بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 83
Penolakan Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. Terhadap Doktrin “Trinitas”
dan “Penebusan Dosa” Melalui “Kematian Terkutuk” Beliau di Tiang Salib
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab
sebelumnya telah dibahas mengenai alasan mengapa para
Rasul Allah tersebut menjawab: لَا عِلۡمَ لَنَا
-- “Tidak ada pengetahuan pada kami, الۡغُیُوۡبِ اِنَّکَ اَنۡتَ
عَلَّامُ -- sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib”?
Firman-Nya:
یَوۡمَ یَجۡمَعُ اللّٰہُ الرُّسُلَ فَیَقُوۡلُ مَا ذَاۤ اُجِبۡتُمۡ ؕ
قَالُوۡا لَا عِلۡمَ لَنَا ؕ اِنَّکَ
اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾
Ingatlah hari ketika Allah mengumpulkan para rasul
lalu Dia berfirman: ”Apakah jawaban yang
diberikan kaummu kepada kamu?”
Mereka akan berkata: لَا عِلۡمَ لَنَا -- “Tidak
ada pengetahuan pada kami, الۡغُیُوۡبِ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ -- sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib.” (Al-Māidah
[5]:110).
Ada
pun sebabnya adalah sejarah kenabian membuktikan, bahwa setiap kali Allah Swt. mengutus
para rasul
Allah kepada kepada kaum mereka
masing-masing – termasuk Nabi besar Muhammad saw. yang diutus untuk seluruh umat manusia (QS.7:159; QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29)
-- sikap
yang diperlihatkan umat manusia
terhadap dakwah mereka beraneka ragam, yakni bukan hanya
menjadi 2 golongan saja – yang beriman dan yang
ingkar -- saja tetapi juga ada
orang-orang yang bersikap munafik.
Berbagai Kemungkinan Terjadinya Perubahan
Sikap
Demikian
pula di kalangan ketiga golongan orang-orang
itu pun keadaannya tidak
tetap, misalnya yang tadinya beriman
kemudian menjadi murtad (QS.5:55),
dan yang semula sebagai penentang keras
para rasul Allah kemudian menjadi
orang yang benar-benar beriman. Begitu pula juga orang-orang yang diawalnya
merupakan orang-orang munafik tetapi
dengan karunia Allah Swt. mereka berubah menjadi orang-orang yang bertakwa.
Pendek kata,
berbagai kemungkinan dapat terjadi di
kalangan manusia ketika Allah Swt. mengutus para rasul Allah kepada mereka, itulah sebabnya Allah Swt. telah
berfirman mengenai hal tersebut:
یَوۡمَ یَجۡمَعُ اللّٰہُ الرُّسُلَ فَیَقُوۡلُ مَا ذَاۤ اُجِبۡتُمۡ ؕ
قَالُوۡا لَا عِلۡمَ لَنَا ؕ اِنَّکَ
اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾
Ingatlah hari ketika Allah mengumpulkan para rasul
lalu Dia berfirman: ”Apakah jawaban yang
diberikan kaummu kepada kamu?”
Mereka akan berkata: لَا عِلۡمَ لَنَا -- “Tidak ada pengetahuan pada kami, الۡغُیُوۡبِ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ -- sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui yang gaib.” (Al-Māidah
[5]:110).
Pendeki kata, dalam masa kenabian
tersebut banyak perubahan yang mungkin terjadi di kalangan kedua golongan tersebut, terlebih setelah para rasul
Allah wafat, bahkan ada yang kemudian bersikap berlebihan terhadap para utusan Allah Swt., antara lain berupa
terjadinya “penyembahan” terhadap
mereka dan terhadap para pemuka agama
mereka, seperti yang terjadi di kalangan golongan Ahli Kitab, firman-Nya:
وَ قَالَتِ
الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ
اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ
قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا
مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ
وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ
مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ اُمِرُوۡۤا اِلَّا
لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ
بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ
اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿۳﴾
Dan orang-orang
Yahudi berkata: “Uzaira
adalah anak Allah”, dan orang-orang
Nasrani berkata: “Al-Masih adalah anak Allah.” یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ -- Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya,
mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah
membinasakan mereka, bagaimana mereka
sampai dipalingkan dari Tauhid? Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka
dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan
selain Allah, dan begitu juga Al-Masih
ibnu Maryam, وَ مَاۤ اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ -- padahal mereka
tidak diperintahkan melainkan supaya mereka
menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka sekutukan.
Mereka berkehendak mema-damkan cahaya Allah dengan mulut
mereka, tetapi Allah menolak bahkan
menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang
kafir tidak menyukai. (At-Taubah [9]:30-32).
Penolakan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Terhadap
Paham “Trinitas“ dan “Penebusan Dosa”
Sesuai
dengan firman Allah Swt. tersebut (QS.5:110),
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. pun
telah mengatakan seperti itu, yakni beliau “berlepas
diri” dari hal-hal yang berada di luar
kemampuan dan pengetahuan
beliau, firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ اللّٰہُ
یٰعِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ ءَاَنۡتَ قُلۡتَ
لِلنَّاسِ اتَّخِذُوۡنِیۡ وَ اُمِّیَ اِلٰہَیۡنِ مِنۡ دُوۡنِ
اللّٰہِ ؕ قَالَ سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ
اَنۡ اَقُوۡلَ مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ ؕ اِنۡ کُنۡتُ قُلۡتُہٗ فَقَدۡ
عَلِمۡتَہٗ ؕ تَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِیۡ
وَ لَاۤ اَعۡلَمُ مَا فِیۡ نَفۡسِکَ ؕ اِنَّکَ اَنۡتَ عَلَّامُ الۡغُیُوۡبِ ﴿﴾ مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ
اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ رَبَّکُمۡ ۚ وَ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ ۚ فَلَمَّا
تَوَفَّیۡتَنِیۡ کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ اَنۡتَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ شَہِیۡدٌ ﴿﴾ اِنۡ تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ
تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa ibnu
Maryam, apakah engkau telah berkata kepada manusia: Jadikanlah
aku dan ibuku sebagai dua tuhan selain
Allah?" Ia berkata: “Maha
Suci Engkau. Tidak layak bagiku mengatakan apa yang
sekali-kali bukan hakku.
Jika aku telah mengatakannya maka sungguh Engkau mengetahuinya. Engkau mengetahui apa yang ada dalam diriku,
sedangkan aku tidak mengetahui apa yang
ada dalam diri Engkau, sesungguhnya
Engkau benar-benar Maha Mengetahui
segala yang gaib. Aku sekali-kali tidak
pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang telah Engkau perintahkan kepadaku, yaitu: ”Beribadahlah kepada Allah, Rabb-ku
(Tuhan-ku) dan Rabb (Tuhan) kamu.” Dan aku
menjadi saksi atas mereka selama aku
berada di antara mereka, tetapi tatkala Engkau
telah mewafatkanku maka Engkau-lah
Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka, dan Engkau adalah Saksi atas segala sesuatu. Kalau Engkau
mengazab mereka, maka sesungguhnya
mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan kalau
Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana.” (Al-Māidah [5]:117-119).
Penyebahan Terhadap Maryam binti ‘Imran yang Dicela Golongan Protestan
Ayat “Dan ingatlah ketika Allah berfirman:
“Hai ‘Isa ibnu Maryam, apakah engkau
telah berkata kepada manusia: Jadikanlah aku dan ibuku sebagai dua tuhan
selain Allah?" Pertanyaan Allah Swt. kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. tersebut menunjuk kepada kebiasaan Gereja Kristen yang menisbahkan kekuatan-kekuatan Uluhiyyah
(Ketuhanan) kepada Maryam binti ‘Imran.
Pertolongan Maryam binti
‘Imran dimohon dalam Litania (suatu bentuk sembahyang), sedangkan
dalam Katakisma (Cathechism, yakni dasar-dasar ajaran agama
berupa tanya-jawab) Gereja Romawi
ditanamkan akidah bahwa beliau itu “bunda
Tuhan”.
Gerejawan-gerejawan di zaman
lampau menganggap beliau mempunyai sifat-sifat
Tuhan dan hanya beberapa tahun yang silam, Paus Pius XII telah memasukkan
paham kenaikan Maryam binti
‘Imran ke langit dalam ajaran Gereja.
Semua ini sama halnya dengan menaikkan
beliau ke jenjang Ketuhanan dan
inilah apa yang dicela oleh umat
Protestan dan disebut sebagai Mariolatry (Pemujaan Dara Maria).
Jawaban Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dalam ungkapan
bahasa Arab dalam teks yang diterjemahkan sebagai “tidak layak bagiku”
dapat ditafsirkan sebagai: “Tidak patut bagiku atau tidak mungkin bagiku atau
aku tidak berhak berbuat demikian, dan sebagainya”: قَالَ
سُبۡحٰنَکَ مَا یَکُوۡنُ لِیۡۤ اَنۡ اَقُوۡلَ
مَا لَیۡسَ لِیۡ ٭ بِحَقٍّ – “Maha Suci Engkau. Tidak layak bagiku mengatakan apa yang sekali-kali
bukan hakku.”
Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. – sebagaimana
halnya semua Rasul Allah -- mengajarkan
menyembah hanya satu Tuhan atau Tauhid
Ilahi (Matius 4:10 dan Lukas 4:8): رَبَّکُمۡ مَا قُلۡتُ لَہُمۡ اِلَّا مَاۤ اَمَرۡتَنِیۡ بِہٖۤ اَنِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ رَبِّیۡ وَ -- “Aku sekali-kali tidak pernah mengatakan kepada mereka
kecuali apa yang telah Engkau
perintahkan kepadaku, yaitu: ”Beribadahlah kepada Allah, Rabb-ku
(Tuhan-ku) dan Rabb (Tuhan) kamu.”
Makna
ayat selanjutnya: شَہِیۡدًا مَّا دُمۡتُ فِیۡہِمۡ کُنۡتُ عَلَیۡہِمۡ وَ -- “Dan aku menjadi saksi
atas mereka selama aku berada di
antara mereka, کُنۡتَ اَنۡتَ الرَّقِیۡبَ
عَلَیۡہِمۡ فَلَمَّا
تَوَفَّیۡتَنِیۡ -- tetapi tatkala Engkau
telah mewafatkanku maka Engkau-lah
Yang benar-benar menjadi Pengawas atas mereka, شَہِیۡدٌ شَیۡءٍ اَنۡتَ عَلٰی
کُلِّ وَ -- dan Engkau adalah Saksi
atas segala sesuatu.”
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Telah Wafat
Secara Wajar
Selama Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. hidup,
beliau mengamati dengan cermat
pengikut-pengikut beliau dan menjaga agar mereka jangan menyimpang dari jalan
yang benar, tetapi setelah wafat (QS.3:56; QS.21:35-36) beliau tidak mengetahui bagaimana telah berbuat dan akidah-akidah palsu apa yang dianut mereka.
Kini, oleh karena pengikut-pengikut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah sesat
dari ajaran asli beliau maka dapat diambil kesimpulan
pasti bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat, sebab sebagaimana ditunjukkan oleh ayat itu,sebab sesudah wafatnyalah
beliau disembah sebagai Tuhan dalam “Trinitas”
Begitu pula kenyataan bahwa
menurut ayat ini Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. akan menyatakan tidak
tahu-menahu bahwa pengikut-pengikut beliau menganggap beliau dan bundanya
sebagai dua tuhan sesudah beliau meninggalkan mereka, yakni setelah wafat, membuktikan bahwa beliau tidak akan kembali lagi ke dunia.
Sebab apabila beliau harus kembali
dan melihat dengan mata sendiri pengikut-pengikut beliau telah menjadi rusak dan telah mempertuhankan beliau, beliau tidak dapat berdalih tidak tahu-menahu tentang diri
beliau telah dipertuhankan mereka. Jika sekiranya beliau berbuat demikian, maka jawaban beliau dengan berdalih tidak tahu-menahu sama halnya dengan beliau benar-benar dusta.
Dengan demikian ayat itu
membuktikan secara positif
bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. telah wafat dan beliau sekali-kali tidak akan kembali ke dunia ini.
Lebih-lebih menurut hadits yang
termasyhur, Nabi Besar Muhammad saw. pun akan menggunakan kata-kata seperti itu
pada Hari Kebangkitan, sebagaimana kata-kata itu diletakkan di sini pada mulut Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., bila kelak beliau saw. melihat pengikut beliau
(umat Islam) digiring ke neraka. Ini
memberikan dukungan lebih lanjut pada kenyataan, bahwa Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s. telah wafat seperti halnya Nabi Besar Muhammad
saw. juga telah wafat, firman-Nya:
وَ مَا
جَعَلۡنَا لِبَشَرٍ مِّنۡ قَبۡلِکَ الۡخُلۡدَ ؕ اَفَا۠ئِنۡ مِّتَّ
فَہُمُ الۡخٰلِدُوۡنَ ﴿﴾ کُلُّ نَفۡسٍ
ذَآئِقَۃُ الۡمَوۡتِ ؕ وَ نَبۡلُوۡکُمۡ
بِالشَّرِّ وَ الۡخَیۡرِ فِتۡنَۃً ؕ وَ
اِلَیۡنَا تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami sekali-kali tidak menjadikan seorang manusia pun sebelum
engkau hidup kekal, maka jika engkau mati maka apakah
mereka itu akan hidup kekal? کُلُّ نَفۡسٍ ذَآئِقَۃُ الۡمَوۡتِ -- setiap jiwa akan merasai kematian, dan Kami menguji kamu dengan keburukan
serta kebaikan sebagai ujian dan kepada Kami-lah kamu akan dikembalikan. (Al-Anbiya [21]:35-36).
Hanya Ajaran Islam (Al-Quran) dan Kehidupan
Ruhani Nabi Besar Muhammad Saw. yang Tetap Kekal
Ayat 35 selain bermakna harfiah, juga dapat diartikan bahwa semua syariat dan sistem agama
yang bermacam-macam di masa sebelum pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. telah ditetapkan dan ditakdirkan
untuk mengalami kehancuran dan kematian ruhani, dan hanyalah syariat beliau saw. - syariat Islam - sajalah yang
ditakdirkan akan hidup dan akan berlaku terus sampai Akhir Zaman. (QS.3:20 & 86).
Ayat ini dapat pula mengandung maksud bahwa
tidak seorang pun -- termasuk Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. -- yang kebal terhadap kehancuran dan kematian
jasmani, bahkan Nabi Besar Muhammad saw.,
Rasul Allah yang paling mulia (QS.33:41) --
pun tidak Kekekalan dan keabadian
merupakan sifat-sifat khusus Allah Swt..
Ucapan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
selanjutnya dalam “dialog” dengan
Allah Swt. tersebut (QS.5:117-119):
اِنۡ
تُعَذِّبۡہُمۡ فَاِنَّہُمۡ عِبَادُکَ ۚ وَ اِنۡ تَغۡفِرۡ لَہُمۡ فَاِنَّکَ اَنۡتَ
الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Kalau Engkau mengazab mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba
Engkau, dan kalau Engkau mengampuni
mereka, maka sesungguhnya Engkau
benar-benar Maha Perkasa, Maha
Bijaksana.” (Al-Māidah [5]: 119).
Ucapan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
tersebut membuktikan ketidak-benaran ajaran Paulus dalam surat-surat kirimannya
mengenai “Trinitas” dan “Penebusan
Dosa” melalui kematian terkutuk
Nabi Isa Ibnu Maryam a.d. di asas salib,
sebab Allah Swt. menyatakan bahwa dalam “duel
makar” melalui upaya pembunuhan
Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melalui penyaliban
yang dirancang para pemuka agama Yahudi tersebut “makar tandingan” Allah Swt. yang unggul (QS.3:53-57; QS.4:158-159):
قَالَ
اللّٰہُ ہٰذَا یَوۡمُ یَنۡفَعُ الصّٰدِقِیۡنَ صِدۡقُہُمۡ ؕ لَہُمۡ جَنّٰتٌ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَاۤ
اَبَدًا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ
ذٰلِکَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ ﴿﴾ لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا فِیۡہِنَّ ؕ وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾٪
Allah
berfirman: “Inilah hari yang akan
bermanfaat kebenaran
orang-orang yang benar, bagi mereka kebun-kebun yang di bawahnya me-ngalir
sungai-sungai, mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya. رَضِیَ
اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ -- Allah ridha
kepada mereka dan mereka pun
ridha kepada-Nya, ٰلِکَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ -- itulah kemenangan
yang besar.” لِلّٰہِ مُلۡکُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ وَ مَا فِیۡہِنَّ -- Kepunyaan Allah-lah kerajaan seluruh langit dan bumi dan
apa pun
yang ada di dalamnya, وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ -- dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(Al-Māidah [5]:120-121).
Setiap Orang Harus “Memikul Salibnya” Masing-masing
Ayat-ayat itu merupakan penutup yang tepat sekali
terhadap Surah Al Māidah yang di dalamnya kesalahan-kesalahan umat Kristen dengan tegas dikupas dan dilenyapkan,
lagi pula di dalamnya mengandung pernyataan yang terselubung bahwa kejayaan mereka tidak akan kekal dan Allah Swt. akhirnya akan memindahkan Kerajaan-Nya kepada mereka yang lebih berhak memilikinya, sebagaimana firman-Nya:
فَکَیۡفَ
اِذَا جَمَعۡنٰہُمۡ لِیَوۡمٍ لَّا رَیۡبَ فِیۡہِ ۟ وَ وُفِّیَتۡ کُلُّ نَفۡسٍ مَّا
کَسَبَتۡ وَ ہُمۡ لَا یُظۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ قُلِ اللّٰہُمَّ مٰلِکَ الۡمُلۡکِ تُؤۡتِی الۡمُلۡکَ
مَنۡ تَشَآءُ وَ تَنۡزِعُ الۡمُلۡکَ مِمَّنۡ تَشَآءُ ۫ وَ تُعِزُّ مَنۡ تَشَآءُ
وَ تُذِلُّ مَنۡ تَشَآءُ ؕ بِیَدِکَ الۡخَیۡرُ ؕ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ
قَدِیۡرٌ ﴿﴾ تُوۡلِجُ الَّیۡلَ فِی النَّہَارِ وَ تُوۡلِجُ
النَّہَارَ فِی الَّیۡلِ ۫ وَ تُخۡرِجُ الۡحَیَّ مِنَ الۡمَیِّتِ وَ تُخۡرِجُ الۡمَیِّتَ
مِنَ الۡحَیِّ ۫ وَ تَرۡزُقُ مَنۡ تَشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ﴿﴾
Maka bagaimanakah keadaan mereka apabila Kami himpun mereka pada Hari yang di dalamnya tidak ada keraguan, dan tiap-tiap jiwa akan diganjar sepenuhnya untuk apa yang telah diusahakannya dan mereka tidak akan
dizalimi. قُلِ اللّٰہُمَّ مٰلِکَ الۡمُلۡکِ تُؤۡتِی الۡمُلۡکَ مَنۡ تَشَآءُ وَ
تَنۡزِعُ الۡمُلۡکَ مِمَّنۡ تَشَآءُ -- Katakanlah: “Wahai Allah,
Pemilik kedaulatan, Engkau
memberikan kedaulatan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau
mencabut kedaulatan dari siapa yang Engkau kehendaki, وَ تُعِزُّ مَنۡ تَشَآءُ وَ تُذِلُّ مَنۡ تَشَآءُ -- Engkau memuliakan siapa yang Engkau kehendaki,
dan Engkau menghinakan siapa yang Engkau kehendaki, بِیَدِکَ الۡخَیۡرُ ؕ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ -- di tangan Engkau-lah segala kebaikan,
sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. ”Engkau memasukkan malam ke dalam siang dan Engkau memasukkan
siang ke dalam malam. Engkau mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau mengeluarkan yang mati dari yang hidup,
dan Engkau
memberi rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab.” (Ali
‘Imran [3]:26-28).
Ayat 27 merupakan bantahan
yang tegas terhadap doktrin
(ajaran) bahwa darah seseorang — yakni bukan
amal salehnya sendiri — dapat mendatangkan najat (keselamatan), sebagaimana doktrin dusta “Penebusan
Dosa” oleh kematian terkutuk Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. di atas salib: وَ وُفِّیَتۡ کُلُّ
نَفۡسٍ مَّا کَسَبَتۡ وَ ہُمۡ لَا یُظۡلَمُوۡنَ -- “dan tiap-tiap
jiwa akan diganjar sepenuhnya untuk apa
yang telah diusahakannya dan mereka tidak akan dizalimi. ”
Dalam ayat 28 kata “siang”
menggambarkan kesejahteraan dan kekuasaan
suatu kaum, dan kata “malam” melukiskan kemunduran dan kemerosotan
mereka. Ayat 27 dan ayat 28 mengisyaratkan kepada hukum Ilahi yang tak berubah bahwa bangsa-bangsa bangkit atau jatuh,
karena mereka menyesuaikan diri
dengan atau menentang kehendak Ilahi
yang merupakan sumber segala kekuasaan dan kebesaran:
تُوۡلِجُ
الَّیۡلَ فِی النَّہَارِ وَ تُوۡلِجُ النَّہَارَ فِی الَّیۡلِ ۫ وَ تُخۡرِجُ
الۡحَیَّ مِنَ الۡمَیِّتِ وَ تُخۡرِجُ الۡمَیِّتَ مِنَ الۡحَیِّ ۫ وَ تَرۡزُقُ مَنۡ
تَشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ﴿﴾
”Engkau memasukkan malam ke dalam siang dan Engkau memasukkan siang ke
dalam malam. Engkau
mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan Engkau mengeluarkan yang mati
dari yang hidup, dan Engkau
memberi rezeki kepada siapa yang
Engkau kehendaki tanpa hisab.”
(Âli ‘Imran [3]:27-28).
Membantah Tuduhan-tuduhan
Dusta Orang-orang Kafir
Jadi, betapa dalam kisah para Rasul Allah dan kisah kaum-kaum
purbakala -- selain merupakan bukti
kebenaran keberadaan Kitab catatan amal
manusia -- juga penuh dengan petunjuk serta hikmah-hikmah yang sangat dalam, dan yang merupakan bagian dari kesempurnaan Kitab suci Al-Quran, tidak
seperti anggapan keliru orang-orang kafir, firman-Nya:
وَ قَالَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا اِنۡ ہٰذَاۤ اِلَّاۤ
اِفۡکُۨ افۡتَرٰىہُ وَ اَعَانَہٗ
عَلَیۡہِ قَوۡمٌ اٰخَرُوۡنَ ۚۛ فَقَدۡ جَآءُوۡ
ظُلۡمًا وَّ زُوۡرًا ۚ﴿ۛ﴾ وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا
فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ بُکۡرَۃً وَّ اَصِیۡلًا﴿﴾ قُلۡ اَنۡزَلَہُ الَّذِیۡ یَعۡلَمُ السِّرَّ فِی
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّہٗ کَانَ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾ وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ
الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ فِی الۡاَسۡوَاقِ
ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا ۙ﴿﴾ اَوۡ یُلۡقٰۤی اِلَیۡہِ کَنۡزٌ اَوۡ تَکُوۡنُ لَہٗ
جَنَّۃٌ یَّاۡکُلُ مِنۡہَا ؕ وَ قَالَ الظّٰلِمُوۡنَ اِنۡ تَتَّبِعُوۡنَ اِلَّا
رَجُلًا مَّسۡحُوۡرًا ﴿﴾ اُنۡظُرۡ کَیۡفَ ضَرَبُوۡا لَکَ الۡاَمۡثَالَ
فَضَلُّوۡا فَلَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿٪﴾
Dan orang-orang
kafir berkata: “Al-Quran ini tidak lain melainkan kedustaan yang ia telah mengada-adakannya, dan
kepadanya kaum lain telah
membantunya.” Maka sungguh mereka
telah berbuat zalim dan dusta.
Dan mereka berkata: ”Al-Quran adalah dongengan-dongengan orang-orang
dahulu, dimintanya supaya dituliskan
lalu itu dibacakan kepadanya pagi
dan petang.” Katakanlah: ”Diturunkannya Al-Quran
oleh Dzat Yang mengetahui
rahasia seluruh langit dan bumi,
sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun,
Maha Penyayang.” Dan
mereka berkata: “Rasul macam apakah ini,
ia makan makanan dan berjalan
di pasar-pasar? Mengapa tidak
diturunkan malaikat kepadanya
supaya ia menjadi seorang pemberi
peringatan bersama-sama dengannya? “Atau hendaknya
diturunkan kepadanya khazanah atau ada
baginya kebun untuk makan darinya.” Dan
orang-orang yang zalim itu
berkata: ”Kamu tidak mengikuti melainkan seorang laki-laki yang kena sihir.” Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat tamsilan bagi engkau,
maka mereka telah sesat dan mereka tidak dapat menemukan jalan. (Al-Furqān
[25]:5-10).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 20 Juni
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar