بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 76
Nabi Besar Muhammad Saw. Adalah “Nur (Cahaya) di atas Nur (Cahaya)” & Orang-orang yang Berada
Dalam “Lapisan-lapisan Kegelapan”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai kedatangan “Nabi itu” yakni
Nabi Besar Muhammad saw., dalam
ayat lainnya Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَہۡلَ
الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلُنَا
یُبَیِّنُ لَکُمۡ کَثِیۡرًا مِّمَّا کُنۡتُمۡ تُخۡفُوۡنَ مِنَ الۡکِتٰبِ وَ یَعۡفُوۡا
عَنۡ کَثِیۡرٍ ۬ؕ قَدۡ جَآءَکُمۡ مِّنَ
اللّٰہِ نُوۡرٌ وَّ کِتٰبٌ مُّبِیۡنٌ ﴿ۙ﴾ یَّہۡدِیۡ بِہِ اللّٰہُ مَنِ اتَّبَعَ رِضۡوَانَہٗ
سُبُلَ السَّلٰمِ وَ یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ
الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ بِاِذۡنِہٖ وَ یَہۡدِیۡہِمۡ اِلٰی
صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang
kepada kamu Rasul Kami yang menjelaskan kepada
kamu banyak dari apa yang senantiasa kamu sembunyikan dari Kitab itu, dan ia memaafkan banyak dari kesalahan
kamu. قَدۡ جَآءَکُمۡ
مِّنَ اللّٰہِ نُوۡرٌ وَّ کِتٰبٌ
مُّبِیۡنٌ -- Sungguh telah datang kepada kamu Nur dari Allah dan Kitab yang menerangi. یَّہۡدِیۡ
بِہِ اللّٰہُ مَنِ اتَّبَعَ رِضۡوَانَہٗ سُبُلَ السَّلٰمِ -- Dengan itu Allah memberi petunjuk orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya
pada jalan-jalan keselamatan, وَ
یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ بِاِذۡنِہٖ -- dan mengeluarkan
mereka dari berbagai kegelapan
kepada cahaya dengan izin-Nya, وَ یَہۡدِیۡہِمۡ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ -- dan memberi mereka petunjuk kepada jalan lurus
(Al-Māidah [5]:16-17).
Makna “Nur”
dalam ayat: قَدۡ
جَآءَکُمۡ مِّنَ اللّٰہِ نُوۡرٌ وَّ کِتٰبٌ مُّبِیۡنٌ -- Sungguh
telah datang kepada kamu Nur dari Allah dan Kitab yang menerangi,” adalah Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:46-47) atau kedua-duanya karena dalam Surah lain Allah
Swt. menyebut Al-Quran dengan kata nur
(cahaya), firman-Nya:
فَاٰمِنُوۡا
بِاللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ النُّوۡرِ الَّذِیۡۤ اَنۡزَلۡنَا ؕ وَ اللّٰہُ بِمَا
تَعۡمَلُوۡنَ خَبِیۡرٌ ﴿﴾
Maka berimanlah kepada Allah dan Rasul-Nya,
dan kepada Cahaya yang telah Kami turunkan, dan Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (At-Taghābūn [64]:9).
“Nur (Cahaya) di Atas Nur (Cahaya) ”
Kata an-nūr
dalam ayat tersebut maknanya: cahaya atau nur wahyu, kebijaksanaan; penerangan ruhani dan kesadaran; ilmu; daya memperbedakan (furqān) yang dianugerahkan Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. secara khusus, sehingga Allah Swt. telah
menyebut “perpaduan” Nabi Besar Muhammad
saw. dengan wahyu Al-Quran sebagai “Nur
di atas nur” (Cahaya di atas cahaya – QS.24:36), firman-Nya:
اَللّٰہُ نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ مَثَلُ
نُوۡرِہٖ کَمِشۡکٰوۃٍ فِیۡہَا مِصۡبَاحٌ ؕ
اَلۡمِصۡبَاحُ فِیۡ زُجَاجَۃٍ ؕ اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ
یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ
زَیۡتُوۡنَۃٍ لَّا
شَرۡقِیَّۃٍ وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ ۙ
یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ ؕ نُوۡرٌ عَلٰی
نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی اللّٰہُ لِنُوۡرِہٖ مَنۡ
یَّشَآءُ ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Allāh adalah
Nur (Cahaya) seluruh langit dan bumi. Perumpamaan nur-Nya seperti sebuah
relung yang di dalamnya
ada pelita. Pelita itu ada dalam kaca. Kaca itu seperti bintang yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu pohon
zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya. نُوۡرٌ عَلٰی
نُوۡرٍ -- Nur (Cahaya) di atas nur (Icahaya). یَہۡدِی اللّٰہُ لِنُوۡرِہٖ مَنۡ
یَّشَآءُ -- Allah memberi bimbingan menuju Nur-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, وَ یَضۡرِبُ
اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ -- dan
Allah mengemukakan tamsil-tamsil
untuk manusia, وَ
اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ -- dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu. (An-Nūr [24]:36).
Nur berarti cahaya sebagai lawan dari kegelapan. Kata nur mempunyai
pengertian lebih luas dan lebih menembus dan juga lebih bertahan (lama)
daripada dhiya (Lexicon Lane).
Misykat berarti: relung dalam sebuah tembok yakni lobang atau lekuk dalam tembok yang
tidak menembus dinding itu; lampu yang ditempatkan di sana memberi cahaya lebih
banyak daripada di tempat lain; tiang yang dipuncaknya diletakkan lampu (Lexicon Lane). Zujajah
berarti: kaca; bola dari kaca (Lexicon Lane).
Berbagai Makna Perumpamaan “Nur
di atas Nur”
Ayat
ini merupakan tamsil (perumpamaan)
yang indah. Ayat ini membicarakan tiga buah benda — pelita, kaca, dan relung. Menurut
ayat tersebut Nur (Cahaya) Ilahi
disebutkan terkurung di dalam tiga benda tersebut, yang bila digabung bersama membuat binar dan kilau cahayanya menjadi lengkap dan sempurna. Memang “pelita”
itulah yang menjadi sumber cahaya; “kaca” yang melindungi lampu itu menjaga
supaya cahayanya jangan padam oleh tiupan angin serta menambah terangnya; dan “relung”
menjaga cahaya itu.
Tamsil ini dengan tepat dapat
dikenakan kepada lampu senter yang
bagian-bagiannya adalah (1) kawat-kawat listrik yang memberikan cahaya, (2) bola-lampu yang melindungi
cahaya itu dan (3) reflektor yang
memancarkan dan menyebarkan cahaya serta memberi arah kepadanya.
Dalam istilah ruhani tiga buah benda itu —
“lampu”, “kaca” dan “relung” — masing-masing dapat melukiskan cahaya Ilahi,
para nabi Allah yang melindungi cahaya
itu dari menjadi padam serta menambah
kilau dan terangnya, dan para khalifah nabi yang menyebarkan dan memancarkan
cahaya Ilahi dan memberikan arah
dan tujuan untuk menjadi petunjuk dan sinar penerang dunia.
Ayat ini selanjutnya menyatakan
bahwa minyak yang dipakai menyalakan
lampu itu mempunyai kemurnian
yang semurni-murninya dan dapat menyala sampai batas hingga membuat minyak itu berkobar menyala-nyala
sekalipun tidak dinyalakan api.
Minyak itu diambil dari pohon yang diberkati, bukan dari timur
dan bukan juga dari barat, yaitu yang
tidak bersifat pilih kasih terhadap
sesuatu kaum tertentu: اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ
مُّبٰرَکَۃٍ زَیۡتُوۡنَۃٍ لَّا شَرۡقِیَّۃٍ وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ -- Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu pohon
zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat.”
Ayat ini dapat pula mempunyai tafsiran lain lagi. Nur (cahaya)
yang tersebut dalam ayat ini dapat dianggap menunjuk kepada Nabi Besar Muhammad
saw., sebab beliau saw. dalam Al-Quran disebut nur (QS.5:16), dalam
keadaan demikian “relung” berarti “hati”
beliau saw. dan “lampu” berarti fitrat
beliau saw. yang amat bersih, khalis (murni)
dan dikaruniai sifat-sifat serta
mengandung arti, bahwa nur Ilahi yang
telah ditanamkan dalam fitrat beliau saw. adalah sebersih dan secemerlang
hablur (kristal). Bila nur wahyu Ilahi (Al-Quran) turun kepada nur fitrat Nabi Besar Muhammad saw. maka nur (cahaya)
itu bersinar dengan kilauan berlipat ganda, yang oleh
Al-Quran dilukiskan dengan kata-kata نُوۡرٌ عَلٰی
نُوۡرٍ -- “Nur
(cahaya) di atas nur (cahaya)”.
Nur (cahaya)
Nabi Besar Muhammad saw. ini
telah dibantu oleh minyak yang keluar
dari pohon yang bukan hanya terang dan cemerlang tetapi juga berlimpah-limpah,
mantap, dan kekal -- seperti arti dan maksud kata mubarakah
itu -- dan dimaksudkan menyinari timur dan barat
kedua-duanya: اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ
مُّبٰرَکَۃٍ زَیۡتُوۡنَۃٍ لَّا شَرۡقِیَّۃٍ وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ -- Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu pohon
zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat.”
Lagi pula hati Nabi Besar Muhammad
saw. begitu suci bersih, dan fitrat beliau saw. dianugerahi kemampuan yang begitu mulia, sehingga
beliau layak melaksanakan tugas-tugas misi agung beliau saw., bahkan sebelum wahyu Ilahi turun kepada beliau. Inilah
maksud kata-kata یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ -- “yang minyaknya
hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya.”
Kesempurnaan Komponen Tubuh
Manusia
Tamsil ini dapat pula diberi
tafsiran lain lagi. Relung dalam ayat ini berarti jasad manusia. Jasad manusia berisi pelita ruh serta mengantarkan cahaya, yang berarti badan
manusia itu berisikan misbah atau pelita ruh yang menyinari akal manusia dan menghubungkannya dengan Tuhan.
Pelita itu terletak dalam zujajah
(kaca) yang menjaganya terhadap kemudaratan dan cacat serta menambah dan
memantulkan cahaya-nya, zujājah yang melambangkan otak manusia susunannya begitu sempurna, sehingga telah menjuruskan
beberapa ahli filsafat untuk mengira
bahwa akal manusia adalah sumber asli cahaya Ilahi.
Cahaya itu dibantu oleh minyak yang berasal dari suatu pohon yang diberkati, yaitu dari kebenaran-kebenaran yang pokok lagi abadi, yang tidak merupakan milik khusus orang-orang timur ataupun barat.
Kebenaran-kebenaran kekal-abadi itu telah tertanam dalam fitrat manusia
dan hampir-hampir akan menampakkan dirinya meskipun tanpa
bantuan wahyu Ilahi.
Pentingnya Para Penghuni Rumah Menjadi Pelita Penerang Rumah Mereka
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
rumah-rumah yang dimuliakan karena dihuni oleh orang-orang yang mendapat cahaya
makrifat Ilahi dari Al-Quran:
فِیۡ بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ
یُسَبِّحُ لَہٗ فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ
الۡاٰصَالِ ﴿ۙ﴾ رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ
وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ
اِقَامِ الصَّلٰوۃِ وَ اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ ۪ۙ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا
تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ ﴿٭ۙ﴾ لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ
فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ
بِغَیۡرِ حِسَابٍ ﴿﴾
Di dalam rumah yang Allah telah mengizinkan supaya ditinggikan
dan nama-Nya diingat di dalamnya, dan
bertasbih
kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang, رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ
وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ -- Orang-orang lelaki, tidak me-lalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula
jual-beli, وَ اِقَامِ الصَّلٰوۃِ وَ
اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ -- dan
mendirikan shalat dan membayar zakat, یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ -- mereka
takut akan hari ketika di dalamnya hati dan mata ber-ubah-ubah,
لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ
فَضۡلِہٖ -- supaya Allah
memberi mereka ganjaran yang sebaik-baiknya
atas apa yang telah mereka kerjakan,
وَ
یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ -- dan Allah
akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
وَ اللّٰہُ
یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ -- Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehen-daki tanpa
perhitungan. (An-Nūr [24]:37-39).
Ayat ini berisikan suatu bukti dan juga suatu nubuatan. Ayat ini menubu-atkan bahwa rumah-rumah
yang disinari oleh cahaya yang terdapat dalam Al-Quran akan dimuliakan
dan para penghuninya senantiasa akan mengirim persembahan sanjung-puji kepada
Allah Swt.. Ini akan merupakan bukti bahwa rumah-rumah itu disinari oleh nur Ilahi.nItulah makna ayat: فِیۡ بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ
یُسَبِّحُ لَہٗ فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ
الۡاٰصَالِ -- “Di
dalam rumah yang Allah telah mengizinkan supaya ditinggikan dan nama-Nya diingat di dalamnya, dan bertasbih
kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petang.”
Ayat: رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ
وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ -- orang-orang lelaki, tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah perniagaan dan tidak pula
jual-beli, وَ اِقَامِ الصَّلٰوۃِ وَ
اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ -- dan
mendirikan shalat dan membayar zakat, ini merupakan pengakuan agung terhadap ketakwaan
dan kebaikan sahabat-sahabat Nabi
Besar Muhammad saw. dan
terhadap kecintaan mereka kepada Allah
Swt..
Mereka itu orang-orang — demikian kata ayat
itu — yang berdaging dan bertulang. Mereka pun mempunyai kemauan-kemauan dan keinginan-keinginan
duniawi, pekerjaan-pekerjaan, dan
kesibukan-kesibukan. Mereka bukan rahib-rahib atau pertapa-pertapa yang telah memutuskan hubungan dengan dunia. Namun di tengah-tengah segala kesibukan dan perjuangan dalam urusan
dunianya, mereka tidak lalai menjalankan kewajiban-kewajiban mereka kepada Allah Swt. dan manusia: یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ -- mereka
takut akan hari ketika di dalamnya hati dan mata ber-ubah-ubah,
لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ
فَضۡلِہٖ -- supaya Allah
memberi mereka ganjaran yang sebaik-baiknya
atas apa yang telah mereka kerjakan,
وَ
یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ -- dan Allah
akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
وَ اللّٰہُ
یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ -- Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.”
Kegelapan di Atas Kegelapan
Bertolak-belakang dengan gambaran
orang-orang bertakwa yang dikemukakan
dalam ayat-ayat sebelumnya, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
orang-orang yang mendustakan Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran – yakni “Nur di
atas nur”, firman-Nya:
وَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اَعۡمَالُہُمۡ
کَسَرَابٍۭ بِقِیۡعَۃٍ یَّحۡسَبُہُ الظَّمۡاٰنُ مَآءً ؕ حَتّٰۤی اِذَا
جَآءَہٗ لَمۡ یَجِدۡہُ شَیۡئًا وَّ وَجَدَ اللّٰہَ عِنۡدَہٗ فَوَفّٰىہُ حِسَابَہٗ ؕ وَ اللّٰہُ سَرِیۡعُ
الۡحِسَابِ ﴿ۙ﴾ اَوۡ کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ
مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ سَحَابٌ ؕ ظُلُمٰتٌۢ بَعۡضُہَا فَوۡقَ بَعۡضٍ ؕ اِذَاۤ اَخۡرَجَ
یَدَہٗ لَمۡ یَکَدۡ یَرٰىہَا ؕ وَ مَنۡ لَّمۡ یَجۡعَلِ اللّٰہُ لَہٗ
نُوۡرًا فَمَا لَہٗ
مِنۡ نُّوۡرٍ ﴿٪﴾
Dan orang-orang kafir amal-amal mereka bagaikan
fatamorgana di padang pasir,
orang-orang yang haus menyangkanya air,
hingga apabila ia
mendatanginya ia tidak mendapati sesuatu
pun, dan ia mendapati Allah di
sisinya lalu Dia membayar penuh
perhitungannya, dan Allah sangat
cepat dalam perhitungan. اَوۡ
کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ
فَوۡقِہٖ سَحَابٌ -- Atau
seperti kegelapan di lautan yang dalam,
di atasnya gelombang demi gelombang meliputinya,
di atasnya lagi ada awan hitam. ظُلُمٰتٌۢ بَعۡضُہَا فَوۡقَ بَعۡضٍ -- Kegelapan sebagiannya di atas sebagian lain.
اِذَاۤ اَخۡرَجَ یَدَہٗ لَمۡ
یَکَدۡ یَرٰىہَا -- Apabila
ia mengulurkan tangannya ia hampir-hampir
tidak dapat melihatnya, وَ مَنۡ لَّمۡ یَجۡعَلِ اللّٰہُ لَہٗ
نُوۡرًا فَمَا لَہٗ
مِنۡ نُّوۡرٍ -- dan barangsiapa baginya Allah tidak menjadikan nur maka baginya tidak ada nur. (An-Nūr
[24]:40-41).
Dalam ayat-ayat 37-39 di atas telah
dikemukakan kata-kata penghargaan Allah
Swt. yang ditujukan kepada suatu golongan manusia yaitu para pencinta nur Ilahi dan hamba-hamba Allah yang bertakwa. Ayat-ayat membicarakan sesuatu golongan manusia
lainnya yaitu anak-anak kegelapan.
Golongan pertama menerima nur serta
berjalan di dalamnya. Keadaan mereka yang sungguh membangkitkan rasa iri itu telah digambarkan dalam tamsil dengan kata-kata “nur di atas
nur”. Sedangkan golongan kedua menolak
nur Ilahi dan memilih jalan kegelapan
dalam rimba keragu-raguan.
Segala usaha mereka terbukti sia-sia serta menyesatkan, laksana suatu fatamorgana.
Mereka suka kepada kegelapan,
mengikuti langkah kegelapan dan
tinggal dalam kegelapan, maka keadaan mereka yang tidak menarik itu
telah dilukiskan dengan tepat dan jelas lagi terperinci dengan kata-kata اَوۡ
کَظُلُمٰتٍ فِیۡ بَحۡرٍ لُّجِّیٍّ یَّغۡشٰہُ مَوۡجٌ مِّنۡ فَوۡقِہٖ مَوۡجٌ مِّنۡ
فَوۡقِہٖ سَحَابٌ -- “ atau seperti kegelapan di lautan yang
dalam, di atasnya gelombang demi gelombang meliputinya, di atasnya lagi ada
awan hitam. Kegelapan sebagiannya di atas sebagian lain.
Orang-orang yang Di Akhirat
Dibangkitkan Dalam Keadaan Buta
Sehubungan dengan kedua golongan yang
keadaannya bertolak-belakang
tersebut, dalam Surah berikut ini Allah
Swt. berfirman:
اَوَ مَنۡ کَانَ مَیۡتًا فَاَحۡیَیۡنٰہُ وَ جَعَلۡنَا
لَہٗ نُوۡرًا یَّمۡشِیۡ بِہٖ فِی
النَّاسِ کَمَنۡ مَّثَلُہٗ فِی
الظُّلُمٰتِ لَیۡسَ
بِخَارِجٍ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ زُیِّنَ لِلۡکٰفِرِیۡنَ مَا
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ جَعَلۡنَا فِیۡ کُلِّ قَرۡیَۃٍ اَکٰبِرَ
مُجۡرِمِیۡہَا لِیَمۡکُرُوۡا فِیۡہَا ؕ وَ مَا یَمۡکُرُوۡنَ اِلَّا بِاَنۡفُسِہِمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾
Dan
apakah orang yang telah mati lalu Kami menghidupkannya dan Kami menjadikan baginya cahaya dan
ia berjalan dengan cahaya itu di tengah-tengah manusia, sama seperti keadaan orang yang berada di dalam berbagai macam
kegelapan dan ia sekali-kali
tidak dapat keluar darinya?
Demikianlah telah ditampakkan indah bagi orang-orang
kafir apa yang senantiasa mereka kerjakan. Dan demikianlah Kami menjadikan di dalam tiap negeri
pendosa-pendosa besarnya, supaya mereka
melakukan makar di dalam negeri itu, tetapi sekali-kali tidak ada yang terkena makar mereka
kecuali dirinya sendiri tetapi mereka tidak menyadarinya (Al-An’ām [6]:123-124).
Kegagalan manusia di dunia ini memperoleh “cahaya Ilahi” – yakni makrifat
Ilahi yang hakiki – sebagaimana
diajarkan para Rasul Allah, terutama Nabi Besar Muhammad saw., maka di akhirat
pun ia akan berada dalam kegelapan atau mereka
akan dibangkitkan dalam keadaan buta (QS.17:73; QS.20:125-129).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 12 Juni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar