Rabu, 24 Juni 2015

Penolakan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Terhadap Doktrin "Trinitas" dan "Penebusan Dosa" Melalui "Kematian Terkutuk" Beliau di Tiang Salib




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 83

Penolakan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  Terhadap  Doktrin “Trinitas” dan “Penebusan Dosa” Melalui “Kematian Terkutuk” Beliau di Tiang Salib 
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai  alasan mengapa  para Rasul Allah tersebut  menjawab: لَا عِلۡمَ  لَنَا  -- “Tidak  ada pengetahuan pada kami,  الۡغُیُوۡبِ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  -- sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib”?  Firman-Nya:
یَوۡمَ یَجۡمَعُ اللّٰہُ الرُّسُلَ فَیَقُوۡلُ مَا ذَاۤ اُجِبۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا لَا عِلۡمَ  لَنَا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾
Ingatlah hari ketika Allah  mengumpulkan para rasul lalu Dia berfirman: ”Apakah  jawaban    yang  diberikan kaummu kepada kamu?” Mereka akan berkata:  لَا عِلۡمَ  لَنَا  -- “Tidak  ada pengetahuan pada kami,  الۡغُیُوۡبِ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  -- sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib.” (Al-Māidah [5]:110).  
         Ada pun sebabnya adalah  sejarah kenabian membuktikan, bahwa setiap kali Allah Swt.  mengutus para  rasul Allah kepada kepada kaum mereka masing-masing – termasuk Nabi besar Muhammad saw. yang diutus untuk seluruh  umat manusia  (QS.7:159; QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29) --  sikap yang diperlihatkan umat   manusia  terhadap dakwah mereka beraneka ragam, yakni  bukan hanya  menjadi 2 golongan saja –    yang beriman dan   yang ingkar -- saja  tetapi juga ada orang-orang yang bersikap munafik.

Berbagai Kemungkinan Terjadinya  Perubahan   Sikap

 Demikian pula di kalangan  ketiga golongan orang-orang  itu pun  keadaannya  tidak tetap, misalnya yang tadinya beriman kemudian menjadi murtad (QS.5:55), dan yang semula sebagai penentang keras para rasul Allah kemudian menjadi orang yang  benar-benar beriman.  Begitu pula juga orang-orang yang diawalnya merupakan   orang-orang munafik tetapi  dengan karunia Allah Swt.  mereka berubah menjadi orang-orang  yang bertakwa.
 Pendek kata, berbagai kemungkinan dapat terjadi di kalangan manusia ketika Allah Swt. mengutus para rasul Allah kepada mereka, itulah sebabnya Allah Swt. telah berfirman mengenai  hal tersebut:
یَوۡمَ یَجۡمَعُ اللّٰہُ الرُّسُلَ فَیَقُوۡلُ مَا ذَاۤ اُجِبۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا لَا عِلۡمَ  لَنَا ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾
Ingatlah hari ketika Allah  mengumpulkan para rasul lalu Dia berfirman: ”Apakah  jawaban    yang  diberikan kaummu kepada kamu?” Mereka akan berkata:  لَا عِلۡمَ  لَنَا  -- “Tidak  ada pengetahuan pada kami,  الۡغُیُوۡبِ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  -- sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib.” (Al-Māidah [5]:110).  
       Pendeki kata, dalam masa kenabian tersebut banyak perubahan yang  mungkin terjadi di kalangan kedua golongan tersebut, terlebih setelah  para rasul Allah wafat, bahkan ada yang kemudian bersikap berlebihan terhadap  para utusan Allah Swt., antara lain berupa terjadinya “penyembahan” terhadap mereka dan terhadap para pemuka agama mereka, seperti yang terjadi di kalangan golongan Ahli Kitab, firman-Nya:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ  ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ  ابۡنُ  اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ  قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی  یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾  اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا  لِیَعۡبُدُوۡۤا  اِلٰـہًا  وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾  یُرِیۡدُوۡنَ  اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ  اِلَّاۤ  اَنۡ  یُّتِمَّ  نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿۳﴾
Dan  orang-orang Yahudi berkata: “Uzaira adalah  anak Allah”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Al-Masih adalah  anak  Allah.” یُضَاہِـُٔوۡنَ  قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ اَنّٰی  یُؤۡفَکُوۡنَ  -- Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya, mereka  meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.     Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka sampai dipalingkan dari Tauhid?   Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka  sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam,  وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا  لِیَعۡبُدُوۡۤا  اِلٰـہًا  وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ -- padahal  mereka tidak diperintahkan melainkan supaya mereka menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka sekutukan.    Mereka berkehendak mema-damkan cahaya Allah  dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir tidak menyukai. (At-Taubah [9]:30-32).

Penolakan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Terhadap Paham  Trinitas“ dan “Penebusan Dosa

 Sesuai dengan firman Allah Swt. tersebut (QS.5:110),  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. pun telah mengatakan seperti itu, yakni beliau “berlepas diri” dari hal-hal yang berada di luar  kemampuan  dan pengetahuan  beliau, firman-Nya:
وَ  اِذۡ قَالَ اللّٰہُ یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ  ءَاَنۡتَ قُلۡتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ  اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ  اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ؃ اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ  مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ وَ لَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ  الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾  مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ  شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ  کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ  اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ  شَیۡءٍ  شَہِیۡدٌ ﴿﴾  اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu Maryam, apakah engkau telah berkata kepada manusia:   Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan  selain  Allah?" Ia berkata: “Maha Suci Engkau. Tidak layak  bagiku mengatakan  apa yang  sekali-kali  bukan hakku. Jika  aku telah mengatakannya maka sungguh  Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku, sedangkan aku tidak mengetahui apa yang ada dalam diri Engkau,  sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mengetahui segala yang gaib. Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu:  Beribadahlah kepada Allah, Rabb-ku (Tuhan-ku) dan Rabb (Tuhan) kamu.”  Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka,   tetapi tatkala  Engkau telah mewafatkanku maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka,  dan Engkau adalah Saksi atas segala sesuatu.   Kalau Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan kalau Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Māidah [5]:117-119).

Penyebahan Terhadap Maryam binti  ‘Imran yang Dicela  Golongan Protestan

       Ayat   “Dan ingatlah ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu Maryam, apakah engkau telah berkata kepada manusia:   Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan  selain  Allah?" Pertanyaan Allah Swt. kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut   menunjuk kepada kebiasaan Gereja Kristen yang menisbahkan kekuatan-kekuatan Uluhiyyah (Ketuhanan) kepada  Maryam binti  ‘Imran.
       Pertolongan  Maryam binti ‘Imran dimohon dalam Litania (suatu bentuk sembahyang), sedangkan dalam Katakisma (Cathechism, yakni dasar-dasar ajaran agama berupa tanya-jawab) Gereja Romawi ditanamkan akidah bahwa beliau itu “bunda Tuhan”.
        Gerejawan-gerejawan di zaman lampau menganggap beliau mempunyai sifat-sifat Tuhan dan hanya beberapa tahun yang silam, Paus Pius XII telah memasukkan paham kenaikan   Maryam binti ‘Imran ke langit dalam ajaran Gereja. Semua ini sama halnya dengan menaikkan beliau ke jenjang Ketuhanan dan inilah apa yang dicela oleh umat Protestan dan disebut sebagai Mariolatry (Pemujaan Dara Maria).
         Jawaban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dalam ungkapan bahasa Arab dalam teks yang diterjemahkan sebagai “tidak layak bagiku” dapat ditafsirkan sebagai: “Tidak patut bagiku atau tidak mungkin bagiku atau aku tidak berhak berbuat demikian, dan sebagainya”:  قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ  اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ – “Maha Suci Engkau. Tidak layak  bagiku mengatakan  apa yang  sekali-kali  bukan hakku.”
         Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   – sebagaimana halnya semua Rasul Allah    --  mengajarkan menyembah hanya satu Tuhan  atau Tauhid Ilahi (Matius 4:10 dan Lukas 4:8):  رَبَّکُمۡ مَا قُلۡتُ لَہُمۡ  اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ  بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ -- “Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu:  Beribadahlah kepada Allah, Rabb-ku (Tuhan-ku) dan Rabb (Tuhan) kamu.”   
         Makna ayat selanjutnya: شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ  کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ  وَ  -- “Dan aku menjadi saksi atas mereka selama aku berada di antara mereka, کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ فَلَمَّا تَوَفَّیۡتَنِیۡ   --  tetapi tatkala  Engkau telah mewafatkanku maka Engkau-lah Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka,  شَہِیۡدٌ شَیۡءٍ  اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ  وَ  --   dan Engkau adalah Saksi atas segala sesuatu.

Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Telah   Wafat Secara Wajar

         Selama Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  hidup, beliau mengamati dengan cermat pengikut-pengikut beliau dan menjaga agar mereka jangan menyimpang dari jalan yang benar, tetapi setelah   wafat (QS.3:56; QS.21:35-36) beliau tidak mengetahui bagaimana   telah berbuat dan akidah-akidah palsu apa yang dianut mereka.
         Kini, oleh karena pengikut-pengikut  Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  telah sesat dari ajaran asli beliau maka dapat diambil kesimpulan pasti bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  telah wafat, sebab sebagaimana ditunjukkan oleh ayat itu,sebab  sesudah wafatnyalah beliau disembah sebagai Tuhan dalam “Trinitas
        Begitu pula kenyataan bahwa menurut ayat ini Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. akan menyatakan tidak tahu-menahu bahwa pengikut-pengikut beliau menganggap beliau dan bundanya sebagai dua tuhan sesudah beliau meninggalkan mereka, yakni setelah wafat,  membuktikan bahwa beliau tidak akan kembali lagi ke dunia. Sebab apabila beliau harus kembali dan melihat dengan mata sendiri pengikut-pengikut beliau telah menjadi rusak dan telah mempertuhankan beliau, beliau tidak dapat berdalih tidak tahu-menahu tentang diri beliau  telah dipertuhankan mereka. Jika sekiranya beliau berbuat demikian, maka  jawaban beliau dengan berdalih tidak tahu-menahu  sama halnya dengan  beliau benar-benar dusta.
        Dengan demikian ayat itu  membuktikan secara positif bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  telah wafat dan beliau sekali-kali tidak akan kembali ke dunia ini. Lebih-lebih menurut hadits yang termasyhur, Nabi Besar Muhammad saw. pun  akan menggunakan kata-kata seperti itu pada Hari Kebangkitan, sebagaimana kata-kata itu diletakkan di sini pada mulut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,  bila kelak beliau saw. melihat pengikut beliau (umat Islam) digiring ke neraka. Ini memberikan dukungan lebih lanjut pada kenyataan, bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  telah wafat seperti halnya Nabi Besar Muhammad saw. juga telah wafat, firman-Nya:
وَ مَا جَعَلۡنَا لِبَشَرٍ مِّنۡ قَبۡلِکَ الۡخُلۡدَ ؕ اَفَا۠ئِنۡ  مِّتَّ  فَہُمُ  الۡخٰلِدُوۡنَ  ﴿﴾ کُلُّ نَفۡسٍ ذَآئِقَۃُ  الۡمَوۡتِ ؕ وَ نَبۡلُوۡکُمۡ بِالشَّرِّ وَ الۡخَیۡرِ  فِتۡنَۃً ؕ وَ اِلَیۡنَا  تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami sekali-kali tidak  menjadikan seorang manusia pun sebelum engkau hidup kekal, maka  jika engkau mati  maka apakah mereka itu akan hidup kekal? کُلُّ نَفۡسٍ ذَآئِقَۃُ  الۡمَوۡتِ     -- setiap jiwa akan merasai kematian, dan Kami menguji kamu dengan keburukan serta kebaikan sebagai ujian dan kepada Kami-lah kamu akan dikembalikan. (Al-Anbiya [21]:35-36).

Hanya Ajaran Islam (Al-Quran) dan Kehidupan Ruhani Nabi Besar Muhammad Saw. yang Tetap Kekal

          Ayat 35 selain bermakna harfiah, juga dapat diartikan bahwa semua syariat dan sistem agama yang bermacam-macam di masa sebelum pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.  telah ditetapkan dan ditakdirkan untuk mengalami kehancuran dan kematian ruhani, dan hanyalah syariat beliau saw.  - syariat Islam - sajalah yang ditakdirkan akan hidup dan akan berlaku terus sampai Akhir Zaman. (QS.3:20 & 86).
          Ayat ini dapat pula mengandung maksud bahwa tidak seorang pun   -- termasuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. --  yang kebal terhadap kehancuran dan kematian jasmani, bahkan Nabi Besar Muhammad saw.,    Rasul Allah yang paling mulia    (QS.33:41) --  pun tidak   Kekekalan dan keabadian merupakan sifat-sifat  khusus Allah Swt..  
          Ucapan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. selanjutnya  dalam “dialog” dengan Allah  Swt. tersebut (QS.5:117-119):
اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ  ﴿﴾
Kalau Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan kalau Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Māidah [5]: 119).
       Ucapan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut   membuktikan ketidak-benaran ajaran Paulus dalam surat-surat kirimannya mengenai “Trinitas” dan  Penebusan Dosa” melalui kematian terkutuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.d. di asas salib, sebab Allah Swt. menyatakan bahwa dalam “duel makar” melalui upaya pembunuhan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melalui penyaliban yang dirancang para pemuka agama Yahudi tersebut “makar tandingan” Allah Swt. yang unggul (QS.3:53-57; QS.4:158-159):
قَالَ اللّٰہُ ہٰذَا یَوۡمُ یَنۡفَعُ الصّٰدِقِیۡنَ صِدۡقُہُمۡ ؕ لَہُمۡ جَنّٰتٌ تَجۡرِیۡ مِنۡ  تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ  خٰلِدِیۡنَ  فِیۡہَاۤ  اَبَدًا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ ذٰلِکَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ ﴿﴾ لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا فِیۡہِنَّ ؕ وَ ہُوَ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿﴾٪
Allah berfirman: “Inilah hari  yang akan  bermanfaat kebenaran orang-orang yang benar, bagi mereka kebun-kebun yang di bawahnya me-ngalir sungai-sungai,  mereka   kekal di dalamnya selama-lamanya. رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ --  Allah  ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya, ٰلِکَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ --  itulah kemenangan yang besar.” لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا فِیۡہِنَّ --   Kepunyaan  Allah-lah kerajaan seluruh langit dan bumi dan apa pun  yang ada di dalamnya,  وَ ہُوَ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ  --  dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.   (Al-Māidah [5]:120-121).

Setiap Orang Harus “Memikul Salibnya” Masing-masing

          Ayat-ayat itu merupakan penutup  yang tepat sekali terhadap Surah Al Māidah  yang di dalamnya kesalahan-kesalahan umat Kristen dengan tegas dikupas dan dilenyapkan, lagi pula di dalamnya mengandung pernyataan yang terselubung bahwa kejayaan mereka tidak akan kekal dan Allah  Swt.  akhirnya akan memindahkan Kerajaan-Nya kepada mereka yang lebih berhak memilikinya, sebagaimana firman-Nya:
فَکَیۡفَ اِذَا جَمَعۡنٰہُمۡ لِیَوۡمٍ لَّا رَیۡبَ فِیۡہِ ۟ وَ وُفِّیَتۡ کُلُّ نَفۡسٍ مَّا کَسَبَتۡ وَ ہُمۡ لَا یُظۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  قُلِ اللّٰہُمَّ مٰلِکَ الۡمُلۡکِ تُؤۡتِی الۡمُلۡکَ مَنۡ تَشَآءُ وَ تَنۡزِعُ الۡمُلۡکَ مِمَّنۡ تَشَآءُ ۫ وَ تُعِزُّ مَنۡ تَشَآءُ وَ تُذِلُّ مَنۡ تَشَآءُ ؕ بِیَدِکَ الۡخَیۡرُ ؕ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾  تُوۡلِجُ الَّیۡلَ فِی النَّہَارِ وَ تُوۡلِجُ النَّہَارَ فِی الَّیۡلِ ۫ وَ تُخۡرِجُ الۡحَیَّ مِنَ الۡمَیِّتِ وَ تُخۡرِجُ الۡمَیِّتَ مِنَ الۡحَیِّ ۫ وَ تَرۡزُقُ مَنۡ تَشَآءُ بِغَیۡرِ  حِسَابٍ﴿﴾
Maka bagaimanakah keadaan mereka  apabila Kami himpun mereka pada Hari yang di dalamnya tidak ada keraguan, dan tiap-tiap jiwa akan diganjar sepenuhnya untuk apa yang telah diusahakannya dan mereka  tidak akan dizalimi.    قُلِ اللّٰہُمَّ مٰلِکَ الۡمُلۡکِ تُؤۡتِی الۡمُلۡکَ مَنۡ تَشَآءُ وَ تَنۡزِعُ الۡمُلۡکَ مِمَّنۡ تَشَآءُ    --  Katakanlah: “Wahai  Allah, Pemilik kedaulatan, Engkau  memberikan kedaulatan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau  mencabut kedaulatan dari siapa yang Engkau kehendaki, وَ تُعِزُّ مَنۡ تَشَآءُ وَ تُذِلُّ مَنۡ تَشَآءُ --  Engkau  memuliakan siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau  menghinakan siapa yang Engkau kehendaki, بِیَدِکَ الۡخَیۡرُ ؕ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ   -- di tangan Engkau-lah segala kebaikan, sesungguhnya  Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.    ”Engkau memasukkan malam ke dalam siang dan Engkau  memasukkan siang ke dalam malam.     Engkau mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan  Engkau memberi rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab.”  (Ali ‘Imran [3]:26-28). 
          Ayat   27  merupakan bantahan yang tegas terhadap doktrin (ajaran) bahwa darah seseorang  — yakni bukan amal salehnya sendiri — dapat mendatangkan najat (keselamatan), sebagaimana doktrin dusta  Penebusan Dosa” oleh kematian terkutuk Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di atas salib: وَ وُفِّیَتۡ کُلُّ نَفۡسٍ مَّا کَسَبَتۡ وَ ہُمۡ لَا یُظۡلَمُوۡنَ  -- “dan tiap-tiap jiwa akan diganjar sepenuhnya untuk apa yang telah diusahakannya dan mereka  tidak akan dizalimi.
         Dalam ayat 28 kata “siang”   menggambarkan kesejahteraan dan kekuasaan suatu kaum, dan kata “malam” melukiskan kemunduran dan kemerosotan mereka.   Ayat 27 dan ayat 28   mengisyaratkan kepada hukum Ilahi yang tak berubah bahwa bangsa-bangsa bangkit atau jatuh, karena mereka menyesuaikan diri dengan atau menentang kehendak Ilahi yang merupakan sumber segala kekuasaan dan kebesaran:
تُوۡلِجُ الَّیۡلَ فِی النَّہَارِ وَ تُوۡلِجُ النَّہَارَ فِی الَّیۡلِ ۫ وَ تُخۡرِجُ الۡحَیَّ مِنَ الۡمَیِّتِ وَ تُخۡرِجُ الۡمَیِّتَ مِنَ الۡحَیِّ ۫ وَ تَرۡزُقُ مَنۡ تَشَآءُ بِغَیۡرِ  حِسَابٍ﴿﴾
Engkau memasukkan malam ke dalam siang dan Engkau  memasukkan siang ke dalam malam.  Engkau mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan  Engkau memberi rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab.”  (Âli ‘Imran [3]:27-28). 

Membantah Tuduhan-tuduhan Dusta Orang-orang Kafir

          Jadi, betapa dalam kisah para Rasul Allah   dan kisah  kaum-kaum purbakala  --  selain merupakan  bukti kebenaran keberadaan Kitab catatan amal manusia --  juga penuh dengan petunjuk serta hikmah-hikmah yang sangat dalam, dan  yang merupakan bagian dari kesempurnaan Kitab suci Al-Quran, tidak seperti anggapan keliru  orang-orang kafir, firman-Nya:
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ  اِلَّاۤ  اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ  عَلَیۡہِ  قَوۡمٌ   اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ  جَآءُوۡ  ظُلۡمًا  وَّ  زُوۡرًا ۚ﴿ۛ﴾  وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ  بُکۡرَۃً   وَّ اَصِیۡلًا﴿﴾  قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ  کَانَ غَفُوۡرًا  رَّحِیۡمًا ﴿﴾  وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ  فِی الۡاَسۡوَاقِ ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا ۙ﴿﴾  اَوۡ یُلۡقٰۤی اِلَیۡہِ کَنۡزٌ اَوۡ تَکُوۡنُ لَہٗ جَنَّۃٌ یَّاۡکُلُ مِنۡہَا ؕ وَ قَالَ الظّٰلِمُوۡنَ  اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ   اِلَّا  رَجُلًا  مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾  اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ فَضَلُّوۡا  فَلَا  یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan  orang-orang kafir berkata: “Al-Quran ini tidak  lain melainkan kedustaan yang ia telah  mengada-adakannya,  dan  kepadanya kaum lain telah membantunya.” Maka sungguh   mereka telah berbuat zalim dan dusta.   Dan mereka berkata:  ”Al-Quran  adalah dongengan-dongengan  orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan lalu itu dibacakan kepadanya pagi dan petang.  Katakanlah: ”Diturunkannya  Al-Quran oleh Dzat Yang mengetahui rahasia seluruh langit dan bumi, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”   Dan mereka berkata: “Rasul macam apakah ini,  ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?  Mengapa  tidak diturunkan   malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya?   “Atau hendaknya diturunkan kepadanya  khazanah  atau ada baginya kebun untuk makan darinya.” Dan  orang-orang yang zalim itu berkata:  Kamu tidak mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir.” Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan bagi engkau, maka mereka telah sesat dan mereka tidak dapat menemukan jalan. (Al-Furqān [25]:5-10).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 20  Juni  2015      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar