بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 85
Membantah
Fitnah Terhadap Nabi Harun a.s.
Sehubungan Penyembahan Patung Anak Sapi Buatan Samiri
oleh Bani Israil & Peringatan
Allah Swt. Bagi Para Penyembah Patung
Berhala
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir
Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai pentingnya kesinambungan
turunnya wahyu Ilahi dalam Surah Asy-Syura ayat 53, Al-Quran
disebut dalam ayat tersebut ruh
(nafas hidup — Lexicon Lane),
sebab dengan perantaraannya bangsa yang telah mati keadaan akhlak dan keruhaniannya mendapat kehidupan baru.
Agama Islam
(Al-Quran) adalah kehidupan, nur, dan jalan yang membawa manusia
kepada Allah Swt. dan menyadarkan
manusia akan tujuan agung dan luhur kejadiannya (QS.51:57),
firman-Nya:
وَ مَا
کَانَ لِبَشَرٍ اَنۡ یُّکَلِّمَہُ
اللّٰہُ اِلَّا وَحۡیًا اَوۡ مِنۡ
وَّرَآیِٔ حِجَابٍ اَوۡ یُرۡسِلَ رَسُوۡلًا فَیُوۡحِیَ بِاِذۡنِہٖ مَا یَشَآءُ ؕ
اِنَّہٗ عَلِیٌّ حَکِیۡمٌ ﴿﴾ وَ کَذٰلِکَ
اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡکَ رُوۡحًا
مِّنۡ اَمۡرِنَا ؕ
مَا کُنۡتَ تَدۡرِیۡ مَا الۡکِتٰبُ وَ لَا
الۡاِیۡمَانُ وَ لٰکِنۡ جَعَلۡنٰہُ
نُوۡرًا نَّہۡدِیۡ بِہٖ مَنۡ
نَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِنَا ؕ وَ اِنَّکَ
لَتَہۡدِیۡۤ اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ
﴿ۙ﴾ صِرَاطِ اللّٰہِ
الَّذِیۡ لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ
وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ ؕ اَلَاۤ اِلَی
اللّٰہِ تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ ﴿٪﴾
Dan
sekali-kali tidak mungkin bagi manusia
bahwa Allah berbicara kepadanya,
kecuali dengan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengirimkan seorang utusan guna mewahyukan dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki, sesungguhnya, Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana. Dan demikianlah Kami telah mewahyukan kepada engkau rūh (firman) ini dengan perintah Kami. Engkau sekali-kali tidak mengetahui apa Kitab itu, dan tidak pula apa iman itu, tetapi Kami
telah menjadikan wahyu itu nur, yang dengan itu Kami memberi petunjuk kepada siapa yang Kami kehendaki dari antara hamba-hamba Kami. Dan
sesungguhnya engkau benar-benar memberi
petunjuk ke jalan lurus, Jalan Allah Yang
milik-Nya apa yang ada di seluruh
langit dan apa yang ada di bumi.
Ketahuilah, kepada Allah segala perkara
kembali. (Asy-Syurā [42]:52-54).
Permulaan dan akhir segala sesuatu terletak di Tangan Allah Swt., itulah makna ayat: صِرَاطِ
اللّٰہِ الَّذِیۡ لَہٗ مَا فِی السَّمٰوٰتِ وَ مَا فِی الۡاَرۡضِ -- “Jalan Allah Yang
milik-Nya apa yang ada di seluruh
langit dan apa yang ada di bumi.
ؕ
اَلَاۤ اِلَی اللّٰہِ تَصِیۡرُ الۡاُمُوۡرُ -- Ketahuilah,
kepada Allah segala perkara kembali.
“
Membantah Fitnah
Terhadap Nabi Harun a.s.
Kembali kepada firman Allah Swt.
sebelumnya dalam Surah Thā Hā
[20]:90-92), dalam ayat tersebut Al-Quran menyangkal
keterangan Bible dan membersihkan Nabi Harun a.s. dari tuduhan
bahwa beliau telah membuat berhala patung
anak sapi dari logam coran
untuk disembah orang-orang Bani
Israil (Keluaran 32:4).
Al-Quran mengatakan bahwa Nabi Harun
a.s. bukan saja sama sekali tidak
terlibat dalam pembuatan patung anak
sapi bagi mereka, bahkan sebaliknya,
beliau telah berusaha melarang mereka
menyembah berhala yang dibuat orang Samiri bagi mereka. Namun segala upaya Nabi Harun
a.s. tidak didengar oleh mereka, bahkan mereka berusaha untuk membunuh beliau (QS.7:149-152).
Tuduhan
dalam Bible tersebut telah ditolak
oleh para penulis Kristen sendiri
sebagai suatu hal yang sama sekali tidak mempunyai dasar (Encyclopaedia Britannica pada kata "The Golden Calf'). Sehubungan dengan hal tersebut selanjutnya Allah
Swt. berfirman:
قَالَ
یٰہٰرُوۡنُ مَا مَنَعَکَ اِذۡ
رَاَیۡتَہُمۡ ضَلُّوۡۤا ﴿ۙ﴾ اَلَّا تَتَّبِعَنِ ؕ اَفَعَصَیۡتَ اَمۡرِیۡ ﴿﴾ قَالَ
یَبۡنَؤُمَّ لَا تَاۡخُذۡ
بِلِحۡیَتِیۡ وَ لَا بِرَاۡسِیۡ ۚ اِنِّیۡ
خَشِیۡتُ اَنۡ تَقُوۡلَ فَرَّقۡتَ بَیۡنَ بَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ وَ لَمۡ تَرۡقُبۡ قَوۡلِیۡ ﴿﴾
Ia,
Musa, berkata: "Hai Harun,
apakah yang telah menghalangi engkau,
ketika engkau melihat mereka telah sesat,
apakah engkau tidak mengikuti aku?
Apakah engkau mendurhakai perintahku?" la, Harun, berkata: “Hai anak ibuku, janganlah memegang janggutku dan jangan pula rambut kepalaku, sesungguhnya aku takut bahwa engkau berkata: اِنِّیۡ خَشِیۡتُ اَنۡ تَقُوۡلَ فَرَّقۡتَ
بَیۡنَ بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ وَ لَمۡ
تَرۡقُبۡ قَوۡلِیۡ -- Engkau telah berbuat perpecahan di
antara Bani Israil, dan tidak menjaga perkataanku." (Thā Hā
[20]:93-95).
Sehubungan
dengan hal tersebut dalam Surah lain Allah Swt. menjelaskan kekerangan Nabi Harun a.s.
lainnya, sehingga masalahnya lebih jelas lagi. Firman-Nya:
وَ اتَّخَذَ
قَوۡمُ مُوۡسٰی مِنۡۢ بَعۡدِہٖ مِنۡ
حُلِیِّہِمۡ عِجۡلًا جَسَدًا لَّہٗ خُوَارٌ ؕ اَلَمۡ یَرَوۡا اَنَّہٗ لَا یُکَلِّمُہُمۡ وَ لَا یَہۡدِیۡہِمۡ سَبِیۡلًا
ۘ اِتَّخَذُوۡہُ وَ کَانُوۡا ظٰلِمِیۡنَ
﴿﴾ وَ لَمَّا سُقِطَ فِیۡۤ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ رَاَوۡا اَنَّہُمۡ قَدۡ
ضَلُّوۡا ۙ قَالُوۡا لَئِنۡ لَّمۡ
یَرۡحَمۡنَا رَبُّنَا وَ یَغۡفِرۡ لَنَا لَنَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡخٰسِرِیۡنَ
﴿﴾ وَ لَمَّا رَجَعَ
مُوۡسٰۤی اِلٰی قَوۡمِہٖ غَضۡبَانَ اَسِفًا ۙ قَالَ بِئۡسَمَا
خَلَفۡتُمُوۡنِیۡ مِنۡۢ بَعۡدِیۡ ۚ
اَعَجِلۡتُمۡ اَمۡرَ رَبِّکُمۡ ۚ وَ اَلۡقَی الۡاَلۡوَاحَ وَ اَخَذَ بِرَاۡسِ
اَخِیۡہِ یَجُرُّہٗۤ اِلَیۡہِ ؕ قَالَ ابۡنَ اُمَّ اِنَّ
الۡقَوۡمَ اسۡتَضۡعَفُوۡنِیۡ وَ
کَادُوۡا یَقۡتُلُوۡنَنِیۡ ۫ۖ فَلَا تُشۡمِتۡ بِیَ الۡاَعۡدَآءَ وَ لَا
تَجۡعَلۡنِیۡ مَعَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ رَبِّ اغۡفِرۡ لِیۡ وَ لِاَخِیۡ وَ اَدۡخِلۡنَا
فِیۡ رَحۡمَتِکَ ۫ۖ وَ اَنۡتَ اَرۡحَمُ الرّٰحِمِیۡنَ ﴿﴾٪ اِنَّ الَّذِیۡنَ
اتَّخَذُوا الۡعِجۡلَ سَیَنَالُہُمۡ غَضَبٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ ذِلَّۃٌ فِی
الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ؕ وَ کَذٰلِکَ نَجۡزِی الۡمُفۡتَرِیۡنَ ﴿﴾
Dan
sepeninggalnya kaum Musa telah membuat patung anak
sapi dari barang-barang perhiasan mereka, jasad yang hanya bersuara.
Apakah mereka tidak pernah memperhatikan bahwa patung itu tidak dapat berkata-kata dengan mereka dan tidak pula memberi mereka petunjuk kepada
suatu jalan? Mereka menjadikannya sebagai sembahan dan mereka adalah orang-orang zalim. Dan
tatkala mereka menyesal serta melihat
bahwa mereka sungguh telah sesat, mereka berkata: “Seandainya Rabb
(Tuhan) kami tidak benar-benar
mengasihani kami dan tidak
mengampuni kami, niscaya kami
termasuk orang-orang yang rugi.” Dan tatkala Musa kembali
kepada kaumnya dengan marah dan sedih, ia berkata: “Sangat buruk
apa yang kamu kerjakan sebagai wakilku
sepeninggalku. Apakah kamu hendak
mendahului perintah Rabb (Tuhan)
kamu?” Lalu ia meletakkan
lempeng-lempeng batu tulis itu dan merenggut
kepala saudaranya seraya menariknya
kepadanya. Harun
berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini memandang aku lemah dan mereka hampir membunuhku, maka janganlah
engkau membiarkan musuh-musuhku mengejekku dan janganlah engkau menganggapku termasuk kaum yang zalim.” قَالَ رَبِّ اغۡفِرۡ لِیۡ وَ لِاَخِیۡ وَ اَدۡخِلۡنَا
فِیۡ رَحۡمَتِکَ -- Musa
berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), ampunilah aku dan juga untuk saudaraku, dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, وَ اَنۡتَ اَرۡحَمُ
الرّٰحِمِیۡنَ -- karena
Engkau Maha Penyayang di antara semua penyayang.” Sesungguhnya orang-orang
yang menjadikan patung anak sapi sebagai
sembahan, segera akan menimpa mereka
kemurkaan dari Rabb-nya (Tuhan-nya) dan kehinaan di dalam kehidupan dunia, dan demikianlah Kami mengganjar orang-orang yang mengada-adakankan kedustaan. (Al-A’rāf [7]:149-153).
Makna ayat
اَلَمۡ یَرَوۡا اَنَّہٗ لَا یُکَلِّمُہُمۡ وَ لَا یَہۡدِیۡہِمۡ
سَبِیۡلًا -- “Apakah mereka tidak pernah
memperhatikan bahwa patung itu tidak dapat berkata-kata dengan mereka dan tidak pula memberi mereka petunjuk kepada
suatu jalan?” Allah Swt. dapat dibuktikan sebagai Tuhan Yang Maha Hidup hanya jika Dia bercakap-cakap dengan hamba-hamba-Nya.
Jadi, tidak
masuk akal bahwa Allah Swt. tidak
lagi berbicara di waktu sekarang, padahal Dia selalu berbicara kepada hamba-hamba
pilihan-Nya di masa yang lalu. Tidak ada Sifat Allah Swt. yang dapat dianggap tidak lagi bekerja. Anugerah wahyu Ilahi dapat diterima bahkan sekarang ini juga, seperti halnya telah
diraih oleh umat manusia di masa yang lalu.
Wahyu Ilahi tidak selamanya
harus mengandung syariat baru, karena
wahyu Ilahi dimaksudkan pula untuk
memberikan kesegaran dalam kehidupan ruhani manusia dan untuk
memungkinkan manusia bertaqarrub atau mendekatkan diri kepada Khāliq-nya
dan Rabb-nya (QS.42:52-54).
Kalimat
Arab dalam teks وَ لَمَّا سُقِطَ فِیۡۤ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ رَاَوۡا اَنَّہُمۡ قَدۡ ضَلُّوۡا -- “Dan
tatkala mereka menyesal serta melihat
bahwa mereka sungguh telah sesat” berarti: mereka bertaubat; mereka meremas-remas
tangan karena rasa menyesal. Orang-orang Arab mengatakan tentang seseorang yang
bertaubat, “Suqitha fīyadihi” (Lexicon Lane).
Nabi
Musa a.s. merenggut kepala Nabi Harun a.s. bukan karena Nabi Harun a.s. telah
membiarkan atau menyokong perbuatan pemujaan patung
anak sapi sebagaimana digambarkan dalam Bible
(Keluaran 32:2-4), melainkan
karena Nabi Harun a.s. tidak
berhasil mencegah kaumnya menyembah
patung anak sapi.
Jadi, Nabi Musa a.s. menunjukkan
kegusaran bukan disebabkan karena
Nabi Harun a.s. telah melanggar peraturan agama atau syariat, akan tetapi karena Nabi Harun
a.s. – sebagai khalifah (wakil) beliau -- tidak berhasil mengelola urusan-urusan agama dengan
sebaik-baiknya selagi Nabi Musa a.s. tidak ada di tempat. Kemarahan Nabi Musa tersebut beralasan, sebab suatu penodaan besar telah dilakukan dan seluruh pekerjaan Nabi Musa a.s.
selama hidupnya telah terancam
bahaya.
Makna ayat:
قَالَ ابۡنَ اُمَّ
اِنَّ الۡقَوۡمَ
اسۡتَضۡعَفُوۡنِیۡ وَ کَادُوۡا
یَقۡتُلُوۡنَنِیۡ -- “Harun
berkata: “Hai anak ibuku, sesungguhnya kaum ini memandang aku lemah dan mereka hampir membunuhku, فَلَا تُشۡمِتۡ بِیَ الۡاَعۡدَآءَ وَ لَا تَجۡعَلۡنِیۡ مَعَ الۡقَوۡمِ
الظّٰلِمِیۡنَ -- maka
janganlah engkau membiarkan
musuh-musuhku mengejekku dan janganlah
engkau menganggapku termasuk kaum
yang zalim,“ yakni Nabi Harun a.s. mengimbau perasaan halus Nabi Musa a.s.. agar berlaku lunak dan kasih mesra
selayak bersaudara.
Bertentangan dengan doa Nabi Musa a.s. dalam ayat: ۡ رَحۡمَتِکَ -- Musa berkata: “Ya Rabb-ku
(Tuhan-ku), ampunilah aku dan juga
untuk saudaraku, dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau,
وَ اَنۡتَ
اَرۡحَمُ الرّٰحِمِیۡنَ -- karena
Engkau Maha Penyayang di antara semua penyayang,” keterangan Bible
yang menuduh Nabi Harun a.s. Ikut
melibatkan diri dalam pemujaan patung anak sapi sungguh menyesatkan (Encyclopaedia
Biblica, Vol. I col.2).
Alasan Samiri Membuat Patung Anak
Sapi
Setelah mendengar penjelasan Nabi Harun
a.s. – yang sebelumnya telah diperintahkan oleh Nabi Musa a.s. untuk
menjaga Bani Israil sepeninggal
beliau selama 40 hari
(QS.7:143-152) -- selanjutnya Nabi Musa
a.s. meminta dalih Samiri yang telah
membuat patung anak sapi dari perhiasan yang dicampakkan Bani Israil yang diikemukakan dalam
QS.20:88-89, firman-Nya:
قَالَ فَمَا
خَطۡبُکَ یٰسَامِرِیُّ ﴿﴾قَالَ بَصُرۡتُ
بِمَا لَمۡ یَبۡصُرُوۡا بِہٖ فَقَبَضۡتُ قَبۡضَۃً
مِّنۡ اَثَرِ الرَّسُوۡلِ
فَنَبَذۡتُہَا وَ کَذٰلِکَ سَوَّلَتۡ لِیۡ نَفۡسِیۡ ﴿﴾ قَالَ فَاذۡہَبۡ
فَاِنَّ لَکَ فِی الۡحَیٰوۃِ اَنۡ
تَقُوۡلَ لَا مِسَاسَ ۪ وَ اِنَّ لَکَ مَوۡعِدًا لَّنۡ تُخۡلَفَہٗ ۚ وَ
انۡظُرۡ اِلٰۤی اِلٰـہِکَ الَّذِیۡ ظَلۡتَ عَلَیۡہِ عَاکِفًا ؕ
لَنُحَرِّقَنَّہٗ ثُمَّ
لَنَنۡسِفَنَّہٗ فِی الۡیَمِّ نَسۡفًا ﴿﴾ اِنَّمَاۤ اِلٰـہُکُمُ
اللّٰہُ الَّذِیۡ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ وَسِعَ کُلَّ
شَیۡءٍ عِلۡمًا ﴿﴾
Ia,
Musa, berkata: "Apakah alasan
engkau, hai Samiri?" Ia, Samiri, berkata: "Aku mengetahui apa yang mereka tidak mengetahui mengenai itu, maka aku menggenggam segenggam ajaran
rasul, tetapi aku telah membuangnya dan demikianlah jiwaku
menampakkan indah kepadaku." Ia, Musa, berkata: "Maka pergilah engkau, maka sesungguhnya bagi
engkau dalam kehidupan ini akan selalu berkata: “Jangan menyentuhku.” Dan sesungguhnya bagi engkau ada suatu janji hukuman yang engkau tidak
akan pernah dapat mengelakkannya. Dan lihatlah
kepada tuhan engkau yang terhadapnya engkau
telah menjadi penyembahnya, niscaya kami akan membakarnya kemudian nicsaya akan menghamburkan debunya ke laut. اِنَّمَاۤ اِلٰـہُکُمُ
اللّٰہُ الَّذِیۡ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ
-- Sesungguhnya Tuhan
kamu adalah Allah, Yang tidak
ada Tuhan kecuali Dia, وَسِعَ کُلَّ
شَیۡءٍ عِلۡمًا -- ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. (Thā Hā [20]:96-99).
Khuthb
dalam ayat قَالَ فَمَا
خَطۡبُکَ یٰسَامِرِیُّ -- “Ia, Musa, berkata: "Apakah alasan engkau, hai Samiri?" berarti:
tujuan; rencana; perkara atau alasan. urusan dan seterusnya (Lexicon Lane). Seluruh kalimat berarti pula “apa yang mau
engkau katakan” (Lexicon Lane).
Kata-kata Samiri: قَالَ بَصُرۡتُ
بِمَا لَمۡ یَبۡصُرُوۡا بِہٖ -- “Ia, Samiri,
berkata: "Aku mengetahui apa
yang mereka tidak mengetahui
mengenai itu” dapat
berarti, “Daya tangkap saya lebih tajam daripada daya tangkap Bani Israil”. Orang Samiri itu bermaksud mengatakan bahwa ia telah mengikuti Musa a.s.
dan menerima ajaran beliau dengan mempergunakan
akal dan bukan membabi-buta seperti halnya mereka.
Ada pun makna
ucapan Samiri selanjutnya فَقَبَضۡتُ
قَبۡضَۃً مِّنۡ اَثَرِ الرَّسُوۡلِ فَنَبَذۡتُہَا وَ کَذٰلِکَ
سَوَّلَتۡ لِیۡ نَفۡسِیۡ -- “maka aku menggenggam
segenggam ajaran rasul, tetapi aku
telah membuangnya dan
demikianlah jiwaku menampakkan indah kepadaku." Yakni tetapi ketika Nabi Musa a.s. pergi ke gunung ia mencampakkan jubah muslihat dan menanggalkan ajaran yang telah diterimanya sedikit itu --
atsar berarti sisa atau peninggalan ilmu
yang telah dipindahkan atau diturunkan angkatan-angkatan terdahulu, yaitu ajaran-ajaran -- dan
itulah apa yang telah dibisikkan
pikirannya kepadanya.
Mendapat Boikot Sosial yang Ketat &
Peringatan Bagi Para Penyembah Patung Berhala
Kata-kata “jangan
sentuh aku” dalam ayat selanjutnya: قَالَ فَاذۡہَبۡ
فَاِنَّ لَکَ فِی الۡحَیٰوۃِ اَنۡ
تَقُوۡلَ لَا مِسَاسَ -- “Ia, Musa, berkata: "Maka pergilah engkau, maka
sesungguhnya bagi engkau dalam kehidupan
ini akan selalu berkata: “Jangan
menyentuhku.” dapat
berarti:
(a) bahwa orang Samiri itu dihukum dengan boikot
sosial yang ketat, karena ia telah menyesatkan
Bani Israil, sehingga mereka menjadi penyembah
sapi;
(b) bahwa ia
telah dijangkiti suatu penyakit kulit
menular, sehingga orang-orang menghindari hubungan dengan dia;
(c) ia mengidap penyakit kemurungan (hypochondriasis) dan sebagai akibatnya ia
menjauhi pergaulan.
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai salah satu peristiwa yang pernah terjadi di masa
Nabi Musa a.s. setelah meninggalkan Mesir menuju ke Kanaan -- negeri yang dijanjikan
– bagi Bani Israil, sebagai peringatan, bukan saja bagi umat Islam tetapi juga bagi para pengikut
agama lainnya yang menyembah patung-patung
berhala, firman-Nya:
کَذٰلِکَ
نَقُصُّ عَلَیۡکَ مِنۡ اَنۡۢبَآءِ مَا قَدۡ سَبَقَ ۚ وَ قَدۡ اٰتَیۡنٰکَ مِنۡ
لَّدُنَّا ذِکۡرًا ﴿ۖۚ﴾ مَنۡ اَعۡرَضَ عَنۡہُ فَاِنَّہٗ یَحۡمِلُ یَوۡمَ
الۡقِیٰمَۃِ وِزۡرًا ﴿﴾ۙ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہِ ؕ
وَ سَآءَ لَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ
حِمۡلًا ﴿﴾ۙ
Demikianlah
Kami menceriterakan kepada engkau
kabar-kabar mengenai apa yang
telah berlalu, dan sungguh Kami telah memberikan kepada engkau dari
sisi Kami suatu per-ingatan yakni Al-Quran. Barangsiapa berpaling
darinya maka sesungguhnya ia
akan memikul beban pada Hari Kiamat. Mereka
akan kekal di dalamnya, dan sangat buruklah beban yang mereka pikul pada Hari Kiamat. (Thā Hā [20]:100-102).
Pendek kata, semua rasul Allah – termamsuk Nabi Besar Muhammad saw. – tidak mengetahui yang gaib,
kecuali jika diberitahu Allah
Swt. melalui wahyu-Nya, firman-Nya:
یَوۡمَ یَجۡمَعُ اللّٰہُ الرُّسُلَ فَیَقُوۡلُ مَا ذَاۤ اُجِبۡتُمۡ ؕ
قَالُوۡا لَا عِلۡمَ لَنَا ؕ اِنَّکَ
اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾
Ingatlah hari ketika Allah
mengumpulkan para rasul lalu Dia berfirman: ”Apakah jawaban
yang diberikan kaummu kepada kamu?” Mereka akan berkata: “Tidak ada pengetahuan pada kami,
sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha
Mengetahui yang gaib.” (Al-Māidah [5]:110) lihat pula
QS.7:7; QS.28:66.
Firman-Nya
lagi:
وَ کَمۡ
مِّنۡ قَرۡیَۃٍ اَہۡلَکۡنٰہَا فَجَآءَہَا بَاۡسُنَا بَیَاتًا
اَوۡ ہُمۡ قَآئِلُوۡنَ ﴿﴾ فَمَا کَانَ دَعۡوٰىہُمۡ اِذۡ جَآءَہُمۡ
بَاۡسُنَاۤ اِلَّاۤ اَنۡ
قَالُوۡۤا اِنَّا کُنَّا
ظٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ فَلَنَسۡـَٔلَنَّ الَّذِیۡنَ اُرۡسِلَ اِلَیۡہِمۡ وَ
لَنَسۡـَٔلَنَّ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ۙ ﴿﴾ فَلَنَقُصَّنَّ عَلَیۡہِمۡ بِعِلۡمٍ وَّ مَا کُنَّا غَآئِبِیۡنَ ﴿﴾ وَ الۡوَزۡنُ یَوۡمَئِذِ ۣالۡحَقُّ ۚ فَمَنۡ ثَقُلَتۡ
مَوَازِیۡنُہٗ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Dan berapa
banyak negeri yang Kami telah membinasakannya, maka siksaan
Kami mendatanginya ketika mereka
sedang tidur di waktu malam atau
ketika mereka sedang istirahat di tengah
hari. Maka ketika siksaan
Kami mendatanginya tidak lain seruannya
melainkan mereka berkata: اِنَّا کُنَّا
ظٰلِمِیۡنَ -- “Sesungguhnya kami
adalah orang-orang yang zalim.” فَلَنَسۡـَٔلَنَّ الَّذِیۡنَ اُرۡسِلَ
اِلَیۡہِمۡ -- Maka pasti
akan Kami tanyai
orang-orang yang kepada mereka rasul-rasul
telah diutus وَ
لَنَسۡـَٔلَنَّ الۡمُرۡسَلِیۡنَ -- dan pasti akan Kami tanyai pula rasul-rasul itu. فَلَنَقُصَّنَّ عَلَیۡہِمۡ بِعِلۡمٍ وَّ مَا کُنَّا غَآئِبِیۡنَ -- Lalu Kami pasti
akan menceriterakan kepada mereka keadaan
mereka dengan sepengetahuan Kami
dan Kami sekali-kali tidak pernah
tidak hadir. وَ الۡوَزۡنُ
یَوۡمَئِذِ ۣالۡحَقّ -- Dan
timbangan pada Hari
itu adalah benar, فَمَنۡ ثَقُلَتۡ
مَوَازِیۡنُہٗ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ
الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- lalu barangsiapa berat timbangannya maka mereka
itulah orang-orang yang berhasil. (Al-A’rāf [7]:6-9).
Membantah Tuduhan-tuduhan
Dusta Orang-orang Kafir
Jadi, betapa dalam kisah para Rasul Allah dan kisah
kaum-kaum purbakala --
selain merupakan bukti kebenaran keberadaan Kitab catatan amal manusia -- juga penuh dengan petunjuk serta hikmah-hikmah
yang sangat dalam, dan yang merupakan
bagian dari kesempurnaan Kitab suci
Al-Quran, tidak seperti anggapan keliru orang-orang kafir dalam firman-Nya:
وَ قَالَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّاۤ
اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ
عَلَیۡہِ قَوۡمٌ اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ جَآءُوۡ
ظُلۡمًا وَّ زُوۡرًا ۚ﴿ۛ﴾ وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا
فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ بُکۡرَۃً وَّ اَصِیۡلًا﴿﴾ قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ کَانَ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾ وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ
الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ فِی الۡاَسۡوَاقِ
ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا ۙ﴿﴾ اَوۡ یُلۡقٰۤی اِلَیۡہِ کَنۡزٌ اَوۡ تَکُوۡنُ لَہٗ
جَنَّۃٌ یَّاۡکُلُ مِنۡہَا ؕ وَ قَالَ الظّٰلِمُوۡنَ اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ اِلَّا
رَجُلًا مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ
فَضَلُّوۡا فَلَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan orang-orang
kafir berkata: “Al-Quran ini tidak lain melainkan kedustaan yang ia telah mengada-adakannya, dan
kepadanya kaum lain telah
membantunya.” Maka sungguh mereka
telah berbuat zalim dan dusta.
Dan mereka berkata: ”Al-Quran adalah dongengan-dongengan orang-orang
dahulu, dimintanya supaya dituliskan
lalu itu dibacakan kepadanya pagi
dan petang.” Katakanlah: ”Diturunkannya Al-Quran
oleh Dzat Yang mengetahui
rahasia seluruh langit dan bumi,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,
Maha Penyayang.” Dan
mereka berkata: “Rasul macam apakah ini,
ia makan makanan dan berjalan
di pasar-pasar? Mengapa tidak
diturunkan malaikat kepadanya
supaya ia menjadi seorang pemberi
peringatan bersama-sama dengannya? “Atau hendaknya
diturunkan kepadanya khazanah atau ada
baginya kebun untuk makan darinya.” Dan
orang-orang yang zalim itu
berkata: ”Kamu tidak mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir.” Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan bagi engkau,
maka mereka telah sesat dan mereka tidak dapat menemukan jalan. (Al-Furqān
[25]:5-10).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 22 Juni 2015ۡ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar