Jumat, 01 Mei 2015

Pentingnya Kedatangan Imam Mahdi a.s. Sebagai "Hakim yang Adil" Untuk Memutuskan (Menghakimi) Berbagai Perselisihan di Kalangan Umat Beragama Tanpa Pertumpahan Darah



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 40

    
 Pentingnya Kedatangan Imam Mahdi a.s. Sebagai “Hakim yang Adil  Untuk  Memutuskan Berbagai Perselisihan di Kalangan Umat Beragama Tanpa Pertumpahan Darah
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai ayat  اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ -- sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia, فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ --  dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara”   (Al-Wāqi’ah [56]:76-81),    dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam. Seperti hukum alam, cita-cita dan asas-asas itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman.
   Atau, ayat ini dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepada manusia (QS.30:31). Fitrat insani berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar dan telah dilimpahi kemampuan untuk sampai kepada keputusan yang benar. Orang yang secara jujur bertindak sesuai dengan naluri atau fitratnya  ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.

Pembukaan Rahasia Gaib Kepada Rasul Allah

   Makna ayat  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ --  Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan,” yaitu hanya  orang yang bernasib baik sajalah yang  diberi pengertian  mengenai dan dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih dan berhati bengkok (QS.3:8).
    Secara sambil lalu dikatakannya bahwa – sebagai tanda penghormatan kepada Al-Quran  -- orang-orang Islam  hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara keadaan fisiknya  tidak bersih, sebab memuliakan syiar-syiar Allah merupakan salah satu tanda dari ketakwaan (QS.22:33).
    Sehubungan dengan  ayat  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ --  “Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan” berkenaan dengan Al-Quran, dalam surah lain Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya keberadaan nabi Allah di kalangan umat Islam, selain keberadaan orang-orang yang meraih martabat shiddiqin, syuhada (saksi-saksi) dan shālihīn (orang-orang shaleh  --QS.4:70-71), firman-Nya:
 عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾  لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak men-zahirkan  rahasia gaib-Nya kepada siapa pun,  kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
  Ungkapan, “izhhar ‘ala al-ghaib” berarti: diberi pengetahuan dengan sering dan secara berlimpah-limpah mengenai rahasia gaib bertalian dengan dan mengenai peristiwa dan kejadian yang sangat penting.  Ayat ini merupakan ukuran yang tiada tara bandingannya guna membedakan antara sifat dan jangkauan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada seorang rasul Allah dan rahasia-rahasia gaib yang dibukakan kepada orang-orang   beriman  yang bertakwa lainnya.
    Perbedaan itu letaknya pada kenyataan bahwa, kalau rasul-rasul Allah dianugerahi izhhar ‘ala al-ghaib yakni penguasaan atas yang gaib, maka rahasia-rahasia yang diturunkan kepada orang-orang bertakwa dan orang-orang suci lainnya tidak menikmati kehormatan serupa itu.

Tugas Imam Mahdi a.s.  Sebagai Hakim yang Adil

   Tambahan pula wahyu yang dianugerahkan kepada rasul-rasul Allah, karena ada dalam pemeliharaan-istimewa-Ilahi, keadaannya aman dari pemutar-balikkan atau pemalsuan oleh jiwa-jiwa yang jahat, sedang rahasia-rahasia yang dibukakan kepada orang-orang bertakwa lainnya tidak begitu terpelihara.
 Wahyu rasul-rasul Allah itu dijamin keamanannya terhadap pemutarbalikkan atau pemalsuan, sebab para rasul itu membawa tugas dari Allah Swt. yang harus dipenuhi dan mengemban Amanat Ilahi yang harus disampaikan oleh mereka. Itulah sebab  di Akhir Zaman ini hanya Rasul Allah  sajalah  yang menjadi Imam Mahdi  sebagai Hakim yang Adil yang akan memutuskan berbagai perselisihan masalah pemahaman agama, terutama di kalangan umat Islam, firman-Nya: 
مَا  کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ  اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ  الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ ﴿ ﴾
Allah sekali-kali tidak akan  membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya   hingga  Dia memisahkan yang buruk dari yang baik.  وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ -- Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allāh memilih  di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki,  فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ  اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ  اَجۡرٌ  عَظِیۡمٌ  -- karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Ali ‘Imran [3]:180).
        Kata-kata وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ   --- “Dan Allah sekali-kali tidak akan  memperlihatkan  yang gaib kepada kamu, tetapi Allāh memilih536 di an-tara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki,” itu tidaklah berarti bahwa sebagian rasul-rasul terpilih dan sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari orang-orang yang ditetapkan Allah Swt.    sebagai rasul-rasul-Nya, Dia memilih yang paling sesuai untuk zaman tertentu, di zaman rasul Allah itu dibangkitkan, termasuk di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,  walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [161]:10).
   Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih Mau’ud a.s.), sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.

Sebutan “Imam Mahdi a.s.”

         Makna ungkapan   رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰ  -- “Rasul-Nya dengan petunjuk” dalam ayat ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی  -- “Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk” kata rasūluhu bil-huda mengisyaratkan kepada sebutan “Imam Mahdi” yang artinya imam (pemimpin) yang mendapat petunjuk Allah Swt. melalui wahyu-Nya. Mengenai hal tersebut berikut adalah sebutan yang sama mengenai  Nabi Ibrahim a.s. dan para rasul Allah keturunan beliau, firman-Nya:
وَ اِذِ ابۡتَلٰۤی  اِبۡرٰہٖمَ  رَبُّہٗ بِکَلِمٰتٍ فَاَتَمَّہُنَّ ؕ قَالَ اِنِّیۡ جَاعِلُکَ لِلنَّاسِ  اِمَامًا ؕ قَالَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ؕ قَالَ لَا یَنَالُ عَہۡدِی الظّٰلِمِیۡنَ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Ibrahim diuji  oleh Rabb-nya (Tuhan-nya) dengan beberapa perintah  maka dilaksanakannya sepenuhnya. قَالَ اِنِّیۡ جَاعِلُکَ لِلنَّاسِ  اِمَامًا -- Dia berfirman: “Sesungguhnya  Aku akan  menjadikan engkau imam  bagi manusia.”  قَالَ وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ  -- Ia, Ibrahim,  berkata: “Dan jadikanlah ju-ga imam dari  keturunanku.  قَالَ لَا یَنَالُ عَہۡدِی الظّٰلِمِیۡنَ  -- Dia berfirman: “Janji-Ku tidak mencapai yak-ni tidak berlaku bagi orang-orang zalim.” (Al-Baqarah [2]:125).
       Imam berarti setiap obyek yang diikuti, baik manusia atau suatu Kitab (Al-Mufradāt). Selanjutnya  Allah Swt. berfirman mengenai  para rasul Allah keturunan Nabi Ibrahim a.s.:
وَ نَجَّیۡنٰہُ  وَ لُوۡطًا  اِلَی الۡاَرۡضِ الَّتِیۡ بٰرَکۡنَا  فِیۡہَا  لِلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  وَ وَہَبۡنَا لَہٗۤ  اِسۡحٰقَ ؕ وَ یَعۡقُوۡبَ  نَافِلَۃً ؕ وَ کُلًّا  جَعَلۡنَا صٰلِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ جَعَلۡنٰہُمۡ اَئِمَّۃً یَّہۡدُوۡنَ بِاَمۡرِنَا وَ اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡہِمۡ فِعۡلَ الۡخَیۡرٰتِ وَ اِقَامَ الصَّلٰوۃِ  وَ اِیۡتَآءَ الزَّکٰوۃِ ۚ وَ کَانُوۡا لَنَا عٰبِدِیۡنَ ﴿ۚۙ﴾
Dan Kami telah menyelamatkan dia (Ibrahim)  dan Luth ke negeri yang telah Kami berkati  di dalamnya untuk seluruh umat manusia. Dan Kami menganugerahkan kepadanya Ishaq, dan seorang cucu, Ya’qub, dan masing-masing Kami jadikan orang-orang yang saleh. وَ جَعَلۡنٰہُمۡ اَئِمَّۃً یَّہۡدُوۡنَ بِاَمۡرِنَا وَ اَوۡحَیۡنَاۤ  اِلَیۡہِمۡ فِعۡلَ الۡخَیۡرٰتِ وَ اِقَامَ الصَّلٰوۃِ  وَ اِیۡتَآءَ الزَّکٰوۃِ ۚ وَ کَانُوۡا لَنَا عٰبِدِیۡنَ --      Dan Kami menjadikan mereka imam-imam yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka untuk berbuat kebaikan-kebaikan, dan mendirikan shalat serta membayar zakat, dan hanya kepada Kami mereka me-nyembah. (Al-Anbiya [21]:72-74).
        Allah Swt. berfirman  kepada Nabi Besar Muhammad saw.  mengenai Nabi Musa a.s. dan para rasul Allah setelah beliau:
وَ لَقَدۡ اٰتَیۡنَا مُوۡسَی الۡکِتٰبَ فَلَا تَکُنۡ فِیۡ مِرۡیَۃٍ  مِّنۡ لِّقَآئِہٖ وَ جَعَلۡنٰہُ ہُدًی  لِّبَنِیۡۤ   اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ۚ﴾  وَ جَعَلۡنَا مِنۡہُمۡ  اَئِمَّۃً  یَّہۡدُوۡنَ  بِاَمۡرِنَا لَمَّا صَبَرُوۡا ۟ؕ  وَ کَانُوۡا بِاٰیٰتِنَا یُوۡقِنُوۡنَ ﴿﴾   اِنَّ  رَبَّکَ ہُوَ یَفۡصِلُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ  فِیۡمَا  کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah memberikan Kitab kepada Musa, maka janganlah engkau ragu mengenai pertemuan dengan-Nya, dan Kami telah menjadikannya petunjuk bagi Bani Israil. وَ جَعَلۡنَا مِنۡہُمۡ  اَئِمَّۃً  یَّہۡدُوۡنَ  بِاَمۡرِنَا لَمَّا صَبَرُوۡا  --    Dan  Kami  menjadikan dari antara mereka imam-imam yang memberikan petunjuk atas perintah Kami, وَ کَانُوۡا بِاٰیٰتِنَا یُوۡقِنُوۡنَ   -- sebab mereka sabar dan memiliki keyakinan kuat kepada Tanda-tanda Kami.   اِنَّ  رَبَّکَ ہُوَ یَفۡصِلُ بَیۡنَہُمۡ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ  فِیۡمَا  کَانُوۡا فِیۡہِ یَخۡتَلِفُوۡنَ --  Sesungguhnya Rabb (Tuhan) engkau Dia Yang akan bmemberi keputusan di antara mereka pada Hari Kiamat  mengenai apa yang di dalamnya mereka senantiasa berselisih. (As-Sajdah [32]:24-26).

Imam Mahdi a.s. dan Al-Masih Mau’ud a.s. Orangnya Sama & Makna Lain “Orang Musyrik

      Jadi, itulah makna  sebutan Imam Mahdi  dalam ayat      رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰ  -- “Rasul-Nya dengan petunjuk” dalam ayat ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی  -- “Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk” dalam firman-Nya: 
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,  walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [161]:10).
       Sedangkan makna  وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ  -- “dan dengan agama yang benar mengisyaratkan bahwa Rasul Allah Akhir Zaman   atau Imam Mahdi a.s. – yakni Al-Masih Mau’ud a.s.   -- yang diutus di Akhir Zaman   tersebut  adalah berasal dari  kalangan umat Islam,   yang mengemban “agama yang haq” yaitu agama Islam, yang merupakan agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4),  dengan tugas untuk mengunggulkannya atas semua agama.
        Oleh karena itu keliru sekali orang yang mempercayai bahwa yang dimaksud dengan kedatangan kedua kali Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di Akhir Zaman  adalah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Israili  atau Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Musawi, melainkan Nabi Isa  Isma’ili atau Nabi Isa Muhammadi  yakni misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  (QS.43:58)  atau  Al-Masih Mau’ud a.s., yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah.
           Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah sabda Nabi Besar Muhammad saw. lā mahdiy illa ‘Isā  (tidak ada Mahdi kecuali ‘Isa) artinya bahwa  Imam Mahdi a.s. dan Al-Masih Mau’ud a.s.  orangnya sama,  sebutan Imam Mahdi a.s. mengisyaratkan kepada tugas intern beliau  untuk melakukan ishlah (perbaikan) di kalangan  umat Islam,  sedangkan sebutan  Al-Masih  Mau’ud a.s.  mengisyaratkan kepada tugas ekstern  mengajak umat-umat beragama lainnya ke dalam agama Islam  sebagaimana yang difahami dan diamalkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.. Itulah makna ayat selanjutnya لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ   -- “supaya Dia memenangkannya atas semua agama (Ash-Shaf [161]:10).
        Ada pun  makna  وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ  -- “walaupun orang musyrik tidak menyukai  mengisyaratkan kepada fihak-fihak yang bertahan pada pemahaman agama   yang mereka warisi dari para pendahulu mereka yang menjadikan  mereka terpecah-belah berupa mazhab-mazhab  dan sekte-sekte serta firqah-firqah agama yang saling mengkafirkan, termasuk di kalangan umat Islam, firman-Nya:
فَاَقِمۡ  وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰہِ  الَّتِیۡ فَطَرَ  النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ  لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾  مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾  مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, فِطۡرَتَ اللّٰہِ  الَّتِیۡ فَطَرَ  النَّاسَ عَلَیۡہَا  -- yaitu fitrat Allah, yang atas dasar itu  Dia menciptakan manusia, لَا تَبۡدِیۡلَ  لِخَلۡقِ اللّٰہِ  -- tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah, ذٰلِکَ الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ  --   itulah agama yang lurus,  وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ  --  tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ    --  Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat,   وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ  -- dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik,  مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا  --  Yaitu orang-orang yang me-mecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ  --      tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rūm [30]:31-33).

Penyebab Terjadinya Perpecahan Umat Beragama

         Tuhan adalah  Esa dan kemanusiaan itu satu, inilah fithrat Allah dan dīnul-fithrah — satu agama yang berakar dalam fitrat manusia (QS.7:173-174) — dan terhadapnya manusia menyesuaikan diri dan berlaku secara naluri. “Di dalam agama fitrah inilah seorang bayi dilahirkan akan tetapi lingkungannya, cita-cita dan kepercayaan-kepercayaan orang tuanya, serta didikan dan ajaran yang diperolehnya dari mereka itu, kemudian membuat dia Yahudi, Majusi atau Kristen” demikianlah Nabi Besar Muhammad saw. bersabda (Bukhari).
         Hanya semata-mata percaya kepada Kekuasaan mutlak dan Keesaan Tuhan, yang sesungguhnya hal itu merupakan asas pokok agama yang hakiki, adalah tidak cukup. Suatu agama yang benar harus memiliki peraturan-peraturan dan perintah-perintah tertentu. Dari semua peraturan dan perintah itu mendirikan shalat itulah yang harus mendapat prioritas utama. Itulah makna ayat مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ     -- “Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat.” 
        Sedangkan makna   ayat selanjutnya  وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ  -- “dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik,  مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ --   yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka,” bahwa penyimpangan dari agama sejati menjuruskan umat di zaman lampau kepada perpecahan dalam bentuk aliran-aliran yang saling memerangi dan menyebabkan sengketa di antara mereka.
       Bahkan, penyimpangan dari agama sejati tersebut telah menjuruskan para pengikut sekte-sekte atau mazhab-mazbah  atau firqah-firqah  yang kemudian “mempertuhankan” para pemimpin mereka, sebagaimana dikemukakan firman-Nya berikut ini berkenaan golongan Ahli Kitab:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ  ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ  ابۡنُ  اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ  قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی  یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا  لِیَعۡبُدُوۡۤا  اِلٰـہًا  وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Dan  orang-orang Yahudi berkata: “Uzair  adalah  anak Allah”, dan orang-orang Nasrani ber-kata: “Al-Masih adalah  anak  Allah.” ٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ   -- Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya,  یُضَاہِـُٔوۡنَ  قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ --  mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی  یُؤۡفَکُوۡنَ -- Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka sampai dipalingkan dari Tauhid? اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ  --  Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka  sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam,  وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا  لِیَعۡبُدُوۡۤا  اِلٰـہًا  وَّاحِدًا ۚ -- padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya mereka menyembah Tuhan Yang Mahaesa. لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ     -- Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka sekutukan. (At-Taubah [9]:30-31).
        ‘Uzair atau Ezra hidup pada abad kelima sebelum Masehi. Beliau keturunan Seraya, imam agung, dan karena beliau sendiri pun anggota Dewan Imam dan dikenal sebagai Imam Ezra. Beliau termasuk seorang tokoh terpenting di masanya dan mempunyai pengaruh yang luas sekali dalam mengembangkan agama Yahudi. Beliau men-dapat kehormatan khas di antara nabi-nabi Israil.
       Orang-orang Yahudi di Medinah dan suatu mazhab Yahudi di Hadramaut, mempercayai beliau sebagai anak Allah. Para Rabbi (pendeta-pendeta Yahudi) menghubungkan nama beliau dengan beberapa lembaga-lembaga penting. Renan mengemukakan dalam mukadimah bukunya “History of the People of Israel” bahwa bentuk agama Yahudi yang-pasti dapat dianggap berwujud semenjak masa Ezra.
        Dalam kepustakaan golongan Rabbi, Ezra atau ‘Uzair  dianggap patut jadi wahana pengemban syariat seandainya syariat itu tidak dibawa oleh Nabi Musa a.s.. . Beliau bekerjasama dengan Nehemya dan wafat pada usia 120 tahun di Babil (Yewish Encyclopaedia &  Encyclopaedia Biblica).

Tugas Utama Rasul Akhir Zaman    Memurnikan dan Menegakkan Kembali Tauhid Ilahi  &   Bangkitnya Lagi Silsilah Khilafat Kenabian di Kalangan Umat Islam

        Ahbar adalah ulama-ulama Yahudi dan Ruhban adalah para rahib agama Nasrani:   اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ  --  Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka  sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam.” Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
یُرِیۡدُوۡنَ  اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ  اِلَّاۤ  اَنۡ  یُّتِمَّ  نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah  dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau-pun orang-orang kafir tidak menyukai.    ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ    --  Dia-lah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq (benar), supaya Dia mengunggulkannya atas semua agama وَ لَوۡ کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ    -- walau pun orang-orang musyrik tidak menyukainya.   (At-Taubah [9]:32-33).
    Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat QS.61:10 dan QS.9:33  tersebut  kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih Mau’ud a.s.) sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian, sesuai janji Allah Swt. mengenai akan dibangkitkan-Nya lagi silsilah Khilafat atas jalan (minhāj) kenabian, firman-Nya:
وَعَدَ  اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۪ وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ  الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ  اَمۡنًا ؕ یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا  یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ شَیۡئًا ؕ وَ مَنۡ  کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman  dan  beramal saleh di antara kamu niscaya Dia  akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka khalifah, dan niscaya Dia akan meneguhkan bagi mereka aga-manya yang telah Dia ridhai bagi mereka,  dan niscaya Dia akan mengubah keadaan mereka dengan keamanan sesudah ketakutan mereka. Mereka akan menyembah-Ku dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan-Ku, dan barangsiapa kafir sesudah itu  mereka itulah orang-orang  durhaka.  (An-Nūr [24]:56).
        Jadi, siapa pun dan pihak mana pun  yang berusaha ingin menegakkan sistem kekhalifahan dalam Islam  atas dasar upaya mereka sendiri pasti akan mengalami kegagalan, sebab tidak ada khilafat tanpa didahului oleh kenabian, dan masalah kenabian sepenuhnya merupakan urusan  dan wewenang Allah Swt., firman-Nya:
وَ لَمَّا جَآءَہُمُ الۡحَقُّ  قَالُوۡا ہٰذَا سِحۡرٌ  وَّ اِنَّا بِہٖ  کٰفِرُوۡنَ ﴿﴾  وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا نُزِّلَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنُ عَلٰی رَجُلٍ مِّنَ الۡقَرۡیَتَیۡنِ  عَظِیۡمٍ ﴿﴾  اَہُمۡ یَقۡسِمُوۡنَ رَحۡمَتَ رَبِّکَ ؕ نَحۡنُ قَسَمۡنَا بَیۡنَہُمۡ  مَّعِیۡشَتَہُمۡ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ رَفَعۡنَا بَعۡضَہُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٍ دَرَجٰتٍ لِّیَتَّخِذَ بَعۡضُہُمۡ بَعۡضًا سُخۡرِیًّا ؕ وَ رَحۡمَتُ رَبِّکَ خَیۡرٌ  مِّمَّا یَجۡمَعُوۡنَ ﴿﴾
Tetapi tatkala datang kepada mereka kebenaran,   mereka berkata:  "Ini adalah sihir, dan sesungguhnya kami mengingkarinya."  وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا نُزِّلَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنُ عَلٰی رَجُلٍ مِّنَ الۡقَرۡیَتَیۡنِ  عَظِیۡمٍ  --  Dan mereka berkata: "Mengapakah Al-Quran ini tidak diturunkan kepada seseorang besar dari kedua kota besar itu?"  اَہُمۡ یَقۡسِمُوۡنَ رَحۡمَتَ رَبِّکَ  -- Apakah mereka yang  membagi-bagikan  rahmat Rabb (Tuhan) engkau? Kami-lah Yang membagi-bagikan di antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia dan Kami mengangkat sebagian mereka di atas sebagian lain dalam derajat, supaya sebagian dari mereka dapat melayani yang lainnya. وَ رَحۡمَتُ رَبِّکَ خَیۡرٌ  مِّمَّا یَجۡمَعُوۡنَ  -- Dan rahmat Rabb (Tuhan) engkau adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Az-Zukkhruf [43]:31-33).
     Kedua kota besar itu pada umumnya difahami kota-kota Mekkah dan Tha'if. Pada zaman  Nabi Besar Muhammad saw.  kota itu merupakan dua buah pusat kehidupan sosial dan politik bangsa Arab. Jadi, makna ayat:  وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا نُزِّلَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنُ عَلٰی رَجُلٍ مِّنَ الۡقَرۡیَتَیۡنِ  عَظِیۡمٍ  --  dan mereka berkata: "Mengapakah Al-Quran ini tidak diturunkan kepada seseorang besar dari kedua kota besar itu?” hal tersebut merupakan celaan  dan penghinaan kepada Nabi Besar Muhammad saw. karena seharusnya yang pantas diutus sebagai Rasul Allah  di kalangan bangsa Arab adalah salah seorang orang besar  di kota Mekkah dan Tha’if, bukannya  Nabi Besar Muhammad saw., seorang anak-yatim  dan miskin.

Menggutus Rasul Allah Sepenuhnya Wewenang Allah Swt.

    Ayat    اَہُمۡ یَقۡسِمُوۡنَ رَحۡمَتَ رَبِّکَ  -- “apakah mereka yang  membagi-bagikan  rahmat Rabb (Tuhan) engkau?”   menyatakan penyesalan keras Allah Swt. terhadap orang-orang kafir dengan mengatakan kepada mereka bahwa sejak kapankah mereka telah menyombongkan diri mengambil peranan menjadi pembagi rahmat dan kasih-sayang Allah, atau mempunyai hak istimewa memutuskan siapa yang berhak dan siapa yang tidak berhak menerima rahmat dan kasih-sayang Allah?
     Pada hakikatnya “keberatan” yang dikemukakan orang-orang kafir mengenai kebijaksanaan Allah Swt. mengutus seorang rasul Allah   di setiap zaman kenabian (QS.7:35-37)  adalah pengulangan  ketakaburan iblis  yang menolak “sujud” (patuh-taat) kepada Adam (Khalifah Allah), ketika Allah Swt. memerintahkan kepada para malaikat untuk “sujud” kepada Adam, karena iblis menganggap dirinya lebih mulia daripada Adam  (QS.2:35; QS.7:12-13; QS.15:29-33; QS.17:62; QS.18:51; QS.20:117; QS.38:72-77).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 27  April   2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar