِدُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya Allah  tidak malu  mengemukakan suatu perumpamaan  sekecil nyamuk  bahkan  yang lebih kecil dari itu, فَاَمَّا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا فَیَعۡلَمُوۡنَ اَنَّہُ الۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّہِمۡ   --    ada pun orang-orang yang beriman maka me-reka mengetahui bahwa sesungguhnya perumpamaan itu  kebenaran  dari Rabb (Tuhan) mereka,  وَ اَمَّا الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا فَیَقُوۡلُوۡنَ مَا ذَاۤ  اَرَادَ  اللّٰہُ بِہٰذَا مَثَلًا  -- sedangkan orang-orang kafir maka mereka mengatakan: “Apa  yang dikehendaki Allah dengan  perumpamaan ini?” یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا --  dengannya   Dia menyesatkan banyak orang   dan dengannya pula    Dia memberi petunjuk banyak orang, وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ  اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ  -- dan sekali-kali   tidak ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali orang-orang  fasik (durhaka), الَّذِیۡنَ یَنۡقُضُوۡنَ عَہۡدَ  اللّٰہِ مِنۡۢ بَعۡدِ مِیۡثَاقِہٖ   -- Yaitu orang-orang yang  melanggar perjanjian dengan Allah sesudah meneguhkannya وَ یَقۡطَعُوۡنَ مَاۤ اَمَرَ اللّٰہُ بِہٖۤ  اَنۡ یُّوۡصَلَ وَ یُفۡسِدُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ   -- dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk menghubungkannya, dan mereka berbuat kerusakan di bumi,  اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡخٰسِرُوۡنَ  -- mereka itulah orang-orang yang rugi (Al-Baqarah [2]:27-28).
       Dharaba al-matsala berarti: ia memberi gambaran atau pengandaian; ia membuat pernyataan; ia mengemukakan perumpamaan (Lexicon Lane, Taj-ul-‘Urus, dan QS.14:46).
       Allah Swt. telah menggambarkan surga dan neraka dalam Al-Quran, dengan perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan. Perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan melukiskan mendalamnya arti yang tidak dapat diungkapkan sebaik-baiknya dengan jalan lain, dan dalam hal-hal keruhanian perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan tersebut memberikan satu-satunya cara untuk dapat menyampaikan buah pikiran dengan baik.

Perumpamaan-perumpamaan  Mengandung Berbagai Macam Makna  

       Makna ayat  اِنَّ اللّٰہَ لَا یَسۡتَحۡیٖۤ اَنۡ یَّضۡرِبَ مَثَلًا مَّا بَعُوۡضَۃً فَمَا فَوۡقَہَا  -- “Sesungguhnya Allah  tidak malu  mengemukakan suatu perumpamaan  sekecil nyamuk  bahkan  yang lebih kecil dari itu,” bahwa kata-kata yang dipakai untuk menggambarkan surga, mungkin tidak cukup dan tidak berarti bagaikan nyamuk yang dianggap oleh orang-orang Arab sebagai makhluk yang lemah, dan memang pada hakikatnya demikian.
        Orang-orang Arab berkata: Adh-‘afu min ba’udhatin, artinya  "ia lebih lemah dari nyamuk". Meskipun demikian, perumpamaan-perumpamaan dan tamsilan-tamsilan itu membantu untuk memunculkan dalam angan-angan  gambaran nikmat-nikmat surga itu.
         Orang-orang  beriman mengetahui bahwa kata-kata itu hanya perumpamaan dan mereka berusaha menyelami kedalaman artinya, tetapi orang-orang kafir mulai mencela perumpamaan-perumpamaan itu dan makin bertambah dalam kesalahan dan kesesatan mereka:   یُضِلُّ بِہٖ کَثِیۡرًا ۙ وَّ یَہۡدِیۡ بِہٖ کَثِیۡرًا --  dengannya   Dia menyesatkan banyak orang   dan dengannya pula    Dia memberi petunjuk banyak orang, وَ مَا یُضِلُّ بِہٖۤ  اِلَّا الۡفٰسِقِیۡنَ  -- dan sekali-kali   tidak ada yang Dia sesatkan dengannya kecuali orang-orang  fasik (durhaka).”
        Adhallahullāh berarti: (1) Allah Swt. menetapkan dia berada dalam kekeliruan; (2) Allah Swt. meninggalkan atau membiarkan dia sehingga ia tersesat (Kasysyaf); (3) Allah Swt.   mendapatkan atau meninggalkan dia dalam kekeliruan atau membiarkan dia tersesat (Lexicon Lane).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,  2 Juni    2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar