Minggu, 24 Mei 2015

Hubungan Memiliki Makrifat Ilahi Dalam Al-Quran Dengan Pelaksanaan Shalat yang Mencegah Perbuatan Keji dan Munkar & Suri Teladan Sempurna Nabi Besar Muhammad Saw.




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 59

Hubungan  Memiliki Makrifat Ilahi Dalam Al-Quran dengan  Pelaksanaan Shalat yang Mencegah Perbuatan Keji dan Munkar  & Suri Teladan Sempurna Nabi Besar Muhammad Saw.
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai    ucapan  generasi penerus kaum Yahudi yang bukan saja mereka  itu menjadi  para pencinta kehidupan duniawi, tetapi juga telah menyimpang dari ajaran asli Nabi Isa Ibnu Maryam dalam Injil beliau, mereka berkata:   سَیُغۡفَرُ لَنَا  --  Pasti kami akan diampuni” (QS.7:171), mengisyaratkan kepada  faham “Trinitas” dan “penebusan dosa” yang diajarkan Paulus dalam beberapa surat kirimannya, firman-Nya:
فَخَلَفَ مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ وَّرِثُوا الۡکِتٰبَ یَاۡخُذُوۡنَ عَرَضَ ہٰذَا الۡاَدۡنٰی وَ یَقُوۡلُوۡنَ سَیُغۡفَرُ لَنَا ۚ وَ اِنۡ یَّاۡتِہِمۡ عَرَضٌ مِّثۡلُہٗ یَاۡخُذُوۡہُ ؕ اَلَمۡ یُؤۡخَذۡ عَلَیۡہِمۡ مِّیۡثَاقُ الۡکِتٰبِ اَنۡ لَّا یَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ  اِلَّا الۡحَقَّ وَ دَرَسُوۡا مَا فِیۡہِ  ؕ وَ الدَّارُ  الۡاٰخِرَۃُ  خَیۡرٌ لِّلَّذِیۡنَ  یَتَّقُوۡنَ ؕ اَفَلَا  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ یُمَسِّکُوۡنَ بِالۡکِتٰبِ وَ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ ؕ اِنَّا لَا نُضِیۡعُ اَجۡرَ الۡمُصۡلِحِیۡنَ ﴿﴾
Maka datang menggantikan sesudah mereka, suatu generasi  pengganti  yang mewarisi Kitab Taurat  itu, mereka mengambil harta dunia  yang rendah ini dan mereka mengatakan: “Pasti kami akan diampuni.” Dan jika datang kepada mereka harta semacam itu lagi mereka akan mengambilnya. Bukankah telah diambil perjanjian dari mereka dalam Kitab bahwa mereka tidak akan mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang haq, dan  mereka telah mempelajari  apa yang tercantum di dalamnya? Padahal  kampung  akhirat itu   lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, apakah kamu tidak mau mengerti?   Dan orang-orang yang berpegang teguh pada Kitab  itu dan  mendirikan shalat, sesungguhnya Kami tidak akan menyia-nyiakan ganjaran orang-orang yang melakukan perbaikan.   (Al-A’rāf [7]:170-171).

Penyimpangan dari Ajaran Asli Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

        Selanjutnya Allah Swt. berfirman:  اَلَمۡ یُؤۡخَذۡ عَلَیۡہِمۡ مِّیۡثَاقُ الۡکِتٰبِ اَنۡ لَّا یَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ  اِلَّا الۡحَقَّ  -- “Bukankah telah diambil perjanjian dari mereka dalam Kitab bahwa mereka tidak akan mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang haq, وَ دَرَسُوۡا مَا فِیۡہِ    -- dan  mereka telah mempelajari  apa yang tercantum di dalamnya?” (QS.7:170).
  Darasa berarti: (1) ia  membaca atau menelaah buku; (2) ia meniadakan, menghapuskan atau melenyapkan sesuatu (Lexicon Lane). Sehubungan dengan terjadinya penyimpangan  Tauhid Ilahi di kalangan Bani Israil dan generasi penerusnya yang beriman kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s  tersebut, . dalam Surah lain Allah Swt. berfirman:
 وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ  ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ  ابۡنُ  اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ  قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی  یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾  اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا  لِیَعۡبُدُوۡۤا  اِلٰـہًا  وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾  یُرِیۡدُوۡنَ  اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ  اِلَّاۤ  اَنۡ  یُّتِمَّ  نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾  ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Dan  orang-orang Yahudi berkata: “Uzair  adalah  anak Allah”, dan orang-orang Nasrani ber-kata: “Al-Masih adalah  anak  Allah.”  ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ  قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ  -- Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya, mereka  meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu.  قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ۫ اَنّٰی  یُؤۡفَکُوۡنَ  -- Allah membinasakan mereka, bagaimana mereka sampai dipalingkan dari Tauhid? اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ --  Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka  sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam,  وَ مَاۤ  اُمِرُوۡۤا  اِلَّا  لِیَعۡبُدُوۡۤا  اِلٰـہًا  وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ -- padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya mereka menyembah Tuhan Yang Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka sekutukan. یُرِیۡدُوۡنَ  اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ  اِلَّاۤ  اَنۡ  یُّتِمَّ  نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡکٰفِرُوۡنَ  --    Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah  dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau-pun orang-orang kafir tidak menyukai.  ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ  --  Dia-lah Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang haq (benar), supaya Dia mengunggulkannya atas semua agama وَ لَوۡ کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ  --  walau pun orang-orang musyrik tidak menyukainya  (Taubah [9]:30-33).

Ancaman Allah Swt. Kepada Bagi Para Penimbun  Kekayaan

       Dalam firman Allah Swt. selanjutnya dikemukakan bahwa   para pemuka agama mereka -- yakni para ulama dan para rahib golongan      Ahli Kitab    -- telah berubah menjadi para pecinta kehidupan duniawi dan kekayaan duniawi, sebagai peringatan  dan nubuatan bagi umat Islam, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّ کَثِیۡرًا مِّنَ الۡاَحۡبَارِ وَ الرُّہۡبَانِ  لَیَاۡکُلُوۡنَ اَمۡوَالَ النَّاسِ بِالۡبَاطِلِ وَ یَصُدُّوۡنَ عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ یَکۡنِزُوۡنَ الذَّہَبَ وَ الۡفِضَّۃَ وَ لَا یُنۡفِقُوۡنَہَا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ۙ فَبَشِّرۡہُمۡ  بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ یَّوۡمَ یُحۡمٰی عَلَیۡہَا فِیۡ نَارِ جَہَنَّمَ فَتُکۡوٰی بِہَا جِبَاہُہُمۡ وَ جُنُوۡبُہُمۡ وَ ظُہُوۡرُہُمۡ ؕ ہٰذَا مَا  کَنَزۡتُمۡ  لِاَنۡفُسِکُمۡ فَذُوۡقُوۡا  مَا کُنۡتُمۡ  تَکۡنِزُوۡنَ ﴿﴾
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya  kebanyakan para ulama dan para rahib itu makan harta orang dengan cara batil, dan mereka  menghalang-halangi manusia dari jalan Allah.  وَ الَّذِیۡنَ یَکۡنِزُوۡنَ الذَّہَبَ وَ الۡفِضَّۃَ وَ لَا یُنۡفِقُوۡنَہَا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ  -- Dan orang-orang yang menimbun emas, perak dan tidak membelanjakannya di jalan  Allah, فَبَشِّرۡہُمۡ  بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ  -- maka berilah mereka kabar gembira  tentang siksaan pedih.  یَّوۡمَ یُحۡمٰی عَلَیۡہَا فِیۡ نَارِ جَہَنَّمَ فَتُکۡوٰی بِہَا جِبَاہُہُمۡ وَ جُنُوۡبُہُمۡ وَ ظُہُوۡرُہُمۡ  --  Pada hari  emas dan perak   dipanaskan di dalam Api Jahannam, lalu dengannya dahi mereka,  lambung mereka, dan punggung mereka dicap-bakar, ہٰذَا مَا  کَنَزۡتُمۡ  لِاَنۡفُسِکُمۡ فَذُوۡقُوۡا  مَا کُنۡتُمۡ  تَکۡنِزُوۡنَ  --       dikatakan kepada mereka: “Inilah apa yang senantiasa kamu timbun untuk diri kamu, فَذُوۡقُوۡا  مَا کُنۡتُمۡ  تَکۡنِزُوۡنَ  -- karena itu rasakanlah apa yang telah kamu timbun!” (Taubah [9]:34-35).
        Ungkapan   یَّوۡمَ یُحۡمٰی عَلَیۡہَا فِیۡ نَارِ جَہَنَّمَ فَتُکۡوٰی بِہَا جِبَاہُہُمۡ وَ جُنُوۡبُہُمۡ وَ ظُہُوۡرُہُمۡ   -- “Pada hari  emas dan perak   dipanaskan di dalam Api Jahannam, lalu dengannya dahi mereka,  lambung mereka, dan punggung mereka dicap-bakar” ini nampaknya mengandung arti kiasan. Ketika   karena bakhil dan sombong  seorang-orang kaya enggan menolong orang yang memerlukan pertolongan, dahinya dikuncupkan sehingga menimbulkan kerut-kerut. Kemudian ia berpaling ke samping dan akhirnya dengan nada menghina,  ia memperlihatkan punggungnya kepada orang yang meminta pertolongan kepadanya.
      Dengan tepat sekali keadaan itu dikemukakan bahwa dahi, lambung, dan punggung, akan dicapbakar. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:  ہٰذَا مَا  کَنَزۡتُمۡ  لِاَنۡفُسِکُمۡ فَذُوۡقُوۡا  مَا کُنۡتُمۡ  تَکۡنِزُوۡنَ  --  dikatakan kepada mereka: “Inilah apa yang senantiasa kamu timbun untuk dirimu, karena itu rasakanlah apa yang telah kamu timbun!”

“Kobaran Api” Tak Kunjung Padam Di Timur Tengah & Jemaat Muslim Ahmadiyah

       Kobaran api yang tak kunjung padam di  negara-negara penghasil minyak dan gas bumi di Timur Tengah hingga saat ini pasti erat kaitannya dengan firman Allah Swt. berkenaan dengan para pemuka di kalangan Bani Israil tersebut, sebab  Nabi Besar Muhammad saw. sendiri telah bersabda mengenai akan terjadinya persamaaan antara umat beliau saw. dengan Bani Israil (Yahudi dan Nashrani) bagaikan persamaan sepasang  sepatu:
Abdullah ibnu Umar r.a. berkata: "Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Pasti akan datang pada umatku sebagaimana yang telah terjadi pada   umat  Bani Israil, seperti sepasang sepatu, hingga kalau umat Bani Israel berzina dengan ibunya secara terang-terangan maka umatku juga akan berbuat demikian. Ketahuilah bahwa umat Bani Israel akan pecah belah hingga 72 firqah dan umatku akan berpecah belah hingga 73 firqahKesemuanya akan menjadi bahan api neraka terkecuali satu golongan”. Sahabat-sahabat bertanya: “Golongan yang manakah itu wahai Rasulullah?' Beliau menjawab dengan bersabda:  “Yang  mengamalkan apa yang aku dan sahabat-sahabatku amalkan".........(Tirmidzi, Kitabul Iman).
      Golongan yang dimaksud oleh Nabi Besar Muhammad saw. sebagai golongan “Yang  mengamalkan apa yang aku dan sahabat-sahabatku amalkan"  pasti satu jama’ah Muslim yang keadaannya sama dengan jama’ah Muslim di masa  awal,   yang didirikan oleh seorang Rasul Allah  yaitu Nabi Besar Muhammad saw.,  dan kemudian setelah beliau saw. wafat, kepemimpinan Jama’ah Muslim tersebut dilanjutkan oleh para Khalifah beliau saw., dalam hal ini adalah para Khalifatul Rasyidin.
       Di Akhir Zaman ini   golongan  atau jama’ah Muslim  yang keadaannya seperti itu hanyalah Jemaat Muslim Ahmadiyah  yang didirikan oleh Al-Masih Mau’ud a.s.,  dan setelah beliau wafat  lalu   Jemaat Muslim Ahmadiyah secara berturut-turut  dipimpin oleh para Khalifatul Masih, firman-Nya:
 ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ   --  dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ  --  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
       Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah nubuatan yang terkandung dalam seruan  kepada orang-orang beriman untuk melaksanakan shalat Jum’ah  dan harus    meninggalkan semua urusan “jual-beli” yang bersifat duniawi, agar dapat bersama-sama menghadap dan beribadah hanya kepada Allah Swt., sebab pada masa itu   -- yakni di  Akhir Zaman ini   --  umumnya umat manusia sedang disibukkan dengan berbagai jenis perniagaan duniawi   atau materialisme (QS.102:1-9; QS.104:1-10), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡۤا اِذَا نُوۡدِیَ لِلصَّلٰوۃِ مِنۡ یَّوۡمِ الۡجُمُعَۃِ  فَاسۡعَوۡا اِلٰی ذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ ذَرُوا  الۡبَیۡعَ ؕ ذٰلِکُمۡ خَیۡرٌ  لَّکُمۡ   اِنۡ  کُنۡتُمۡ  تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ فَاِذَا  قُضِیَتِ الصَّلٰوۃُ  فَانۡتَشِرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ وَ ابۡتَغُوۡا مِنۡ فَضۡلِ اللّٰہِ وَ اذۡکُرُوا اللّٰہَ  کَثِیۡرًا  لَّعَلَّکُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, apabila dipanggil untuk shalat pada hari Jum’at maka bersegeralah untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Hal demikian  adalah lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui.  Dan apabila  shalat telah  selesai maka bertebaranlah kamu di bumi dan carilah karunia Allah,   dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak supaya kamu mendapat  keberhasilan. (Al-Jumu’ah [62]:10-11).

Pentingnya Memiliki Makrifat Ilahi  Dalam Al-Quran

    Berlainan dengan Sabbat kaum Yahudi atau Kristen, Sabbat kaum Muslimin bukanlah hari istirahat. Sebelum dan sesudah shalat Jum’at kaum Muslimin boleh meneruskan pekerjaan-pekerjaan mereka sehari-hari seperti sediakala. Kata-kata, “karunia Allah“ pada umumnya diartikan  menjalankan usaha dan mencari nafkah”.
         Umat Islam benar-benar akan melaksanakan seruan dan perintah Allah Swt.  dalam Surah Al-Jumu’ah tersebut   -- bukan saja pada  waktu melaksanakan shalat  Jum’at  tetapi juga ketika melaksanakan shalat-shalat fardhu lima waktu lainnya  serta shalat-shalat sunat serta  shalat-shalat nafal (tambahan) lainnya --  apabila mereka benar-benar memiliki makrifat  Ilahi yang  hakiki sebagaimana dikemukakan dalam firman Allah Swt. berikut ini:
اُتۡلُ مَاۤ  اُوۡحِیَ  اِلَیۡکَ مِنَ الۡکِتٰبِ وَ اَقِمِ الصَّلٰوۃَ ؕ اِنَّ الصَّلٰوۃَ  تَنۡہٰی عَنِ الۡفَحۡشَآءِ  وَ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لَذِکۡرُ اللّٰہِ اَکۡبَرُ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُوۡنَ ﴿﴾
Bacakanlah  apa yang diwahyukan kepada engkau dari Kitab Al-Quran itu, dan dirikanlah shalat sesungguhnya shalat mencegah dari kekejian serta kemungkaran. Dan mengingat Allah benar-benar pekerjaan yang lebih besar, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Ankabut [29]:46).
     Utlu berarti: mengumumkan; menablighkan; membaca; mengutarakan; memperdengarkan, mengikuti (Lexicon Lane).  Tiga hal telah disebut dalam ayat ini, yaitu  menablighkan dan membacakan Al-Quran, mendirikan shalat, dan dzikir Ilahi. Tujuan ketiga hal itu ialah menyelamatkan manusia dari cengkeraman dosa dan membantu manusia untuk bangkit dan membuat kemajuan dalam akhlak dan keruhanian.
       Keimanan yang hidup kepada Dzat Yang Mahaluhur  -- yakni Tauhid Ilahi   -- merupakan asas pokok bagi semua agama yang diwahyukan (QS.16:36-37), sebab keimanan inilah yang dapat memegang peranan sebagai suatu hambatan yang kuat lagi ampuh terhadap kecenderungan-kecenderungan dan perbuatan-perbuatan buruk manusia.
       Itulah sebabnya mengapa Al-Quran berulang kali kembali kepada masalah adanya Tuhan, dan membicarakan kekuasaan, keagungan, dan kecintaan-Nya yang besar, lalu memberi tekanan keras pada kepentingan dzikir Ilahi dalam bentuk shalat secara Islam yang, bila dikerjakan dengan memenuhi segala syarat yang diperlukan, maka kebersihan pikiran dan perbuatan  merupakan hasilnya yang pasti.

Suri Teladan Terbaik Nabi Besar Muhammad Saw.

         Semua hal tersebut telah diperagakan   dalam bentuk amal nyata oleh Nabi Besar Muhammad saw. sebagai  suri teladan terbaik bagi orang-orang yang mengharapkan  pertemuan dengan Allah Swt. di dunia ini juga (QS.98:28-31), yang  mengharapkan   Hari Akhir, dan bagi  yang  banyak-banyak mengingat Allah Swt., firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ  فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ  اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ  لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ  الۡاٰخِرَ  وَ ذَکَرَ  اللّٰہَ  کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam  diri Rasulullah benar-benar terdapat  suri teladan yang sebaik-baiknya bagi kamu, yaitu bagi  orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir,  dan bagi yang banyak mengingat Allah  (Al-Ahzab [33]:22).
   Pertempuran Khandak mungkin merupakan  cobaan paling pahit di dalam seluruh jenjang kehidupan  Nabi Besar Muhammad saw. (QS.33:10-21),  dan beliau saw. keluar dari ujian yang paling berat itu dengan keadaan akhlak dan wibawa yang lebih tinggi lagi.
      Sesungguhnyalah pada saat yang sangat berbahayalah, yakni ketika di sekitar gelap gelita, atau dalam waktu mengenyam sukses dan kemenangan  --  yakni ketika musuh bertekuk lutut di hadapannya  --  watak dan perangai yang sesungguhnya seseorang diuji; dan sejarah memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan bahwa  Nabi Besar Muhammad saw.,   baik dalam keadaan dukacita karena dirundung kesengsaraan dan pada saat sukacita karena meraih kemenangan beliau saw. tetap menunjukkan kepribadian agung lagi mulia (QS.68:5).
Pertempuran Khandak, Uhud, dan Hunain menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak  Nabi Besar Muhammad saw. yang indah, dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas Mekkah) memperlihatkan watak beliau  saw. lainnya. Mara bahaya tidak mengurangi semangat beliau saw. atau mengecutkan hati beliau, begitu pula kemenangan dan sukses tidak merusak watak beliau saw..
Ketika  Nabi Besar Muhammad saw. ditinggalkan hampir seorang diri pada hari Pertempuran Hunain, sedang nasib Islam berada di antara hidup dan mati, beliau saw. tanpa gentar sedikit pun dan seorang diri belaka maju ke tengah barisan musuh seraya berseru dengan kata-kata yang patut dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah dan aku tidak berkata dusta. Aku anak Abdul Muthalib.”

“Anak Yatim” yang Menjadi “Wasit”  Semua Manusia

    Demikian pula tatkala Mekkah jatuh (Fatah Mekkah) dan seluruh tanah Arab bertekuk lutut maka kekuasaan yang mutlak dan tak tersaingi itu tidak kuasa merusak watak  Nabi Besar Muhammad saw..  Beliau saw. menunjukkan keluhuran budi yang tiada taranya terhadap musuh-musuh beliau saw. dengan memaafkan mereka, melebihi Nabi Yusuf a.s. yang hanya memaafkan saudara-saudaranya (QS.12:91-93).
   Kesaksian lebih besar mana lagi yang mungkin ada terhadap keagungan watak  Nabi Besar Muhammad saw.   selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi yang paling akrab dengan beliau saw. dan yang paling mengenal beliau saw., mereka itulah yang paling mencintai beliau saw. dan merupakan yang pertama-tama percaya akan misi beliau, yakni, istri beliau yang tercinta, Sitti Khadijah r.a.; sahabat beliau sepanjang hayat, Abu Bakar r.a. ; saudara sepupu yang juga menantu beliau, Ali bin Abi Thalib r.a.; dan bekas budak beliau yang telah dimerdekakan, Zaid  bin Haristsah r.a.;   Nabi Besar Muhammad saw.  merupakan contoh kemanusiaan yang paling mulia dan model yang paling sempurna dalam keindahan dan kebajikan.
    Dalam segala segi kehidupan dan watak Nabi Besar Muhammad saw.  yang beraneka ragam, tidak ada duanya dan merupakan contoh yang tiada bandingannya bagi umat manusia untuk ditiru dan diikuti. Seluruh kehidupan beliau saw. nampak dengan jelas dan nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah.    
      Nabi Besar Muhammad saw. mengawali kehidupan beliau saw. sebagai anak yatim dan mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit  yang menentukan nasib seluruh bangsa. Sebagai kanak-kanak beliau  saw. penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu usia remaja, beliau saw. tetap merupakan contoh yang sempurna dalam akhlak, ketakwaan, dan kesabaran. Pada usia setengah-baya beliau saw. mendapat julukan Al-Amin (si Jujur dan setia kepada amanat) dan selaku seorang niagawan beliau saw. terbukti paling jujur dan cermat.
 Nabi Besar Muhammad saw.  menikah dengan perempuan-perempuan yang di antaranya ada yang jauh lebih tua daripada beliau sendiri dan ada juga yang jauh lebih muda, namun semua bersedia memberi kesaksian dengan mengangkat sumpah mengenai kesetiaan, kecintaan, dan kekudusan beliau saw..  Sebagai ayah beliau penuh dengan kasih sayang, dan sebagai sahabat beliau saw. sangat setia dan murah hati.
   Ketika Nabi Besar Muhammad saw.  diamanati tugas yang amat besar dan berat dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat yang sudah rusak, beliau saw. menjadi sasaran derita aniaya dan pembuangan, namun beliau saw. memikul semua penderitaan itu dengan sikap agung dan budi luhur.
 Nabi Besar Muhammad saw. bertempur sebagai prajurit gagah-berani dan memimpin pasukan-pasukan. Beliau saw. menghadapi kekalahan dan beliau saw. memperoleh kemenangan-kemenangan. Beliau saw. menghakimi dan mengambil serta menjatuhkan keputusan dalam berbagai perkara. Beliau saw. adalah seorang negarawan, seorang pendidik, dan seorang pemimpin.

Komentar Penulis Non Muslim

    “Kepala negara merangkap Penghulu Agama, beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan yang megah. Tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu, sehingga jika ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa alat-alat kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan. Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit, dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya” (Muhammad and Muham-madanism” karya Bosworth Smith).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 22  Mei    2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar