بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 40
Pentingnya
Kedatangan Imam Mahdi a.s. Sebagai “Hakim yang Adil” Untuk Memutuskan Berbagai Perselisihan di Kalangan Umat Beragama Tanpa Pertumpahan Darah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai ayat اِنَّہٗ لَقُرۡاٰنٌ
کَرِیۡمٌ -- sesungguhnya itu benar-benar Al-Quran yang mulia, فِیۡ کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ -- dalam suatu kitab yang sangat terpelihara” (Al-Wāqi’ah
[56]:76-81), dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas
yang terkandung dalam Al-Quran itu
tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam. Seperti hukum alam, cita-cita
dan asas-asas itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya
tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman.
Atau, ayat ini dapat
diartikan bahwa Al-Quran dipelihara
dalam fitrat yang telah dianugerahkan
Allah Swt. kepada manusia (QS.30:31). Fitrat
insani berlandaskan pada hakikat-hakikat
dasar dan telah dilimpahi kemampuan
untuk sampai kepada keputusan yang benar.
Orang yang secara jujur bertindak
sesuai dengan naluri atau fitratnya ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.
Pembukaan Rahasia Gaib Kepada Rasul
Allah
Makna ayat لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ -- “Yang tidak
dapat menyentuhnya kecuali orang-orang
yang disucikan,” yaitu hanya
orang yang bernasib baik
sajalah yang diberi pengertian mengenai dan dan
dapat mendalami kandungan arti
Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan
hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup
bagi orang-orang yang hatinya tidak
bersih dan berhati bengkok
(QS.3:8).
Secara sambil lalu dikatakannya bahwa –
sebagai tanda penghormatan kepada
Al-Quran -- orang-orang Islam hendaknya jangan menyentuh atau membaca
Al-Quran sementara keadaan fisiknya tidak bersih, sebab memuliakan syiar-syiar Allah merupakan salah satu tanda dari ketakwaan (QS.22:33).
Sehubungan dengan ayat لَّا یَمَسُّہٗۤ
اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ -- “Yang tidak
dapat menyentuhnya kecuali
orang-orang yang disucikan” berkenaan dengan
Al-Quran, dalam surah lain Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya keberadaan nabi Allah di kalangan umat Islam, selain keberadaan
orang-orang yang meraih martabat shiddiqin,
syuhada (saksi-saksi) dan shālihīn (orang-orang shaleh --QS.4:70-71), firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ
فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ
یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ
اَنۡ قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ
بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ
عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang
mengetahui yang gaib, maka Dia tidak men-zahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa
sungguh mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan
Dia meliputi semua yang ada pada mereka
dan Dia membuat perhitungan mengenai
segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib” berarti:
diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan
mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting. Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat
dan jangkauan rahasia-rahasia gaib
yang dibukakan kepada seorang rasul Allah
dan rahasia-rahasia gaib yang
dibukakan kepada orang-orang beriman
yang bertakwa lainnya.
Perbedaan itu letaknya
pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul
Allah dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang
suci lainnya tidak menikmati kehormatan
serupa itu.
Tugas Imam Mahdi a.s. Sebagai Hakim yang Adil
Tambahan pula wahyu yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya
aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia
yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa
lainnya tidak begitu terpelihara.
Wahyu rasul-rasul Allah itu dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul itu membawa tugas dari Allah Swt. yang harus
dipenuhi dan mengemban Amanat Ilahi
yang harus disampaikan oleh mereka. Itulah sebab di Akhir
Zaman ini hanya Rasul Allah sajalah
yang menjadi Imam Mahdi sebagai Hakim yang Adil yang akan memutuskan berbagai perselisihan masalah pemahaman
agama, terutama di kalangan umat
Islam, firman-Nya:
مَا کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی
مَاۤ اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی
یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ
وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ
یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ
وَ اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا
فَلَکُمۡ اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ ﴿ ﴾
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya hingga
Dia memisahkan yang buruk dari
yang baik. وَ مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ
رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ -- Dan Allah sekali-kali
tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allāh memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia
kehendaki, فَاٰمِنُوۡا
بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ اِنۡ
تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ
اَجۡرٌ عَظِیۡمٌ -- karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Ali
‘Imran [3]:180).
Kata-kata وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ
عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ --- “Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allāh memilih536
di an-tara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki,” itu tidaklah berarti
bahwa sebagian rasul-rasul terpilih
dan sebagian lagi tidak. Kata-kata
itu berarti bahwa dari orang-orang
yang ditetapkan Allah Swt. sebagai
rasul-rasul-Nya, Dia memilih yang paling sesuai untuk zaman
tertentu, di zaman rasul Allah itu
dibangkitkan, termasuk di Akhir Zaman
ini, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [161]:10).
Kebanyakan ahli
tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih Mau’ud a.s.),
sebab di zaman beliau semua agama
muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.
Sebutan “Imam Mahdi a.s.”
Makna ungkapan رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰ
-- “Rasul-Nya dengan petunjuk” dalam ayat ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ
رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی -- “Dia-lah
Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk”
kata rasūluhu bil-huda mengisyaratkan
kepada sebutan “Imam Mahdi” yang
artinya imam (pemimpin) yang mendapat
petunjuk Allah Swt. melalui wahyu-Nya. Mengenai hal tersebut berikut
adalah sebutan yang sama mengenai Nabi
Ibrahim a.s. dan para rasul Allah
keturunan beliau, firman-Nya:
وَ اِذِ ابۡتَلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ رَبُّہٗ بِکَلِمٰتٍ فَاَتَمَّہُنَّ ؕ قَالَ
اِنِّیۡ جَاعِلُکَ
لِلنَّاسِ اِمَامًا ؕ قَالَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ؕ قَالَ لَا یَنَالُ عَہۡدِی الظّٰلِمِیۡنَ﴿﴾
Dan ingatlah
ketika Ibrahim diuji oleh Rabb-nya (Tuhan-nya) dengan beberapa perintah maka dilaksanakannya
sepenuhnya. قَالَ اِنِّیۡ جَاعِلُکَ
لِلنَّاسِ اِمَامًا -- Dia
berfirman: “Sesungguhnya Aku akan
menjadikan engkau imam bagi manusia.”
قَالَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ -- Ia, Ibrahim, berkata: “Dan
jadikanlah ju-ga imam dari keturunanku.” قَالَ لَا یَنَالُ عَہۡدِی الظّٰلِمِیۡنَ -- Dia berfirman: “Janji-Ku tidak mencapai yak-ni tidak
berlaku bagi orang-orang zalim.”
(Al-Baqarah
[2]:125).
Imam berarti setiap obyek yang diikuti,
baik manusia atau suatu Kitab (Al-Mufradāt).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai para rasul Allah keturunan Nabi Ibrahim a.s.:
وَ
نَجَّیۡنٰہُ وَ لُوۡطًا اِلَی الۡاَرۡضِ الَّتِیۡ بٰرَکۡنَا فِیۡہَا
لِلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ وَہَبۡنَا
لَہٗۤ اِسۡحٰقَ ؕ وَ یَعۡقُوۡبَ نَافِلَۃً ؕ وَ کُلًّا جَعَلۡنَا صٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ جَعَلۡنٰہُمۡ
اَئِمَّۃً یَّہۡدُوۡنَ بِاَمۡرِنَا وَ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡہِمۡ فِعۡلَ الۡخَیۡرٰتِ وَ اِقَامَ
الصَّلٰوۃِ وَ اِیۡتَآءَ الزَّکٰوۃِ ۚ وَ
کَانُوۡا لَنَا عٰبِدِیۡنَ ﴿ۚۙ﴾
Dan Kami telah menyelamatkan dia
(Ibrahim) dan Luth ke negeri yang telah Kami berkati di dalamnya untuk seluruh umat manusia. Dan Kami
menganugerahkan kepadanya Ishaq, dan seorang cucu, Ya’qub, dan masing-masing
Kami jadikan orang-orang yang saleh. وَ جَعَلۡنٰہُمۡ اَئِمَّۃً یَّہۡدُوۡنَ
بِاَمۡرِنَا وَ اَوۡحَیۡنَاۤ اِلَیۡہِمۡ
فِعۡلَ الۡخَیۡرٰتِ وَ اِقَامَ الصَّلٰوۃِ
وَ اِیۡتَآءَ الزَّکٰوۃِ ۚ وَ کَانُوۡا لَنَا عٰبِدِیۡنَ -- Dan Kami menjadikan mereka imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah
Kami, dan Kami wahyukan kepada
mereka untuk berbuat kebaikan-kebaikan,
dan mendirikan shalat serta membayar zakat, dan hanya kepada Kami mereka me-nyembah. (Al-Anbiya
[21]:72-74).
Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai Nabi Musa a.s. dan para rasul Allah setelah beliau:
وَ لَقَدۡ
اٰتَیۡنَا مُوۡسَی الۡکِتٰبَ فَلَا تَکُنۡ فِیۡ مِرۡیَۃٍ مِّنۡ لِّقَآئِہٖ وَ جَعَلۡنٰہُ ہُدًی لِّبَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ۚ﴾ وَ جَعَلۡنَا
مِنۡہُمۡ اَئِمَّۃً یَّہۡدُوۡنَ
بِاَمۡرِنَا لَمَّا صَبَرُوۡا ۟ؕ
وَ کَانُوۡا بِاٰیٰتِنَا یُوۡقِنُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ
رَبَّکَ ہُوَ یَفۡصِلُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا
کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan sungguh Kami benar-benar telah memberikan Kitab
kepada Musa, maka janganlah engkau ragu mengenai pertemuan dengan-Nya, dan Kami
telah menjadikannya petunjuk bagi Bani Israil. وَ جَعَلۡنَا
مِنۡہُمۡ اَئِمَّۃً یَّہۡدُوۡنَ
بِاَمۡرِنَا لَمَّا صَبَرُوۡا -- Dan
Kami menjadikan dari antara
mereka imam-imam yang memberikan
petunjuk atas perintah Kami, وَ کَانُوۡا
بِاٰیٰتِنَا یُوۡقِنُوۡنَ -- sebab mereka sabar dan memiliki
keyakinan kuat kepada Tanda-tanda Kami. اِنَّ
رَبَّکَ ہُوَ یَفۡصِلُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ فِیۡمَا
کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ -- Sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau Dia Yang akan bmemberi
keputusan di antara mereka pada Hari
Kiamat mengenai apa yang di dalamnya mereka senantiasa berselisih. (As-Sajdah
[32]:24-26).
Imam Mahdi a.s. dan Al-Masih Mau’ud a.s. Orangnya Sama & Makna Lain “Orang Musyrik”
Jadi, itulah makna sebutan Imam Mahdi dalam ayat رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰ -- “Rasul-Nya
dengan petunjuk” dalam ayat ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ
رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی -- “Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk” dalam firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [161]:10).
Sedangkan makna وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
-- “dan dengan agama yang benar”
mengisyaratkan bahwa Rasul Allah Akhir Zaman atau Imam
Mahdi a.s. – yakni Al-Masih Mau’ud a.s. -- yang diutus di Akhir Zaman tersebut adalah berasal dari kalangan umat
Islam, yang mengemban “agama yang haq” yaitu agama Islam, yang merupakan agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4), dengan
tugas untuk mengunggulkannya atas semua agama.
Oleh karena itu keliru sekali orang
yang mempercayai bahwa yang dimaksud dengan kedatangan kedua kali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di Akhir Zaman adalah Nabi Isa
Ibnu Maryam a.s. Israili atau Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Musawi, melainkan Nabi Isa Isma’ili
atau Nabi Isa Muhammadi yakni misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58)
atau Al-Masih Mau’ud a.s., yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah.
Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah sabda Nabi
Besar Muhammad saw. lā mahdiy illa ‘Isā (tidak ada Mahdi
kecuali ‘Isa) artinya bahwa Imam
Mahdi a.s. dan Al-Masih Mau’ud a.s. orangnya sama,
sebutan Imam Mahdi a.s. mengisyaratkan kepada tugas intern beliau untuk
melakukan ishlah (perbaikan) di
kalangan umat Islam, sedangkan
sebutan Al-Masih Mau’ud
a.s. mengisyaratkan kepada tugas ekstern mengajak umat-umat beragama lainnya ke dalam agama Islam sebagaimana yang difahami dan diamalkan
oleh Nabi Besar Muhammad saw.. Itulah makna ayat selanjutnya لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ
-- “supaya Dia memenangkannya
atas semua agama (Ash-Shaf [161]:10).
Ada pun
makna وَ لَوۡ کَرِہَ
الۡمُشۡرِکُوۡنَ -- “walaupun orang musyrik tidak menyukai”
mengisyaratkan kepada fihak-fihak yang bertahan pada pemahaman agama yang mereka warisi dari para pendahulu
mereka yang menjadikan mereka terpecah-belah berupa mazhab-mazhab dan sekte-sekte
serta firqah-firqah agama yang saling
mengkafirkan, termasuk di kalangan umat Islam, firman-Nya:
فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ
اللّٰہِ الَّتِیۡ فَطَرَ النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ الدِّیۡنُ
الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَ
النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾ مُنِیۡبِیۡنَ
اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ
الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾ مِنَ الَّذِیۡنَ
فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا
شِیَعًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, فِطۡرَتَ اللّٰہِ الَّتِیۡ
فَطَرَ النَّاسَ عَلَیۡہَا -- yaitu fitrat Allah, yang atas dasar itu Dia menciptakan manusia, لَا تَبۡدِیۡلَ لِخَلۡقِ اللّٰہِ -- tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah, ذٰلِکَ
الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ -- itulah agama yang lurus, وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ -- tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. مُنِیۡبِیۡنَ
اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ -- Kembalilah kamu
kepada-Nya dan bertakwalah
kepada-Nya serta dirikanlah shalat,
وَ لَا
تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ -- dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik, مِنَ
الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ
کَانُوۡا شِیَعًا
-- Yaitu orang-orang yang me-mecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ -- tiap-tiap
golongan bangga dengan apa yang ada
pada mereka. (Ar-Rūm [30]:31-33).
Penyebab Terjadinya Perpecahan Umat Beragama
Tuhan
adalah Esa dan kemanusiaan itu satu, inilah fithrat Allah dan dīnul-fithrah
— satu agama yang berakar dalam fitrat manusia (QS.7:173-174) — dan
terhadapnya manusia menyesuaikan diri
dan berlaku secara naluri. “Di dalam agama fitrah inilah seorang bayi dilahirkan akan tetapi lingkungannya, cita-cita dan kepercayaan-kepercayaan
orang tuanya, serta didikan dan ajaran yang diperolehnya dari mereka
itu, kemudian membuat dia Yahudi, Majusi atau Kristen” demikianlah Nabi Besar Muhammad saw. bersabda (Bukhari).
Hanya
semata-mata percaya kepada Kekuasaan
mutlak dan Keesaan Tuhan, yang
sesungguhnya hal itu merupakan asas pokok
agama yang hakiki, adalah tidak cukup. Suatu agama yang benar harus
memiliki peraturan-peraturan dan perintah-perintah tertentu. Dari semua peraturan dan perintah itu mendirikan shalat
itulah yang harus mendapat prioritas utama. Itulah makna ayat مُنِیۡبِیۡنَ
اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ -- “Kembalilah
kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah
shalat.”
Sedangkan makna ayat selanjutnya وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ -- “dan janganlah kamu
termasuk orang-orang yang musyrik, مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا
دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ
کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ -- yaitu orang-orang yang memecah-belah
agamanya dan mereka menjadi
golongan-golongan, tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka,” bahwa penyimpangan
dari agama sejati menjuruskan umat di zaman lampau kepada perpecahan dalam bentuk aliran-aliran yang saling memerangi dan menyebabkan sengketa di antara mereka.
Bahkan, penyimpangan dari agama sejati tersebut telah menjuruskan
para pengikut sekte-sekte atau mazhab-mazbah atau firqah-firqah
yang kemudian “mempertuhankan” para pemimpin mereka, sebagaimana dikemukakan
firman-Nya berikut ini berkenaan golongan Ahli
Kitab:
وَ قَالَتِ
الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ
اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ
قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا
مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ
وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ
مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ اُمِرُوۡۤا اِلَّا
لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang
Yahudi berkata: “Uzair adalah anak
Allah”, dan orang-orang Nasrani
ber-kata: “Al-Masih adalah anak Allah.” ٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ -- Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya, یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka meniru-niru
perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ -- Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka sampai dipalingkan dari
Tauhid? اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ
الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ -- Mereka telah
menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib
mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu
juga Al-Masih ibnu Maryam, وَ مَاۤ اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ -- padahal mereka
tidak diperintahkan melainkan supaya
mereka menyembah Tuhan Yang Mahaesa. لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ -- Tidak
ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka sekutukan. (At-Taubah [9]:30-31).
‘Uzair atau Ezra
hidup pada abad kelima sebelum Masehi. Beliau keturunan Seraya, imam agung, dan
karena beliau sendiri pun anggota Dewan
Imam dan dikenal sebagai Imam Ezra.
Beliau termasuk seorang tokoh terpenting di masanya dan mempunyai pengaruh yang
luas sekali dalam mengembangkan agama Yahudi. Beliau men-dapat kehormatan khas
di antara nabi-nabi Israil.
Orang-orang Yahudi di Medinah dan
suatu mazhab Yahudi di Hadramaut,
mempercayai beliau sebagai anak Allah.
Para Rabbi (pendeta-pendeta Yahudi) menghubungkan nama beliau dengan
beberapa lembaga-lembaga penting. Renan mengemukakan dalam mukadimah bukunya “History
of the People of Israel” bahwa bentuk agama Yahudi yang-pasti dapat
dianggap berwujud semenjak masa Ezra.
Dalam kepustakaan golongan Rabbi, Ezra atau ‘Uzair dianggap patut jadi wahana pengemban syariat seandainya syariat itu tidak dibawa oleh Nabi Musa
a.s.. . Beliau bekerjasama dengan Nehemya dan wafat pada usia 120 tahun di Babil (Yewish Encyclopaedia
& Encyclopaedia Biblica).
Tugas Utama Rasul Akhir Zaman Memurnikan
dan Menegakkan Kembali Tauhid Ilahi & Bangkitnya
Lagi Silsilah Khilafat Kenabian di
Kalangan Umat Islam
Ahbar adalah ulama-ulama Yahudi dan Ruhban
adalah para rahib agama Nasrani: اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ -- Mereka telah
menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib
mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu
juga Al-Masih ibnu Maryam.” Selanjutnya
Allah Swt. berfirman:
یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ
بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ
اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی
الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ
کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut
mereka, tetapi Allah menolak
bahkan menyempurnakan cahaya-Nya,
walau-pun orang-orang kafir tidak
menyukai. ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ -- Dia-lah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq
(benar), supaya Dia mengunggulkannya
atas semua agama وَ لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ -- walau pun orang-orang musyrik tidak menyukainya. (At-Taubah [9]:32-33).
Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa
ayat QS.61:10 dan QS.9:33 tersebut
kena untuk Al-Masih yang
dijanjikan (Al-Masih Mau’ud a.s.) sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian, sesuai janji Allah Swt. mengenai akan dibangkitkan-Nya lagi silsilah Khilafat atas jalan (minhāj) kenabian, firman-Nya:
وَعَدَ
اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ الَّذِیۡنَ مِنۡ
قَبۡلِہِمۡ ۪ وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ
مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ اَمۡنًا ؕ
یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ
شَیۡئًا ؕ وَ مَنۡ کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ
فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Allah
telah berjanji kepada orang-orang
yang beriman dan beramal
saleh di antara kamu niscaya Dia akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi
ini sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka khalifah, dan niscaya Dia akan meneguhkan bagi mereka aga-manya yang telah Dia ridhai bagi
mereka, dan niscaya Dia akan mengubah keadaan mereka dengan
keamanan sesudah ketakutan mereka. Mereka akan menyembah-Ku dan mereka tidak
akan mempersekutukan sesuatu dengan-Ku, dan barangsiapa kafir sesudah itu
mereka itulah orang-orang durhaka. (An-Nūr
[24]:56).
Jadi,
siapa pun dan pihak mana pun yang berusaha ingin menegakkan sistem kekhalifahan dalam Islam atas dasar upaya
mereka sendiri pasti akan mengalami kegagalan, sebab tidak ada khilafat tanpa didahului oleh kenabian, dan masalah kenabian sepenuhnya merupakan urusan
dan wewenang Allah Swt.,
firman-Nya:
وَ لَمَّا
جَآءَہُمُ الۡحَقُّ قَالُوۡا ہٰذَا سِحۡرٌ وَّ اِنَّا بِہٖ کٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا نُزِّلَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنُ عَلٰی
رَجُلٍ مِّنَ الۡقَرۡیَتَیۡنِ عَظِیۡمٍ ﴿﴾ اَہُمۡ یَقۡسِمُوۡنَ رَحۡمَتَ رَبِّکَ ؕ نَحۡنُ
قَسَمۡنَا بَیۡنَہُمۡ مَّعِیۡشَتَہُمۡ فِی
الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ رَفَعۡنَا بَعۡضَہُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٍ دَرَجٰتٍ
لِّیَتَّخِذَ بَعۡضُہُمۡ بَعۡضًا سُخۡرِیًّا ؕ وَ رَحۡمَتُ رَبِّکَ خَیۡرٌ مِّمَّا یَجۡمَعُوۡنَ ﴿﴾
Tetapi
tatkala datang kepada mereka kebenaran,
mereka berkata: "Ini adalah sihir, dan sesungguhnya kami mengingkarinya."
وَ قَالُوۡا
لَوۡ لَا نُزِّلَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنُ عَلٰی رَجُلٍ مِّنَ الۡقَرۡیَتَیۡنِ عَظِیۡمٍ -- Dan
mereka berkata: "Mengapakah
Al-Quran ini tidak diturunkan kepada seseorang besar dari kedua kota besar itu?" اَہُمۡ
یَقۡسِمُوۡنَ رَحۡمَتَ رَبِّکَ -- Apakah mereka yang membagi-bagikan
rahmat Rabb (Tuhan) engkau? Kami-lah
Yang membagi-bagikan di antara mereka penghidupan
mereka dalam kehidupan dunia dan
Kami mengangkat sebagian mereka di
atas sebagian lain dalam derajat,
supaya sebagian dari mereka dapat
melayani yang lainnya. وَ رَحۡمَتُ
رَبِّکَ خَیۡرٌ مِّمَّا یَجۡمَعُوۡنَ -- Dan rahmat Rabb (Tuhan) engkau adalah lebih baik
dari apa yang mereka kumpulkan. (Az-Zukkhruf [43]:31-33).
Kedua
kota besar itu pada umumnya difahami kota-kota Mekkah dan Tha'if. Pada
zaman Nabi Besar Muhammad saw. kota itu merupakan dua buah pusat kehidupan sosial dan politik bangsa Arab. Jadi, makna
ayat: وَ قَالُوۡا
لَوۡ لَا نُزِّلَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنُ عَلٰی رَجُلٍ مِّنَ الۡقَرۡیَتَیۡنِ عَظِیۡمٍ -- dan
mereka berkata: "Mengapakah
Al-Quran ini tidak diturunkan kepada seseorang besar dari kedua kota besar itu?” hal tersebut
merupakan celaan dan penghinaan
kepada Nabi Besar Muhammad saw. karena seharusnya yang pantas diutus sebagai
Rasul Allah di kalangan bangsa Arab
adalah salah seorang orang besar di kota Mekkah dan Tha’if,
bukannya Nabi Besar Muhammad saw.,
seorang anak-yatim dan miskin.
Menggutus Rasul Allah
Sepenuhnya Wewenang Allah Swt.
Ayat اَہُمۡ
یَقۡسِمُوۡنَ رَحۡمَتَ رَبِّکَ -- “apakah mereka yang membagi-bagikan
rahmat Rabb (Tuhan) engkau?” menyatakan penyesalan
keras Allah Swt. terhadap orang-orang
kafir dengan mengatakan kepada mereka bahwa sejak kapankah mereka telah menyombongkan diri mengambil peranan menjadi pembagi rahmat dan kasih-sayang
Allah, atau mempunyai hak istimewa
memutuskan siapa yang berhak dan siapa yang tidak berhak menerima rahmat dan kasih-sayang Allah?
Pada hakikatnya “keberatan” yang dikemukakan orang-orang
kafir mengenai kebijaksanaan
Allah Swt. mengutus seorang rasul Allah di
setiap zaman kenabian
(QS.7:35-37) adalah pengulangan ketakaburan
iblis yang menolak “sujud” (patuh-taat) kepada Adam (Khalifah Allah), ketika Allah Swt.
memerintahkan kepada para malaikat untuk “sujud” kepada Adam, karena iblis menganggap dirinya lebih
mulia daripada Adam (QS.2:35; QS.7:12-13; QS.15:29-33; QS.17:62;
QS.18:51; QS.20:117; QS.38:72-77).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar