Selasa, 16 Juni 2015

Nabi Besar Muhammad Saw. Adalah "Nur (Cahaya) di Atas Nur (Cahaya)" & Orang-orang yang Berada Dalam" Lapisan-lapisan Kegelapan"


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt

Bab 76

Nabi Besar Muhammad Saw. Adalah “Nur (Cahaya) di atas Nur (Cahaya)” &  Orang-orang  yang Berada  Dalam “Lapisan-lapisan Kegelapan”  

 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai  kedatangan “Nabi itu”   yakni Nabi Besar Muhammad saw.,    dalam ayat lainnya Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ  رَسُوۡلُنَا یُبَیِّنُ لَکُمۡ کَثِیۡرًا مِّمَّا کُنۡتُمۡ تُخۡفُوۡنَ مِنَ الۡکِتٰبِ وَ یَعۡفُوۡا عَنۡ کَثِیۡرٍ ۬ؕ قَدۡ جَآءَکُمۡ  مِّنَ اللّٰہِ  نُوۡرٌ وَّ کِتٰبٌ مُّبِیۡنٌ ﴿ۙ﴾  یَّہۡدِیۡ بِہِ اللّٰہُ مَنِ اتَّبَعَ رِضۡوَانَہٗ سُبُلَ السَّلٰمِ  وَ یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ بِاِذۡنِہٖ وَ یَہۡدِیۡہِمۡ  اِلٰی  صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang menjelaskan kepada kamu banyak dari apa yang  senantiasa kamu  sembunyikan dari Kitab itu, dan ia memaafkan banyak dari kesalahan kamu. قَدۡ جَآءَکُمۡ  مِّنَ اللّٰہِ  نُوۡرٌ وَّ کِتٰبٌ مُّبِیۡنٌ   -- Sungguh telah datang kepada kamu Nur  dari Allah dan Kitab yang menerangi. یَّہۡدِیۡ بِہِ اللّٰہُ مَنِ اتَّبَعَ رِضۡوَانَہٗ سُبُلَ السَّلٰمِ    --  Dengan itu Allah memberi petunjuk orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya pada jalan-jalan keselamatan,  وَ یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ بِاِذۡنِہٖ   -- dan  mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada cahaya dengan izin-Nya, وَ یَہۡدِیۡہِمۡ  اِلٰی  صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ  -- dan memberi mereka petunjuk kepada jalan lurus  (Al-Māidah [5]:16-17).
      Makna “Nur” dalam ayat:  قَدۡ جَآءَکُمۡ  مِّنَ اللّٰہِ  نُوۡرٌ وَّ کِتٰبٌ مُّبِیۡنٌ   -- Sungguh telah datang kepada kamu Nur  dari Allah dan Kitab yang menerangi,”   adalah Nabi Besar Muhammad saw.  (QS.33:46-47) atau  kedua-duanya karena dalam Surah lain Allah Swt. menyebut Al-Quran dengan kata nur (cahaya), firman-Nya:
فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ النُّوۡرِ الَّذِیۡۤ اَنۡزَلۡنَا ؕ وَ اللّٰہُ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ خَبِیۡرٌ ﴿﴾
Maka berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan kepada  Cahaya  yang telah Kami turunkan,  dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan   (At-Taghābūn [64]:9).

 “Nur (Cahaya) di Atas Nur (Cahaya)

 Kata an-nūr dalam ayat tersebut  maknanya:  cahaya atau nur wahyu, kebijaksanaan; penerangan ruhani dan kesadaran;  ilmu;  daya memperbedakan (furqān) yang dianugerahkan Allah Swt. kepada  Nabi Besar Muhammad saw.  secara khusus, sehingga Allah Swt. telah menyebut “perpaduan” Nabi Besar Muhammad saw. dengan wahyu Al-Quran  sebagai “Nur di atas nur” (Cahaya di atas cahaya – QS.24:36), firman-Nya:
اَللّٰہُ  نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ مَثَلُ نُوۡرِہٖ کَمِشۡکٰوۃٍ  فِیۡہَا مِصۡبَاحٌ ؕ اَلۡمِصۡبَاحُ فِیۡ زُجَاجَۃٍ ؕ اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ  زَیۡتُوۡنَۃٍ  لَّا شَرۡقِیَّۃٍ  وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ ۙ یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ ؕ نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی اللّٰہُ  لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Allāh adalah Nur (Cahaya)   seluruh langit dan bumi. Perumpamaan nur-Nya   seperti sebuah relung  yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu ada dalam kaca. Kaca itu seperti bintang yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu  pohon zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya. نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ  -- Nur (Cahaya) di atas nur (Icahaya). یَہۡدِی اللّٰہُ  لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ  -- Allah memberi bimbingan menuju Nur-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ  --  dan Allah mengemukakan tamsil-tamsil untuk manusia,  وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ  -- dan Allah Maha  Mengetahui segala sesuatu.   (An-Nūr [24]:36).
     Nur berarti cahaya sebagai lawan dari kegelapan. Kata nur mempunyai pengertian lebih luas dan lebih menembus dan juga lebih bertahan (lama) daripada dhiya (Lexicon Lane).
        Misykat berarti:  relung dalam sebuah tembok  yakni lobang atau lekuk dalam tembok yang tidak menembus dinding itu; lampu yang ditempatkan di sana memberi cahaya lebih banyak daripada di tempat lain; tiang yang dipuncaknya diletakkan lampu (Lexicon Lane).    Zujajah berarti: kaca; bola dari kaca  (Lexicon Lane).

Berbagai Makna Perumpamaan “Nur di atas Nur

         Ayat ini merupakan tamsil (perumpamaan) yang indah. Ayat ini membicarakan tiga buah benda — pelitakaca, dan relung. Menurut ayat tersebut Nur  (Cahaya) Ilahi disebutkan terkurung di dalam tiga benda tersebut,  yang bila digabung bersama membuat binar dan kilau cahayanya menjadi lengkap dan sempurna. Memang “pelita” itulah yang menjadi sumber cahaya;  “kaca” yang melindungi lampu itu menjaga supaya cahayanya jangan padam oleh tiupan angin serta menambah terangnya; dan “relung” menjaga cahaya itu.
      Tamsil ini dengan tepat dapat dikenakan kepada lampu senter yang bagian-bagiannya adalah (1)  kawat-kawat listrik yang memberikan cahaya, (2) bola-lampu yang melindungi cahaya itu dan (3) reflektor yang memancarkan dan menyebarkan cahaya serta memberi arah kepadanya.
       Dalam istilah ruhani  tiga buah benda itu — “lampu”, “kaca” dan “relung” — masing-masing dapat melukiskan cahaya Ilahi, para nabi Allah yang melindungi cahaya itu dari menjadi padam serta menambah kilau dan terangnya, dan para khalifah nabi yang menyebarkan dan memancarkan cahaya Ilahi dan memberikan arah dan tujuan untuk menjadi petunjuk dan sinar penerang dunia.
Ayat ini selanjutnya menyatakan bahwa minyak yang dipakai menyalakan lampu itu mempunyai kemurnian yang semurni-murninya dan dapat menyala sampai batas hingga membuat minyak itu berkobar menyala-nyala  sekalipun tidak dinyalakan api. Minyak itu diambil dari pohon yang diberkati,  bukan dari timur dan bukan juga dari barat, yaitu yang tidak bersifat pilih kasih terhadap sesuatu kaum tertentu: اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ  زَیۡتُوۡنَۃٍ  لَّا شَرۡقِیَّۃٍ  وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ  -- Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu  pohon zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat.”
          Ayat ini dapat pula mempunyai tafsiran lain lagi. Nur (cahaya) yang tersebut dalam ayat ini dapat dianggap menunjuk kepada Nabi Besar Muhammad saw., sebab beliau saw. dalam Al-Quran disebut nur (QS.5:16), dalam keadaan demikian “relung” berarti “hati” beliau saw.  dan “lampu” berarti fitrat beliau saw. yang amat bersih,  khalis (murni) dan dikaruniai sifat-sifat serta mengandung arti, bahwa nur Ilahi yang telah ditanamkan dalam fitrat beliau saw. adalah sebersih dan secemerlang hablur (kristal). Bila nur wahyu Ilahi (Al-Quran) turun kepada nur fitrat  Nabi Besar Muhammad saw. maka  nur (cahaya) itu bersinar dengan kilauan berlipat ganda, yang oleh Al-Quran dilukiskan dengan kata-kata نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ    --  “Nur (cahaya)  di atas nur (cahaya)”.
        Nur (cahaya) Nabi Besar Muhammad saw.  ini telah dibantu oleh minyak yang keluar dari pohon yang bukan hanya terang dan cemerlang tetapi juga berlimpah-limpah, mantap, dan kekal   -- seperti arti dan maksud kata mubarakah itu  --  dan dimaksudkan menyinari timur dan barat kedua-duanya:  اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ  زَیۡتُوۡنَۃٍ  لَّا شَرۡقِیَّۃٍ  وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ  -- Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu  pohon zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat.”
        Lagi pula hati Nabi  Besar Muhammad saw. begitu suci bersih, dan fitrat beliau saw. dianugerahi kemampuan yang begitu mulia, sehingga beliau layak melaksanakan tugas-tugas misi agung beliau saw., bahkan sebelum wahyu Ilahi turun kepada beliau. Inilah maksud kata-kata  یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ  -- “yang minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya.”

Kesempurnaan Komponen Tubuh Manusia

      Tamsil ini dapat pula diberi tafsiran lain lagi. Relung dalam ayat ini berarti jasad manusia. Jasad manusia berisi  pelita ruh  serta mengantarkan cahaya, yang berarti badan manusia itu berisikan misbah atau pelita ruh yang menyinari akal manusia dan menghubungkannya dengan Tuhan.
      Pelita itu terletak dalam zujajah (kaca) yang menjaganya terhadap kemudaratan dan cacat serta menambah dan memantulkan cahaya-nya, zujājah yang melambangkan otak manusia susunannya begitu sempurna, sehingga telah menjuruskan beberapa ahli filsafat untuk mengira bahwa akal manusia adalah sumber asli cahaya Ilahi.
      Cahaya itu dibantu oleh minyak yang berasal dari suatu pohon yang diberkati, yaitu dari kebenaran-kebenaran yang pokok lagi abadi, yang tidak merupakan milik khusus orang-orang timur ataupun barat. Kebenaran-kebenaran kekal-abadi itu telah tertanam dalam fitrat manusia dan hampir-hampir akan menampakkan dirinya meskipun tanpa bantuan wahyu Ilahi.

Pentingnya  Para Penghuni Rumah Menjadi Pelita Penerang Rumah Mereka

        Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai rumah-rumah yang dimuliakan karena dihuni oleh orang-orang yang mendapat cahaya makrifat Ilahi dari Al-Quran:
فِیۡ  بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ  اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ یُسَبِّحُ لَہٗ  فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ ﴿ۙ﴾ رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ ۪ۙ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ ﴿٭ۙ﴾  لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ  اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ  بِغَیۡرِ  حِسَابٍ  ﴿﴾
Di dalam rumah yang Allah telah mengizinkan supaya ditinggikan dan nama-Nya diingat di dalamnya, dan  bertasbih kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang, رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ  --  Orang-orang lelaki, tidak me-lalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ  --  dan mendirikan shalat dan membayar zakat, یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ  --    mereka takut akan hari ketika   di dalamnya hati dan mata ber-ubah-ubah, لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ  اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ   --  supaya  Allah memberi mereka ganjaran yang sebaik-baiknya atas apa yang telah mereka kerjakan,  وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ   -- dan Allah akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.  وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ  بِغَیۡرِ  حِسَابٍ    -- Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehen-daki tanpa perhitungan. (An-Nūr [24]:37-39).
         Ayat ini berisikan suatu bukti dan juga suatu nubuatan. Ayat ini menubu-atkan bahwa rumah-rumah yang disinari oleh cahaya yang terdapat dalam Al-Quran akan dimuliakan dan para penghuninya senantiasa akan mengirim persembahan sanjung-puji kepada Allah Swt.. Ini akan merupakan bukti bahwa rumah-rumah itu disinari oleh nur Ilahi.nItulah makna ayat: فِیۡ  بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ  اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ یُسَبِّحُ لَہٗ  فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ  -- “Di dalam rumah yang Allah telah mengizinkan supaya ditinggikan dan nama-Nya diingat di dalamnya, dan  bertasbih kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang.”
         Ayat: رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ  --  orang-orang lelaki, tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ  --  dan mendirikan shalat dan membayar zakat,  ini merupakan pengakuan agung terhadap ketakwaan dan kebaikan sahabat-sahabat Nabi Besar Muhammad saw.   dan terhadap kecintaan mereka kepada Allah Swt..
       Mereka itu orang-orang — demikian kata ayat itu — yang berdaging dan bertulang. Mereka pun mempunyai kemauan-kemauan dan keinginan-keinginan duniawi, pekerjaan-pekerjaan, dan kesibukan-kesibukan. Mereka bukan rahib-rahib atau pertapa-pertapa yang telah memutuskan hubungan dengan dunia. Namun di tengah-tengah segala kesibukan dan perjuangan dalam urusan dunianya, mereka tidak lalai menjalankan kewajiban-kewajiban mereka kepada Allah Swt. dan manusia: یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ  --    mereka takut akan hari ketika   di dalamnya hati dan mata ber-ubah-ubah, لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ  اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ   -- supaya  Allah memberi mereka ganjaran yang sebaik-baiknya atas apa yang telah mereka kerjakan,  وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ   -- dan Allah akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.  وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ  بِغَیۡرِ  حِسَابٍ    -- Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.”

Kegelapan di Atas Kegelapan

      Bertolak-belakang dengan gambaran orang-orang bertakwa yang dikemukakan dalam ayat-ayat sebelumnya, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai orang-orang yang mendustakan Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran – yakni  “Nur di atas nur”, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اَعۡمَالُہُمۡ کَسَرَابٍۭ بِقِیۡعَۃٍ یَّحۡسَبُہُ الظَّمۡاٰنُ مَآءً ؕ حَتّٰۤی اِذَا جَآءَہٗ  لَمۡ  یَجِدۡہُ شَیۡئًا وَّ وَجَدَ  اللّٰہَ عِنۡدَہٗ  فَوَفّٰىہُ حِسَابَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ سَرِیۡعُ الۡحِسَابِ ﴿ۙ﴾  اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ ؕ ظُلُمٰتٌۢ  بَعۡضُہَا فَوۡقَ بَعۡضٍ ؕ اِذَاۤ اَخۡرَجَ یَدَہٗ  لَمۡ  یَکَدۡ یَرٰىہَا ؕ وَ مَنۡ  لَّمۡ یَجۡعَلِ اللّٰہُ   لَہٗ   نُوۡرًا  فَمَا  لَہٗ  مِنۡ  نُّوۡرٍ ﴿٪﴾
Dan orang-orang kafir  amal-amal mereka bagaikan fatamorgana di padang pasir, orang-orang  yang haus menyangkanya air,  hingga apabila ia mendatanginya  ia tidak mendapati sesuatu pun, dan ia mendapati Allah di sisinya lalu Dia membayar penuh perhitungannya, dan Allah sangat cepat dalam perhitungan. اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ  --  Atau seperti kegelapan di lautan yang dalam, di atasnya gelombang demi gelombang meliputinya, di atasnya lagi ada awan hitam.  ظُلُمٰتٌۢ  بَعۡضُہَا فَوۡقَ بَعۡضٍ -- Kegelapan sebagiannya di atas sebagian lain. اِذَاۤ اَخۡرَجَ یَدَہٗ  لَمۡ  یَکَدۡ یَرٰىہَا  -- Apabila ia mengulurkan tangannya ia hampir-hampir tidak dapat melihatnya, وَ مَنۡ  لَّمۡ یَجۡعَلِ اللّٰہُ   لَہٗ   نُوۡرًا  فَمَا  لَہٗ  مِنۡ  نُّوۡرٍ -- dan barangsiapa baginya  Allah tidak menjadikan nur maka baginya tidak ada nur. (An-Nūr [24]:40-41). 
    Dalam ayat-ayat 37-39 di atas telah dikemukakan kata-kata penghargaan Allah Swt. yang ditujukan kepada suatu golongan manusia  yaitu para pencinta nur Ilahi dan hamba-hamba Allah yang bertakwa. Ayat-ayat  membicarakan sesuatu golongan manusia lainnya  yaitu anak-anak kegelapan.
 Golongan pertama menerima nur serta berjalan di dalamnya. Keadaan mereka yang sungguh membangkitkan rasa iri itu telah digambarkan dalam tamsil dengan kata-kata “nur di atas nur”. Sedangkan golongan kedua menolak nur Ilahi dan memilih jalan kegelapan dalam rimba keragu-raguan.
   Segala usaha mereka terbukti sia-sia serta menyesatkan, laksana suatu fatamorgana. Mereka suka kepada kegelapan, mengikuti langkah kegelapan dan tinggal dalam kegelapan,  maka keadaan mereka yang tidak menarik itu telah dilukiskan dengan tepat dan jelas lagi terperinci dengan kata-kata  اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ  --  “ atau seperti kegelapan di lautan yang dalam, di atasnya gelombang demi gelombang meliputinya, di atasnya lagi ada awan hitam. Kegelapan sebagiannya di atas sebagian lain.

Orang-orang yang Di Akhirat Dibangkitkan Dalam Keadaan Buta

       Sehubungan dengan kedua golongan yang keadaannya bertolak-belakang tersebut,  dalam Surah berikut ini Allah Swt. berfirman:
اَوَ مَنۡ کَانَ مَیۡتًا فَاَحۡیَیۡنٰہُ وَ جَعَلۡنَا لَہٗ نُوۡرًا یَّمۡشِیۡ بِہٖ فِی النَّاسِ کَمَنۡ مَّثَلُہٗ فِی الظُّلُمٰتِ لَیۡسَ بِخَارِجٍ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ زُیِّنَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا فِیۡ کُلِّ قَرۡیَۃٍ اَکٰبِرَ مُجۡرِمِیۡہَا لِیَمۡکُرُوۡا فِیۡہَا ؕ وَ مَا یَمۡکُرُوۡنَ  اِلَّا بِاَنۡفُسِہِمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾
Dan apakah  orang yang telah mati lalu Kami menghidupkannya dan Kami menjadikan baginya cahaya dan ia berjalan dengan cahaya itu  di tengah-tengah manusia, sama  seperti keadaan  orang yang berada di dalam berbagai macam kegelapan  dan ia  sekali-kali tidak  dapat keluar darinya?  Demikianlah telah ditampakkan indah bagi orang-orang kafir apa yang senantiasa mereka kerjakan. Dan demikianlah Kami menjadikan di dalam tiap negeri pendosa-pendosa besarnya, supaya mereka melakukan makar di dalam negeri itu, tetapi sekali-kali tidak ada yang terkena makar mereka kecuali dirinya sendiri tetapi mereka tidak menyadarinya  (Al-An’ām [6]:123-124).
       Kegagalan manusia  di dunia ini memperoleh “cahaya Ilahi” – yakni makrifat Ilahi yang    hakiki – sebagaimana diajarkan para Rasul Allah, terutama Nabi Besar Muhammad saw.,  maka di akhirat pun ia akan berada dalam  kegelapan  atau  mereka akan dibangkitkan dalam keadaan buta  (QS.17:73; QS.20:125-129).
    
(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 12  Juni        
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar