بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 62
Kebesertaan
Allah Swt. Dengan Nabi Besar Muhammad Saw. dan Para Sahabat Beliau Saw. Dalam Berbagai Perang
di Jalan Allah & Jihad
Menggunakan “Senjata Pena” (Da’wah Lisan dan Tulisan) di Akhir
Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas mengenai alasan perintah untuk mengadakan perang yang hanya berlaku terhadap orang-orang kafir yang bukan saja
menjadi pihak yang memulai membuka permusuhan
terhadap Islam, tetapi juga yang mengkhianati dan sedikit pun tidak
menghargai ikatan-ikatan persaudaraan
atau kesepakatan-kesepakatan dan perjanjian-perjanjian, sebagaimana firman-Nya
sebelum ini:
کَیۡفَ یَکُوۡنُ لِلۡمُشۡرِکِیۡنَ عَہۡدٌ عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ رَسُوۡلِہٖۤ اِلَّا الَّذِیۡنَ عٰہَدۡتُّمۡ عِنۡدَ الۡمَسۡجِدِ
الۡحَرَامِ ۚ فَمَا اسۡتَقَامُوۡا لَکُمۡ فَاسۡتَقِیۡمُوۡا لَہُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الۡمُتَّقِیۡنَ ﴿﴾ کَیۡفَ وَ اِنۡ یَّظۡہَرُوۡا عَلَیۡکُمۡ لَا یَرۡقُبُوۡا فِیۡکُمۡ اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً ؕ یُرۡضُوۡنَکُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ تَاۡبٰی قُلُوۡبُہُمۡ ۚ وَ اَکۡثَرُہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ۚ﴿﴾
Bagaimana mungkin bagi orang-orang musyrik ada
perjanjian dengan Allah dan
dengan Rasul-Nya, kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan
mereka di dekat Masjidil Haram? فَمَا اسۡتَقَامُوۡا لَکُمۡ فَاسۡتَقِیۡمُوۡا لَہُمۡ -- Lalu selama
mereka berpegang teguh dalam perjanjian dengan kamu maka berpegang
teguh pulalah kamu terhadap mereka, اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الۡمُتَّقِیۡنَ -- sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. کَیۡفَ وَ اِنۡ یَّظۡہَرُوۡا عَلَیۡکُمۡ لَا یَرۡقُبُوۡا فِیۡکُمۡ اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً -- Bagaimana mungkin, padahal jika mereka unggul atas kamu, mereka tidak akan menghiraukan tali kekeluargaan
dan tidak pula perjanjian. یُرۡضُوۡنَکُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ تَاۡبٰی قُلُوۡبُہُمۡ -- Mereka membuat kamu senang hanya dengan
mulut mereka, sedangkan hati mereka menolak, وَ اَکۡثَرُہُمۡ فٰسِقُوۡنَ
-- dan kebanyakan mereka orang-orang fasik
(durhaka) (At-Taubah [9]:7-8).
Empat Alasan Berperang
yang Dilakukan Umat Islam
Sehubungan dengan hal
tersebut Allah Swt. berfirman mengenai
salah satu tujuan memberikan izin berperang kepada umat Islam:
وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ
النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ
مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ
مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Dan seandainya
Allah tidak menangkis sebagian manusia
oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur
biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan mas-jid-masjid yang
di dalamnya banyak disebut nama Allah,
dan
Allah pasti akan menolong siapa
yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hajj [22]:41).
Dalam firman Allah Swt. selanjutnya
bahwa pengkhianatan yang mereka
lakukan tersebut bahkan terhadap perjanjian-perjanjian
dengan Allah Swt. (QS.2:84-87; QS.3:82-83), karena itu terlebih lagi terhadap perjanjian dengan umat
Islam mereka tidak akan benar-benar memenuhinya,
firman-Nya:
اِشۡتَرَوۡا بِاٰیٰتِ اللّٰہِ ثَمَنًا قَلِیۡلًا فَصَدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِہٖ ؕ اِنَّہُمۡ سَآءَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
لَا یَرۡقُبُوۡنَ فِیۡ مُؤۡمِنٍ اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Mereka menjual
Ayat-ayat Allah dengan harga yang
sedikit, lalu mereka menghalangi orang-orang
dari jalan-Nya, sesungguhnya sangat
buruk apa yang senantiasa mereka
kerjakan. Mereka tidak memelihara
ikatan kekeluargaan terhadap orang
beriman dan tidak pula perjanjian, dan mereka itulah orang-orang yang melampaui
batas. (At-Taubah [9]:9-10).
Ayat ini bersama dengan dua ayat
sebelumnya (QS.9:7-8), mengemukakan alasan mengapa orang-orang
Islam diperintahkan melancarkan peperangan
terhadap orang-orang musyrik semacam
itu (QS.9:5). Alasan-alasannya sebagai berikut:
(1) Mereka berlaku khianat; mereka pura-pura mengaku bersahabat dengan orang-orang Islam,
tetapi begitu mereka memperoleh kesempatan untuk merugikan umat Islam, mereka melanggar
ikrar mereka, dan mereka berbuat demikian, sekalipun umat Islam memberikan kepercayaan kepada mereka.
(2)
Ikatan-ikatan kekeluargaan pun mereka
abaikan dan membunuh sanak-saudara
sendiri yang hanya semata-mata karena telah masuk Islam (QS.9:8).
(3) Tujuan mereka melancarkan peperangan ialah
menghalang-halangi orang-orang
memeluk Islam (QS.9:9).
(4) Merekalah yang pertama-tama menyerang
orang-orang Islam (QS.9:13).
Pintu Taubat dan Pintu Perdamaian Selalu Terbuka &
Makna Para “Pemimpin Kekafiran”
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai selalu terbukanya “pintu taubat” dan “pintu
perdamaian” bagi mereka:
فَاِنۡ تَابُوۡا وَ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ فَاِخۡوَانُکُمۡ فِی الدِّیۡنِ ؕ وَ نُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ لِقَوۡمٍ
یَّعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ اِنۡ نَّکَثُوۡۤا اَیۡمَانَہُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ عَہۡدِہِمۡ وَ طَعَنُوۡا فِیۡ دِیۡنِکُمۡ فَقَاتِلُوۡۤا اَئِمَّۃَ الۡکُفۡرِ ۙ اِنَّہُمۡ لَاۤ اَیۡمَانَ لَہُمۡ لَعَلَّہُمۡ یَنۡتَہُوۡنَ ﴿﴾
Lalu jika
mereka bertaubat, senantiasa mendirikan shalat dan membayar zakat,
maka mereka saudara-saudara kamu
seagama, dan Kami menjelaskan
Ayat-ayat bagi kaum yang mengetahui. Tetapi jika mereka melanggar sumpahnya setelah perjanjian mereka dan mereka
menyerang agama kamu maka perangilah
pemimpin-pemimpin kekafiran itu, sesungguhnya mereka tidak menghiraukan sumpah-sumpahnya, supaya mereka
berhenti dari amal buruk. (At-Taubah [9]:11-12).
Kata-kata “menyerang agama kamu” tidak
hanya mengisyaratkan kepada cercaan-cercaan
dan celaan-celaan mereka dengan lisan, tetapi juga kepada serangan-serangan sungguh-sungguh yang
dimaksudkan untuk merugikan
kepentingan-kepentingan Islam yang bersifat asasi,
kata tha’ana secara harfiah berarti “menusuk dengan lembing.”
Kata-kata “pemimpin-pemimpin
kafir” di sini tidak dikenakan kepada beberapa pemuka mereka saja, melainkan kepada seluruh kaum yang terhadapnya orang-orang Islam diperintahkan berperang. Mereka disebut
“pemimpin-pemimpin kekafiran” sebab
mereka termasuk di antara yang pertama-tama
bentrok dengan orang-orang Islam,
dan contoh buruk
yang mereka berikan menjadikan pendorong
kepada yang lainnya, dan juga oleh karena permusuhan
mereka terhadap Islam telah begitu mendalam serta tak bisa diajak damai, sehingga mereka seolah-olah merupakan model-model kejahatan dalam hal ini.
Selanjutnya Allah Swt. memperingatkan orang-orang beriman mengenai pentingnya memerangi komplotan kabilah-kabilah musyrik
Arab yang berada di dalam dan luar
Madinah, firman-Nya:
اَلَا تُقَاتِلُوۡنَ قَوۡمًا نَّکَثُوۡۤا اَیۡمَانَہُمۡ وَ ہَمُّوۡا بِاِخۡرَاجِ الرَّسُوۡلِ وَ ہُمۡ بَدَءُوۡکُمۡ اَوَّلَ مَرَّۃٍ ؕ اَتَخۡشَوۡنَہُمۡ ۚ فَاللّٰہُ اَحَقُّ اَنۡ تَخۡشَوۡہُ اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾
Mengapa kamu tidak
akan memerangi suatu kaum yang telah
melanggar sumpah mereka dan yang telah
bertekad mengusir Rasul, dan mereka
pula yang pertama-tama memulai
memerangi kamu? Apakah
kamu takut kepada mereka? Padahal Allah-lah yang lebih berhak kamu takut
kepada-Nya, jika kamu benar-benar orang-orang beriman. (At-Taubah
[9]:13).
Kabilah-kabilah di dalam kota Medinah
atau di sekelilingnya yang -- ketika Nabi Besar Muhammad saw. memimpin gerakan militer ke Tabuk -- mereka telah berkomplot hendak menjatuhkan beliau saw. dengan jalan menghasut berbagai kabilah Arab untuk bangkit
melawan beliau saw..
“Kebesertaan” Allah Swt. dengan Orang-orang
Beriman dalam Perang di Jalan Allah
Kata-kata
ini pun tidak mengacu kepada kaum musyrikin
Mekkah, tetapi kepada orang-orang
kafir -- yang berdiam secara terang-terangan atau sembunyi-sembunyi -- di
Medinah dan di sekitarnya. Mereka memberikan kesaksian yang jelas mengenai kenyataan bahwa Islam bukan pihak pelanggar, bahkan telah
menjadi korban agresi. Adalah sesuatu
yang tabu bagi orang-orang Islam
menjadi pelanggar. Allah Swt.
berfirman:
قَاتِلُوۡہُمۡ یُعَذِّبۡہُمُ اللّٰہُ بِاَیۡدِیۡکُمۡ وَ یُخۡزِہِمۡ وَ یَنۡصُرۡکُمۡ عَلَیۡہِمۡ وَ یَشۡفِ صُدُوۡرَ قَوۡمٍ
مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿ۙ﴾
Perangilah mereka, Allah
akan mengazab mereka dengan perantaraan tangan-tangan kamu, akan menghinakan
mereka, akan menolong kamu
terhadap mereka dan Dia akan melegakan
hati orang-orang beriman.
Dan supaya Dia menghapuskan kemarahan mereka,
Allah menerima taubat siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana. (At-Taubah [9]:14-15).
Sehubungan ayat-ayat tersebut dalam Surah
lainnya Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya orang-orang
beriman berperang di jalan Allah,
bagaimana pun kuatnya pasukan musuh kebenaran yang dihadapi mereka:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِذَا لَقِیۡتُمُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا زَحۡفًا
فَلَا تُوَلُّوۡہُمُ الۡاَدۡبَارَ ﴿ۚ﴾ وَ مَنۡ یُّوَلِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ دُبُرَہٗۤ اِلَّا مُتَحَرِّفًا لِّقِتَالٍ اَوۡ
مُتَحَیِّزًا اِلٰی فِئَۃٍ فَقَدۡ بَآءَ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰہِ وَ مَاۡوٰىہُ
جَہَنَّمُ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Hai orang-orang
yang beriman, apabila
kamu bertemu dengan orang-orang kafir
yang sedang bergerak dalam pasukan
maka janganlah kamu membalikkan
punggung kepada mereka. Dan barangsiapa membalikkan punggungnya kepada mereka pada hari semacam itu, kecuali beralih
tempat untuk siasat perang
atau hendak bergabung kepada pasukan
lain, maka sesungguhnya ia kembali dengan kemurkaan
dari Allah, dan tempat tinggalnya
adalah Jahannam, dan sangat buruk tempat kembali itu (Al-Anfāl [16-17).
Orang-orang Islam harus berperang
sampai titik darah penghabisan. Mereka harus menang atau mati; tidak
ada pilihan lain bagi mereka. Ayat selanjutnya menerangkan dan
menggambarkan keadaan-keadaan bilamana satu gerakan yang nampak sebagai
pengunduran atau penarikan kekuatan Islam waktu menghadapi musuh dapat
dibenarkan:
(a)
sebagai taktik perang atau tipu muslihat perang ketika satu pasukan
yang tengah bertempur mengalihkan kedudukannya untuk menipu musuh atau untuk
menguasai suatu kedudukan yang lebih baik;
(b)
bila satu bagian pasukan mengambil keputusan untuk mundur teratur guna menggabungkan diri dengan pasukan induknya atau dengan pasukan
Islam yang lain, pada posisi sebelum menyerang musuh.
Persamaan Mukjizat Nabi Besar Muhammad Saw. dengan Mukjizat Nabi Musa a.s.
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai “kebesertaan” Allah Swt. dengan
Nabi Besar Muhammad saw. dan orang-orang beriman dalam Perang Badar:
فَلَمۡ تَقۡتُلُوۡہُمۡ وَ
لٰکِنَّ اللّٰہَ قَتَلَہُمۡ ۪ وَ مَا
رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی ۚ وَ لِیُبۡلِیَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ مِنۡہُ
بَلَآءً حَسَنًا ؕ اِنَّ
اللّٰہَ سَمِیۡعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ ذٰلِکُمۡ وَ اَنَّ اللّٰہَ مُوۡہِنُ کَیۡدِ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Maka bukan kamu yang membunuh mereka melainkan Allah yang telah membunuh mereka, dan bukan engkau yang melemparkan pasir
ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah
yang telah melempar, dan supaya Dia menganugerahi orang-orang yang beriman anugerah yang baik dari-Nya, sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui. Demikianlah yang
terjadi, dan sesungguhnya Allah
melemahkan tipu-daya orang-orang kafir. (Al-Anfāl [18-19).
Kemenangan dalam perang
Badar itu sebenarnya bukan disebabkan oleh suatu kecakapan atau kemahiran
pihak orang-orang Islam. Mereka terlalu sedikit, terlalu lemah, dan terlalu buruk persenjataan mereka untuk
memperoleh kemenangan terhadap satu
lasykar Mekkah yang jauh lebih besar jumlahnya, jauh lebih baik persenjataannya, lagi pula jauh lebih
terlatih. Itulah makna ayat فَلَمۡ تَقۡتُلُوۡہُمۡ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ قَتَلَہُمۡ -- “Maka bukan kamu yang membunuh mereka melainkan Allah yang telah membunuh mereka.”
Ada pun
makna ayat وَ مَا رَمَیۡتَ اِذۡ رَمَیۡتَ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ رَمٰی -- “dan bukan engkau
yang melemparkan pasir ketika engkau melempar, melainkan Allah-lah yang telah melempar,”
yaitu perlemparan segenggam kerikil
dan pasir oleh Nabi Besar Muhammad
saw. mempunyai kesamaan yang ajaib dengan pemukulan
air laut dengan tongkat oleh Nabi Musa a.s..
Sebagaimana dalam kejadian
yang terakhir, perbuatan Nabi Musa a.s.
itu seolah-olah merupakan isyarat
bagi angin untuk bertiup dan bagi air-pasang
naik kembali sehingga membawa akibat tenggelamnya
Fir’aun serta lasykarnya di laut, demikian pula halnya pelemparan segenggam kerikil oleh Nabi Besar Muhammad saw. merupakan satu isyarat untuk angin bertiup
kencang dengan membawa akibat kebinasaan
Abu Jahal (yang pernah disebut oleh
Nabi Besar Muhammad saw. sebagai
Fir’aun kaumnya) dan lasykarnya di padang pasir itu. Dalam kedua kejadian
tersebut bekerjanya kekuatan-kekuatan
alam itu, bertepatan benar dengan tindakan-tindakan
kedua nabi Allah itu, di bawah takdir khas Allah Swt..
Mengenai
tujuan lain dari perintah Allah Swt.
agar orang-orang beriman memerangi orang-orang musyrik yang selalu melanggar
perjanjian tersebut Dia berfirman:
اَمۡ حَسِبۡتُمۡ اَنۡ تُتۡرَکُوۡا وَ لَمَّا یَعۡلَمِ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ جٰہَدُوۡا مِنۡکُمۡ وَ لَمۡ یَتَّخِذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ لَا رَسُوۡلِہٖ وَ لَا الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَلِیۡجَۃً ؕ وَ اللّٰہُ خَبِیۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Ataukah kamu
mengira bahwa kamu akan dibiarkan
padahal Allah belum mengetahui siapa di
antara kamu yang telah berjihad dan mereka
tidak mengambil sahabat selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang
beriman? Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (At-Taubah [9]:16).
Perang Dengan Menggunakan “Senjata Pena” di Akhir Zaman &
Di Akhir Zaman ini, berkenaan dengan masalah agama, melakukan perang secara fisik tidak diperlukan
lagi, yang diperlukan adalah melakukan jihad
di jalan
Allah melalui da’wah lisan danm tulisan atau menggunakan “senjata pena”, sebab di Akhir Zaman ini penyerangan yang
dilakukan pihak lawab terhadap kesucian agama Islam (Al-Quran) dan Nabi Besar
Muhammad saw. tidak dilakukan secara
fisik melainkan melalui media cetak mau pun media elektronik, misalnya pembuatan karikatur dan lain-lain.
Oleh karena
itu, kembali kepada masalah cara-cara
menyampaikan da’wah Islam kepada golongan Ahli Kitab sebelum ini dalam
Bab 60, Allah Swt. berfirman:
وَ لَا تُجَادِلُوۡۤا اَہۡلَ
الۡکِتٰبِ اِلَّا بِالَّتِیۡ ہِیَ
اَحۡسَنُ ٭ۖ اِلَّا الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا مِنۡہُمۡ
وَ
قُوۡلُوۡۤا اٰمَنَّا
بِالَّذِیۡۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡنَا وَ اُنۡزِلَ اِلَیۡکُمۡ وَ
اِلٰـہُنَا وَ اِلٰـہُکُمۡ وَاحِدٌ وَّ نَحۡنُ لَہٗ
مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan janganlah kamu
berbantah dengan Ahlikitab
melainkan dengan dalil-dalil yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara
mereka. -- Dan katakanlah: “Kami beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada kami dan yang telah diturunkan kepada kamu, Rabb
(Tuhan) kami dan Rabb (Tuhan) kamu itu Esa, dan kami
kepada-Nya berserah diri. Al-Ankabūt [29]:47).
Ayat ini meletakkan asas yang sangat sehat sekali guna membimbing kita ketika menablighkan ‘itikad kepada orang lain. Kita hendaknya memulai bertabligh dengan menekankan pada asas-asas kepercayaan dan asas-asas keagamaan yang sama antara kita dan lawan kita. Sebagai
contoh, ditetapkan kepada kita bahwa sementara kita berbicara kepada ahlikitab, kita hendaknya memulai dengan
kedua asas keagamaan yang pokok
tentang Keesaan Tuhan dan wahyu Ilahi, firman-Nya:
قُلۡ یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ
تَعَالَوۡا اِلٰی کَلِمَۃٍ سَوَآءٍۢ بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَکُمۡ اَلَّا نَعۡبُدَ اِلَّا
اللّٰہَ وَ لَا نُشۡرِکَ بِہٖ شَیۡئًا وَّ لَا یَتَّخِذَ بَعۡضُنَا بَعۡضًا
اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُوۡلُوا اشۡہَدُوۡا
بِاَنَّا مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Hai Ahlul
Kitab, marilah kepada satu kalimat
yang sama di antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan tidak pula kita mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan sebagian
kita tidak menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah.”
فَاِنۡ تَوَلَّوۡا
فَقُوۡلُوا اشۡہَدُوۡا بِاَنَّا مُسۡلِمُوۡنَ -- Tetapi jika mereka berpaling maka katakanlah: “Jadi sak-silah bahwa sesungguhnya
kami orang-orang yang berserah diri kepada Allah.” (Ali
‘Imran [3]:65).
Tidak Boleh Ada Kompromi Berkenaan dengan Allah Swt. (Tauhid Ilahi) dan
Ajaran Islam (Al-Quran)
Ayat ini
dengan keliru dianggap oleh sementara
orang seakan-akan mem-berikan dasar
untuk mencapai suatu kompromi antara Islam di satu pihak dan Kristen serta agama Yahudi di lain pihak. Dikemukakan sebagai alasan bahwa bila agama-agama tersebut pun mengajarkan dan
menanamkan Keesaan Tuhan, maka ajaran Islam lainnya yang dianggap menduduki tempat kedua dalam kepentingannya,
sebaiknya ditinggalkan saja.
Sulit
dimengerti bahwa gagasan kompromi
dalam urusan agama pernah dianjurkan
dengan kaum yang dalam ayat-ayat sebelum ayat ini dikutuk dengan sangat keras atas kepalsuan kepercayaan mereka dan ditantang begitu hebat untuk bermubahalah.
Nabi Besar
Muhammad saw. dalam menulis surat
dakwah kepada Heraclius memakai ayat
ini pula, malahan mendesak Heraclius supaya menerima
Islam dan mengancamnya dengan ancaman azab
Ilahi, bila ia menolak berbuat demikian (Bukhari). Hal
itu tak ayal lagi menunjukkan bahwa kepercayaannya
terhadap Keesaan Tuhan semata-mata,
menurut Nabi Besar Muhammad saw. tidak
dapat menyelamatkan Heraclius dari azab Ilahi.
Memang
ayat ini dimaksudkan untuk menyarankan satu
cara yang mudah dan sederhana
yang dengan itu orang-orang Yahudi
dan Kristen dapat sampai kepada keputusan yang tepat mengenai kebenaran Islam dan Nabi Besar Muhammad
saw. Kaum Kristen, kendatipun mengaku beriman
kepada Tauhid Ilahi, percaya pula
kepada ketuhanan Isa, dan orang-orang Yahudi — sungguhpun mengaku berpegang kuat kepada Tauhid — mereka mengikuti dengan membuta rahib-rahib
dan ulama-ulama mereka, dan dengan
demikian seolah-olah menempatkan
mereka dalam kedudukan yang sama
dengan Tuhan sendiri (QS.9:30-33).
Ayat ini
menyuruh kedua golongan itu kembali
kepada kepercayaan asal mereka, yakni
Tauhid Ilahi, dan meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan palsu yang
menjadi perintang bagi mereka untuk masuk Islam. Jadi, bukan
mencari kompromi dengan agama-agama itu, melainkan ayat ini
sesungguhnya mengajak para pengikut agama itu untuk menerima Islam dan Nabi Besar Muhammad saw. dengan menarik
perhatian mereka kepada Tauhid
yang sedikitnya -- dalam bentuk lahir
-- merupakan akidah pokok yang
sama pada agama-agama tersebut,
dapat berlaku sebagai satu dasar
titik-temu untuk penyelidikan
atau untuk melakukan diskusi lebih
lanjut.
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai tujuan utama melakukan da’wah Islam atau dialog keagamaan, yakni
untuk mengubah permusuhan menjadi persaudaraan
hakiki, firman-Nya:
اِدۡفَعۡ بِالَّتِیۡ
ہِیَ اَحۡسَنُ السَّیِّئَۃَ ؕ نَحۡنُ
اَعۡلَمُ بِمَا یَصِفُوۡنَ ﴿﴾ وَ قُلۡ رَّبِّ اَعُوۡذُ بِکَ مِنۡ ہَمَزٰتِ
الشَّیٰطِیۡنِ ﴿ۙ﴾ وَ
اَعُوۡذُ بِکَ رَبِّ اَنۡ
یَّحۡضُرُوۡنِ ﴿﴾
Tolaklah keburukan
dengan yang lebih baik, Kami
lebih mengetahui mengenai yang mereka sifatkan. Dan katakanlah: "Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), aku
berlindung kepada Engkau dari hasutan-hasutan
syaitan, dan aku berlindung kepada
Engkau, ya Rabb-ku (Tuhan-ku),
supaya mereka jangan menghampiriku." (Al-Mu’minūn
[23]:97-99).
Menciptakan “Persaudaraan” Hakiki
Senada
dengan ayat-ayat tersebut, dalam Surah lainnya Allah Swt. berfirman mengenai
tujuan akhir dari melakukan "da'wah Islam" atau "dialog"
dengan para penentang Nabi Besar Muhammad Saw. :
وَ مَنۡ اَحۡسَنُ قَوۡلًا
مِّمَّنۡ دَعَاۤ اِلَی اللّٰہِ وَ عَمِلَ صَالِحًا وَّ قَالَ اِنَّنِیۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَسۡتَوِی الۡحَسَنَۃُ وَ لَا السَّیِّئَۃُ ؕ اِدۡفَعۡ بِالَّتِیۡ
ہِیَ اَحۡسَنُ فَاِذَا الَّذِیۡ
بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَہٗ عَدَاوَۃٌ
کَاَنَّہٗ وَلِیٌّ حَمِیۡمٌ ﴿﴾ وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ
اِلَّا الَّذِیۡنَ صَبَرُوۡا ۚ وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ اِلَّا
ذُوۡحَظٍّ عَظِیۡمٍ ﴿﴾
Dan siapakah yang
lebih baik pembicaraannya daripada orang
yang mengajak manusia kepada
Allah dan beramal saleh serta
berkata: اِنَّنِیۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ -- ”Sesungguhnya aku pun termasuk orang-orang yang berserah
diri.” Dan tidak sama kebaikan dan keburukan. اِدۡفَعۡ بِالَّتِیۡ
ہِیَ اَحۡسَنُ فَاِذَا الَّذِیۡ
بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَہٗ عَدَاوَۃٌ
کَاَنَّہٗ وَلِیٌّ حَمِیۡمٌ -- Tolaklah
keburukan itu dengan cara yang
sebaik-baiknya maka tiba-tiba
ia, yang di antara engkau dan dirinya ada permusuhan, akan menjadi seperti seorang sahabat yang setia. وَ مَا یُلَقّٰہَاۤ اِلَّا الَّذِیۡنَ صَبَرُوۡا ۚ وَ مَا
یُلَقّٰہَاۤ اِلَّا ذُوۡحَظٍّ
عَظِیۡمٍ -- Dan sekali-kali
tidak dianugerahi itu kecuali orang-orang
yang sabar, dan sekali-kali tidak
dianugerahi itu kecuali orang
yang memiliki bagian besar dalam
kebaikan. (Al-Fushshilat [41]:34-36).
Karena anjuran kepada kebenaran sudah pasti diikuti oleh kesulitan-kesulitan bagi penganjurnya, ayat ini menasihatkan kepada
si penganjur supaya bersabar dan bertabah hati menanggung segala kesulitan, dan malahan supaya membalas keburukan yang diterima dari penganiaya-penganiaya dengan
kebaikan, yang disebut berbuat ihsan.
(Bersambung)
Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik
Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 25 Mei
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar