بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 49
Akibat
Buruk Pembelanjaan Harta Untuk Menzalimi Sesama Muslim & Kembali Berada di
Tepi “Jurang Api Jahannam”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai jawaban Allah Swt. terhadap doa-doa
yang dipanjatkan Nabi Ibrahim a.s.
berkenaan dengan Baitullah (Ka’bah)
yang beliau bangun kembali bersama putra beliau, Nabi Ismail a.s.
(QS.2:128-130), firman-Nya:
وَ اِذۡ
جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ
وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ
اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ وَ اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ
الرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ ﴿﴾ وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ
الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ
وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ
مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ
النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ
الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan
ingatlah ketika Kami jadikan Rumah
(Ka’bah) itu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman, dan jadikanlah
maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.
Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il: “Sucikanlah
rumah-Ku itu untuk orang-orang yang
tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.” Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabbi (Tuhan-ku), jadikanlah
tempat ini kota yang aman, وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ -- dan berikanlah rezeki
berupa buah-buahan kepada penduduknya
dari antara mereka yang beriman
kepada Allah dan Hari Kemudian.” قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ -- Dia berfirman: “Dan orang yang kafir pun maka
Aku akan memberi sedikit kesenangan kepadanya kemudian akan
Aku paksa ia masuk ke dalam azab Api, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” (Al-Baqarah [2]:126-127).
Makna Perintah “Mensucikan” Baitullah
(Ka’bah) dari Kekotoran Kemusyrikan
Matsabah berarti suatu tempat yang apabila orang mengunjunginya ia berhak memperoleh pahala; atau tempat yang sering dikunjungi dan menjadi tempat berkumpul
(Al-Mufradat).
Ka’bah, dan karenanya maka kota Mekkah
juga dinyatakan menjadi tempat keamanan
dan ketenteraman. Kerajaan-kerajaan
yang gagah-perkasa telah runtuh dan
daerah-daerah yang membentang luas telah menjadi belantara sejak permulaan sejarah (QS.7:5; QS.21:12; QS.22:46-47;
QS.28:58-60; QS.65:9-10), tetapi keamanan
Mekkah secara lahiriah tidak pernah terganggu oleh tindakan manusia selama ribuan
tahun sejak dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim a.s. bersama Nabi Isma’il
a.s. (QS.2:128-230; QS.29:68; QS.106:1-6; QS.106:1-4).
Pusat-pusat keagamaan agama-agama lain tidak pernah
menyatakan, dan pada hakikatnya tidak pernah menikmati keamanan demikian dan kekebalan
terhadap bahaya, tetapi Mekkah senantiasa merupakan tempat yang aman dan tenteram. Tiada penakluk asing pernah memasukinya tanpa mengalami kehinaan, contohnya Abrahah, penguasa Kristen dari Yaman (QS.106:1-6), tempat
(Makkah) itu senantiasa tetap ada di tangan
mereka yang menjunjung-muliakannya.
Kaum yang memperoleh kehormatan
sebagai “pemelihara” Ka’bah
(Baitullah) di Mekkah adalah kaum Quraisy,
tetapi ketika mereka tidak lagi menjaga
“kesucian” Ka’bah (Baitullah) dari
kekotoran kemusyrikan (Al-Baqarah
[2]:126-127) – dan di masa menjelang
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sesuai pengabulan
doa
Nabi Ibrahim a.s. (QS.128-130), di Ka’bah
terdapat sebanyak 360 berhala sembahan para kabilah bangsa Arab -- lalu Allah
Swt. membangkitkan umat Islam melalui
Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “pemelihara” Ka’bah (Baitullah) selanjutnya, menggantikan
kaum Quraisy Mekkah penyembah berhala yang ada di Ka’bah (Baitullah), sesuai
dengan firman-Nya:
وَ اِذۡ
جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ
وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ
اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ وَ اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ
الرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ ﴿﴾
Dan
ingatlah ketika Kami jadikan Rumah
(Ka’bah) itu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman, dan jadikanlah
maqam Ibrahim sebagai tempat shalat.
Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il: “Sucikanlah
rumah-Ku itu untuk orang-orang yang
tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.” (Al-Baqarah [2]:126).
Makna perintah “Sucikanlah rumah-Ku” dalam
ayat اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ -- “Sucikanlah
rumah-Ku itu untuk orang-orang yang
tawaf, yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud,” terutama sekali
adalah “dibersihkan dari kekotoran
kemusyrikan," baik kemusyrikan
yang nyata berupa penyembahan patung-patung berhala mau pun kemusyrikan yang tidak
nyata, termasuk kemusyrikan berupa “perpecahan
umat”, sebab Tauhid
Ilahi – yang dilambangkan dengan Baitullah
(Ka’bah) identik dengan kesatuan dan persatuan umat sedangkan kemusyrikan
identik dengan perpecahan umat,
firman-Nya:
اِنَّ ہٰذِہٖۤ اُمَّتُکُمۡ
اُمَّۃً وَّاحِدَۃً ۫ۖ وَّ اَنَا
رَبُّکُمۡ فَاعۡبُدُوۡنِ ﴿﴾ وَ تَقَطَّعُوۡۤا
اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ ؕ کُلٌّ اِلَیۡنَا رٰجِعُوۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya
umat kamu ini merupakan satu umat, dan Aku adalah Rabb
(Tuhan) kamu maka sembahlah
Aku. Tetapi mereka telah memotong-motong urusan agama mereka di antara
mereka, padahal semuanya akan kembali kepada Kami. (Al-Anbiya
[21]:93-94).
Kemusyrikan Berupa Perpecahan Umat
Dalam
beberapa ayat yang mendahuluinya, beberapa nabi
Allah dan beberapa orang bertakwa
(muttaqi) – di antaranya Maryam binti
‘Imran -- disebutkan bersama-sama. Ini bukan secara kebetulan saja. Nabi-nabi itu disebut bersama-sama,
mempunyai suatu tujuan tertentu.
Semuanya mempunyai satu hal yang sama.
Mereka semua mengalami penderitaan-penderitaan dan kemalangan-kemalangan besar dalam satu
bentuk atau lain dan memperlihatkan kesabaran
dan ketabahan yang sangat tinggi
dan sangat mulia di bawah himpitan cobaan-cobaan
yang paling hebat. Mereka mengajarkan pula asas
pokok semua agama, yaitu tauhid Ilahi, dan membuktikannya
melalui amal nyata (QS.41:31-33; QS.21:104; QS.46:14-15).
Ayat selanjutnya menerangkan
bahwa selain ada segolongan manusia, ialah hamba-hamba
Allah yang shaleh yang telah disebut dalam beberapa ayat sebelumnya,
dalam ayat ini menunjuk kepada suatu golongan lain — ialah mereka yang
menolak nabi-nabi Allah — yang
menanggung akibat, mereka menjadi korban
perselisihan-perselisihan dan pertengkaran-pertengkaran
di antara mereka sendiri dan berpegang
pada kepercayaan-kepercayaan dan itikad-itikad yang saling berlawanan: وَ
تَقَطَّعُوۡۤا اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ ؕ
کُلٌّ اِلَیۡنَا رٰجِعُوۡنَ -- “Tetapi mereka telah memotong-motong urusan agama mereka di antara
mereka, padahal semuanya akan kembali kepada Kami.”
Jadi, dengan menolak Tauhid Ilahi yang diajarkan
para Rasul Allah berarti para penentang Rasul Allah lebih menyukai kemusyrikan
dan perpecahan umat, sebab dalam keadaan tersebut para pemuka kaum tersebut memperoleh keuntungan duniawi, mengenai hal tersebut firman-Nya:
وَ اِنَّ ہٰذِہٖۤ
اُمَّتُکُمۡ اُمَّۃً
وَّاحِدَۃً وَّ اَنَا رَبُّکُمۡ فَاتَّقُوۡنِ ﴿﴾ فَتَقَطَّعُوۡۤا
اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ ﴿﴾ فَذَرۡہُمۡ فِیۡ غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾ اَیَحۡسَبُوۡنَ اَنَّمَا نُمِدُّہُمۡ بِہٖ مِنۡ مَّالٍ
وَّ بَنِیۡنَ ﴿ۙ﴾ نُسَارِعُ لَہُمۡ فِی الۡخَیۡرٰتِ ؕ بَلۡ لَّا
یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾
“Dan
sesungguhnya umat kamu ini umat
yang satu, dan Aku adalah Rabb
(Tuhan) kamu maka bertakwalah kepada-Ku." فَتَقَطَّعُوۡۤا اَمۡرَہُمۡ بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا -- Tetapi mereka
telah memecah-belah urusan
mereka di antara mereka menjadi
berbagai golongan, کُلُّ حِزۡبٍۭ
بِمَا لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ
-- masing-masing kelompok
bergembira dengan apa yang ada pada
mereka. فَذَرۡہُمۡ فِیۡ غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ -- Maka tinggalkanlah
mereka dalam kesesatannya hingga suatu
waktu. اَیَحۡسَبُوۡنَ اَنَّمَا نُمِدُّہُمۡ بِہٖ مِنۡ مَّالٍ وَّ بَنِیۡنَ -- Apakah mereka
menyangka bahwasanya Kami telah membantunya dengan harta dan anak-anak, نُسَارِعُ لَہُمۡ فِی الۡخَیۡرٰتِ
-- Kami akan mempercepat bagi mereka dalam kebaikan-kebaikan? بَلۡ لَّا
یَشۡعُرُوۡنَ -- Tidak demikian, tetapi mereka tidak menyadari. (Al-Mu’minūn
[23]:53-57).
Saling
Mengkafirkan Demi Mencari Keuntungan dan Kekuasaan Duniawi
Semua Rasul Allah menggalang persaudaraan ruhani karena mereka datang dari Sumber Ilahi yang sama, yaitu Allah Swt.
Tuhan Yang Maha Esa, dan dasar ajaran-ajaran mereka sedikit
banyak serupa satu sama lain serta tujuan dan maksud kebangkitan (pengutusan) mereka pun itu itu juga yaitu menegakkan Keesaan
Ilahi dan persatuan umat
manusia di bumi, dengan berpegang
teguh pada Tali Allah
(QS.3:103-106).
Tetapi sesudah seorang nabi Allah wafat, para pengikutnya pada umumnya mulai
saling berselisih dan berpecah-belah
menjadi mazhab-mazhab dan aliran-aliran, tiap mazhab menganggap dirinya sebagai pengikut yang sejati dan menganggap mazhab-mazhab lain sebagai hampa
dari segala kebenaran, bahkan
menuduhnya sebagai kafir dan sesat, itulah
makna ayat: فَتَقَطَّعُوۡۤا اَمۡرَہُمۡ
بَیۡنَہُمۡ زُبُرًا -- Tetapi mereka telah memecah-belah urusan mereka di antara mereka menjadi berbagai
golongan, کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا
لَدَیۡہِمۡ فَرِحُوۡنَ -- masing-masing kelompok bergembira dengan apa
yang ada pada mereka.”
Ayat selanjutnya menerangkan bahwa keadaan manusia
adalah demikian rupa, bahwa berlimpah-limpahnya kekayaan serta kekuasaan dan kehormatan golongannya sendiri dianggap sebagai
ukuran sukses, bahkan dianggap satu-satunya tanda yang menunjukkan
mereka itu penerima karunia Allah Swt.. Kesalahan
umum inilah yang diikhtiarkan ayat ini dan ayat berikutnya untuk
diperbaiki: فَذَرۡہُمۡ فِیۡ
غَمۡرَتِہِمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ -- Maka tinggalkanlah
mereka dalam kesesatannya hingga suatu
waktu. اَیَحۡسَبُوۡنَ اَنَّمَا نُمِدُّہُمۡ بِہٖ مِنۡ مَّالٍ وَّ بَنِیۡنَ -- Apakah mereka
menyangka bahwasanya Kami telah membantunya dengan harta dan anak-anak, نُسَارِعُ لَہُمۡ فِی الۡخَیۡرٰتِ
-- Kami akan mempercepat bagi mereka dalam kebaikan-kebaikan? بَلۡ لَّا
یَشۡعُرُوۡنَ -- Tidak demikian, tetapi mereka tidak menyadari. (Al-Mu’minūn
[23]:55-57).
Pendek kata,
bahwa penegakkan Tauhid Ilahi yang menjadi tujuan utama diutus-Nya para Rasul Allah secara berkesinambungan di kalangan Bani Adam (QS.7:35-37) – termasuk di Akhir Zaman ini -- adalah untuk menciptakan kesatuan dan persatuan umat atau menciptakan persaudaraan
ruhani, sedangkan orang-orang yang mendustakan dan menentang para Rasul Allah mereka itu orang-orang yang menyukai perpecahan umat, dan dalam pandangan
Allah Swt. mereka itu merupakan “orang-orang musyrik”, walau pun mereka itu menganut agama Tauhid, firman-Nya:
فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ حَنِیۡفًا ؕ فِطۡرَتَ
اللّٰہِ الَّتِیۡ فَطَرَ النَّاسَ عَلَیۡہَا ؕ لَا تَبۡدِیۡلَ لِخَلۡقِ اللّٰہِ ؕ ذٰلِکَ الدِّیۡنُ
الۡقَیِّمُ ٭ۙ وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَ
النَّاسِ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿٭ۙ﴾ مُنِیۡبِیۡنَ
اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ
الۡمُشۡرِکِیۡنَ ﴿ۙ﴾ مِنَ الَّذِیۡنَ
فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا
شِیَعًا ؕ کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ ﴿﴾
Maka hadapkanlah wajah kamu kepada agama yang lurus, yaitu fitrat Allah, yang atas dasar itu Dia
menciptakan manusia, tidak ada perubahan
dalam penciptaan Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui. مُنِیۡبِیۡنَ
اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا
الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ
الۡمُشۡرِکِیۡنَ
-- Kembalilah kamu kepada-Nya
dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat, وَ لَا تَکُوۡنُوۡا
مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ -- dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik, مِنَ الَّذِیۡنَ
فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا
شِیَعًا -- Yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ -- tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rum
[30]:31-33).
Penyimpangan dari Tauhid Ilahi Penyebab Munculnya
Bermacam-macam Sekte, Firqah dan Mazhab di Kalangan Umat Beragama
Ayat 31 menerangkan bahwa Allah Swt. adalah Tuhan Yang Esa dan kemanusiaan itu satu, inilah fithrat Allāh dan dīnul-fithrah
— satu agama yang berakar dalam fitrat manusia — dan terhadapnya manusia
menyesuaikan diri dan berlaku secara naluri (QS.7:173).
Nabi Besar Muhammad saw. bersabda
bahwa di dalam agama fitrah inilah seorang bayi dilahirkan -- yakni
setiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci
-- akan tetapi lingkungannya, cita-cita dan kepercayaan-kepercayaan orang tuanya, serta didikan dan ajaran yang
diperolehnya dari mereka itu, kemudian membuat dia Yahudi, Majusi atau Kristen (Bukhari), yang masing-masing memiliki konsep tentang Tuhan yang berlainan dan diwarnai kemusyrikan.
Ayat selanjutnya menjelaskan bahwa hHanya
semata-mata percaya kepada Kekuasaan mutlak dan Keesaan Tuhan -- yang sesungguhnya hal itu merupakan asas pokok agama yang hakiki
-- tidak cukup, sebab suatu agama yang benar harus memiliki peraturan-peraturan
dan perintah-perintah tertentu. Dari
semua peraturan dan perintah itu shalat yang harus mendapat prioritas utama: مُنِیۡبِیۡنَ اِلَیۡہِ وَ اتَّقُوۡہُ وَ اَقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ -- Kembalilah kamu kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat.”
Penyimpangan dari agama sejati menjuruskan umat
beragama di zaman lampau kepada perpecahan dalam bentuk aliran-aliran
– yakni sekte-sekte atau firqah-firqah atau mazhab-mazhab -- yang saling
memerangi dan menyebabkan sengketa berkepanjangan di antara
mereka: وَ لَا تَکُوۡنُوۡا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ -- dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik, مِنَ الَّذِیۡنَ
فَرَّقُوۡا دِیۡنَہُمۡ وَ کَانُوۡا
شِیَعًا -- Yaitu orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka menjadi golongan-golongan, کُلُّ حِزۡبٍۭ بِمَا لَدَیۡہِمۡ
فَرِحُوۡنَ -- tiap-tiap golongan bangga dengan apa yang ada pada mereka. (Ar-Rūm
[30]:32-33).
Yang Dijamin Dipelihara Allah Swt. Adalah Al-Quran,
Bukan “Umat Islam”
Walau pun benar bahwa Allah Swt. telah berjanji akan memelihara Al-Quran
dari berbagai bentuk kerusakan dan penyimpangan (QS.15:10), tetapi
mengenai umat Islam tidak ada janji Allah Swt. bahwa Dia akan
menjadi mereka akan dari
melakukan penyimpangan dalam masalah pemahaman dan pengamalan
Al-Quran serta memelihara mereka dari perpecahan umat, sebab – sejalan dengan
semakin jauhnya umat beragama dari masa kenabian yang penuh berkat
-- hal tersebut merupakan Sunnatullah
yang tidak dapat dihindari, terutama jika di kalangan para pengikut Rasul Allah telah timbul ketidak-taatan atau kedurhakaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya,
firman-Nya:
اَلَمۡ
یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا
اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ
الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang
beriman, bah-wa hati mereka tunduk
untuk mengingat Allah dan mengingat kebenaran
yang telah turun kepada mereka, وَ لَا یَکُوۡنُوۡا
کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ -- dan mereka tidak
menjadi seperti orang-orang
yang diberi kitab sebelumnya, فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ -- maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang
atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras, وَ کَثِیۡرٌ
مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?
اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ
مَوۡتِہَا -- Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. قَدۡ بَیَّنَّا
لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ
تَعۡقِلُوۡنَ -- Sungguh Kami
telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah maka Allah Swt. dalam
Al-Quran telah memperingatkan umat
Islam -- terutama umat Islam di Akhir Zaman
ini -- firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا
اتَّقُوا اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ وَ لَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾ وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا
تَفَرَّقُوۡا ۪ وَ
اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ
عَلَیۡکُمۡ اِذۡ
کُنۡتُمۡ
اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ
بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ
فَاَصۡبَحۡتُمۡ
بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا ۚ وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا
حُفۡرَۃٍ مِّنَ
النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا ؕ کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ
لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ لَعَلَّکُمۡ
تَہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, اتَّقُوا
اللّٰہَ حَقَّ تُقٰتِہٖ -- bertakwalah kepada Allah dengan takwa yang sebenar-benarnya, وَ لَا تَمُوۡتُنَّ اِلَّا وَ اَنۡتُمۡ مُّسۡلِمُوۡنَ -- dan janganlah
sekali-kali kamu mati kecuali kamu
dalam keadaan berserah diri. وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا -- Dan berpegangteguhlah
kamu sekalian pada tali Allah,
dan janganlah
kamu berpecah-belah, وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ عَلَیۡکُمۡ -- dan
ingatlah akan nikmat Allah atas kamu, اِذۡ کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ
بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا -- ketika kamu
dahulu bermusuh-musuhan, lalu Dia menyatukan hatimu dengan kecintaan antara satu sama lain maka dengan
nikmat-Nya itu ka-mu menjadi bersaudara, وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا
حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا -- dan
kamu dahulu berada di tepi jurang Api
lalu Dia menyelamatkan kamu darinya. کَذٰلِکَ یُبَیِّنُ اللّٰہُ
لَکُمۡ اٰیٰتِہٖ لَعَلَّکُمۡ تَہۡتَدُوۡنَ -- Demikianlah
Allah menjelaskan Ayat-ayat-Nya kepada
kamu supaya kamu mendapat petunjuk.
(Ali
‘Imran [3]:103-104).
Bukan Sekedar Telah Menjadi Muslim (Orang Islam) & Kembali Berada di Tepi “Jurang
Api” & “Kobaran Api Jahanam”
di Dunia
Karena
kedatangan saat kematian tidak
diketahui, kita dapat berkeyakinan akan mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah
Swt. hanya bila diri kita senantiasa
tetap dalam keadaan menyerahkan diri
kepada-Nya. Jadi ungkapan dalam
ayat itu mengandung arti, bahwa kita
harus senantiasa tetap patuh kepada Allah Swt. dan mentaati
Nabi Besar Muhammad saw., bukan sekedar mati sebagai Muslim (orang Islam).
Arti habl dalam ayat وَ اعۡتَصِمُوۡا بِحَبۡلِ اللّٰہِ جَمِیۡعًا وَّ لَا تَفَرَّقُوۡا -- Dan berpegangteguhlah
kamu sekalian pada tali Allah,
dan janganlah
kamu berpecah-belah”, berarti:
seutas tali atau pengikat yang dengan itu sebuah benda diikat atau dikencangkan;
suatu ikatan, suatu perjanjian atau permufakatan; suatu kewajiban
yang karenanya kita menjadi bertanggung
jawab untuk keselamatan seseorang
atau suatu barang; persekutuan dan perlindungan (Lexicon
Lane). Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan telah bersabda: “Kitab Allah itu tali Allah yang telah diulurkan
dari langit ke bumi” (Tafsir Ibnu Jarir, IV, 30).
Sangat
sukar kita mendapatkan suatu kaum yang terpecah-belah lebih daripada
orang-orang Arab sebelum kedatangan
Rasulullāh saw. di tengah
mereka, tetapi dalam pada itu sejarah umat manusia tidak dapat mengemukakan
satu contoh pun ikatan persaudaraan penuh cinta yang menjadikan orang-orang
Arab telah bersatu-padu, berkat ajaran dan teladan luhur lagi mulia Junjungan
Agung mereka. Itulah makna ayat: وَ اذۡکُرُوۡا نِعۡمَتَ اللّٰہِ
عَلَیۡکُمۡ -- dan
ingatlah akan nikmat Allah atas kamu, اِذۡ کُنۡتُمۡ اَعۡدَآءً فَاَلَّفَ
بَیۡنَ قُلُوۡبِکُمۡ فَاَصۡبَحۡتُمۡ بِنِعۡمَتِہٖۤ اِخۡوَانًا -- ketika kamu
dahulu bermusuh-musuhan, lalu Dia menyatukan hatimu dengan kecintaan antara satu sama lain maka dengan
nikmat-Nya itu kamu menjadi bersaudara, وَ کُنۡتُمۡ عَلٰی شَفَا
حُفۡرَۃٍ مِّنَ النَّارِ فَاَنۡقَذَکُمۡ مِّنۡہَا -- dan
kamu dahulu berada di tepi jurang Api
lalu Dia menyelamatkan kamu darinya.”
Kata-kata “di
tepi jurang Api” berarti peperangan,
saling membinasakan yang di dalam peperangan itu orang-orang Arab senantiasa terlibat dan menghabiskan kaum pria mereka. Keadaan seperti itu di Akhir Zaman ini kembali terjadi di Timur Tengah antara sesama Muslim.
Jadi, betapa mengerikan akibat buruk yang ditimbulkan kemusyrikan berupa “perpecahan
umat” di kalangan umat beragama itu, sebab terjadinya
kemusyrikan di Akhir Zaman ini dilandasi
oleh kerakusan akan kekuasaan dan kekayaan duniawi, bukan karena tidak mengerti perintah dan larangan agama,
firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اَلۡہٰکُمُ التَّکَاثُرُ ۙ﴿﴾ حَتّٰی زُرۡتُمُ الۡمَقَابِرَ ؕ﴿﴾ کَلَّا
سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ﴿﴾ ثُمَّ کَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ؕ﴿﴾ کَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عِلۡمَ الۡیَقِیۡنِ ؕ﴿﴾ لَتَرَوُنَّ الۡجَحِیۡمَ ۙ﴿۶﴾ ثُمَّ لَتَرَوُنَّہَا عَیۡنَ الۡیَقِیۡنِ ۙ﴿﴾ ثُمَّ لَتُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَئِذٍ عَنِ النَّعِیۡمِ ٪﴿﴾
Aku baca dengan nama
Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. Dalam upaya
memperbanyak kekayaan telah melalaikan
kamu, hingga kamu
sampai di kuburan. Sekali-kali tidak, segera kamu akan mengetahui,
Kemudian, sekali-kali tidak demikian, segera kamu
akan mengetahui. کَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عِلۡمَ
الۡیَقِیۡنِ -- Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui
hakikat itu dengan ilmu yakin. لَتَرَوُنَّ الۡجَحِیۡمَ -- Niscaya
kamu akan melihat Jahannam, ثُمَّ
لَتَرَوُنَّہَا عَیۡنَ الۡیَقِیۡنِ ۙ -- kemudian kamu
niscaya akan melihatnya dengan
mata yakin. ثُمَّ لَتُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَئِذٍ عَنِ النَّعِیۡمِ
-- Kemudian pada hari itu kamu pasti akan ditanya mengenai kenikmatan.
(At-Takātstsūr
[102]:1-9).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 9 Mei
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar