بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 44
Hakikat Surga Diumpamakan “Kebun-kebun
yang di Bawahnya Mengalir Sungai-sungai”
& Kasymir Adalah Salah Satu “Jannah”
(Kebun Surgawi) di Dunia
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai Surah Al-Muthaffifīn tentang orang-orang yang
“terhijab” (terhalang) dari memandang penampakkan Allah Swt. di dunia dan di akhirat -- termasuk di Akhir Zaman ini melalui kedatangan Rasul Akhir Zaman --
sehingga mereka di akhirat
akan dibangkitkan dalam keadaan buta
(QS,17:72-73; QS.20:125-129), firman-Nya:
وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا سِجِّیۡنٌ ؕ﴿﴾ کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ؕ﴿﴾ وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یُکَذِّبُوۡنَ بِیَوۡمِ الدِّیۡنِ ﴿ؕ﴾ وَ مَا یُکَذِّبُ بِہٖۤ اِلَّا کُلُّ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ اِذَا
تُتۡلٰی عَلَیۡہِ اٰیٰتُنَا قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾ کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا
کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾ کَلَّاۤ اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ
لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ اِنَّہُمۡ
لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ ﴿ؕ﴾
ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan apakah
yang engkau ketahui, apa sijjīn
itu? Yaitu sebuah kitab tertulis. Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, yaitu
orang-orang yang mendustakan Hari
Pembalasan. Dan sekali-kali tidak ada yang mendusta-kannya kecuali setiap pelanggar batas lagi sangat berdosa. اِذَا
تُتۡلٰی عَلَیۡہِ اٰیٰتُنَا قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ -- Apabila Tanda-tanda Kami dibacakan kepadanya ia berkata: “Ini-lah dongeng orang-orang dahulu!” کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا
کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ -- Sekali-kali tidak, bahkan apa yang mereka usahakan telah menjadi karat pada hati mereka. کَلَّاۤ
اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ -- Sekali-kali tidak, bahkan sesungguhnya
pada hari itu mereka benar-benar terhalang dari melihat Rabb (Tuhan) mereka. ثُمَّ
اِنَّہُمۡ لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ -- Kemudian sesungguhnya mereka
pasti masuk ke dalam Jahannam. ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ -- Kemudian
dikatakan: “Inilah apa yang
senantiasa kamu dustakan.”
(Al-Muthaffifīn
[83]:9-18).
Minuman
Surgawi Orang-orang yang Ibadah
dan Mengorbanannya Disebut “Mabrūr”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai orang-orang yang “mabrur”
yakni para pelaku “kebajikan” (birr),
yang memiliki “kedekatan” (qurb)
dengan Allah Swt:
کَلَّاۤ اِنَّ
کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ
مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ ﴿ؕ﴾ کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ﴿ۙ﴾ یَّشۡہَدُہُ
الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
اِنَّ الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ
نَعِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَلَی
الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ۙ﴾
تَعۡرِفُ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ
نَضۡرَۃَ النَّعِیۡمِ ﴿ۚ﴾ یُسۡقَوۡنَ مِنۡ رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ ﴿ۙ﴾ خِتٰمُہٗ
مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ مِزَاجُہٗ مِنۡ
تَسۡنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Sekali-kali
tidak, sesungguh-nya rekaman orang-orang
yang baik (al-abrār) itu niscaya ada di
dalam ‘illiyyīn. Dan
tahukah engkau apa
‘illiyyūn itu? Yaitu sebuah
Kitab tertulis. یَّشۡہَدُہُ
الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- orang-orang
didekatkan kepada Allah akan menyaksikannya.
اِنَّ
الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ -- Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan benar-benar dalam kenikmatan,
عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ
-- Mereka duduk di atas
dipan-dipan sambil memandang. تَعۡرِفُ فِیۡ
وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ النَّعِیۡمِ -- Engkau dapat mengenal kesegaran nikmat
itu pada wajah mereka. یُسۡقَوۡنَ مِنۡ رَّحِیۡقٍ
مَّخۡتُوۡمٍ -- Mereka akan diberi minum dari minuman yang bermeterai. خِتٰمُہٗ
مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ -- Meterainya
kesturi. Dan yang demikian itu mereka yang
menginginkan hendaknya menginginkannya. وَ مِزَاجُہٗ مِنۡ
تَسۡنِیۡمٍ -- dan campurannya
adalah tasnīm, عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- Mata air yang minum darinya orang-orang
yang didekatkan kepada Allah.
(Al-Muthaffifīn [83]:19-28).
Penjelasan mengenai ayat-ayat surah
Al-Muthaffifīn tersebut
telah dijelaskan dalam Bab-bab sebelumnya, selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai orang-orang yang mentertawakan Rasul Allah dan para pengikutnya di dunia, tetapi di
akhirat mereka itu akan menjadi “orang-orang
yang dekat” (muqarab) dengan Allah Swt.:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ اَجۡرَمُوۡا کَانُوۡا مِنَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا یَضۡحَکُوۡنَ
﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا مَرُّوۡا بِہِمۡ یَتَغَامَزُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا انۡقَلَبُوۡۤا
اِلٰۤی اَہۡلِہِمُ انۡقَلَبُوۡا فَکِہِیۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا رَاَوۡہُمۡ قَالُوۡۤا اِنَّ
ہٰۤؤُلَآءِ لَضَآلُّوۡنَ ﴿ۙ﴾
وَ مَاۤ اُرۡسِلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ حٰفِظِیۡنَ ﴿ؕ﴾ فَالۡیَوۡمَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنَ
الۡکُفَّارِ یَضۡحَکُوۡنَ ﴿ۙ﴾
عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۙ یَنۡظُرُوۡنَ
﴿ؕ﴾ ہَلۡ ثُوِّبَ الۡکُفَّارُ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya
orang-orang berdosa biasa menertawakan orang-orang yang beriman.
Dan apabila mereka lewat di dekat mereka
itu, mereka saling mengedipkan mata.
Dan apabila mereka
kembali kepada sanak-saudara mereka, mereka kembali dengan gembira. وَ اِذَا رَاَوۡہُمۡ قَالُوۡۤا
-- dan
apabila mereka melihat mereka itu,
mereka berkata, اِنَّ
ہٰۤؤُلَآءِ لَضَآلُّوۡنَ -- “Sesungguhnya mereka
itu benar-benar sesat!” وَ مَاۤ اُرۡسِلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ حٰفِظِیۡنَ --
Padahal mereka tidak diutus
kepada mereka itu sebagai penjaga. فَالۡیَوۡمَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنَ
الۡکُفَّارِ یَضۡحَکُوۡنَ -- Maka, pada hari itu orang-orang mukmin
terhadap orang-orang kafir akan menertawakan, عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۙ یَنۡظُرُوۡنَ -- Mereka duduk di atas dipan-dipan sambil
memandang. ہَلۡ
ثُوِّبَ الۡکُفَّارُ مَا کَانُوۡا
یَفۡعَلُوۡنَ -- “Bukankah orang-orang kafir diganjar untuk apa yang senantiasa mereka kerjakan? (Al-Muthaffifīn
[83]:29-37).
Mengapa Surga
Disebut “Jannah” (Kebun) yang “di
Bawahnya Mengalir Sungai-sungai”
Sebagaimana yang
terjadi terhadap Nabi Nuh a.s. ketika beliau mulai membuat “bahtera” (perahu) atas perintah Allah
Swt. (QS.11:38-40), demikian pula orang-orang
kafir di setiap zaman pengutusan Rasul
Allah, mereka biasa dengan diam-diam
menertawakan para rasul
Allah dan para pengikutnya,
termasuk menertawakan nubuatan-nubuatan
mengenai penyebaran serta kemenangan Islam secara cepat, yang
dikumandangkan Nabi Besar Muhammad saw. pada saat ketika Islam sedang berjuang mati-matian mempertahankan wujudnya sendiri.
Tetapi
kemudian keadaan menjadi berubah, ketika pihak yang “menertawakan” akan menjadi pihak yang “ditertawakan”, yakni mereka mendapat kehinaan dari Allah Swt. ketika azab
Ilahi yang diperingatkan
kepada mereka oleh Rasul Allah menimpa mereka secara tiba-tiba, sebagaimana firman-Nya berikut ini mengenai kaum Nabi
Nuh a.s.:
وَ اصۡنَعِ
الۡفُلۡکَ بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا وَ لَا تُخَاطِبۡنِیۡ فِی الَّذِیۡنَ
ظَلَمُوۡا ۚ اِنَّہُمۡ مُّغۡرَقُوۡنَ ﴿﴾ وَ یَصۡنَعُ الۡفُلۡکَ ۟ وَ کُلَّمَا مَرَّ عَلَیۡہِ
مَلَاٌ مِّنۡ قَوۡمِہٖ سَخِرُوۡا مِنۡہُ ؕ
قَالَ اِنۡ تَسۡخَرُوۡا مِنَّا فَاِنَّا
نَسۡخَرُ مِنۡکُمۡ کَمَا تَسۡخَرُوۡنَ ﴿ؕ﴾
“Dan buatlah bahtera itu di hadapan pengawasan mata Kami dan sesuai dengan wahyu Kami. Dan janganlah
engkau bicarakan dengan Aku mengenai orang yang zalim, sesungguhnya mereka itu
akan ditenggelamkan.” Dan ia mulai membuat bahtera itu, dan setiap kali pemuka-pemuka kaumnya sedang
melewatinya, mereka itu menertawakannya.
Ia, Nuh, ber-kata: “Jika kini kamu mentertawakan kami maka
saat itu akan datang ketika kami
pun akan mentertawakanmu, seperti kamu
mentertawakan kami. (Hūd [11]:38-39).
Kata-kata
ayat عَلَی
الۡاَرَآئِکِ ۙ یَنۡظُرُوۡنَ -- Mereka
duduk di atas dipan-dipan sambil
memandang” berarti: (1) sambil duduk di atas singgasana kemuliaan, orang beriman akan
menyaksikan nasib sedih yang akan
menimpa orang-orang kafir yang takabbur. (2) sambil duduk di atas singgasana kekuasaan mereka akan berlaku adil terhadap orang banyak, (3)
mereka akan menaruh perhatian layak
terhadap keperluan orang lain, itu
pula arti kata nazhara (Lexicon
Lane).
Dengan demikian benarlah firman Allah
Swt. mengenai ganjaran bagi orang-orang
yang beriman kepada Allah Swt.
dan Rasul-Nya serta beramal
shaleh yaitu “kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai”, firman-Nya:
وَ بَشِّرِ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ کُلَّمَا
رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا
مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan
berilah kabar gembira orang-orang yang beriman dan beramal saleh
bahwa sesungguhnya untuk
mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai.
Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu
sebagai rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ
قَبۡلُ -- mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya,” وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا -- akan diberikan
kepada mereka yang serupa dengannya, وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- dan bagi mereka di dalamnya ada jodoh-jodoh
yang suci, dan mereka akan kekal di dalamnya. (Al-Baqarah [2]:26). Lihat
pula QS.3:16, 134, 196, 199; QS.4:14, 58, 123; QS.5:13, 86; QS.7:44; QS.:72, 89, 100; QS.10:10; QS.13:36; QS.22:15, 24; QS.25:11; QS.32:18; QS.47:16; QS.58:23; QS.61:13;
QS.64:10.
Pada hakikatnya sebutan “jannah” (kebun-kebun) berkenaan dengan “surga” menggambarkan atau perumpamaan iman, sedangkan “sungai-sungai yang mengalir
di bawahnya” menggambarkan atau perumpamaan amal shaleh, sebab
sebagaimana halnya kesuburan “kebun-kebun” di
dunia ini memerlukan keberadaan pengairan
yang memadai berupa keberadaan “sungai-sungai”, demikian pula halnya dalam
dunia keruhanian “kebun-kebun iman” pun akan “tumbuh subur” jika disertai amal shaleh.
“Jannah”
Tempat Tinggal Nabi Adam a.s. dan “Istrinya” (Jamaahnya) Adalah Sebuah Kawasan Subur di Mesopotamia
“Jannah”
atau “kebun-kebun” yang di bawahnya “mengalir sungai-sungai” seperti itulah yang akan memberikan perlindungan
atau naungan atau memberikan jaminan
hidup kepada orang-orang yang
berada di dalamnya, sebagaimana
firman Allah Swt. berikut ini mengenai “jannah” (kebun) tempat tinggal Nabi Adam a.s. dan istrinya (jemaat beliau), yaitu suatu kawasan subur di Mesopotamia
yang dialiri sungai Tigris dan sungai
Efrat:
وَ
اِذۡ قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا
لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا اِلَّاۤ اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی ﴿﴾ فَقُلۡنَا یٰۤـاٰدَمُ
اِنَّ ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ
لِزَوۡجِکَ فَلَا یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی ﴿﴾ اِنَّ لَکَ
اَلَّا تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی ﴿﴾ۙ وَ اَنَّکَ لَا تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی ﴿﴾
Dan
ingatlah ketika
Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah
yakni tunduk patuhlah kamu kepada
Adam," maka mereka sujud kecuali iblis, ia menolak. Lalu Kami berfirman: "Hai Adam, sesungguhnya orang ini adalah musuh bagi engkau dan bagi istri engkau, فَلَا
یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی
-- maka jangan sampai ia mengeluarkan kamu berdua dari kebun maka kamu
menderita kesulitan. اِنَّ لَکَ اَلَّا
تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی -- "Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak
pula engkau akan telanjang, وَ اَنَّکَ لَا تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی -- dan
sesungguhnya engkau tidak akan kehausan
di dalamnya dan tidak pula akan
disengat panas matahari. (Thā Hā
[20]:117-120).
Dalam
ayat 17 Nabi Adam a.s. diperingatkan Allah Swt. bahwa jika
beliau menyerah kepada bujukan syaitan
dan menerima nasihatnya yang berisi
tipu-daya maka beliau akan
menjadi mahrum (luput) dari jannah
(kebun) yaitu kehidupan berbahagia dan ketenteraman
ruhani yang sebelumnya telah beliau nikmati
karena adanya “jaminan kehidupan”
yang lengkap di dalamnya.
Isyarat dalam ayat-ayat اِنَّ لَکَ
اَلَّا تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی -- "Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak
pula engkau akan telanjang, وَ اَنَّکَ لَا تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی -- dan
sesungguhnya engkau tidak akan kehausan
di dalamnya dan tidak pula akan
disengat panas matahari” nampaknya ditujukan kepada kemudahan dan kesenangan yang tidak terpisahkan dari kehidupan beradab.
Dua ayat ini
mengisyaratkan kepada kenyataan bahwa penyediaan
pangan, sandang, dan perumahan bagi rakyat — sarana-sarana keperluan hidup yang pokok — merupakan tugas utama bagi suatu pemerintah beradab, dan bahwa suatu masyarakat baru dapat dikatakan masyarakat beradab, bila semua warga
masyarakat itu dicukupi
keperluan-keperluan tersebut di atas.
Umat manusia akan terus menderita dari pergolakan-pergolakan sosial dan warna akhlak masyarakat umat manusia
tidak akan mengalami perbaikan hakiki,
selama kepincangan yang parah di bidang ekonomi — yaitu sebagian lapisan masyarakat berkecimpung dalam kekayaan, sedang sebagian lainnya mati kelaparan
— tidak dihilangkan.
Nabi Adam
a.s. diberitahukan di sini
bahwa beliau akan tinggal di sebuah tempat
di mana kesenangan dan keperluan hidup akan tersedia dengan
secukupnya bagi semua penduduknya. Keadaan ini telah dijelaskan di tempat lain
dalam Al-Quran dengan kata-kata “dan makanlah darinya sepuas hati di mana pun
kamu berdua suka” (QS.2:36).
Ayat yang sedang dibahas ini menunjukkan pula,
bahwa semenjak Nabi Adam a.s. mulailah suatu tata-tertib dalam kemasyarakatan
yang baru, dan bahwa beliau
meletakkan dasar pemerintahan yang
meratakan jalan bagi masa kemajuan manusia dalam bidang kemasyarakatan.
Kasymir Merupakan “Jannah”
bagi Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dan Ibunya
Ringkasnya, ungkapan kalimat “kebun-kebun” dan “sungai-sungai”
dalam ayat: وَ بَشِّرِ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ -- “Dan berilah kabar gembira orang-orang
yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya untuk mereka ada kebun-kebun yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai,” menggambarkan janji perlindungan Allah Swt.
kepada orang-orang yang beriman dan beramal shaleh sebagaimana perlindungan yang secara alami diberikan suatu wilayah subur yang memiliki banyak “sumber mata air” terhadap orang-orang yang berada di wilayah tersebut, yakni: اِنَّ لَکَ
اَلَّا تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی -- "Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak
pula engkau akan telanjang, وَ اَنَّکَ لَا تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی -- dan
sesungguhnya engkau tidak akan kehausan
di dalamnya dan tidak pula akan
disengat panas matahari” (Thā Hā [20]:119-120).
Berikut
firman-Nya mengenai keadaan tempat
tinggal terakhir Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. dalam akhir pengembaraannya
sebagai Al-Masih -- dan
sebagai penggembala
“domba-domba Israil” yang tercerai-berai
di luar kawasan Palestina -- firman-Nya:
وَ جَعَلۡنَا ابۡنَ مَرۡیَمَ وَ اُمَّہٗۤ
اٰیَۃً وَّ اٰوَیۡنٰہُمَاۤ اِلٰی
رَبۡوَۃٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَّ مَعِیۡنٍ ﴿٪﴾
Dan
Kami menjadikan Ibnu Maryam dan ibunya suatu Tanda, dan Kami
melindungi keduanya ke suatu dataran yang tinggi yang memiliki lembah-lembah hijau
dan sumber-sumber
mata air yang mengalir (Al-Mukminūn
[32]:51).
Pada masa awal pengutusan para rasul Allah, keadaan duniawi para penentang rasul Allah bagaikan “Jannah” yang memiliki berbagai sarana penunjang kehidupan yang berlimpah-ruah,
tetapi sebaliknya, keadaan kehidupan
duniawi para Rasul Allah dan pengikut
mereka sama sekali tidak ada memiliki
laungan apa pun kecuali janji pertolongan
Allah Swt. kepada mereka, sehingga Rasul Allah dan para pengikutnya menjadi sasaran hinaan dan perolok-olokan
dari para pemuka kaum yang mendustakan dan menentang para rasul Allah
tersebut (QS.11:26-28; QS.26:106-112), sebagaimana firman-Nya sebelum ini:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ اَجۡرَمُوۡا کَانُوۡا مِنَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا یَضۡحَکُوۡنَ
﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا مَرُّوۡا بِہِمۡ یَتَغَامَزُوۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا انۡقَلَبُوۡۤا
اِلٰۤی اَہۡلِہِمُ انۡقَلَبُوۡا فَکِہِیۡنَ ﴿۫ۖ﴾ وَ اِذَا رَاَوۡہُمۡ قَالُوۡۤا اِنَّ
ہٰۤؤُلَآءِ لَضَآلُّوۡنَ ﴿ۙ﴾
وَ مَاۤ اُرۡسِلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ حٰفِظِیۡنَ ﴿ؕ﴾ فَالۡیَوۡمَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنَ
الۡکُفَّارِ یَضۡحَکُوۡنَ ﴿ۙ﴾
عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۙ یَنۡظُرُوۡنَ
﴿ؕ﴾ ہَلۡ ثُوِّبَ الۡکُفَّارُ مَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya
orang-orang berdosa biasa menertawakan orang-orang yang beriman. Dan
apabila mereka lewat di dekat mereka
itu, mereka saling mengedipkan mata.
Dan apabila mereka
kembali kepada sanak-saudara mereka, mereka kembali dengan gembira. وَ اِذَا رَاَوۡہُمۡ قَالُوۡۤا
-- dan
apabila mereka melihat mereka itu,
mereka berkata, اِنَّ
ہٰۤؤُلَآءِ لَضَآلُّوۡنَ -- “Sesungguhnya mereka
itu benar-benar sesat!” وَ مَاۤ اُرۡسِلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ حٰفِظِیۡنَ --
Padahal mereka tidak diutus
kepada mereka itu sebagai penjaga. فَالۡیَوۡمَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنَ
الۡکُفَّارِ یَضۡحَکُوۡنَ -- Maka, pada hari itu orang-orang mukmin
terhadap orang-orang kafir akan menertawakan, عَلَی الۡاَرَآئِکِ ۙ یَنۡظُرُوۡنَ -- Mereka duduk di atas dipan-dipan sambil
memandang. ہَلۡ
ثُوِّبَ الۡکُفَّارُ مَا کَانُوۡا
یَفۡعَلُوۡنَ -- “Bukankah orang-orang kafir diganjar untuk apa yang senantiasa mereka kerjakan? (Al-Muthaffifīn
[83]:29-37).
“Surga Duniawi” di Mesir yang Berhasil Dibangun Dinasti
Fir’aun
Berikut ini firman Allah Swt.
mengenai ketakaburan Fir’aun yang membanggakan “surga duniawi” yang dimilikinya:
وَ نَادٰی
فِرۡعَوۡنُ فِیۡ قَوۡمِہٖ قَالَ یٰقَوۡمِ اَلَیۡسَ لِیۡ مُلۡکُ مِصۡرَ وَ
ہٰذِہِ الۡاَنۡہٰرُ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِیۡ ۚ اَفَلَا تُبۡصِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ اَمۡ اَنَا خَیۡرٌ
مِّنۡ ہٰذَا الَّذِیۡ ہُوَ
مَہِیۡنٌ ۬ۙ وَّ لَا یَکَادُ
یُبِیۡنُ ﴿﴾ فَلَوۡ لَاۤ اُلۡقِیَ عَلَیۡہِ اَسۡوِرَۃٌ
مِّنۡ ذَہَبٍ اَوۡ جَآءَ مَعَہُ
الۡمَلٰٓئِکَۃُ مُقۡتَرِنِیۡنَ ﴿﴾ فَاسۡتَخَفَّ قَوۡمَہٗ فَاَطَاعُوۡہُ ؕ اِنَّہُمۡ کَانُوۡا قَوۡمًا
فٰسِقِیۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّاۤ اٰسَفُوۡنَا
انۡتَقَمۡنَا مِنۡہُمۡ فَاَغۡرَقۡنٰہُمۡ
اَجۡمَعِیۡنَ ﴿ۙ﴾ فَجَعَلۡنٰہُمۡ سَلَفًا وَّ
مَثَلًا لِّلۡاٰخِرِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan Fir’aun mengumumkan kepada kaumnya
dengan berkata: یٰقَوۡمِ اَلَیۡسَ لِیۡ مُلۡکُ مِصۡرَ وَ ہٰذِہِ الۡاَنۡہٰرُ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِیۡ ۚ اَفَلَا تُبۡصِرُوۡنَ -- "Hai kaumku, bukankah
kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan sungai-sungai
ini mengalir di bawah kekuasanku? Maka apakah kamu tidak melihat? اَمۡ اَنَا
خَیۡرٌ مِّنۡ ہٰذَا الَّذِیۡ ہُوَ مَہِیۡنٌ ۬ۙ وَّ لَا یَکَادُ یُبِیۡنُ -- Atau tidakkah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan ia
(Musa) tidak dapat menjelaskan? فَلَوۡ
لَاۤ اُلۡقِیَ عَلَیۡہِ اَسۡوِرَۃٌ
مِّنۡ ذَہَبٍ اَوۡ جَآءَ مَعَہُ
الۡمَلٰٓئِکَۃُ مُقۡتَرِنِیۡنَ -- Mengapakah
tidak dianugerahkan kepadanya
gelang-gelang dari emas, atau datang
bersamanya malaikat-malaikat
yang berkumpul di sekelilingnya?"
فَاسۡتَخَفَّ
قَوۡمَہٗ فَاَطَاعُوۡہُ ؕ اِنَّہُمۡ
کَانُوۡا قَوۡمًا فٰسِقِیۡنَ -- Demikianlah ia memperbodoh kaumnya lalu mereka
patuh kepadanya, sesungguhnya mereka
adalah kaum durhaka. فَلَمَّاۤ اٰسَفُوۡنَا انۡتَقَمۡنَا
مِنۡہُمۡ فَاَغۡرَقۡنٰہُمۡ اَجۡمَعِیۡنَ -- Maka ketika
mereka membuat Kami murka, Kami menuntut balas dari mereka dan Kami menenggelamkan mereka semua, فَجَعَلۡنٰہُمۡ سَلَفًا وَّ مَثَلًا
لِّلۡاٰخِرِیۡنَ -- lalu Kami
menjadikan mereka kisah yang lalu dan misal
bagi kaum yang akan datang (Az-Zukhruf [43]:52-57). Lihat pula
QS.44:18-32.
Jadi, dalam kenyataannya “surga duniawi”
yang dibanggakan
dinasti Fira’un di Mesir sama
sekali tidak memberikan perlindungan
kepada Fir’aun dari kemurkaan Allah Swt., sebagaimana yang
dibanggakannya: یٰقَوۡمِ اَلَیۡسَ لِیۡ مُلۡکُ مِصۡرَ وَ ہٰذِہِ الۡاَنۡہٰرُ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِیۡ ۚ اَفَلَا تُبۡصِرُوۡنَ
-- "Hai kaumku, bukankah
kerajaan Mesir ini kepunyaanku dan sungai-sungai
ini mengalir di bawah kekuasanku? Maka apakah kamu tidak melihat?“
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 2 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar