Selasa, 12 Mei 2015

Akibat Buruk "Pembelanjaan Harta" Untuk Menzalimi Sesama Muslim & Kembali Berada di Tepi "Jurang Api Jahannam" di Dunia



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 49

    
  Akibat Buruk Pembelanjaan Harta Untuk Menzalimi Sesama Muslim & Kembali Berada  di  Tepi “Jurang Api Jahannam      
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai  jawaban Allah Swt. terhadap doa-doa yang dipanjatkan Nabi Ibrahim a.s. berkenaan dengan Baitullah (Ka’bah) yang beliau  bangun kembali bersama putra beliau, Nabi Ismail a.s. (QS.2:128-130), firman-Nya:
وَ اِذۡ جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ  وَ اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ  لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ  السُّجُوۡدِ ﴿﴾ وَ اِذۡ قَالَ  اِبۡرٰہٖمُ  رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ  اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah (Ka’bah) itu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman, dan  jadikanlah maqam  Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il: “Sucikanlah rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.”   Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabbi (Tuhan-ku),  jadikanlah tempat ini kota yang aman,  وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ -- dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya dari antara mereka yang beriman  kepada  Allah dan Hari Kemudian.”  قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ  اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ  -- Dia berfirman: “Dan orang yang kafir pun  maka Aku akan memberi sedikit kesenangan kepadanya kemudian  akan Aku paksa ia masuk ke dalam azab Api, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.”  (Al-Baqarah [2]:126-127).

Makna Perintah “Mensucikan” Baitullah (Ka’bah) dari Kekotoran Kemusyrikan

     Matsabah berarti suatu tempat yang apabila orang mengunjunginya ia berhak memperoleh pahala; atau tempat yang sering dikunjungi dan menjadi tempat berkumpul (Al-Mufradat).
    Ka’bah, dan karenanya maka kota Mekkah juga dinyatakan menjadi tempat keamanan dan ketenteraman. Kerajaan-kerajaan yang gagah-perkasa telah runtuh dan daerah-daerah yang membentang luas telah menjadi belantara sejak permulaan sejarah (QS.7:5; QS.21:12; QS.22:46-47; QS.28:58-60; QS.65:9-10), tetapi keamanan Mekkah secara lahiriah tidak pernah terganggu oleh tindakan manusia selama ribuan tahun sejak dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim a.s. bersama Nabi Isma’il a.s. (QS.2:128-230; QS.29:68; QS.106:1-6; QS.106:1-4).
      Pusat-pusat keagamaan agama-agama lain tidak pernah menyatakan, dan pada hakikatnya tidak pernah menikmati keamanan demikian dan kekebalan terhadap bahaya, tetapi Mekkah senantiasa merupakan tempat yang aman dan tenteram. Tiada penakluk asing pernah memasukinya tanpa mengalami kehinaan, contohnya Abrahah,  penguasa Kristen dari Yaman (QS.106:1-6), tempat (Makkah) itu senantiasa tetap ada di tangan mereka yang menjunjung-muliakannya.
       Kaum yang memperoleh kehormatan sebagai “pemelihara” Ka’bah (Baitullah) di Mekkah adalah kaum Quraisy, tetapi ketika mereka tidak lagi menjaga “kesucian” Ka’bah (Baitullah) dari kekotoran kemusyrikan (Al-Baqarah [2]:126-127) – dan  di masa menjelang pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.  sesuai pengabulan  doa Nabi Ibrahim a.s. (QS.128-130), di Ka’bah terdapat sebanyak 360 berhala sembahan   para kabilah bangsa Arab   -- lalu Allah Swt. membangkitkan umat Islam melalui Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “pemelihara” Ka’bah (Baitullah) selanjutnya,  menggantikan  kaum Quraisy Mekkah penyembah berhala yang  ada di Ka’bah (Baitullah),  sesuai  dengan firman-Nya:
وَ اِذۡ جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ  وَ اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ  لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ  السُّجُوۡدِ ﴿﴾  
Dan ingatlah ketika Kami jadikan Rumah (Ka’bah) itu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman, dan  jadikanlah maqam  Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il: “Sucikanlah rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.” (Al-Baqarah [2]:126).
       Makna perintah “Sucikanlah  rumah-Ku” dalam ayat  اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ  لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ  السُّجُوۡدِ   --  “Sucikanlah rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud,”   terutama sekali adalah “dibersihkan dari kekotoran kemusyrikan,"   baik kemusyrikan yang nyata berupa penyembahan patung-patung berhala  mau pun kemusyrikan  yang tidak nyata, termasuk kemusyrikan  berupa “perpecahan umat”,  sebab  Tauhid Ilahi – yang dilambangkan dengan Baitullah (Ka’bah) identik dengan kesatuan dan persatuan umat sedangkan kemusyrikan identik dengan perpecahan umat, firman-Nya:
اِنَّ ہٰذِہٖۤ  اُمَّتُکُمۡ اُمَّۃً  وَّاحِدَۃً ۫ۖ وَّ اَنَا رَبُّکُمۡ  فَاعۡبُدُوۡنِ ﴿﴾  وَ تَقَطَّعُوۡۤا  اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ ؕ کُلٌّ اِلَیۡنَا رٰجِعُوۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya umat kamu ini merupakan satu umat, dan Aku adalah  Rabb (Tuhan) kamu  maka sembahlah Aku.    Tetapi mereka telah memotong-motong urusan agama mereka di antara mereka,  padahal semuanya akan kembali kepada Kami. (Al-Anbiya [21]:93-94).

Kemusyrikan Berupa Perpecahan Umat

        Dalam beberapa ayat yang mendahuluinya, beberapa nabi Allah dan beberapa orang bertakwa (muttaqi) – di antaranya Maryam binti ‘Imran -- disebutkan bersama-sama. Ini bukan secara kebetulan saja. Nabi-nabi itu disebut bersama-sama, mempunyai suatu tujuan tertentu. Semuanya mempunyai satu hal yang sama.
Mereka semua mengalami penderitaan-penderitaan dan kemalangan-kemalangan besar dalam satu bentuk atau lain dan memperlihatkan kesabaran dan ketabahan yang sangat tinggi dan sangat mulia di bawah himpitan cobaan-cobaan yang paling hebat. Mereka mengajarkan pula asas pokok semua agama, yaitu  tauhid Ilahi, dan membuktikannya melalui amal  nyata (QS.41:31-33; QS.21:104;  QS.46:14-15).
       Ayat selanjutnya menerangkan bahwa  selain ada segolongan manusia, ialah hamba-hamba Allah yang shaleh yang  telah disebut dalam beberapa ayat sebelumnya, dalam ayat  ini menunjuk kepada suatu golongan lain — ialah mereka yang menolak nabi-nabi Allah — yang menanggung akibat, mereka menjadi korban perselisihan-perselisihan dan pertengkaran-pertengkaran di antara mereka sendiri dan berpegang pada kepercayaan-kepercayaan dan itikad-itikad yang saling berlawanan:   وَ تَقَطَّعُوۡۤا  اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ ؕ کُلٌّ اِلَیۡنَا رٰجِعُوۡنَ   -- “Tetapi mereka telah memotong-motong urusan agama mereka di antara mereka,  padahal semuanya akan kembali kepada Kami.”
      Jadi, dengan menolak Tauhid Ilahi  yang diajarkan para Rasul Allah berarti para penentang Rasul Allah lebih  menyukai kemusyrikan dan perpecahan umat, sebab  dalam keadaan tersebut para pemuka kaum tersebut memperoleh keuntungan duniawi,   mengenai hal tersebut firman-Nya:
وَ  اِنَّ ہٰذِہٖۤ  اُمَّتُکُمۡ  اُمَّۃً وَّاحِدَۃً  وَّ اَنَا رَبُّکُمۡ  فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾  فَتَقَطَّعُوۡۤا  اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا  لَدَیۡہِمۡ  فَرِحُوۡنَ ﴿﴾ فَذَرۡہُمۡ فِیۡ غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾  اَیَحۡسَبُوۡنَ اَنَّمَا نُمِدُّہُمۡ بِہٖ مِنۡ مَّالٍ وَّ بَنِیۡنَ ﴿ۙ﴾  نُسَارِعُ  لَہُمۡ فِی الۡخَیۡرٰتِ ؕ بَلۡ لَّا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾
“Dan  sesungguhnya umat kamu  ini   umat yang satu, dan Aku adalah  Rabb (Tuhan) kamu maka ber­takwalah kepada-Ku."    فَتَقَطَّعُوۡۤا  اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا --   Tetapi mereka  telah memecah-belah urusan   mereka di antara mereka menjadi berbagai golongan, کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا  لَدَیۡہِمۡ  فَرِحُوۡنَ  -- masing-masing kelompok bergembira dengan apa yang ada pada mereka. فَذَرۡہُمۡ فِیۡ غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ  -- Maka  tinggalkanlah mere­ka dalam kesesatannya hingga suatu waktu. اَیَحۡسَبُوۡنَ اَنَّمَا نُمِدُّہُمۡ بِہٖ مِنۡ مَّالٍ وَّ بَنِیۡنَ --  Apakah mereka menyang­ka bahwasanya Kami  telah membantunya dengan harta dan anak-anak,   نُسَارِعُ  لَہُمۡ فِی الۡخَیۡرٰتِ  --  Kami akan mempercepat bagi mereka dalam kebaikan-­kebaikan?  بَلۡ لَّا یَشۡعُرُوۡنَ -- Tidak demikian, tetapi mereka tidak menyadari.   (Al-Mu’minūn [23]:53-57).

Saling  Mengkafirkan Demi Mencari Keuntungan dan Kekuasaan Duniawi

   Semua Rasul Allah menggalang persaudaraan  ruhani  karena mereka datang dari Sumber Ilahi yang sama, yaitu Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa, dan dasar ajaran-ajaran mereka sedikit banyak serupa satu sama lain serta tujuan dan maksud kebangkitan (pengutusan) mereka pun itu itu juga yaitu menegakkan Keesaan Ilahi dan persatuan umat manusia di bumi, dengan berpegang teguh pada Tali Allah (QS.3:103-106).
  Tetapi  sesudah seorang nabi Allah wafat, para pengikutnya pada umumnya mulai  saling berselisih  dan berpecah-belah menjadi mazhab-mazhab dan aliran-aliran, tiap mazhab menganggap dirinya sebagai pengikut yang sejati dan menganggap mazhab-mazhab lain sebagai hampa dari segala kebenaran, bahkan menuduhnya sebagai  kafir dan sesat, itulah makna ayat: فَتَقَطَّعُوۡۤا  اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا --   Tetapi mereka  telah memecah-belah urusan   mereka di antara mereka menjadi berbagai golongan, کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا  لَدَیۡہِمۡ  فَرِحُوۡنَ  -- masing-masing kelompok bergembira dengan apa yang ada pada mereka.”
    Ayat selanjutnya menerangkan bahwa keadaan manusia adalah demikian rupa,  bahwa berlimpah-limpahnya kekayaan serta kekuasaan dan kehormatan golongannya sendiri dianggap sebagai ukuran sukses, bahkan dianggap satu-satunya tanda yang menunjukkan mereka itu  penerima karunia Allah Swt.. Kesalahan umum inilah yang diikhtiarkan ayat ini dan ayat berikutnya untuk diperbaiki:  فَذَرۡہُمۡ فِیۡ غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ  -- Maka  tinggalkanlah mere­ka dalam kesesatannya hingga suatu waktu. اَیَحۡسَبُوۡنَ اَنَّمَا نُمِدُّہُمۡ بِہٖ مِنۡ مَّالٍ وَّ بَنِیۡنَ --  Apakah mereka menyang­ka bahwasanya Kami  telah membantunya dengan harta dan anak-anak,   نُسَارِعُ  لَہُمۡ فِی الۡخَیۡرٰتِ  --  Kami akan mempercepat bagi mereka dalam kebaikan-­kebaikan?  بَلۡ لَّا یَشۡعُرُوۡنَ -- Tidak demikian, tetapi mereka tidak menyadari.   (Al-Mu’minūn [23]:55-57).
    Pendek kata, bahwa penegakkan  Tauhid Ilahi yang  menjadi tujuan utama diutus-Nya para Rasul Allah  secara berkesinambungan di kalangan Bani Adam (QS.7:35-37) – termasuk di Akhir Zaman ini  -- adalah untuk menciptakan kesatuan dan persatuan umat atau menciptakan persaudaraan ruhani, sedangkan  orang-orang yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah   mereka itu orang-orang yang menyukai perpecahan umat, dan dalam pandangan Allah Swt.  mereka itu merupakan “orang-orang musyrik”, walau pun  mereka itu menganut agama Tauhid, firman-Nya:
فَاَقِمۡ  وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰہِ  الَّتِیۡ فَطَرَ  النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ  لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ الدِّیۡنُ الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَ النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾  مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾  مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا ؕ کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah kamu kepada agama yang lurus, yaitu fitrat Allah, yang atas dasar itu  Dia menciptakan manusia, tidak ada perubahan dalam penciptaan Allah,  itulah agama yang lurus,  tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.  مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ     -- Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat, وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ  --  dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik, مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا  --     Yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ --   tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rum [30]:31-33).

Penyimpangan dari Tauhid Ilahi Penyebab Munculnya Bermacam-macam Sekte, Firqah dan Mazhab di Kalangan Umat Beragama

       Ayat 31 menerangkan bahwa Allah Swt. adalah  Tuhan  Yang  Esa dan kemanusiaan itu satu, inilah fithrat Allāh dan dīnul-fithrah — satu agama yang berakar dalam fitrat manusia — dan terhadapnya manusia menyesuaikan diri dan berlaku secara naluri (QS.7:173).
         Nabi Besar Muhammad saw. bersabda bahwa di dalam agama fitrah  inilah seorang bayi dilahirkan   -- yakni setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci   -- akan tetapi lingkungannya, cita-cita dan kepercayaan-kepercayaan orang tuanya, serta didikan dan ajaran yang diperolehnya dari mereka itu, kemudian membuat dia Yahudi, Majusi atau Kristen (Bukhari), yang masing-masing memiliki konsep  tentang Tuhan yang berlainan dan diwarnai  kemusyrikan.
        Ayat selanjutnya menjelaskan bahwa hHanya semata-mata percaya kepada Kekuasaan mutlak dan Keesaan Tuhan   --  yang sesungguhnya hal itu merupakan asas pokok agama yang hakiki   --   tidak cukup, sebab suatu agama yang benar harus memiliki peraturan-peraturan dan perintah-perintah tertentu. Dari semua peraturan dan perintah itu shalat  yang harus mendapat prioritas utama:  مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ  وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ  وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ     -- Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat.”  
        Penyimpangan dari agama sejati menjuruskan umat  beragama  di zaman lampau kepada perpecahan dalam bentuk aliran-aliran – yakni sekte-sekte atau firqah-firqah atau mazhab-mazhab  -- yang saling memerangi dan menyebabkan sengketa berkepanjangan di antara mereka: وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ  --  dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik, مِنَ الَّذِیۡنَ فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ  وَ کَانُوۡا شِیَعًا  --    Yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, کُلُّ  حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ --   tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rūm [30]:32-33).

Yang Dijamin Dipelihara Allah Swt. Adalah Al-Quran, Bukan “Umat Islam

        Walau pun benar bahwa Allah Swt. telah berjanji akan memelihara Al-Quran dari  berbagai bentuk kerusakan dan penyimpangan (QS.15:10), tetapi  mengenai umat Islam tidak ada janji Allah Swt. bahwa Dia akan menjadi  mereka  akan   dari  melakukan penyimpangan  dalam masalah pemahaman dan pengamalan Al-Quran serta  memelihara  mereka dari perpecahan umat, sebab – sejalan dengan semakin jauhnya umat beragama dari masa kenabian yang penuh berkat   -- hal tersebut merupakan Sunnatullah  yang tidak dapat dihindari, terutama jika  di kalangan para pengikut Rasul Allah telah timbul ketidak-taatan  atau kedurhakaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya, firman-Nya:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bah-wa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka,   وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ -- dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya,  فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ  -- maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ   -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا --  Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya. قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ  --  Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
       Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah maka Allah Swt. dalam Al-Quran telah memperingatkan umat Islam   -- terutama umat Islam di Akhir Zaman ini   --  firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾  وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ  اِذۡ  کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ  لَعَلَّکُمۡ  تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman,  اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ  -- bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, وَ لَا تَمُوۡتُنَّ  اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ  مُّسۡلِمُوۡنَ  --  dan  janganlah sekali-kali kamu mati kecuali kamu dalam keadaan berserah  diri. وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا  --   Dan  berpegangteguhlah kamu sekalian pada tali Allah, dan  janganlah kamu berpecah-belahوَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ   -- dan  ingatlah akan nikmat Allah atas kamu, اِذۡ  کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا   --  ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu  Dia menyatukan hatimu dengan kecintaan  antara satu sama lain maka  dengan nikmat-Nya itu ka-mu menjadi bersaudara,  وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا  -- dan kamu dahulu berada di tepi jurang Api  lalu Dia menyelamatkan kamu darinya. کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ  لَعَلَّکُمۡ  تَہۡتَدُوۡنَ -- Demikianlah Allah menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu mendapat petunjuk. (Ali ‘Imran [3]:103-104).

Bukan Sekedar Telah  Menjadi Muslim (Orang Islam) & Kembali Berada di Tepi “Jurang Api” & “Kobaran Api Jahanam” di Dunia

       Karena kedatangan saat kematian tidak diketahui, kita dapat berkeyakinan akan mati dalam keadaan berserah  diri kepada Allah Swt. hanya bila diri kita senantiasa tetap dalam keadaan menyerahkan diri kepada-Nya. Jadi ungkapan  dalam ayat  itu mengandung arti, bahwa kita harus senantiasa tetap patuh kepada Allah Swt. dan mentaati Nabi Besar Muhammad saw., bukan sekedar  mati sebagai Muslim (orang Islam).
       Arti habl dalam ayat وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا  --   Dan  berpegangteguhlah kamu sekalian pada tali Allah, dan  janganlah kamu berpecah-belah”,  berarti: seutas tali atau pengikat yang dengan itu sebuah benda diikat atau dikencangkan; suatu ikatan, suatu perjanjian atau permufakatan; suatu kewajiban yang karenanya kita menjadi bertanggung jawab untuk keselamatan seseorang atau suatu barang; persekutuan dan perlindungan (Lexicon Lane). Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan telah bersabda:  “Kitab Allah itu tali Allah yang telah diulurkan dari langit ke bumi” (Tafsir Ibnu Jarir, IV, 30).
          Sangat sukar kita mendapatkan suatu kaum yang terpecah-belah lebih daripada orang-orang Arab sebelum  kedatangan Rasulullāh saw.  di tengah mereka, tetapi dalam pada itu sejarah umat manusia tidak dapat mengemukakan satu contoh pun ikatan persaudaraan penuh cinta yang menjadikan orang-orang Arab telah bersatu-padu, berkat ajaran dan teladan luhur lagi mulia Junjungan Agung mereka. Itulah makna ayat: وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ   -- dan  ingatlah akan nikmat Allah atas kamu, اِذۡ  کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا   --  ketika kamu dahulu bermusuh-musuhan, lalu  Dia menyatukan hatimu dengan kecintaan  antara satu sama lain maka  dengan nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara,  وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا  -- dan kamu dahulu berada di tepi jurang Api  lalu Dia menyelamatkan kamu darinya.”
         Kata-kata “di tepi jurang Api” berarti peperangan, saling membinasakan yang di dalam peperangan itu orang-orang Arab senantiasa terlibat dan menghabiskan kaum pria mereka. Keadaan seperti itu di Akhir Zaman ini  kembali terjadi di Timur Tengah antara sesama Muslim.
       Jadi, betapa mengerikan  akibat buruk   yang ditimbulkan kemusyrikan berupa “perpecahan umat”  di kalangan umat beragama itu, sebab terjadinya kemusyrikan di Akhir Zaman ini dilandasi oleh kerakusan akan kekuasaan dan kekayaan duniawi, bukan karena tidak mengerti perintah dan larangan agama, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  اَلۡہٰکُمُ  التَّکَاثُرُ ۙ﴿﴾   حَتّٰی زُرۡتُمُ  الۡمَقَابِرَ ؕ﴿﴾  کَلَّا  سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ﴿﴾   ثُمَّ  کَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ؕ﴿﴾   کَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عِلۡمَ  الۡیَقِیۡنِ ؕ﴿﴾   لَتَرَوُنَّ  الۡجَحِیۡمَ ۙ﴿۶﴾  ثُمَّ لَتَرَوُنَّہَا عَیۡنَ الۡیَقِیۡنِ ۙ﴿﴾  ثُمَّ لَتُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَئِذٍ عَنِ النَّعِیۡمِ ٪﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.    Dalam  upaya memperbanyak kekayaan  telah melalaikan kamu,   hingga kamu sampai di kuburan.   Sekali-kali tidak, segera kamu akan mengetahui,    Kemudian, sekali-kali tidak demikian, segera kamu akan mengetahui. کَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عِلۡمَ  الۡیَقِیۡنِ  --   Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui hakikat itu dengan ilmu yakin.   لَتَرَوُنَّ  الۡجَحِیۡمَ  -- Niscaya kamu akan melihat Jahannam, ثُمَّ لَتَرَوُنَّہَا عَیۡنَ الۡیَقِیۡنِ ۙ   -- kemudian kamu niscaya  akan melihatnya dengan mata yakin. ثُمَّ لَتُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَئِذٍ عَنِ النَّعِیۡمِ  --  Kemudian pada hari itu kamu pasti akan ditanya  mengenai kenikmatan. (At-Takātstsūr [102]:1-9).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 9  Mei    2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar