بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 59
Hubungan Memiliki Makrifat
Ilahi Dalam Al-Quran dengan Pelaksanaan Shalat yang Mencegah Perbuatan
Keji dan Munkar & Suri
Teladan Sempurna Nabi Besar Muhammad Saw.
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir
Bab sebelumnya telah dibahas mengenai ucapan generasi penerus kaum Yahudi yang bukan
saja mereka itu menjadi para pencinta
kehidupan duniawi, tetapi juga telah menyimpang
dari ajaran asli Nabi Isa Ibnu Maryam
dalam Injil beliau, mereka berkata: سَیُغۡفَرُ لَنَا
-- “Pasti kami akan diampuni” (QS.7:171), mengisyaratkan kepada faham “Trinitas”
dan “penebusan dosa” yang diajarkan Paulus dalam beberapa surat kirimannya, firman-Nya:
فَخَلَفَ
مِنۡۢ بَعۡدِہِمۡ خَلۡفٌ وَّرِثُوا الۡکِتٰبَ یَاۡخُذُوۡنَ عَرَضَ ہٰذَا
الۡاَدۡنٰی وَ یَقُوۡلُوۡنَ سَیُغۡفَرُ لَنَا ۚ وَ اِنۡ یَّاۡتِہِمۡ عَرَضٌ
مِّثۡلُہٗ یَاۡخُذُوۡہُ ؕ اَلَمۡ یُؤۡخَذۡ عَلَیۡہِمۡ مِّیۡثَاقُ الۡکِتٰبِ اَنۡ
لَّا یَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ اِلَّا
الۡحَقَّ وَ دَرَسُوۡا مَا فِیۡہِ ؕ وَ
الدَّارُ الۡاٰخِرَۃُ خَیۡرٌ لِّلَّذِیۡنَ یَتَّقُوۡنَ ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ
یُمَسِّکُوۡنَ
بِالۡکِتٰبِ وَ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ ؕ اِنَّا لَا نُضِیۡعُ اَجۡرَ
الۡمُصۡلِحِیۡنَ ﴿﴾
Maka datang menggantikan sesudah mereka,
suatu generasi pengganti
yang mewarisi Kitab Taurat itu,
mereka mengambil harta dunia yang rendah ini dan mereka mengatakan: “Pasti kami akan diampuni.” Dan jika
datang kepada mereka harta semacam itu lagi mereka akan mengambilnya. Bukankah telah diambil perjanjian dari
mereka dalam Kitab bahwa mereka
tidak akan mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali yang haq, dan mereka
telah mempelajari apa
yang tercantum di dalamnya? Padahal kampung akhirat itu lebih
baik bagi orang-orang yang bertakwa,
apakah kamu tidak mau mengerti? Dan orang-orang yang berpegang teguh pada Kitab itu dan
mendirikan shalat,
sesungguhnya Kami tidak akan
menyia-nyiakan ganjaran orang-orang yang melakukan perbaikan. (Al-A’rāf [7]:170-171).
Penyimpangan dari Ajaran Asli Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman: اَلَمۡ یُؤۡخَذۡ عَلَیۡہِمۡ
مِّیۡثَاقُ الۡکِتٰبِ اَنۡ لَّا یَقُوۡلُوۡا عَلَی اللّٰہِ اِلَّا الۡحَقَّ
-- “Bukankah telah diambil
perjanjian dari mereka dalam Kitab bahwa mereka tidak akan mengatakan sesuatu terhadap Allah kecuali
yang haq, وَ دَرَسُوۡا مَا
فِیۡہِ -- dan
mereka telah mempelajari apa yang tercantum di dalamnya?”
(QS.7:170).
Darasa berarti: (1) ia membaca atau menelaah buku; (2) ia
meniadakan, menghapuskan atau melenyapkan sesuatu (Lexicon Lane). Sehubungan dengan terjadinya
penyimpangan Tauhid Ilahi di kalangan Bani
Israil dan generasi penerusnya
yang beriman kepada Nabi Isa Ibnu Maryam a.s tersebut, .
dalam Surah lain Allah Swt. berfirman:
وَ قَالَتِ الۡیَہُوۡدُ عُزَیۡرُۨ ابۡنُ اللّٰہِ وَ قَالَتِ النَّصٰرَی الۡمَسِیۡحُ ابۡنُ
اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ
قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ ؕ قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ ۚ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا
مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ
وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ
مَرۡیَمَ ۚ وَ مَاۤ اُمِرُوۡۤا اِلَّا
لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾ یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ
بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ
اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی
الدِّیۡنِ کُلِّہٖ ۙ وَ لَوۡ
کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang Yahudi berkata: “Uzair adalah anak
Allah”, dan orang-orang Nasrani ber-kata:
“Al-Masih adalah anak Allah.” ذٰلِکَ قَوۡلُہُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ ۚ یُضَاہِـُٔوۡنَ قَوۡلَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا مِنۡ قَبۡلُ -- Demikian itulah perkataan mereka dengan mulutnya,
mereka meniru-niru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. قٰتَلَہُمُ اللّٰہُ۫ اَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ -- Allah
membinasakan mereka, bagaimana
mereka sampai dipalingkan dari Tauhid? اِتَّخَذُوۡۤا اَحۡبَارَہُمۡ وَ رُہۡبَانَہُمۡ اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ وَ الۡمَسِیۡحَ ابۡنَ مَرۡیَمَ -- Mereka telah menjadikan ulama-ulama mereka dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan-tuhan
selain Allah, dan begitu juga Al-Masih ibnu Maryam, وَ مَاۤ اُمِرُوۡۤا اِلَّا لِیَعۡبُدُوۡۤا اِلٰـہًا وَّاحِدًا ۚ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا ہُوَ ؕ سُبۡحٰنَہٗ عَمَّا یُشۡرِکُوۡنَ -- padahal
mereka tidak diperintahkan melainkan supaya mereka menyembah Tuhan Yang
Mahaesa. Tidak ada Tuhan kecuali Dia. Maha-suci Dia dari apa yang mereka sekutukan.
یُرِیۡدُوۡنَ اَنۡ یُّطۡفِـُٔوۡا نُوۡرَ اللّٰہِ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ یَاۡبَی اللّٰہُ اِلَّاۤ اَنۡ یُّتِمَّ نُوۡرَہٗ وَ لَوۡ کَرِہَ الۡکٰفِرُوۡنَ -- Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah
dengan mulut mereka, tetapi Allah menolak bahkan menyempurnakan cahaya-Nya, walau-pun orang-orang kafir tidak menyukai. ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ -- Dia-lah
Yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan agama yang haq (benar), supaya Dia mengunggulkannya atas semua agama وَ لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ -- walau pun orang-orang musyrik tidak menyukainya (Taubah
[9]:30-33).
Ancaman Allah Swt. Kepada Bagi Para Penimbun
Kekayaan
Dalam firman Allah Swt. selanjutnya
dikemukakan bahwa para pemuka agama mereka -- yakni para ulama dan para rahib golongan Ahli
Kitab -- telah berubah menjadi para pecinta kehidupan duniawi dan kekayaan
duniawi, sebagai peringatan dan nubuatan
bagi umat Islam, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّ کَثِیۡرًا مِّنَ
الۡاَحۡبَارِ وَ الرُّہۡبَانِ لَیَاۡکُلُوۡنَ اَمۡوَالَ
النَّاسِ بِالۡبَاطِلِ وَ یَصُدُّوۡنَ عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ وَ الَّذِیۡنَ یَکۡنِزُوۡنَ الذَّہَبَ وَ
الۡفِضَّۃَ وَ لَا یُنۡفِقُوۡنَہَا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ۙ فَبَشِّرۡہُمۡ بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ یَّوۡمَ یُحۡمٰی عَلَیۡہَا فِیۡ نَارِ جَہَنَّمَ
فَتُکۡوٰی بِہَا جِبَاہُہُمۡ وَ جُنُوۡبُہُمۡ وَ ظُہُوۡرُہُمۡ ؕ ہٰذَا
مَا کَنَزۡتُمۡ لِاَنۡفُسِکُمۡ
فَذُوۡقُوۡا مَا کُنۡتُمۡ
تَکۡنِزُوۡنَ ﴿﴾
Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya kebanyakan
para ulama dan para rahib itu makan harta orang dengan cara batil, dan mereka menghalang-halangi
manusia dari jalan Allah. وَ الَّذِیۡنَ یَکۡنِزُوۡنَ الذَّہَبَ وَ الۡفِضَّۃَ وَ لَا یُنۡفِقُوۡنَہَا فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ -- Dan
orang-orang yang menimbun emas, perak dan tidak membelanjakannya di jalan
Allah, فَبَشِّرۡہُمۡ بِعَذَابٍ اَلِیۡمٍ -- maka berilah
mereka kabar gembira tentang siksaan
pedih. یَّوۡمَ یُحۡمٰی عَلَیۡہَا فِیۡ نَارِ جَہَنَّمَ فَتُکۡوٰی بِہَا جِبَاہُہُمۡ وَ جُنُوۡبُہُمۡ وَ ظُہُوۡرُہُمۡ -- Pada
hari
emas dan perak dipanaskan di dalam Api Jahannam, lalu
dengannya dahi mereka, lambung
mereka, dan punggung mereka dicap-bakar, ہٰذَا مَا کَنَزۡتُمۡ لِاَنۡفُسِکُمۡ فَذُوۡقُوۡا مَا کُنۡتُمۡ تَکۡنِزُوۡنَ -- dikatakan kepada mereka: “Inilah
apa yang senantiasa kamu timbun
untuk diri kamu, فَذُوۡقُوۡا مَا کُنۡتُمۡ تَکۡنِزُوۡنَ -- karena itu rasakanlah apa yang telah kamu timbun!” (Taubah [9]:34-35).
Ungkapan یَّوۡمَ یُحۡمٰی عَلَیۡہَا فِیۡ نَارِ جَہَنَّمَ
فَتُکۡوٰی بِہَا جِبَاہُہُمۡ وَ جُنُوۡبُہُمۡ وَ ظُہُوۡرُہُمۡ -- “Pada
hari emas dan perak
dipanaskan di dalam Api Jahannam, lalu dengannya dahi mereka, lambung mereka, dan punggung mereka
dicap-bakar” ini nampaknya mengandung arti kiasan. Ketika karena bakhil dan sombong seorang-orang kaya enggan menolong orang yang memerlukan pertolongan, dahinya dikuncupkan sehingga menimbulkan kerut-kerut. Kemudian ia berpaling
ke samping dan akhirnya dengan nada menghina, ia memperlihatkan punggungnya kepada orang yang meminta pertolongan kepadanya.
Dengan tepat sekali keadaan itu dikemukakan
bahwa dahi, lambung, dan punggung,
akan dicapbakar. Selanjutnya Allah
Swt. berfirman: ہٰذَا مَا کَنَزۡتُمۡ لِاَنۡفُسِکُمۡ فَذُوۡقُوۡا مَا کُنۡتُمۡ تَکۡنِزُوۡنَ -- dikatakan
kepada mereka: “Inilah apa yang senantiasa kamu timbun untuk dirimu, karena itu rasakanlah apa yang telah kamu timbun!”
“Kobaran Api” Tak Kunjung Padam Di Timur Tengah & Jemaat Muslim Ahmadiyah
Kobaran api
yang tak kunjung padam di negara-negara penghasil minyak dan gas bumi
di Timur Tengah hingga saat ini pasti
erat kaitannya dengan firman Allah Swt. berkenaan dengan para pemuka di kalangan Bani Israil tersebut, sebab Nabi Besar Muhammad saw. sendiri telah
bersabda mengenai akan terjadinya persamaaan
antara umat beliau saw. dengan Bani
Israil (Yahudi dan Nashrani) bagaikan persamaan
sepasang sepatu:
Abdullah ibnu Umar
r.a. berkata: "Bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Pasti akan datang
pada umatku sebagaimana yang telah
terjadi pada umat Bani Israil, seperti sepasang sepatu, hingga kalau umat Bani Israel berzina dengan
ibunya secara terang-terangan maka umatku
juga akan berbuat demikian. Ketahuilah bahwa umat Bani Israel akan pecah belah hingga 72 firqah dan umatku akan berpecah belah hingga 73 firqah. Kesemuanya akan menjadi bahan
api neraka terkecuali satu golongan”.
Sahabat-sahabat bertanya: “Golongan
yang manakah itu wahai Rasulullah?' Beliau menjawab dengan bersabda: “Yang mengamalkan apa yang aku dan
sahabat-sahabatku amalkan".........(Tirmidzi, Kitabul Iman).
Golongan yang dimaksud oleh Nabi Besar
Muhammad saw. sebagai golongan “Yang mengamalkan apa yang aku dan
sahabat-sahabatku amalkan" pasti satu jama’ah
Muslim yang keadaannya sama dengan jama’ah
Muslim di masa awal, yang didirikan oleh seorang Rasul Allah yaitu Nabi Besar Muhammad saw., dan kemudian setelah beliau saw. wafat, kepemimpinan
Jama’ah Muslim tersebut dilanjutkan
oleh para Khalifah beliau saw., dalam
hal ini adalah para Khalifatul Rasyidin.
Di Akhir
Zaman ini golongan atau jama’ah Muslim yang keadaannya seperti itu hanyalah Jemaat
Muslim Ahmadiyah yang didirikan oleh
Al-Masih
Mau’ud a.s., dan setelah beliau wafat
lalu Jemaat Muslim Ahmadiyah secara berturut-turut dipimpin oleh para Khalifatul Masih, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ بَعَثَ فِی
الۡاُمِّیّٖنَ رَسُوۡلًا
مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ
وَ یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ
الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭
وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan
kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ
-- dan juga akan
membangkitkannya pada kaum lain dari
antara mereka, yang belum bertemu
dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ
یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ
الۡعَظِیۡمِ --
Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia
kehendaki. Dan Allah mempunyai
karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah nubuatan yang terkandung dalam seruan
kepada orang-orang beriman untuk
melaksanakan shalat Jum’ah dan harus meninggalkan
semua urusan “jual-beli” yang
bersifat duniawi, agar dapat
bersama-sama menghadap dan beribadah hanya kepada Allah Swt., sebab
pada masa itu -- yakni di Akhir
Zaman ini -- umumnya umat manusia sedang disibukkan dengan berbagai jenis perniagaan duniawi atau materialisme (QS.102:1-9; QS.104:1-10), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اِذَا نُوۡدِیَ لِلصَّلٰوۃِ مِنۡ یَّوۡمِ الۡجُمُعَۃِ فَاسۡعَوۡا اِلٰی ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ ذَرُوا
الۡبَیۡعَ ؕ ذٰلِکُمۡ خَیۡرٌ
لَّکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ
تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ فَاِذَا قُضِیَتِ الصَّلٰوۃُ فَانۡتَشِرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ وَ ابۡتَغُوۡا
مِنۡ فَضۡلِ اللّٰہِ وَ اذۡکُرُوا اللّٰہَ
کَثِیۡرًا لَّعَلَّکُمۡ
تُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, apabila dipanggil untuk shalat pada hari
Jum’at maka bersegeralah
untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual-beli. Hal demikian adalah lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui. Dan apabila shalat telah
selesai maka bertebaranlah
kamu di bumi dan carilah karunia
Allah, dan ingatlah
kepada Allah banyak-banyak supaya kamu
mendapat keberhasilan. (Al-Jumu’ah
[62]:10-11).
Pentingnya Memiliki Makrifat Ilahi Dalam Al-Quran
Berlainan
dengan Sabbat kaum Yahudi atau
Kristen, Sabbat kaum Muslimin
bukanlah hari istirahat. Sebelum dan
sesudah shalat Jum’at kaum Muslimin
boleh meneruskan pekerjaan-pekerjaan mereka sehari-hari seperti sediakala.
Kata-kata, “karunia Allah“ pada umumnya diartikan “menjalankan
usaha dan mencari nafkah”.
Umat Islam benar-benar akan melaksanakan seruan dan perintah Allah
Swt. dalam Surah Al-Jumu’ah tersebut -- bukan
saja pada waktu melaksanakan shalat
Jum’at tetapi juga ketika
melaksanakan shalat-shalat fardhu lima waktu lainnya serta
shalat-shalat sunat serta shalat-shalat nafal (tambahan) lainnya
-- apabila mereka benar-benar memiliki makrifat
Ilahi yang hakiki sebagaimana
dikemukakan dalam firman Allah Swt. berikut ini:
اُتۡلُ مَاۤ اُوۡحِیَ اِلَیۡکَ مِنَ الۡکِتٰبِ وَ اَقِمِ الصَّلٰوۃَ ؕ اِنَّ
الصَّلٰوۃَ تَنۡہٰی عَنِ الۡفَحۡشَآءِ وَ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لَذِکۡرُ اللّٰہِ
اَکۡبَرُ ؕ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُوۡنَ ﴿﴾
Bacakanlah apa
yang diwahyukan kepada engkau dari Kitab Al-Quran
itu, dan dirikanlah shalat
sesungguhnya shalat mencegah dari
kekejian serta kemungkaran. Dan mengingat Allah benar-benar pekerjaan
yang lebih besar, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan
(Al-Ankabut
[29]:46).
Utlu berarti:
mengumumkan; menablighkan; membaca; mengutarakan; memperdengarkan, mengikuti (Lexicon Lane). Tiga hal telah disebut dalam ayat ini, yaitu menablighkan
dan membacakan Al-Quran, mendirikan shalat, dan dzikir Ilahi. Tujuan ketiga hal itu ialah menyelamatkan manusia dari cengkeraman
dosa dan membantu manusia untuk bangkit
dan membuat kemajuan dalam akhlak dan keruhanian.
Keimanan yang hidup kepada Dzat Yang Mahaluhur -- yakni Tauhid
Ilahi -- merupakan asas pokok bagi semua agama yang diwahyukan (QS.16:36-37), sebab keimanan
inilah yang dapat memegang peranan
sebagai suatu hambatan yang kuat lagi
ampuh terhadap kecenderungan-kecenderungan
dan perbuatan-perbuatan buruk
manusia.
Itulah sebabnya mengapa Al-Quran berulang kali kembali kepada masalah adanya Tuhan, dan membicarakan kekuasaan, keagungan, dan kecintaan-Nya
yang besar, lalu memberi tekanan keras
pada kepentingan dzikir Ilahi dalam
bentuk shalat secara Islam yang, bila dikerjakan dengan
memenuhi segala syarat yang
diperlukan, maka kebersihan pikiran
dan perbuatan merupakan hasilnya
yang pasti.
Suri Teladan Terbaik
Nabi Besar Muhammad Saw.
Semua hal tersebut telah diperagakan dalam bentuk amal nyata oleh Nabi Besar Muhammad saw. sebagai suri
teladan terbaik bagi orang-orang yang mengharapkan
pertemuan
dengan Allah Swt. di dunia ini juga (QS.98:28-31), yang mengharapkan Hari
Akhir, dan bagi yang
banyak-banyak mengingat Allah
Swt., firman-Nya:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ فِیۡ رَسُوۡلِ
اللّٰہِ اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ
الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ ذَکَرَ
اللّٰہَ کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam
diri Rasulullah benar-benar terdapat
suri teladan yang
sebaik-baiknya bagi kamu, yaitu bagi orang
yang mengharapkan Allah dan Hari
Akhir, dan bagi yang banyak mengingat Allah (Al-Ahzab [33]:22).
Pertempuran Khandak mungkin merupakan cobaan paling pahit di dalam seluruh
jenjang kehidupan Nabi Besar Muhammad
saw. (QS.33:10-21), dan beliau saw. keluar
dari ujian yang paling berat itu
dengan keadaan akhlak dan wibawa yang lebih tinggi lagi.
Sesungguhnyalah pada saat yang sangat berbahayalah,
yakni ketika di sekitar gelap gelita, atau dalam waktu mengenyam sukses dan kemenangan -- yakni ketika musuh bertekuk lutut di hadapannya
-- watak dan perangai yang
sesungguhnya seseorang diuji; dan sejarah
memberi kesaksian yang jelas kepada kenyataan bahwa Nabi Besar Muhammad saw., baik dalam keadaan dukacita karena dirundung kesengsaraan
dan pada saat sukacita karena meraih kemenangan — beliau saw. tetap menunjukkan kepribadian agung lagi mulia (QS.68:5).
Pertempuran Khandak, Uhud, dan Hunain
menjelaskan dengan seterang-seterangnya satu watak Nabi Besar Muhammad
saw. yang indah, dan Fatah Mekkah (Kemenangan atas Mekkah)
memperlihatkan watak beliau saw. lainnya. Mara bahaya tidak mengurangi semangat beliau saw. atau mengecutkan
hati beliau, begitu pula kemenangan
dan sukses tidak merusak watak beliau saw..
Ketika Nabi Besar Muhammad saw. ditinggalkan hampir
seorang diri pada hari Pertempuran Hunain,
sedang nasib Islam berada di antara
hidup dan mati, beliau saw. tanpa gentar
sedikit pun dan seorang diri belaka maju ke tengah barisan musuh seraya berseru
dengan kata-kata yang patut dikenang selama-lamanya: “Aku nabi Allah dan aku
tidak berkata dusta. Aku anak Abdul Muthalib.”
“Anak Yatim” yang Menjadi “Wasit”
Semua Manusia
Demikian pula tatkala Mekkah jatuh (Fatah Mekkah) dan seluruh tanah Arab bertekuk lutut
maka kekuasaan yang mutlak dan tak tersaingi itu tidak kuasa merusak watak Nabi Besar Muhammad saw.. Beliau saw. menunjukkan keluhuran budi yang tiada taranya terhadap musuh-musuh beliau saw. dengan memaafkan
mereka, melebihi Nabi Yusuf a.s. yang hanya memaafkan
saudara-saudaranya (QS.12:91-93).
Kesaksian lebih besar mana lagi yang mungkin
ada terhadap keagungan watak Nabi Besar Muhammad saw. selain kenyataan bahwa pribadi-pribadi
yang paling akrab dengan beliau saw. dan
yang paling mengenal beliau saw.,
mereka itulah yang paling mencintai
beliau saw. dan merupakan yang pertama-tama percaya akan misi beliau, yakni, istri beliau yang tercinta, Sitti
Khadijah r.a.; sahabat beliau sepanjang hayat, Abu Bakar r.a. ; saudara
sepupu yang juga menantu beliau, Ali bin Abi Thalib r.a.; dan bekas
budak beliau yang telah dimerdekakan, Zaid bin Haristsah r.a.; Nabi Besar Muhammad saw. merupakan contoh kemanusiaan yang paling
mulia dan model yang paling sempurna dalam keindahan dan kebajikan.
Dalam segala segi kehidupan dan watak Nabi Besar Muhammad saw. yang beraneka
ragam, tidak ada duanya dan merupakan contoh
yang tiada bandingannya bagi umat manusia
untuk ditiru dan diikuti. Seluruh kehidupan beliau saw. nampak dengan jelas dan
nyata dalam cahaya lampu-sorot sejarah.
Nabi Besar Muhammad saw. mengawali
kehidupan beliau saw. sebagai anak yatim
dan mengakhirinya dengan berperan sebagai wasit
yang menentukan nasib seluruh bangsa. Sebagai kanak-kanak beliau saw. penyabar lagi gagah, dan di ambang pintu
usia remaja, beliau saw. tetap merupakan contoh yang sempurna dalam akhlak, ketakwaan, dan kesabaran.
Pada usia setengah-baya beliau saw. mendapat julukan Al-Amin (si Jujur
dan setia kepada amanat) dan selaku seorang niagawan beliau saw. terbukti paling jujur dan cermat.
Nabi Besar Muhammad saw. menikah dengan perempuan-perempuan yang di
antaranya ada yang jauh lebih tua daripada beliau sendiri dan ada juga yang
jauh lebih muda, namun semua bersedia memberi kesaksian dengan mengangkat
sumpah mengenai kesetiaan, kecintaan, dan kekudusan beliau saw.. Sebagai ayah beliau penuh dengan kasih sayang,
dan sebagai sahabat beliau saw. sangat setia dan murah hati.
Ketika Nabi
Besar Muhammad saw. diamanati tugas yang amat besar dan berat dalam usaha memperbaiki suatu masyarakat yang sudah rusak,
beliau saw. menjadi sasaran derita aniaya dan pembuangan, namun beliau saw. memikul
semua penderitaan itu dengan sikap agung dan budi luhur.
Nabi Besar Muhammad saw. bertempur sebagai
prajurit gagah-berani dan memimpin pasukan-pasukan. Beliau saw. menghadapi kekalahan
dan beliau saw. memperoleh kemenangan-kemenangan. Beliau saw. menghakimi dan
mengambil serta menjatuhkan keputusan dalam berbagai perkara. Beliau saw. adalah
seorang negarawan, seorang pendidik, dan seorang pemimpin.
Komentar Penulis Non Muslim
“Kepala negara merangkap Penghulu Agama,
beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak
berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan yang megah. Tanpa balatentara
tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan
tertentu, sehingga jika ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan
hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai
kekuasaan tanpa alat-alat kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan. Beliau biasa
melakukan pekerjaan rumah tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di
atas sehelai tikar kulit, dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih
atau roti jawawut, dan setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh,
beliau biasa melewatkan malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga
kedua belah kaki beliau bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan
suasana yang begitu banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya” (Muhammad and Muham-madanism”
karya Bosworth Smith).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 22 Mei
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar