Jumat, 29 Mei 2015

Kebesertaan Allah Swt. Dengan Nabi Besar Muhammad Saw. dan Para Sahabah Beliau Saw. Dalam Berbagai Perang di Jalan Allah & Pentingnya Jihad Menggunakan "Senjata Pena" (Da'wah Lisan dan Tulisan) di Akhir Zaman




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt

Bab 62

Kebesertaan Allah Swt. Dengan Nabi Besar Muhammad Saw. dan Para Sahabat Beliau Saw. Dalam Berbagai  Perang di Jalan Allah &  Jihad   Menggunakan “Senjata Pena” (Da’wah Lisan dan Tulisan)  di Akhir Zaman
 
 Oleh



Ki Langlang Buana Kusuma



D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai alasan  perintah untuk mengadakan perang yang hanya berlaku terhadap orang-orang kafir yang bukan saja menjadi pihak yang memulai   membuka permusuhan terhadap Islam, tetapi juga yang mengkhianati dan sedikit pun tidak menghargai ikatan-ikatan persaudaraan atau kesepakatan-kesepakatan dan perjanjian-perjanjian, sebagaimana firman-Nya sebelum ini:
کَیۡفَ یَکُوۡنُ لِلۡمُشۡرِکِیۡنَ عَہۡدٌ عِنۡدَ اللّٰہِ  وَ عِنۡدَ رَسُوۡلِہٖۤ  اِلَّا الَّذِیۡنَ عٰہَدۡتُّمۡ  عِنۡدَ  الۡمَسۡجِدِ  الۡحَرَامِ ۚ فَمَا اسۡتَقَامُوۡا لَکُمۡ فَاسۡتَقِیۡمُوۡا لَہُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  یُحِبُّ  الۡمُتَّقِیۡنَ ﴿﴾  کَیۡفَ وَ  اِنۡ  یَّظۡہَرُوۡا عَلَیۡکُمۡ  لَا یَرۡقُبُوۡا فِیۡکُمۡ  اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً  ؕ یُرۡضُوۡنَکُمۡ  بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ تَاۡبٰی  قُلُوۡبُہُمۡ ۚ وَ اَکۡثَرُہُمۡ  فٰسِقُوۡنَ ۚ﴿﴾
Bagaimana mungkin bagi orang-orang musyrik  ada perjanjian dengan Allah dan dengan Rasul-Nya,  kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka di dekat Masjidil Haram? فَمَا اسۡتَقَامُوۡا لَکُمۡ فَاسۡتَقِیۡمُوۡا لَہُمۡ    -- Lalu  selama mereka berpegang teguh dalam perjanjian dengan kamu  maka berpegang teguh pulalah  kamu terhadap mereka, اِنَّ اللّٰہَ  یُحِبُّ  الۡمُتَّقِیۡنَ --  sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. کَیۡفَ وَ  اِنۡ  یَّظۡہَرُوۡا عَلَیۡکُمۡ  لَا یَرۡقُبُوۡا فِیۡکُمۡ  اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً    -- Bagaimana mungkin, padahal jika mereka unggul  atas kamu,   mereka  tidak akan menghiraukan tali kekeluargaan  dan tidak pula perjanjian. یُرۡضُوۡنَکُمۡ  بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ تَاۡبٰی  قُلُوۡبُہُمۡ   -- Mereka membuat kamu senang hanya dengan mulut mereka, sedangkan hati mereka menolak, وَ اَکۡثَرُہُمۡ  فٰسِقُوۡنَ  --  dan kebanyakan mereka orang-orang fasik (durhaka)  (At-Taubah [9]:7-8).

Empat Alasan Berperang yang  Dilakukan Umat Islam

         Sehubungan dengan hal  tersebut  Allah Swt. berfirman mengenai salah satu tujuan memberikan  izin berperang kepada umat Islam:
وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Dan seandainya Allah tidak menangkis   sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan mas-jid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama  Allah,    dan  Allah pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.  (Al-Hajj [22]:41).
       Dalam firman Allah Swt. selanjutnya bahwa pengkhianatan yang mereka lakukan tersebut bahkan terhadap perjanjian-perjanjian dengan Allah Swt. (QS.2:84-87; QS.3:82-83), karena itu terlebih lagi terhadap perjanjian dengan  umat Islam mereka tidak akan benar-benar memenuhinya, firman-Nya:
اِشۡتَرَوۡا بِاٰیٰتِ اللّٰہِ ثَمَنًا قَلِیۡلًا فَصَدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِہٖ ؕ اِنَّہُمۡ سَآءَ مَا کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ لَا یَرۡقُبُوۡنَ فِیۡ مُؤۡمِنٍ اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً ؕ وَ اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الۡمُعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Mereka menjual Ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi orang-orang dari jalan-Nya, sesungguhnya sangat buruk  apa yang senantiasa mereka kerjakan. Mereka tidak memelihara ikatan kekeluargaan terhadap orang beriman  dan tidak pula perjanjian, dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (At-Taubah [9]:9-10).
       Ayat ini bersama dengan dua ayat sebelumnya (QS.9:7-8), mengemukakan alasan  mengapa orang-orang Islam diperintahkan melancarkan peperangan terhadap orang-orang musyrik semacam itu (QS.9:5). Alasan-alasannya sebagai berikut:
      (1) Mereka berlaku khianat; mereka pura-pura mengaku bersahabat dengan orang-orang Islam, tetapi begitu mereka memperoleh kesempatan untuk merugikan umat Islam, mereka melanggar ikrar mereka, dan mereka berbuat demikian, sekalipun umat Islam memberikan kepercayaan kepada mereka.
     (2) Ikatan-ikatan kekeluargaan pun mereka abaikan dan membunuh sanak-saudara sendiri yang hanya semata-mata karena telah masuk Islam (QS.9:8).
      (3) Tujuan mereka melancarkan peperangan ialah menghalang-halangi orang-orang memeluk Islam (QS.9:9).
      (4) Merekalah yang pertama-tama menyerang orang-orang Islam (QS.9:13).

Pintu Taubat dan Pintu Perdamaian Selalu Terbuka & Makna Para “Pemimpin Kekafiran

       Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai selalu terbukanya “pintu taubat” dan “pintu perdamaian” bagi mereka:
فَاِنۡ تَابُوۡا وَ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ  فَاِخۡوَانُکُمۡ فِی الدِّیۡنِ ؕ وَ نُفَصِّلُ  الۡاٰیٰتِ  لِقَوۡمٍ  یَّعۡلَمُوۡنَ  ﴿﴾ وَ  اِنۡ نَّکَثُوۡۤا اَیۡمَانَہُمۡ  مِّنۡۢ بَعۡدِ عَہۡدِہِمۡ وَ طَعَنُوۡا فِیۡ دِیۡنِکُمۡ  فَقَاتِلُوۡۤا اَئِمَّۃَ الۡکُفۡرِ ۙ اِنَّہُمۡ لَاۤ اَیۡمَانَ لَہُمۡ لَعَلَّہُمۡ  یَنۡتَہُوۡنَ ﴿﴾
Lalu  jika mereka bertaubat,   senantiasa mendirikan shalat dan membayar zakat, maka mereka saudara-saudara kamu seagama, dan Kami menjelaskan Ayat-ayat bagi kaum yang mengetahui.  Tetapi jika mereka melanggar sumpahnya setelah perjanjian mereka dan mereka menyerang agama kamu maka  perangilah pemimpin-pemimpin kekafiran itu,  sesungguhnya mereka tidak menghiraukan sumpah-sumpahnya, supaya  mereka berhenti dari amal buruk. (At-Taubah [9]:11-12).
        Kata-kata “menyerang agama kamu” tidak hanya mengisyaratkan kepada cercaan-cercaan dan celaan-celaan mereka dengan lisan, tetapi juga kepada serangan-serangan sungguh-sungguh yang dimaksudkan untuk merugikan kepentingan-kepentingan Islam yang bersifat asasi, kata tha’ana secara harfiah berarti “menusuk dengan lembing.”
       Kata-kata “pemimpin-pemimpin kafir” di sini tidak dikenakan kepada beberapa pemuka mereka saja, melainkan kepada seluruh kaum yang terhadapnya orang-orang Islam diperintahkan berperang. Mereka disebut “pemimpin-pemimpin kekafiran” sebab mereka termasuk di antara yang pertama-tama bentrok dengan orang-orang Islam,  dan contoh  buruk yang mereka berikan menjadikan pendorong kepada yang lainnya, dan juga oleh karena permusuhan mereka terhadap Islam telah begitu mendalam serta tak bisa diajak damai, sehingga mereka seolah-olah merupakan model-model kejahatan dalam hal ini.
     Selanjutnya Allah Swt. memperingatkan orang-orang beriman mengenai pentingnya memerangi komplotan kabilah-kabilah  musyrik Arab yang berada di  dalam dan luar Madinah, firman-Nya:
اَلَا تُقَاتِلُوۡنَ قَوۡمًا نَّکَثُوۡۤا اَیۡمَانَہُمۡ وَ ہَمُّوۡا بِاِخۡرَاجِ الرَّسُوۡلِ وَ ہُمۡ بَدَءُوۡکُمۡ اَوَّلَ مَرَّۃٍ ؕ اَتَخۡشَوۡنَہُمۡ ۚ فَاللّٰہُ  اَحَقُّ اَنۡ تَخۡشَوۡہُ  اِنۡ  کُنۡتُمۡ  مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Mengapa kamu tidak akan memerangi suatu kaum yang telah melanggar sumpah mereka dan yang telah bertekad mengusir Rasul,  dan mereka pula yang pertama-tama memulai memerangi kamu?  Apakah kamu takut kepada mereka? Padahal Allah-lah yang lebih berhak kamu takut kepada-Nya, jika kamu benar-benar  orang-orang beriman. (At-Taubah [9]:13). 
       Kabilah-kabilah di dalam kota Medinah atau di sekelilingnya yang  --  ketika Nabi Besar Muhammad saw.  memimpin gerakan militer ke Tabuk  -- mereka telah berkomplot hendak menjatuhkan beliau saw. dengan jalan menghasut berbagai kabilah Arab untuk bangkit melawan beliau saw..

 “Kebesertaan” Allah Swt. dengan  Orang-orang Beriman dalam Perang di Jalan Allah

       Kata-kata ini pun tidak mengacu kepada kaum musyrikin Mekkah, tetapi kepada orang-orang kafir -- yang berdiam secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi  --  di Medinah dan di sekitarnya. Mereka memberikan kesaksian yang jelas mengenai kenyataan bahwa Islam bukan pihak pelanggar, bahkan telah menjadi korban agresi. Adalah sesuatu yang tabu bagi orang-orang Islam menjadi pelanggar. Allah Swt. berfirman: 
قَاتِلُوۡہُمۡ یُعَذِّبۡہُمُ اللّٰہُ بِاَیۡدِیۡکُمۡ وَ یُخۡزِہِمۡ وَ یَنۡصُرۡکُمۡ عَلَیۡہِمۡ وَ یَشۡفِ صُدُوۡرَ  قَوۡمٍ  مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Perangilah mereka,  Allah akan mengazab mereka dengan perantaraan tangan-tangan kamu, akan  menghinakan  mereka, akan menolong kamu terhadap mereka dan Dia akan  melegakan  hati orang-orang beriman.    Dan supaya Dia  menghapuskan kemarahan  mereka,  Allah  menerima taubat siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (At-Taubah [9]:14-15).
     Sehubungan ayat-ayat tersebut dalam Surah lainnya Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya  orang-orang beriman berperang di jalan Allah, bagaimana pun kuatnya pasukan musuh kebenaran yang dihadapi mereka:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اِذَا لَقِیۡتُمُ  الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا  زَحۡفًا  فَلَا  تُوَلُّوۡہُمُ  الۡاَدۡبَارَ ﴿ۚ﴾  وَ مَنۡ یُّوَلِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ دُبُرَہٗۤ  اِلَّا مُتَحَرِّفًا لِّقِتَالٍ اَوۡ مُتَحَیِّزًا اِلٰی فِئَۃٍ فَقَدۡ بَآءَ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰہِ وَ مَاۡوٰىہُ جَہَنَّمُ ؕ وَ بِئۡسَ  الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman,  apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir yang sedang bergerak dalam pasukan  maka janganlah kamu membalikkan punggung kepada mereka.  Dan barangsiapa membalikkan punggungnya kepada mereka pada hari semacam itu, kecuali beralih tempat untuk siasat perang atau hendak bergabung kepada pasukan lain,  maka sesungguhnya ia kembali dengan kemurkaan dari Allah, dan tempat tinggalnya adalah Jahannam, dan  sangat buruk  tempat kembali itu  (Al-Anfāl [16-17).
      Orang-orang Islam harus berperang sampai titik darah penghabisan. Mereka harus menang atau mati; tidak ada pilihan lain bagi mereka.  Ayat selanjutnya menerangkan dan menggambarkan keadaan-keadaan bilamana satu gerakan yang nampak sebagai pengunduran atau penarikan kekuatan Islam waktu menghadapi musuh dapat dibenarkan:
       (a) sebagai taktik perang atau tipu muslihat perang ketika satu pasukan yang tengah bertempur mengalihkan kedudukannya untuk menipu musuh atau untuk menguasai suatu kedudukan yang lebih baik;
       (b) bila satu bagian pasukan mengambil keputusan untuk mundur teratur guna menggabungkan diri dengan pasukan induknya atau dengan pasukan Islam yang lain, pada posisi sebelum menyerang musuh.

Persamaan Mukjizat Nabi Besar Muhammad  Saw. dengan Mukjizat Nabi Musa a.s.

        Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai “kebesertaan” Allah Swt.  dengan  Nabi Besar Muhammad saw. dan orang-orang beriman  dalam Perang Badar:
فَلَمۡ تَقۡتُلُوۡہُمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  قَتَلَہُمۡ ۪ وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی ۚ وَ لِیُبۡلِیَ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ  مِنۡہُ  بَلَآءً  حَسَنًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ  سَمِیۡعٌ  عَلِیۡمٌ ﴿﴾  ذٰلِکُمۡ وَ اَنَّ اللّٰہَ  مُوۡہِنُ کَیۡدِ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Maka bukan  kamu yang membunuh mereka melainkan Allah yang telah membunuh mereka, dan bukan engkau yang melemparkan pasir ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang telah melempar,  dan supaya Dia menganugerahi  orang-orang yang beriman  anugerah yang baik dari-Nya,  sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.   Demikianlah yang terjadi, dan sesungguhnya Allah melemahkan tipu-daya orang-orang kafir. (Al-Anfāl [18-19). 
         Kemenangan  dalam perang Badar itu sebenarnya bukan disebabkan oleh suatu kecakapan atau kemahiran pihak orang-orang Islam. Mereka terlalu sedikit, terlalu lemah, dan terlalu buruk persenjataan mereka untuk memperoleh kemenangan terhadap satu lasykar Mekkah yang jauh lebih besar jumlahnya, jauh lebih baik persenjataannya, lagi pula jauh lebih terlatih. Itulah makna ayat فَلَمۡ تَقۡتُلُوۡہُمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ  قَتَلَہُمۡ   -- “Maka bukan  kamu yang membunuh mereka melainkan Allah yang telah membunuh mereka.
       Ada pun makna ayat وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی -- “dan bukan engkau yang melemparkan pasir ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang telah melempar,” yaitu  perlemparan segenggam kerikil dan pasir oleh Nabi Besar Muhammad saw. mempunyai kesamaan yang ajaib dengan pemukulan air laut dengan tongkat oleh Nabi Musa a.s..
      Sebagaimana dalam kejadian yang terakhir, perbuatan Nabi Musa a.s.  itu seolah-olah merupakan isyarat bagi angin untuk bertiup dan bagi air-pasang naik kembali sehingga membawa akibat tenggelamnya Fir’aun serta lasykarnya di laut, demikian pula halnya pelemparan segenggam kerikil oleh Nabi Besar Muhammad saw.  merupakan satu isyarat untuk angin bertiup kencang dengan membawa akibat kebinasaan Abu Jahal (yang pernah disebut oleh  Nabi Besar Muhammad saw.  sebagai Fir’aun kaumnya) dan lasykarnya di padang pasir itu. Dalam kedua kejadian tersebut bekerjanya kekuatan-kekuatan alam itu, bertepatan benar dengan tindakan-tindakan kedua nabi  Allah itu, di bawah takdir khas Allah Swt..  
        Mengenai tujuan lain dari perintah Allah Swt. agar   orang-orang beriman memerangi orang-orang musyrik yang selalu melanggar perjanjian tersebut Dia berfirman:
 اَمۡ حَسِبۡتُمۡ  اَنۡ تُتۡرَکُوۡا وَ لَمَّا یَعۡلَمِ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ جٰہَدُوۡا مِنۡکُمۡ وَ لَمۡ یَتَّخِذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ لَا رَسُوۡلِہٖ وَ لَا الۡمُؤۡمِنِیۡنَ  وَلِیۡجَۃً ؕ وَ اللّٰہُ  خَبِیۡرٌۢ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan padahal Allah belum mengetahui siapa di antara kamu yang telah berjihad  dan  mereka tidak mengambil sahabat  selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang beriman?  Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (At-Taubah [9]:16).

Perang Dengan  Menggunakan “Senjata Pena” di Akhir Zaman &

        Di Akhir Zaman ini,  berkenaan dengan masalah agama, melakukan  perang secara fisik tidak diperlukan lagi, yang diperlukan adalah melakukan jihad di  jalan Allah melalui da’wah lisan danm tulisan  atau menggunakan “senjata  pena”, sebab di Akhir Zaman ini penyerangan yang dilakukan pihak lawab terhadap kesucian agama Islam (Al-Quran) dan Nabi Besar Muhammad saw. tidak dilakukan secara fisik melainkan melalui media  cetak mau pun media elektronik, misalnya pembuatan karikatur  dan lain-lain.
        Oleh karena itu, kembali kepada  masalah cara-cara menyampaikan da’wah Islam kepada golongan Ahli Kitab sebelum ini dalam Bab 60, Allah Swt. berfirman:
وَ لَا تُجَادِلُوۡۤا اَہۡلَ الۡکِتٰبِ اِلَّا بِالَّتِیۡ ہِیَ  اَحۡسَنُ ٭ۖ اِلَّا  الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا مِنۡہُمۡ وَ قُوۡلُوۡۤا اٰمَنَّا بِالَّذِیۡۤ اُنۡزِلَ  اِلَیۡنَا وَ اُنۡزِلَ اِلَیۡکُمۡ وَ اِلٰـہُنَا وَ اِلٰـہُکُمۡ وَاحِدٌ  وَّ  نَحۡنُ  لَہٗ  مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾  
Dan janganlah kamu berbantah dengan Ahlikitab  melainkan   dengan dalil-dalil yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka.   --  Dan katakanlah: “Kami beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada kami dan yang telah diturunkan kepada kamu,  Rabb (Tuhan) kami dan Rabb (Tuhan) kamu itu Esa,   dan kami kepada-Nya berserah diri. Al-Ankabūt [29]:47).
        Ayat ini meletakkan asas yang sangat sehat sekali guna membimbing kita ketika menablighkan ‘itikad kepada orang lain. Kita hendaknya memulai bertabligh dengan menekankan pada asas-asas kepercayaan dan asas-asas keagamaan yang sama antara kita dan lawan kita. Sebagai contoh, ditetapkan kepada kita bahwa sementara kita berbicara kepada ahlikitab, kita hendaknya memulai dengan kedua asas keagamaan yang pokok tentang Keesaan Tuhan dan wahyu Ilahi, firman-Nya:
قُلۡ یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ تَعَالَوۡا اِلٰی کَلِمَۃٍ سَوَآءٍۢ  بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَکُمۡ اَلَّا نَعۡبُدَ اِلَّا اللّٰہَ وَ لَا نُشۡرِکَ بِہٖ شَیۡئًا وَّ لَا یَتَّخِذَ بَعۡضُنَا بَعۡضًا اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُوۡلُوا اشۡہَدُوۡا بِاَنَّا مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Hai Ahlul Kitab, marilah kepada satu kalimat yang sama di antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan tidak pula kita mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan  sebagian kita tidak menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah.” فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُوۡلُوا اشۡہَدُوۡا بِاَنَّا مُسۡلِمُوۡنَ  -- Tetapi jika mereka berpaling maka katakanlah: “Jadi sak-silah bahwa sesungguhnya kami orang-orang yang berserah diri kepada Allah.” (Ali ‘Imran [3]:65).

Tidak Boleh Ada Kompromi Berkenaan dengan Allah Swt. (Tauhid Ilahi) dan Ajaran Islam (Al-Quran)

       Ayat ini dengan keliru dianggap oleh sementara orang seakan-akan mem-berikan dasar untuk mencapai suatu kompromi antara Islam di satu pihak dan Kristen serta agama Yahudi di lain pihak. Dikemukakan sebagai alasan bahwa bila agama-agama tersebut pun mengajarkan dan menanamkan Keesaan Tuhan, maka ajaran Islam lainnya yang dianggap menduduki tempat kedua dalam kepentingannya, sebaiknya ditinggalkan saja.
      Sulit dimengerti bahwa gagasan kompromi dalam urusan agama pernah dianjurkan dengan kaum yang dalam ayat-ayat sebelum ayat ini dikutuk dengan sangat keras atas kepalsuan kepercayaan mereka dan ditantang begitu hebat untuk bermubahalah.
       Nabi Besar Muhammad saw. dalam menulis surat dakwah kepada Heraclius memakai ayat ini pula, malahan mendesak Heraclius supaya menerima Islam dan mengancamnya dengan ancaman azab Ilahi, bila ia menolak berbuat demikian (Bukhari). Hal itu tak ayal lagi menunjukkan bahwa kepercayaannya terhadap Keesaan Tuhan semata-mata, menurut Nabi Besar Muhammad saw.   tidak dapat menyelamatkan Heraclius dari azab Ilahi.
         Memang ayat ini dimaksudkan untuk menyarankan satu cara yang mudah dan sederhana yang dengan itu orang-orang Yahudi dan Kristen dapat sampai kepada keputusan yang tepat mengenai kebenaran Islam dan Nabi Besar Muhammad saw. Kaum Kristen, kendatipun mengaku beriman kepada Tauhid Ilahi, percaya pula kepada ketuhanan Isa, dan orang-orang Yahudi  — sungguhpun mengaku berpegang kuat kepada Tauhid — mereka mengikuti dengan membuta rahib-rahib dan ulama-ulama mereka, dan dengan demikian seolah-olah menempatkan mereka dalam kedudukan yang sama dengan Tuhan sendiri (QS.9:30-33).
         Ayat ini menyuruh kedua golongan itu kembali kepada kepercayaan asal mereka, yakni Tauhid Ilahi, dan meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan palsu yang menjadi perintang bagi mereka untuk masuk Islam. Jadi,  bukan   mencari kompromi dengan agama-agama itu, melainkan ayat ini sesungguhnya mengajak para pengikut agama itu untuk menerima Islam dan Nabi Besar Muhammad saw. dengan menarik perhatian mereka kepada Tauhid yang sedikitnya -- dalam bentuk lahir   -- merupakan akidah pokok yang sama pada agama-agama tersebut, dapat berlaku sebagai satu dasar titik-temu untuk penyelidikan atau untuk melakukan diskusi lebih lanjut.
         Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai tujuan utama melakukan da’wah Islam atau dialog keagamaan, yakni  untuk mengubah permusuhan menjadi persaudaraan hakiki, firman-Nya:
 اِدۡفَعۡ  بِالَّتِیۡ  ہِیَ اَحۡسَنُ السَّیِّئَۃَ ؕ نَحۡنُ  اَعۡلَمُ  بِمَا یَصِفُوۡنَ ﴿﴾  وَ قُلۡ رَّبِّ اَعُوۡذُ بِکَ مِنۡ ہَمَزٰتِ الشَّیٰطِیۡنِ ﴿ۙ﴾  وَ  اَعُوۡذُ  بِکَ رَبِّ اَنۡ یَّحۡضُرُوۡنِ ﴿﴾
Tolaklah keburukan dengan yang lebih baik, Kami lebih mengetahui mengenai  yang mereka sifatkan.  Dan katakanlah: "Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), aku berlindung kepada Engkau dari hasutan-hasutan syaitan, dan aku berlindung ke­pada Engkau, ya Rabb-ku (Tuhan-ku), supaya mereka jangan  menghampiriku." (Al-Mu’minūn [23]:97-99).

Menciptakan “Persaudaraan” Hakiki

        Senada dengan ayat-ayat tersebut, dalam Surah lainnya Allah Swt. berfirman mengenai tujuan akhir dari melakukan "da'wah Islam" atau "dialog" dengan para penentang Nabi Besar Muhammad Saw. :
 وَ مَنۡ اَحۡسَنُ  قَوۡلًا  مِّمَّنۡ دَعَاۤ  اِلَی اللّٰہِ  وَ عَمِلَ  صَالِحًا وَّ قَالَ  اِنَّنِیۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾  وَ لَا تَسۡتَوِی الۡحَسَنَۃُ  وَ لَا السَّیِّئَۃُ ؕ اِدۡفَعۡ  بِالَّتِیۡ  ہِیَ  اَحۡسَنُ فَاِذَا الَّذِیۡ بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَہٗ  عَدَاوَۃٌ کَاَنَّہٗ  وَلِیٌّ حَمِیۡمٌ ﴿﴾  وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ  اِلَّا الَّذِیۡنَ صَبَرُوۡا ۚ وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ  اِلَّا  ذُوۡحَظٍّ  عَظِیۡمٍ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih baik pembicaraannya daripada orang yang mengajak manusia kepada Allah dan beramal saleh serta berkata:  اِنَّنِیۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ --  ”Sesungguhnya aku pun termasuk orang-orang yang berserah diri.”  Dan tidak sama kebaikan dan keburukan.  اِدۡفَعۡ  بِالَّتِیۡ  ہِیَ  اَحۡسَنُ فَاِذَا الَّذِیۡ بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَہٗ  عَدَاوَۃٌ کَاَنَّہٗ  وَلِیٌّ حَمِیۡمٌ   --  Tolaklah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya maka tiba-tiba ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia.  وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ  اِلَّا الَّذِیۡنَ صَبَرُوۡا ۚ وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ  اِلَّا  ذُوۡحَظٍّ  عَظِیۡمٍ  -- Dan sekali-kali tidak dianugerahi itu kecuali orang-orang yang sabar, dan sekali-kali tidak dianugerahi  itu kecuali orang yang memiliki  bagian besar dalam kebaikan. (Al-Fushshilat [41]:34-36).
     Karena anjuran kepada kebenaran sudah pasti diikuti oleh kesulitan-kesulitan bagi penganjurnya, ayat ini menasihatkan kepada si penganjur supaya bersabar dan bertabah hati menanggung segala kesulitan, dan malahan supaya membalas keburukan  yang diterima dari penganiaya-penganiaya  dengan kebaikan, yang disebut berbuat ihsan.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 25  Mei    2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar