بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 41
Pengulangan
Ketakaburan dan Kedengkian Iblis Terhadap Adam
(Khalifah Allah) di Berbagai Zaman & Nubuatan Dalam
Surah Yā Sīn Mengenai Kedatangan Rasul Akhir Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai janji Allah Swt.
sehubungan akan dibangkitkan-Nya lagi
silsilah Khilafat atas jalan (minhāj)
kenabian di kalangan umat Islam, firman-Nya:
وَعَدَ
اللّٰہُ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ الَّذِیۡنَ مِنۡ
قَبۡلِہِمۡ ۪ وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ
مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ اَمۡنًا ؕ
یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ
شَیۡئًا ؕ وَ مَنۡ کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ
فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Allah
telah berjanji kepada orang-orang
yang beriman dan beramal
saleh di antara kamu niscaya Dia akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi
ini sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka khalifah, dan niscaya Dia akan meneguhkan bagi mereka agamanya yang telah Dia ridhai bagi
mereka, dan niscaya Dia akan mengubah keadaan mereka dengan
ke-amanan sesudah ketakutan mereka. Mereka akan menyembah-Ku dan mereka tidak
akan mempersekutukan sesuatu dengan-Ku, dan barangsiapa kafir sesudah itu
mereka itulah orang-orang durhaka. (An-Nūr
[24]:56).
Jadi, siapa
pun dan pihak mana pun yang berusaha ingin menegakkan sistem kekhalifahan dalam Islam atas dasar upaya mereka sendiri pasti akan mengalami kegagalan, sebab tidak ada khilafat tanpa didahului oleh kenabian, dan masalah kenabian sepenuhnya merupakan urusan
dan wewenang Allah Swt.
(QS.7:35-37), firman-Nya:
وَ لَمَّا
جَآءَہُمُ الۡحَقُّ قَالُوۡا ہٰذَا
سِحۡرٌ وَّ اِنَّا بِہٖ کٰفِرُوۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡا لَوۡ لَا نُزِّلَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنُ عَلٰی
رَجُلٍ مِّنَ الۡقَرۡیَتَیۡنِ عَظِیۡمٍ ﴿﴾ اَہُمۡ یَقۡسِمُوۡنَ رَحۡمَتَ رَبِّکَ ؕ نَحۡنُ
قَسَمۡنَا بَیۡنَہُمۡ مَّعِیۡشَتَہُمۡ فِی
الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ رَفَعۡنَا بَعۡضَہُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٍ دَرَجٰتٍ
لِّیَتَّخِذَ بَعۡضُہُمۡ بَعۡضًا سُخۡرِیًّا ؕ وَ رَحۡمَتُ رَبِّکَ خَیۡرٌ مِّمَّا یَجۡمَعُوۡنَ ﴿﴾
Tetapi
tatkala datang kepada mereka kebenaran,
mereka berkata: "Ini adalah sihir, dan sesungguhnya kami mengingkarinya."
وَ قَالُوۡا
لَوۡ لَا نُزِّلَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنُ عَلٰی رَجُلٍ مِّنَ الۡقَرۡیَتَیۡنِ عَظِیۡمٍ -- Dan
mereka berkata: "Mengapakah
Al-Quran ini tidak diturunkan kepada seseorang besar dari kedua kota besar itu?" اَہُمۡ
یَقۡسِمُوۡنَ رَحۡمَتَ رَبِّکَ -- Apakah mereka yang membagi-bagikan
rahmat Rabb (Tuhan) engkau? Kami-lah
Yang membagi-bagikan di antara mereka penghidupan
mereka dalam kehidupan dunia dan
Kami mengangkat sebagian mereka di
atas sebagian lain dalam derajat,
supaya sebagian dari mereka dapat
melayani yang lainnya. وَ رَحۡمَتُ
رَبِّکَ خَیۡرٌ مِّمَّا یَجۡمَعُوۡنَ -- Dan rahmat
Rabb (Tuhan) engkau
adalah lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan. (Az-Zukkhruf [43]:31-33).
Ketakaburan dan Kedengkian Para
Pemuka Bani Israil Terhadap Thalut (Gideon)
Kedua
kota besar itu pada umumnya difahami kota-kota Mekkah dan Tha'if. Pada
zaman Nabi Besar Muhammad saw. kota itu merupakan dua buah pusat kehidupan sosial dan politik bangsa Arab. Jadi, makna
ayat: وَ قَالُوۡا
لَوۡ لَا نُزِّلَ ہٰذَا الۡقُرۡاٰنُ عَلٰی رَجُلٍ مِّنَ الۡقَرۡیَتَیۡنِ عَظِیۡمٍ -- dan
mereka berkata: "Mengapakah
Al-Quran ini tidak diturunkan kepada seseorang besar dari kedua kota besar itu?” hal tersebut
merupakan celaan dan penghinaan
kepada Nabi Besar Muhammad saw. karena seharusnya yang pantas diutus sebagai Rasul
Allah di kalangan bangsa Arab adalah salah seorang orang besar
di kota Mekkah dan Tha’if, bukannya Nabi Besar Muhammad saw., seorang anak-yatim dan miskin.
Sikap takabbur
dan kedengkian para pemuka kaum Mekkah pimpinan Abu jahal tersebut sebelumnya dilakukan
pula oleh para pemuka Bani Israil
terhadap Thalut (Gideon) yang diangkat oleh Allah Swt. sebagai raja bagi mereka, dengan mengatakan kepada nabi mereka bahwa salah
seorang di antara mereka yang lebih
pantas menjadi raja daripada Thalut
yang miskin, berikut firman-Nya
kepada Nabi besar Muhammad saw.:
اَلَمۡ
تَرَ اِلَی الۡمَلَاِ مِنۡۢ بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ مِنۡۢ بَعۡدِ مُوۡسٰی ۘ
اِذۡ قَالُوۡا لِنَبِیٍّ لَّہُمُ ابۡعَثۡ
لَنَا مَلِکًا نُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ قَالَ ہَلۡ عَسَیۡتُمۡ اِنۡ کُتِبَ عَلَیۡکُمُ الۡقِتَالُ اَلَّا
تُقَاتِلُوۡا ؕ قَالُوۡا وَ مَا لَنَاۤ
اَلَّا نُقَاتِلَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ قَدۡ اُخۡرِجۡنَا مِنۡ
دِیَارِنَا وَ اَبۡنَآئِنَا ؕ فَلَمَّا کُتِبَ عَلَیۡہِمُ الۡقِتَالُ تَوَلَّوۡا
اِلَّا قَلِیۡلًا مِّنۡہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ بِالظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ وَ قَالَ لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ لَکُمۡ طَالُوۡتَ
مَلِکًا ؕ قَالُوۡۤا اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ
الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً
مِّنَ الۡمَالِ ؕ قَالَ اِنَّ اللّٰہَ اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی
الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ
اللّٰہُ وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ وَ قَالَ
لَہُمۡ نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اٰیَۃَ مُلۡکِہٖۤ اَنۡ یَّاۡتِیَکُمُ التَّابُوۡتُ
فِیۡہِ سَکِیۡنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ وَ بَقِیَّۃٌ مِّمَّا تَرَکَ اٰلُ مُوۡسٰی وَ اٰلُ ہٰرُوۡنَ
تَحۡمِلُہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لَّکُمۡ اِنۡ
کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾٪
Apakah engkau tidak melihat mengenai
para pemuka Bani Israil sesudah Musa, ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka: “Angkatlah bagi kami seorang raja,
supaya kami dapat berperang di jalan Allah.”
Ia berkata: ”Mungkin saja kamu tidak akan berperang jika
berperang itu diwajibkan atas kamu?”
Mereka berkata: “Mengapa kami tidak akan
berperang di jalan Allah
padahal sungguh kami telah diusir dari rumah-rumah kami dan dipisahkan dari anak-anak kami?” Tetapi tatkala berperang ditetapkan atas mereka, mereka berpaling
kecuali sedikit dari mereka, dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim. وَ قَالَ لَہُمۡ
نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اللّٰہَ قَدۡ بَعَثَ
لَکُمۡ طَالُوۡتَ مَلِکًا -- dan nabi mereka berkata kepada mereka:
“Sesungguhnya Allah telah mengangkat
Thalut menjadi raja bagi kamu.” قَالُوۡۤا اَنّٰی یَکُوۡنُ لَہُ الۡمُلۡکُ عَلَیۡنَا وَ
نَحۡنُ اَحَقُّ بِالۡمُلۡکِ مِنۡہُ وَ لَمۡ یُؤۡتَ سَعَۃً مِّنَ الۡمَالِ -- Mereka berkata: “Bagaimana ia bisa memiliki kedaulatan atas
kami, padahal kami lebih berhak
memiliki kedaulatan daripadanya,
karena ia tidak pernah diberi harta yang
berlimpah-ruah?” قَالَ اِنَّ اللّٰہَ
اصۡطَفٰىہُ عَلَیۡکُمۡ وَ زَادَہٗ بَسۡطَۃً فِی الۡعِلۡمِ وَ الۡجِسۡمِ -- Ia berkata:
“Sesungguhnya Allah telah memilihnya
sebagai raja atas kamu dan me-lebihkannya
dengan keluasan ilmu dan kekuatan badan.” وَ اللّٰہُ یُؤۡتِیۡ
مُلۡکَہٗ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
وَاسِعٌ عَلِیۡمٌ -- Dan
Allah memberikan kedaulatan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
Maha Luas karunia-Nya, Maha
Mengetahui. وَ قَالَ لَہُمۡ
نَبِیُّہُمۡ اِنَّ اٰیَۃَ مُلۡکِہٖۤ اَنۡ یَّاۡتِیَکُمُ التَّابُوۡتُ فِیۡہِ
سَکِیۡنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ وَ بَقِیَّۃٌ
مِّمَّا تَرَکَ اٰلُ مُوۡسٰی وَ اٰلُ ہٰرُوۡنَ تَحۡمِلُہُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ -- Dan nabi mereka berkata kepada mereka:
“Sesungguhnya tanda kedaulatannya
ialah bahwa akan da-tang kepada kamu
suatu Tabut, yang di
dalamnya mengandung keten-teraman dari Rabb (Tuhan) kamu dan
pusaka peninggalan
keluarga Musa dan keluarga Harun,
yang dipikul oleh malaikat-malaikat,
اِنَّ فِیۡ
ذٰلِکَ لَاٰیَۃً لَّکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ -- sesungguhnya dalam hal ini benar-benar ada suatu Tanda bagi kamu,
jika kamu sungguh orang-orang yang beriman.” (Al-Baqarah [2]:247-249).
Jadi, menjawab keberatan atau protes Abu
Jahal dan kawan-kawannya terhadap pengangkatan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai
Rasul Allah dalam firman Allah Swt.
sebelumnya (Az-Zukkhruf [43]:31-33), Allah Swt. menjawab: اَہُمۡ یَقۡسِمُوۡنَ رَحۡمَتَ رَبِّکَ -- “apakah mereka yang
membagi-bagikan rahmat
Rabb (Tuhan) engkau?”
Pengulangan Ketakaburan
dan Kedengkian Iblis Kepada Adam (Khalifah Allah)
Ayat
tersebut menyatakan penyesalan keras Allah
Swt. terhadap orang-orang kafir dengan
mengatakan kepada mereka bahwa sejak kapankah
mereka telah menyombongkan diri mengambil peranan
menjadi pembagi rahmat dan kasih-sayang Allah, atau mempunyai hak
istimewa memutuskan siapa yang berhak dan siapa yang tidak
berhak menerima rahmat dan kasih-sayang Allah? Dalam Surah lain
Allah Swt. berfirman mengenai akan berakhirnya ketakaburan para penguasa
Kristen – yakni kerajaan Romawi -- di zaman Nabi Besar Muhammad saw.:
فَکَیۡفَ
اِذَا جَمَعۡنٰہُمۡ لِیَوۡمٍ لَّا رَیۡبَ فِیۡہِ ۟ وَ وُفِّیَتۡ کُلُّ نَفۡسٍ مَّا
کَسَبَتۡ وَ ہُمۡ لَا یُظۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ قُلِ اللّٰہُمَّ
مٰلِکَ الۡمُلۡکِ تُؤۡتِی الۡمُلۡکَ مَنۡ تَشَآءُ وَ تَنۡزِعُ الۡمُلۡکَ مِمَّنۡ
تَشَآءُ ۫ وَ تُعِزُّ مَنۡ تَشَآءُ وَ تُذِلُّ مَنۡ تَشَآءُ ؕ بِیَدِکَ
الۡخَیۡرُ ؕ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾ تُوۡلِجُ الَّیۡلَ فِی النَّہَارِ وَ تُوۡلِجُ
النَّہَارَ فِی الَّیۡلِ ۫ وَ تُخۡرِجُ الۡحَیَّ مِنَ الۡمَیِّتِ وَ تُخۡرِجُ الۡمَیِّتَ
مِنَ الۡحَیِّ ۫ وَ تَرۡزُقُ مَنۡ تَشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ﴿﴾
Maka bagaimanakah keadaan mereka apabila Kami himpun mereka pada Hari
yang di dalamnya tidak ada keraguan, dan tiap-tiap jiwa akan diganjar sepenuhnya untuk apa yang telah diusahakannya dan mereka tidak akan
dizalimi. قُلِ اللّٰہُمَّ مٰلِکَ الۡمُلۡکِ تُؤۡتِی
الۡمُلۡکَ مَنۡ تَشَآءُ وَ تَنۡزِعُ الۡمُلۡکَ مِمَّنۡ تَشَآءُ ۫ --Katakanlah: “Wahai Allah,
Pemilik kedaulatan, Engkau
memberikan kedaulatan kepada siapa yang Engkau kehendaki, dan Engkau
mencabut kedaulatan dari siapa yang Eng-kau kehendaki, وَ تُعِزُّ مَنۡ تَشَآءُ وَ تُذِلُّ مَنۡ
تَشَآءُ -- Engkau
memuliakan siapa yang Engkau
kehendaki, dan Engkau menghinakan siapa yang Engkau kehendaki,
بِیَدِکَ
الۡخَیۡرُ ؕ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ -- di Tangan
Engkau-lah segala kebaikan, sesungguhnya
Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(Ali
‘Imran [3]:26-27).
Pada hakikatnya “keberatan” yang dikemukakan orang-orang
kafir mengenai kebijaksanaan
Allah Swt. mengutus seorang rasul Allah di
setiap zaman kenabian
(QS.7:35-37) merupakan pengulangan ketakaburan
iblis yang menolak “sujud” (patuh-taat) kepada Adam (Khalifah Allah), ketika Allah Swt.
memerintahkan kepada para malaikat untuk “sujud” kepada Adam, karena iblis menganggap dirinya lebih
mulia daripada Adam (QS.2:31-35; QS.7:12-13; QS.15:29-33;
QS.17:62; QS.18:51; QS.20:117; QS.38:72-77).
Berikut ini adalah beberapa contoh
pengulangan ketakaburan dan kedengkian iblis
kepada Adam (Khalifah Allah) di berbagai zaman kenabian, termasuk di Akhir
Zaman ini:
(1) kedengkian
yang diperagakan oleh saudara-saudara seayah Nabi Yusuf a.s. ketika mereka menginginkan membunuh Nabi Yusuf a.s. dan
menganggap ayah mereka Nabi
Yaqub a.s. telah keliru lebih mencintai Nabi Yusuf a.s. daripada mencintai mereka
padahal mereka itu baik dari dari segi umur lebih tua daripada Nabi Yusuf a.s. dan jumlah mereka lebih
banyak (QS.12:4-19).
(2) kedengkian para pemuka Bani
Israil terhadap para rasul Allah
yang dibangkitkan di kalangan mereka, mulai Nabi Musa a.s. sampai dengan Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.2:88-89).
(3) kedengkian
orang-orang Yahudi atau golongan Ahli Kitab kepada Nabi Besar Muhammad saw. yang berasal dari kalangan Bani Isma’il, sebab menurut mereka kalau
pun ada lagi rasul Allah setelah Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. – yakni “Nabi yang seperti Musa” atau “Nabi
itu” (Ulangan 18:18; Yohanes 1:19-28 ) atau “Ia
yang datang dalam nama Tuhan” (Matius 23:37-39) atau “Roh Kebenaran” (Yohanes 16:12-13), seharusnya ia berasal dari kalangan
Bani Israil, bukannya dari bangsa Arab (Bani Isma’il).
(4) kedengkian
Abu Jahal dan para pemuka
kaum Quraisy Mekkah kepada Nabi Besar Muhammad saw., bahwa
seharusnya yang pantas menjadi rasul
Allah Allah seharusnya salah seorang pembesar
kota Mekkah atau kota Tha’if, bukannya Nabi Besar Muhammad saw. (QS.43:31-33).
(5) kedengkian
iblis kepada Adam (Khalifah Allah)
tersebut berulang lagi di Akhir Zaman ini ketika Allah Swt.
membangkitkan Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Al-Masih
Mau’ud a.s. atau sebagai misal Nabi isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58) atau sebagai pengutusan kedua
kali secara ruhani Nabi Besar Muhammad saw. di Akhir Zaman ini (QS.62:3-5), dengan menyatakan bahwa kalau benar
Allah Swt. mengutus lagi Rasul Allah
di Akhir Zaman ini maka seharusnya ia dari kalangan bangsa
Arab (Bani Isma’il) di wilayah Timur
Tengah, bukannya di Hindustan.
Nubuatan Dalam Surah Yā Sīn Mengenai Kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s.
Terhadap keberatan tersebut Allah Swt. telah berfirman mengenai “rajulun yas’a min aqsal- madinah” (seorang laki-laki yang datang berlari-lari dari bagian terjauh kota itu), yang memperingatkan para penduduk “kota” tersebut yang mendustakan para Rasul
Allah yang diutus kepada mereka
(QS.36:14-22), firman-Nya:
وَ جَآءَ
مِنۡ اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ رَجُلٌ
یَّسۡعٰی قَالَ یٰقَوۡمِ اتَّبِعُوا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿ۙ﴾ اتَّبِعُوۡا مَنۡ لَّا یَسۡـَٔلُکُمۡ اَجۡرًا وَّ ہُمۡ
مُّہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾ وَ
مَا لِیَ لَاۤ
اَعۡبُدُ الَّذِیۡ فَطَرَنِیۡ وَ
اِلَیۡہِ تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾
Dan datang dari bagian terjauh kota itu
seorang laki-laki dengan berlari-lari, ia
berkata: “Hai kaumku, ikutilah rasul-rasul itu. Ikutilah mereka yang tidak meminta upah dari kamu dan mereka yang telah mendapat petunjuk.
Dan mengapakah aku tidak menyembah
Tuhan Yang menciptakan diriku dan Yang
kepada-Nya kamu akan dikembalikan? ” (Yā Sīn [36]:21-22).
Kata-kata
“bagian terjauh kota itu” dalam ayat وَ جَآءَ مِنۡ اَقۡصَا
الۡمَدِیۡنَۃِ رَجُلٌ یَّسۡعٰی -- “Dan datang dari bagian terjauh kota itu
seorang laki-laki dengan berlari-lari” dapat diartikan suatu
tempat yang jauh letaknya dari markas
Islam yakni Mekkah, yaitu Qadian di Hindustan. Dan Isyarat yang
terkandung dalam kata rajulun (seorang laki-laki) dapat tertuju kepada Al-Masih
Mau’ud a.s. yang
telah disebut demikian dalam suatu hadits Nabi Besar Muhammad saw. yang terkenal yaitu Bukhari,
Kitab at-Tafsir surah Al-Jumu’ah ayat
3-4 mengenai makna ayat
wa ākhirīna minhum, firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka,
yang membacakan kepada mereka
Tanda-tanda-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan
yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
-- Dan juga akan membangkitkannya
pada kaum lain dari antara mereka,
yang belum bertemu dengan mereka.
Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. (Al-Jumu’ah [62]:3-4).
Makna ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ
-- “dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana”
bahwa Al-Quran (agama Islam) yang diajarkan Nabi Besar Muhammad saw. bukan
ditujukan hanya untuk bangsa Arab
belaka -- yang di tengah-tengah bangsa
itu beliau saw. dibangkitkan sebagaimana
dikemukakan ayat 3 -- melainkan kepada seluruh bangsa bukan-Arab juga, dan
bukan hanya kepada orang-orang sezaman
beliau saw., melainkan juga kepada keturunan
demi keturunan manusia yang akan
datang hingga kiamat.
Pengutusan Kedua Kali Nabi Besar
Muhammad Saw. & Al-Masih Mau’ud a.s. Diutus di Puncak
Masa Kemunduran Umat Islam
Atau ayat ini dapat juga
berarti bahwa Nabi Besar Muhammad saw. akan
dibangkitkan lagi di antara kaum
yang belum pernah tergabung dalam
para pengikut semasa hidup beliau
saw.. Isyarat di dalam ayat ini dan di
dalam hadits Nabi saw. yang termasyhur, ketika menjawab pertanyaan Abu Hurairah
r.a. mengenai makna pengutusan lagi beliau saw. yang diisyaratkan dalam ayat:
وَّ
اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا
بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ -- “dan
juga akan membangkitkannya pada kaum
lain dari antara mereka, yang belum
bertemu dengan mereka. Dan Dia-lah
Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.”
Abu Hurairah r.a. berkata:
“Pada suatu hari kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah saw. ketika
Surah Al-Jumu’ah diturunkan. Saya
minta keterangan kepada beliau saw.
“Siapakah yang diisyaratkan oleh
kata-kata وَّ اٰخَرِیۡنَ
مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ -- Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum
lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?” – Salman al-Farsi (Salman asal Parsi)
sedang duduk di antara kami.
Setelah saya
berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Rasulullah saw. meletakkan
tangan beliau pada Salman dan
bersabda: “Bila iman telah terbang ke
Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari).
Hadits Nabi Besar
Muhammad saw. ini menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang lelaki dari keturunan Parsi. Al-Masih
Mau’ud a.s., Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, adalah dari keturunan Parsi. Hadits Nabi Besar
Muhammad saw. lainnya menyebutkan kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. pada saat ketika tidak ada yang tertinggal di dalam Al-Quran kecuali kata-katanya, dan tidak ada yang tertinggal di dalam Islam selain namanya, yaitu, jiwa ajaran
Islam yang sejati akan lenyap. (Baihaqi).
Bahkan dalam hadits
tersebut beliau saw. menyatakan: ‘ulama-uhum
syarrun man tahta adimis- sama-i -- (ulama mereka seburuk-buruk manusia di bawah kolong
langit; takhrujul-
fitnah min afwāhihim -- dari mulut
mereka akan keluar fitnah; wa ilayhim ta’ād -- yang akan kembali kepada diri mereka.”
Sabda Nabi Besar Muhammad saw. mengenai keadaan umat Islam di masa kemunduran tersebut sesuai dengan firman-Nya berikut ini:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ
اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ
اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ
مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا
تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia mengatur
perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah
itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung. (As-Sajdah [32]:6).
Ayat ini menunjuk kepada suatu pancaroba
sangat hebat, yang ditakdirkan akan menimpa Islam dalam perkembangannya yang
penuh dengan perubahan itu. Islam akan melalui suatu masa kemajuan dan kesejahteraan
yang mantap selama 3 abad pertama
kehidupannya. Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan pernah menyinggung secara
jitu mengenai kenyataan itu dalam sabda beliau saw.: “Abad terbaik ialah abad di kala aku hidup, kemudian abad berikutnya,
kemudian abad sesudah itu” (Tirmidzi
& Bukhari,
Kitab-usy-Syahadat).
Islam mulai mundur sesudah 3 abad
pertama masa keunggulan dan keme-nangan pertama yang tiada
henti-hentinya. Peristiwa kemunduran
dan kemerosotannya berlangsung dalam
masa 1000 tahun berikutnya. Kepada masa 1000
tahun inilah, telah diisyaratkan dengan kata-kata: ثُمَّ یَعۡرُجُ اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ
سَنَۃٍ مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ -- “Kemudian perintah
itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun.”
Jadi,
Al-Quran dan hadits kedua-duanya sepakat bahwa ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ -- Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum
lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?” (Al-Jumu’ah
ayat 4) ini menunjuk kepada kedatangan
kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. di Akhir
Zaman ini secara ruhani dalam
wujud Al-Masih
Mau’ud a.s..
Kesedihan Hati Rasul Akhir
Zaman Menyaksikan Kemunduran Umat Islam
Dengan demikian jelaslah bahwa rasul Allah yang merasa sangat
sedih melihat kaumnya
telah memperlakukan Al-Quran sebagai
sesuatu yang telah ditinggalkan dalam
firman-Nya berikut ini adalah Al-Masih
Mau’ud a.s., sebab pada zaman beliau
itulah kemunduran umat Islam selama seribu tahun mencapai puncaknya:
وَ قَالَ الرَّسُوۡلُ یٰرَبِّ اِنَّ قَوۡمِی اتَّخَذُوۡا ہٰذَا الۡقُرۡاٰنَ
مَہۡجُوۡرًا ﴿﴾
Dan Rasul
itu berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku),
sesungguhnya kaumku telah menjadikan
Al-Quran ini sesuatu yang
telah ditinggalkan. (Al-Furqān [25]:31).
Ayat ini dengan sangat tepat sekali dapat
dikenakan kepada mereka yang menamakan diri orang-orang
Muslim tetapi telah menyampingkan
Al-Quran dan telah melemparkannya
ke belakang. Barangkali belum pernah terjadi selama 14 abad ini di mana Al-Quran demikian rupa diabaikan dan dilupakan oleh orang-orang Muslim
seperti dewasa ini., sebagaimana dikemukakan dalam Hadits Nabi Besar Muhammad asw. sebelum
ini (Baihaqi, Syu’ab-ul-iman). Sungguh masa di Akhir Zaman inilah saat yang dimaksudkan itu.
Membendung Program Kristenisasi
di Hindustan & Nubuatan Perlindungan Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. dan Ibunya
di Hindustan
Jadi, kembali kepada nubuatan dalam firman Allah
Swt. mengenai “rajulun yas’a” (seorang laki-laki yang berlari-lari) yang
datang dari “bagian terjauh kota itu”
dalam ayat وَ جَآءَ مِنۡ
اَقۡصَا الۡمَدِیۡنَۃِ رَجُلٌ یَّسۡعٰی -- “Dan datang dari bagian terjauh kota itu
seorang laki-laki dengan berlari-lari” (QS.36:21-22), dapat
diartikan suatu tempat yang jauh letaknya dari markas Islam yakni Mekkah, yaitu Qadian di Hindustan.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 29 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar