Jumat, 26 Juni 2015

Membantah Fitnah Terhadap Nabi Harun a.s. Sehubungan dengan Penyembahan Patung Anak Sapi Buatan Samiri oleh Bani Israil & Peringatan Allah Swt. Bagi Para Penyembah Patung Berhala


بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 85

  Membantah Fitnah Terhadap Nabi Harun a.s. Sehubungan Penyembahan Patung Anak Sapi Buatan Samiri   oleh Bani Israil & Peringatan Allah Swt. Bagi Para Penyembah Patung Berhala
 
 Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai  pentingnya kesinambungan turunnya wahyu Ilahi dalam Surah Asy-Syura ayat 53,  Al-Quran disebut dalam ayat tersebut  ruh (nafas hidup — Lexicon Lane), sebab dengan perantaraannya  bangsa yang telah mati keadaan akhlak dan keruhaniannya mendapat kehidupan baru.
      Agama  Islam (Al-Quran) adalah kehidupan, nur, dan jalan yang membawa manusia kepada Allah Swt. dan menyadarkan manusia akan tujuan agung dan luhur kejadiannya (QS.51:57), firman-Nya:
وَ مَا کَانَ  لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ اللّٰہُ  اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ اِنَّہٗ عَلِیٌّ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ  اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡکَ رُوۡحًا مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا  الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ  نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ  بِہٖ مَنۡ نَّشَآءُ  مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ لَتَہۡدِیۡۤ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  صِرَاطِ اللّٰہِ  الَّذِیۡ  لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪﴾
Dan sekali-kali tidak mungkin bagi manusia bahwa Allah berbicara kepadanya, kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya  apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana.   Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau rūh (firman) ini  dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu,  tetapi Kami telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk ke jalan lurus,   Jalan   Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi. Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali. (Asy-Syurā [42]:52-54).
  Permulaan dan akhir segala sesuatu terletak di Tangan Allah Swt., itulah makna ayat: صِرَاطِ اللّٰہِ  الَّذِیۡ  لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ  --  “Jalan   Allah Yang milik-Nya apa yang ada di seluruh langit dan apa yang ada di bumi.  ؕ اَلَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ -- Ketahuilah, kepada Allah segala perkara kembali. “

Membantah Fitnah Terhadap Nabi Harun a.s.
    
      Kembali kepada firman Allah Swt. sebelumnya dalam  Surah Thā Hā [20]:90-92),  dalam ayat tersebut  Al-Quran menyangkal keterangan Bible dan membersihkan Nabi Harun a.s.  dari tuduhan bahwa beliau telah membuat berhala  patung   anak sapi dari logam coran untuk disembah orang-orang Bani Israil (Keluaran 32:4).
       Al-Quran mengatakan bahwa Nabi Harun a.s.  bukan saja sama sekali  tidak terlibat dalam pembuatan patung anak sapi bagi mereka,  bahkan sebaliknya, beliau telah berusaha melarang mereka menyembah berhala yang dibuat orang Samiri  bagi mereka. Namun segala upaya Nabi Harun a.s. tidak didengar oleh mereka, bahkan mereka berusaha untuk membunuh beliau (QS.7:149-152).
       Tuduhan  dalam Bible tersebut telah ditolak oleh para penulis Kristen sendiri sebagai suatu hal yang sama sekali tidak mempunyai dasar (Encyclopaedia Britannica  pada kata "The Golden Calf'). Sehubungan dengan hal tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:
قَالَ یٰہٰرُوۡنُ مَا مَنَعَکَ اِذۡ  رَاَیۡتَہُمۡ ضَلُّوۡۤا ﴿ۙ﴾ اَلَّا  تَتَّبِعَنِ ؕ اَفَعَصَیۡتَ   اَمۡرِیۡ ﴿﴾ قَالَ یَبۡنَؤُمَّ  لَا تَاۡخُذۡ بِلِحۡیَتِیۡ  وَ لَا بِرَاۡسِیۡ ۚ اِنِّیۡ خَشِیۡتُ اَنۡ تَقُوۡلَ فَرَّقۡتَ بَیۡنَ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ وَ لَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِیۡ ﴿﴾
Ia, Musa, berkata: "Hai Harun, apakah yang telah meng­halangi engkau, ketika engkau melihat mereka telah sesat, apakah engkau tidak mengikuti aku? Apakah engkau mendurhakai perintahku?"    la, Harun, berkata:  “Hai anak  ibuku, janganlah me­megang janggutku dan jangan pula rambut kepalaku, sesungguhnya aku takut bahwa engkau berkata:  اِنِّیۡ خَشِیۡتُ اَنۡ تَقُوۡلَ فَرَّقۡتَ بَیۡنَ بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ وَ لَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِیۡ  -- Engkau telah berbuat perpecahan di antara Bani Israil, dan tidak menjaga perkataanku." (Thā Hā [20]:93-95).
     Sehubungan  dengan hal tersebut dalam Surah lain Allah Swt.  menjelaskan kekerangan Nabi Harun a.s. lainnya, sehingga masalahnya lebih jelas lagi. Firman-Nya:  
وَ اتَّخَذَ قَوۡمُ  مُوۡسٰی مِنۡۢ بَعۡدِہٖ مِنۡ حُلِیِّہِمۡ عِجۡلًا جَسَدًا لَّہٗ خُوَارٌ ؕ اَلَمۡ یَرَوۡا اَنَّہٗ  لَا یُکَلِّمُہُمۡ وَ لَا یَہۡدِیۡہِمۡ سَبِیۡلًا ۘ اِتَّخَذُوۡہُ   وَ کَانُوۡا ظٰلِمِیۡنَ ﴿﴾   وَ لَمَّا سُقِطَ فِیۡۤ  اَیۡدِیۡہِمۡ وَ رَاَوۡا اَنَّہُمۡ قَدۡ ضَلُّوۡا ۙ قَالُوۡا لَئِنۡ لَّمۡ  یَرۡحَمۡنَا رَبُّنَا وَ یَغۡفِرۡ لَنَا لَنَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡخٰسِرِیۡنَ ﴿﴾  وَ لَمَّا رَجَعَ مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ اَسِفًا ۙ قَالَ بِئۡسَمَا خَلَفۡتُمُوۡنِیۡ  مِنۡۢ بَعۡدِیۡ ۚ اَعَجِلۡتُمۡ اَمۡرَ رَبِّکُمۡ ۚ وَ اَلۡقَی الۡاَلۡوَاحَ وَ اَخَذَ بِرَاۡسِ اَخِیۡہِ یَجُرُّہٗۤ اِلَیۡہِ ؕ قَالَ ابۡنَ اُمَّ  اِنَّ  الۡقَوۡمَ اسۡتَضۡعَفُوۡنِیۡ  وَ کَادُوۡا یَقۡتُلُوۡنَنِیۡ ۫ۖ فَلَا تُشۡمِتۡ بِیَ الۡاَعۡدَآءَ وَ لَا تَجۡعَلۡنِیۡ مَعَ  الۡقَوۡمِ  الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ رَبِّ اغۡفِرۡ لِیۡ وَ لِاَخِیۡ وَ اَدۡخِلۡنَا فِیۡ رَحۡمَتِکَ ۫ۖ وَ اَنۡتَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِیۡنَ ﴿﴾٪ اِنَّ الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوا الۡعِجۡلَ سَیَنَالُہُمۡ غَضَبٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ ذِلَّۃٌ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ؕ وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُفۡتَرِیۡنَ ﴿﴾
Dan sepeninggalnya    kaum Musa telah membuat patung anak sapi dari barang-barang perhiasan mereka, jasad  yang hanya  bersuara.  Apakah mereka tidak pernah   memperhatikan bahwa patung itu tidak dapat berkata-kata  dengan mereka dan tidak pula memberi mereka petunjuk kepada suatu jalan? Mereka menjadikannya sebagai sembahan dan mereka adalah orang-orang zalim.   Dan  tatkala mereka menyesal  serta melihat bahwa mereka sungguh telah sesat, mereka berkata: “Seandainya  Rabb (Tuhan) kami tidak benar-benar mengasihani kami dan tidak mengampuni kami, niscaya  kami  termasuk orang-orang yang  rugi.” Dan tatkala Musa  kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih, ia berkata:  “Sangat  buruk  apa yang kamu kerjakan sebagai wakilku sepeninggalku. Apakah kamu hendak mendahului perintah Rabb (Tuhan) kamu?” Lalu ia meletakkan lempeng-lempeng batu tulis itu dan merenggut kepala saudaranya seraya menariknya kepadanya.  Harun berkata:  “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini memandang aku lemah dan mereka hampir  membunuhku, maka  janganlah engkau membiarkan musuh-musuhku mengejekku dan janganlah engkau menganggapku termasuk kaum yang zalim.” قَالَ رَبِّ اغۡفِرۡ لِیۡ وَ لِاَخِیۡ وَ اَدۡخِلۡنَا فِیۡ رَحۡمَتِکَ --  Musa berkata:  “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), ampunilah aku dan juga untuk saudaraku, dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, وَ اَنۡتَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِیۡنَ  -- karena Engkau Maha Penyayang di antara semua penyayang.”     Sesungguhnya  orang-orang yang  menjadikan patung anak sapi sebagai sembahan, segera akan menimpa mereka kemurkaan dari Rabb-nya (Tuhan-nya) dan kehinaan di dalam kehidupan dunia, dan  demikianlah Kami mengganjar orang-orang yang mengada-adakankan  kedustaan.  (Al-A’rāf [7]:149-153).
        Makna ayat   اَلَمۡ یَرَوۡا اَنَّہٗ  لَا یُکَلِّمُہُمۡ وَ لَا یَہۡدِیۡہِمۡ سَبِیۡلًا -- “Apakah mereka tidak pernah   memperhatikan bahwa patung itu tidak dapat berkata-kata  dengan mereka dan tidak pula memberi mereka petunjuk kepada suatu jalan?” Allah Swt.   dapat dibuktikan sebagai Tuhan Yang Maha Hidup hanya jika Dia bercakap-cakap dengan hamba-hamba-Nya.
        Jadi, tidak masuk akal bahwa Allah Swt. tidak lagi berbicara di waktu sekarang, padahal Dia selalu berbicara kepada hamba-hamba pilihan-Nya di masa yang lalu. Tidak ada Sifat Allah Swt. yang dapat dianggap tidak lagi bekerja. Anugerah wahyu Ilahi dapat diterima bahkan sekarang ini juga, seperti halnya telah diraih oleh umat manusia di masa yang lalu.
        Wahyu Ilahi tidak selamanya harus mengandung syariat baru, karena wahyu Ilahi dimaksudkan pula untuk memberikan kesegaran dalam kehidupan ruhani manusia dan untuk memungkinkan manusia bertaqarrub atau mendekatkan diri kepada Khāliq-nya dan Rabb-nya (QS.42:52-54).
         Kalimat Arab dalam teks  وَ لَمَّا سُقِطَ فِیۡۤ  اَیۡدِیۡہِمۡ وَ رَاَوۡا اَنَّہُمۡ قَدۡ ضَلُّوۡا  -- “Dan  tatkala mereka menyesal  serta melihat bahwa mereka sungguh telah sesat”   berarti: mereka bertaubat; mereka meremas-remas  tangan karena rasa menyesal. Orang-orang Arab mengatakan tentang seseorang yang bertaubat, “Suqitha fīyadihi” (Lexicon Lane).
       Nabi Musa a.s.  merenggut kepala Nabi Harun a.s.  bukan karena Nabi Harun a.s. telah membiarkan atau menyokong perbuatan pemujaan patung anak sapi sebagaimana digambarkan dalam Bible (Keluaran 32:2-4), melainkan karena Nabi Harun a.s.    tidak berhasil mencegah kaumnya menyembah  patung anak sapi.
       Jadi, Nabi Musa a.s.  menunjukkan kegusaran bukan disebabkan   karena Nabi Harun a.s.   telah melanggar peraturan agama atau syariat, akan tetapi karena Nabi Harun a.s.   – sebagai khalifah (wakil) beliau   --    tidak berhasil mengelola urusan-urusan agama dengan sebaik-baiknya selagi Nabi Musa a.s.  tidak ada di tempat. Kemarahan Nabi Musa tersebut  beralasan, sebab suatu penodaan besar telah dilakukan dan seluruh pekerjaan Nabi Musa a.s.   selama hidupnya telah terancam bahaya.
          Makna ayat:   قَالَ ابۡنَ اُمَّ  اِنَّ  الۡقَوۡمَ اسۡتَضۡعَفُوۡنِیۡ  وَ کَادُوۡا یَقۡتُلُوۡنَنِیۡ --  “Harun berkata:  “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini memandang aku lemah dan mereka hampir  membunuhku, فَلَا تُشۡمِتۡ بِیَ الۡاَعۡدَآءَ وَ لَا تَجۡعَلۡنِیۡ مَعَ  الۡقَوۡمِ  الظّٰلِمِیۡنَ -- maka  janganlah engkau membiarkan musuh-musuhku mengejekku dan janganlah engkau menganggapku termasuk kaum yang zalim,“ yakni Nabi Harun a.s. mengimbau perasaan halus Nabi Musa a.s.agar berlaku lunak dan kasih mesra selayak bersaudara.
          Bertentangan dengan  doa Nabi Musa a.s. dalam ayat: ۡ رَحۡمَتِکَ --  Musa berkata:  “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), ampunilah aku dan juga untuk saudaraku, dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, وَ اَنۡتَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِیۡنَ  -- karena Engkau Maha Penyayang di antara semua penyayang,”  keterangan Bible yang menuduh Nabi Harun a.s.   Ikut melibatkan diri dalam pemujaan patung anak  sapi sungguh menyesatkan (Encyclopaedia Biblica,  Vol. I col.2).

Alasan Samiri Membuat Patung Anak Sapi

   Setelah mendengar penjelasan Nabi Harun a.s. – yang sebelumnya telah diperintahkan oleh Nabi Musa a.s. untuk menjaga Bani Israil sepeninggal beliau  selama 40 hari (QS.7:143-152)  -- selanjutnya Nabi Musa a.s. meminta dalih Samiri yang telah membuat patung anak sapi  dari perhiasan yang dicampakkan Bani Israil  yang diikemukakan  dalam  QS.20:88-89, firman-Nya:
قَالَ فَمَا خَطۡبُکَ  یٰسَامِرِیُّ ﴿﴾قَالَ بَصُرۡتُ بِمَا لَمۡ یَبۡصُرُوۡا بِہٖ فَقَبَضۡتُ قَبۡضَۃً  مِّنۡ  اَثَرِ الرَّسُوۡلِ فَنَبَذۡتُہَا وَ کَذٰلِکَ سَوَّلَتۡ لِیۡ نَفۡسِیۡ ﴿﴾ قَالَ فَاذۡہَبۡ فَاِنَّ لَکَ فِی الۡحَیٰوۃِ  اَنۡ تَقُوۡلَ لَا مِسَاسَ ۪ وَ اِنَّ لَکَ مَوۡعِدًا لَّنۡ تُخۡلَفَہٗ ۚ وَ انۡظُرۡ  اِلٰۤی  اِلٰـہِکَ الَّذِیۡ ظَلۡتَ عَلَیۡہِ عَاکِفًا ؕ لَنُحَرِّقَنَّہٗ  ثُمَّ لَنَنۡسِفَنَّہٗ  فِی الۡیَمِّ  نَسۡفًا ﴿﴾ اِنَّمَاۤ  اِلٰـہُکُمُ  اللّٰہُ  الَّذِیۡ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ وَسِعَ  کُلَّ  شَیۡءٍ  عِلۡمًا ﴿﴾
Ia, Musa, berkata: "Apakah alasan engkau,  hai Samiri?"  Ia, Samiri, berkata: "Aku mengetahui apa yang mereka tidak mengetahui mengenai itu,  maka aku  menggenggam segenggam ajaran rasul, tetapi aku telah membuangnya  dan demikianlah  jiwaku menampakkan indah kepadaku."   Ia, Musa, berkata: "Maka pergilah engkau, maka sesungguhnya bagi engkau dalam kehidupan ini akan selalu berkata: “Jangan menyentuhku.”  Dan sesungguhnya bagi engkau ada suatu janji hukuman yang  engkau tidak akan pernah dapat mengelakkannya. Dan lihatlah kepada tuhan engkau yang terhadapnya engkau telah menjadi penyembahnya, niscaya kami akan membakarnya kemudian nicsaya akan menghamburkan debunya ke  laut. اِنَّمَاۤ  اِلٰـہُکُمُ  اللّٰہُ  الَّذِیۡ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ   --  Sesungguhnya  Tuhan kamu adalah Allah,  Yang tidak ada Tuhan kecuali Dia, وَسِعَ  کُلَّ  شَیۡءٍ  عِلۡمًا  --  ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. (Thā Hā [20]:96-99).
  Khuthb dalam ayat  قَالَ فَمَا خَطۡبُکَ  یٰسَامِرِیُّ  -- “Ia, Musa, berkata: "Apakah alasan engkau,  hai Samiri?"     berarti: tujuan; rencana; perkara atau alasan. urusan dan  seterusnya (Lexicon Lane). Seluruh kalimat berarti pula “apa yang mau engkau katakan”  (Lexicon Lane).
  Kata-kata Samiri: قَالَ بَصُرۡتُ بِمَا لَمۡ یَبۡصُرُوۡا بِہٖ   -- “Ia, Samiri, berkata: "Aku mengetahui apa yang mereka tidak mengetahui mengenai itu”    dapat berarti, “Daya tangkap saya lebih tajam daripada daya tangkap Bani Israil”. Orang Samiri itu bermaksud  mengatakan bahwa ia telah mengikuti Musa a.s. dan menerima ajaran beliau  dengan mempergunakan akal dan bukan   membabi-buta seperti halnya mereka.
   Ada pun makna ucapan Samiri selanjutnya فَقَبَضۡتُ قَبۡضَۃً  مِّنۡ  اَثَرِ الرَّسُوۡلِ فَنَبَذۡتُہَا وَ کَذٰلِکَ سَوَّلَتۡ لِیۡ نَفۡسِیۡ  -- “maka aku  menggenggam segenggam ajaran rasul, tetapi aku telah membuangnya  dan demikianlah  jiwaku menampakkan indah kepadaku."  Yakni tetapi ketika Nabi Musa a.s. pergi ke gunung ia mencampakkan jubah muslihat dan menanggalkan ajaran yang telah diterimanya sedikit itu    -- atsar berarti sisa atau peninggalan ilmu yang telah dipindahkan atau diturunkan angkatan-angkatan terdahulu, yaitu ajaran-ajaran  --  dan itulah apa yang telah dibisikkan pikirannya kepadanya.

Mendapat Boikot Sosial yang Ketat &  Peringatan Bagi Para Penyembah Patung Berhala

  Kata-kata “jangan sentuh aku” dalam ayat selanjutnya:  قَالَ فَاذۡہَبۡ فَاِنَّ لَکَ فِی الۡحَیٰوۃِ  اَنۡ تَقُوۡلَ لَا مِسَاسَ -- “Ia, Musa, berkata: "Maka pergilah engkau, maka sesungguhnya bagi engkau dalam kehidupan ini akan selalu berkata: “Jangan menyentuhku.”  dapat berarti:
   (a) bahwa orang Samiri itu dihukum dengan boikot sosial yang ketat,  karena   ia telah menyesatkan Bani Israil, sehingga mereka menjadi penyembah sapi;
   (b) bahwa ia telah dijangkiti suatu penyakit kulit menular, sehingga orang-orang menghindari hubungan dengan dia;
    (c)  ia mengidap penyakit kemurungan (hypochondriasis) dan sebagai akibatnya ia menjauhi pergaulan.
  Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai salah satu peristiwa yang pernah terjadi di masa Nabi Musa a.s. setelah meninggalkan Mesir menuju ke Kanaan -- negeri yang dijanjikan – bagi Bani Israil, sebagai peringatan, bukan saja bagi umat Islam tetapi juga bagi para  pengikut agama lainnya yang menyembah patung-patung berhala, firman-Nya:
کَذٰلِکَ نَقُصُّ عَلَیۡکَ مِنۡ اَنۡۢبَآءِ مَا قَدۡ سَبَقَ ۚ وَ قَدۡ اٰتَیۡنٰکَ مِنۡ لَّدُنَّا ذِکۡرًا ﴿ۖۚ﴾ مَنۡ اَعۡرَضَ عَنۡہُ فَاِنَّہٗ یَحۡمِلُ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ  وِزۡرًا ﴿﴾ۙ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہِ ؕ وَ سَآءَ لَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ  حِمۡلًا ﴿﴾ۙ
Demikianlah Kami menceriterakan kepada engkau kabar-kabar mengenai apa yang telah  berlalu, dan sungguh Kami telah memberikan kepada engkau dari sisi Kami suatu per-ingatan yakni Al-Quran. Barangsiapa  berpaling darinya  maka sesungguhnya ia  akan memikul beban  pada Hari Kiamat.   Mereka akan kekal di dalamnya, dan sangat buruklah beban yang mereka pikul pada Hari Kiamat. (Thā Hā [20]:100-102).
        Pendek kata, semua rasul Allah – termamsuk Nabi Besar Muhammad saw. – tidak mengetahui yang gaib,  kecuali jika diberitahu Allah Swt. melalui wahyu-Nya, firman-Nya:
 یَوۡمَ یَجۡمَعُ اللّٰہُ الرُّسُلَ فَیَقُوۡلُ مَا ذَاۤ اُجِبۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا لَا عِلۡمَ  لَنَا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾
Ingatlah hari ketika Allah  mengumpulkan para rasul lalu Dia berfirman: ”Apakah  jawaban    yang  diberikan kaummu kepada kamu?” Mereka akan berkata: “Tidak  ada pengetahuan pada kami, sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib.” (Al-Māidah [5]:110) lihat pula QS.7:7; QS.28:66.
Firman-Nya lagi:
وَ کَمۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ اَہۡلَکۡنٰہَا فَجَآءَہَا بَاۡسُنَا  بَیَاتًا  اَوۡ  ہُمۡ  قَآئِلُوۡنَ ﴿﴾  فَمَا کَانَ دَعۡوٰىہُمۡ اِذۡ  جَآءَہُمۡ  بَاۡسُنَاۤ  اِلَّاۤ  اَنۡ  قَالُوۡۤا  اِنَّا کُنَّا ظٰلِمِیۡنَ ﴿﴾  فَلَنَسۡـَٔلَنَّ الَّذِیۡنَ اُرۡسِلَ اِلَیۡہِمۡ وَ لَنَسۡـَٔلَنَّ  الۡمُرۡسَلِیۡنَ ۙ ﴿﴾  فَلَنَقُصَّنَّ عَلَیۡہِمۡ بِعِلۡمٍ  وَّ مَا کُنَّا غَآئِبِیۡنَ ﴿﴾  وَ الۡوَزۡنُ یَوۡمَئِذِ ۣالۡحَقُّ ۚ فَمَنۡ ثَقُلَتۡ مَوَازِیۡنُہٗ  فَاُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Dan   berapa banyak negeri yang   Kami telah membinasakannya, maka   siksaan Kami mendatanginya  ketika mereka sedang tidur di waktu malam atau ketika mereka sedang istirahat di tengah hari.  Maka  ketika siksaan Kami mendatanginya tidak lain seruannya melainkan mereka berkata:  اِنَّا کُنَّا ظٰلِمِیۡنَ  -- “Sesungguhnya  kami adalah orang-orang yang zalim.”  فَلَنَسۡـَٔلَنَّ الَّذِیۡنَ اُرۡسِلَ اِلَیۡہِمۡ   -- Maka pasti akan  Kami tanyai orang-orang yang kepada mereka rasul-rasul telah diutus   وَ لَنَسۡـَٔلَنَّ  الۡمُرۡسَلِیۡنَ -- dan pasti  akan  Kami tanyai pula rasul-rasul itu.   فَلَنَقُصَّنَّ عَلَیۡہِمۡ بِعِلۡمٍ  وَّ مَا کُنَّا غَآئِبِیۡنَ    --  Lalu Kami pasti akan   menceriterakan kepada mereka keadaan mereka dengan sepengetahuan Kami dan Kami sekali-kali  tidak pernah  tidak hadir.    وَ الۡوَزۡنُ یَوۡمَئِذِ ۣالۡحَقّ  --  Dan  timbangan  pada Hari itu adalah benar, فَمَنۡ ثَقُلَتۡ مَوَازِیۡنُہٗ  فَاُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- lalu barangsiapa berat timbangannya  maka mereka itulah orang-orang yang berhasil. (Al-A’rāf [7]:6-9).

Membantah Tuduhan-tuduhan Dusta Orang-orang Kafir

          Jadi, betapa dalam kisah para Rasul Allah   dan kisah  kaum-kaum purbakala  --  selain merupakan  bukti kebenaran keberadaan Kitab catatan amal manusia --  juga penuh dengan petunjuk serta hikmah-hikmah yang sangat dalam, dan  yang merupakan bagian dari kesempurnaan Kitab suci Al-Quran, tidak seperti anggapan keliru  orang-orang kafir dalam firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ  اِلَّاۤ  اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ  عَلَیۡہِ  قَوۡمٌ   اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ  جَآءُوۡ  ظُلۡمًا  وَّ  زُوۡرًا ۚ﴿ۛ﴾  وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ  بُکۡرَۃً   وَّ اَصِیۡلًا﴿﴾  قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ  کَانَ غَفُوۡرًا  رَّحِیۡمًا ﴿﴾  وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ  فِی الۡاَسۡوَاقِ ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا ۙ﴿﴾  اَوۡ یُلۡقٰۤی اِلَیۡہِ کَنۡزٌ اَوۡ تَکُوۡنُ لَہٗ جَنَّۃٌ یَّاۡکُلُ مِنۡہَا ؕ وَ قَالَ الظّٰلِمُوۡنَ  اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ   اِلَّا  رَجُلًا  مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾  اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا  فَلَا  یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan  orang-orang kafir berkata: “Al-Quran ini tidak  lain melainkan kedustaan yang ia telah  mengada-adakannya,  dan  kepadanya kaum lain telah membantunya.” Maka sungguh   mereka telah berbuat zalim dan dusta.   Dan mereka berkata:  ”Al-Quran  adalah dongengan-dongengan  orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan lalu itu dibacakan kepadanya pagi dan petang.”   Katakanlah: ”Diturunkannya  Al-Quran oleh Dzat Yang mengetahui rahasia seluruh langit dan bumi, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”   Dan mereka berkata: “Rasul macam apakah ini,  ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?  Mengapa  tidak diturunkan   malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya?   “Atau hendaknya diturunkan kepadanya  khazanah  atau ada baginya kebun untuk makan darinya.” Dan  orang-orang yang zalim itu berkata:  Kamu tidak mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir.” Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan bagi engkau, maka mereka telah sesat dan mereka tidak dapat menemukan jalan. (Al-Furqān [25]:5-10).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 22 Juni 2015ۡ

Tidak ada komentar:

Posting Komentar