Selasa, 19 Mei 2015

Berbagai Keburukan Sifat Keledai "Singa Allah" di Akhir Zaman dan Makna "Seruan" Menunaikan "Shalat Jum'at"




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 55

  Berbagai Keburukan Sifat Keledai   & “Singa Allah” di Akhir Zaman dan Makna Seruan Menunaikan “Shalat Jum’ah
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai orang-orang yang melayani tantangan mubahalah (tanding doa) yang disampaikan oleh Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah,  Mirza Ghulam Ahmad a.s., pada umumnya umurnya jauh lebih muda   serta kesehatan mereka jauh lebih prima daripada Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, yang   -- sesuai sabda Nabi Besar Muhammad saw. bahwa Al-Masih Mau’ud a.s. akan mengenakan dua kain kuning   -- artinya menyandang dua macam penyakit  yakni vertigo dan diabetes.
      Mengenai kedua macam penyakit yang sangat mengganggu pekerjaan beliau yang memerlukan kerja-keras serta konsentrasi pikiran  yang penuh tersebut,  beliau pernah memanjatkan doa agar mendapat kesembuhan, tetapi mendapat jawaban dari Allah Swt. yang artinya bahwa, “Semua doa engkau yang lain  dikabulkan, kecuali  permintaan  itu karena hal itu merupakan tanda dari Al-Masih Mau’ud” (Tadzkirah).
       Berikut  firman  Allah Swt.  kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai perintah untuk melakukan mubahalah (tanding doa), yang juga dilaksanakan oleh Pendiri Jemaat  Muslim Ahmadiyah:
 اَلۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُنۡ مِّنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿﴾  فَمَنۡ حَآجَّکَ فِیۡہِ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَکَ مِنَ الۡعِلۡمِ فَقُلۡ تَعَالَوۡا نَدۡعُ اَبۡنَآءَنَا وَ اَبۡنَآءَکُمۡ وَ نِسَآءَنَا وَ نِسَآءَکُمۡ وَ اَنۡفُسَنَا وَ اَنۡفُسَکُمۡ ۟ ثُمَّ نَبۡتَہِلۡ فَنَجۡعَلۡ لَّعۡنَتَ اللّٰہِ عَلَی الۡکٰذِبِیۡنَ ﴿﴾  اِنَّ ہٰذَا لَہُوَ الۡقَصَصُ الۡحَقُّ ۚ وَ مَا مِنۡ  اِلٰہٍ  اِلَّا اللّٰہُ ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ لَہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌۢ  بِالۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿٪﴾
Kebenaran ini dari Rabb (Tuhan) engkau maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu. فَمَنۡ حَآجَّکَ فِیۡہِ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَکَ مِنَ الۡعِلۡمِ  --  Tetapi barangsiapa membantah engkau mengenainya setelah datang kepada engkau ilmu, فَقُلۡ تَعَالَوۡا نَدۡعُ اَبۡنَآءَنَا وَ اَبۡنَآءَکُمۡ وَ نِسَآءَنَا وَ نِسَآءَکُمۡ وَ اَنۡفُسَنَا وَ اَنۡفُسَکُم  --  maka katakanlah: “Marilah kita panggil anak-anak laki-laki kami dan anak-anak laki-lakimu, dan perempuan-perempuan kami dan perempuan-perempuanmu, dan orang-orang kami dan orang-orang kamu,  ثُمَّ نَبۡتَہِلۡ فَنَجۡعَلۡ لَّعۡنَتَ اللّٰہِ عَلَی الۡکٰذِبِیۡنَ -- kemudian kita   berdoa supaya  laknat Allah menimpa orang-orang yang berdusta.” Sesungguhnya ini benar-benar  kisah yang haq, dan sekali-kali tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali  Allah, dan sesungguhnya Allah,  Dia benar-benar Maha Perkasa, Maha Bijaksana. فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَاِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌۢ  بِالۡمُفۡسِدِیۡنَ  --  Lalu jika mereka berpaling  maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan.  (Ali ‘Imran [62]:61-64).

Berbagai Karya Tulis “Khazanah Al-Quran” yang Luar Biasa    Pemberitahuan Tentang Kewafatan Dirinya  Melalui Wahyu Ilahi   

         Namun demikian,  sekali pun Al-Masih Mau’ud a.s.  menderita    dua penyakit yang sangat membahayakan jiwa tersebut, tetapi  beliau  bukan  saja senantiasa unggul dalam  melakukan mubahalah (tanding doa) tersebut, bahkan beliau telah menulis lebih  sekitar 86 buku  yang berisi pembelaan beliau terhadap kesempurnaan Al-Quran dan kesucian nabi Besar Muhammad saw.  yang tak terbantahkan, disamping melakukan   ceramah dan perdebatan secara langsung dengan pihak-pihak yang menentang pendakwaan beliau dan kesempurnaan Islam (Al-Quran) serta kesucian Nabi Besar Muhammad saw. yang tak terbantahkan.
      Menghadapi kenyataan yang pahit tersebut, tidak ada cara lain yang dilakukan oleh pihak  para penentang Al-Masih Mau’ud a.s.  kecuali melontarkan berbagai fitnah keji, di antaranya menyebarkan fitnah bahwa Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah tersebut meninggalnya di WC di Lahore,  padahal kenyataannya tidak demikian, karena beliau wafat di tempat tidur setelah  mengalami serangan diabetes  kronis yang menyebabkan beliau terpaksa sering pergi ke  kamar mandi.
      Mengenai kewafatannya tersebut, sebelumnya Pendiri Jemaat Muslim  Ahmadiyah  telah menulis dalam bukunya yang terakhir yaitu Al-Washiyat, yang di dalamnya dimuat  wahyu-wahyu Ilahi yang beliau terima dari Allah Swt. yang memberitahukan  semakin mendekatnya saat-saat kewafatan beliau dan   akan terbentuknya silsilah Khilafat setelah   beliau wafat, sebagaimana terjadi setelah wafatnya Nabi Besar Muhammad saw.
        Karena itu sungguh sangat jahil dan zalim  pihak-pihak yang  menyebarkan fitnah dusta  bahwa  beliau wafat di WC. Pada dasarnya tuduhan dusta tersebut disebarkan guna menutupi aib-aib  mereka sendiri  karena tidak berdaya membantah  kebenaran dalil-dalil  pendakwaan beliau sebagai Imam Mahdi a.s. dan   Al-Masih Mau’ud a.s., yang mendapat  tugas dari Allah Swt. untuk menjadi pelopor mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali di Akhir Zaman ini tanpa kekerasan mau pun paksaan, firman-Nya:      
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang musyrik tidak menyukai  (Ash-Shaf [61]:10).

Berbagai Keburukan Sifat Keledai     

         Kembali kepada pembahasan ayat-ayat Surah Al-Jumu’ah  mengenai golonga Ahli Kitab yang diumpamakan sebagai   keledai  pemikul buku-buku tebal  yang sekali pun begitu banyaknya nubuatan tentang kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. yang terdapat dalam Taurat dan Injil  namun dengan berbagai alasan  yang batil mereka mendustakan pendakwaan beliau saw.
       Selain terkenal sebagai “binatang yang bodoh”, keledai pun terkenal pula sebagai binatang yang penakut  dan bersuara buruk, berikut firman Allah Swt. mengenai sebagian nasihat yang disampaikan Nabi Luqman a.s. kepada anaknya:
یٰبُنَیَّ  اَقِمِ الصَّلٰوۃَ  وَ اۡمُرۡ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ انۡہَ  عَنِ الۡمُنۡکَرِ وَ اصۡبِرۡ عَلٰی مَاۤ اَصَابَکَ ؕ اِنَّ  ذٰلِکَ مِنۡ عَزۡمِ  الۡاُمُوۡرِ ﴿ۚ﴾  وَ لَا تُصَعِّرۡ  خَدَّکَ  لِلنَّاسِ وَ لَا  تَمۡشِ فِی الۡاَرۡضِ مَرَحًا ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  لَا  یُحِبُّ  کُلَّ مُخۡتَالٍ  فَخُوۡرٍ ﴿ۚ﴾  وَ اقۡصِدۡ فِیۡ  مَشۡیِکَ وَ اغۡضُضۡ مِنۡ صَوۡتِکَ ؕ اِنَّ  اَنۡکَرَ  الۡاَصۡوَاتِ لَصَوۡتُ الۡحَمِیۡرِ ﴿٪﴾
“Wahai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan dan cegahlah orang berbuat kemungkaran, dan bersabarlah atas apa yang menimpa engkau. Sesungguhnya yang demikian itu adalah dari perkara-perkara yang telah ditetapkan.  وَ لَا تُصَعِّرۡ  خَدَّکَ  لِلنَّاسِ وَ لَا  تَمۡشِ فِی الۡاَرۡضِ مَرَحًا  --  “Dan janganlah engkau memalingkan pipi engkau dari orang-orang dengan angkuh,  dan  jangan berjalan di bumi dengan sombong. اِنَّ  اللّٰہَ  لَا  یُحِبُّ  کُلَّ مُخۡتَالٍ  فَخُوۡرٍ  -- Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang congkak dan sombong.  وَ اقۡصِدۡ فِیۡ  مَشۡیِکَ وَ اغۡضُضۡ مِنۡ صَوۡتِکَ   -- Dan berjalanlah engkau dengan sederhana, dan rendahkanlah suara engkau engkau.   اِنَّ  اَنۡکَرَ  الۡاَصۡوَاتِ لَصَوۡتُ الۡحَمِیۡرِ  -- Sesungguhnya yang paling tidak menyenangkan di antara suara-suara adalah  suara keledai.” (Luqman [31]:18-20).
       Ungkapan kalimat  Sha’āra khaddahu  sehubungan dengan ayat  Dan janganlah engkau memalingkan pipi engkau dari orang-orang dengan angkuh,  dan jangan berjalan di bumi dengan sombong. Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang congkak dan sombong,” berarti: ia memalingkan pipinya dari orang-orang, disebabkan oleh kesombongan atau kebencian (Lexicon Lane).
       Di Akhir Zaman ini pun   nasihat serta nubuatan yang terkandung dalam Surah Luqman tersebut kembali terulang, terutama dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umat beragama    -- terutama para pemuka agama   -- yang menganggap dirinya memiliki “kedudukan khusus” yang berbeda dengan orang-orang umum, sebagaimana pendakwaan golongan Ahli Kitab seperti  dikemukakan dalam Bab sebelumnya, firman-Nya:
قُلۡ یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ ہَادُوۡۤا  اِنۡ  زَعَمۡتُمۡ اَنَّکُمۡ  اَوۡلِیَآءُ  لِلّٰہِ  مِنۡ  دُوۡنِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا الۡمَوۡتَ  اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَا یَتَمَنَّوۡنَہٗۤ  اَبَدًۢا  بِمَا قَدَّمَتۡ اَیۡدِیۡہِمۡ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلِیۡمٌۢ   بِالظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ  اِنَّ الۡمَوۡتَ الَّذِیۡ تَفِرُّوۡنَ مِنۡہُ  فَاِنَّہٗ مُلٰقِیۡکُمۡ  ثُمَّ  تُرَدُّوۡنَ  اِلٰی عٰلِمِ الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ  فَیُنَبِّئُکُمۡ  بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ٪﴿﴾
Katakanlah: “Hai orang-orang Yahudi, jika kamu mengaku bahwasanya kamu sahabat Allah dengan menyampingkan manusia lainnya  maka inginkanlah kematian,   jika kamu orang-orang benar. Tetapi mereka tidak menginginkannya selama-lamanya karena apa yang telah diperbuat tangan mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim. Katakanlah:  “Sesungguhnya ke-matian yang kamu lari darinya maka sesungguhnya itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nampak, lalu Dia akan memberitahukan kepada kamu mengenai apa yang telah kamu kerjakan. (Al-Jumu’ah [62]:7-9).
         Sudah lazim jika seseorang merasa dirinya memiliki kedudukan khusus   maka ketakaburannya akan muncul dalam berbagai keadaan, terlebih lagi jika merasa ada orang atau pihak lain yang menasihatinya  -- apalagi mengkritiknya – maka ia akan berkomentar dengan suara keras  penuh kemarahan seperti   suara  buruk keledai”, sebagaimana diisyaratkan dalam  nasihat  Nabi Luqman a.s.:   وَ اقۡصِدۡ فِیۡ  مَشۡیِکَ وَ اغۡضُضۡ مِنۡ صَوۡتِکَ   -- Dan berjalanlah engkau dengan sederhana, dan rendahkanlah suara engkau engkau.   اِنَّ  اَنۡکَرَ  الۡاَصۡوَاتِ لَصَوۡتُ الۡحَمِیۡرِ  -- sesungguhnya yang paling tidak menyenangkan di antara suara-suara adalah  suara keledai.” (Luqman [31]:20).

Singa Allah” di Akhir Zaman & Mengenal Nubuatan Seperti Mengenal Anak-anak Mereka Sendiri

        Suara keledai akan semakin buruk lagi kedengarannya  jika dalam keadaan ketakutan karena merasa   terancam, sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya berikut ini berkenaan para penentang pendakwaan Nabi Besar Muhammad saw.:
فَمَا لَہُمۡ عَنِ التَّذۡکِرَۃِ  مُعۡرِضِیۡنَ ﴿ۙ﴾  کَاَنَّہُمۡ حُمُرٌ مُّسۡتَنۡفِرَۃٌ ﴿ۙ﴾  فَرَّتۡ مِنۡ قَسۡوَرَۃٍ ﴿ؕ﴾  بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ  مِّنۡہُمۡ  اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً ﴿ۙ﴾  کَلَّا ؕ بَلۡ  لَّا یَخَافُوۡنَ الۡاٰخِرَۃَ ﴿ؕ﴾  کَلَّاۤ  اِنَّہٗ  تَذۡکِرَۃٌ ﴿ۚ﴾  فَمَنۡ  شَآءَ  ذَکَرَہٗ ﴿ؕ﴾  وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ  اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ ؕ ہُوَ اَہۡلُ التَّقۡوٰی وَ اَہۡلُ الۡمَغۡفِرَۃِ ﴿٪﴾
Maka apakah yang terjadi dengan mereka hingga mereka berpaling dari peringatan, کَاَنَّہُمۡ حُمُرٌ مُّسۡتَنۡفِرَۃٌ --  seolah-olah mereka itu keledai-keledai yang ketakutan,  فَرَّتۡ مِنۡ قَسۡوَرَۃٍ -- lari dari singa?  Bahkan, setiap orang dari mereka menghendaki supaya dia diberi lembaran-lembaran terbuka.    Sekali-kali tidak! Bahkan mereka tidak takut pada akhirat.  Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Al-Quran itu adalah peringatan, maka barangsiapa menghendaki, hendaklah iamemperhatikannya.   Dan mereka tidak akan memperhatikan kecuali jika Allah menghendaki.  Dia memberi ketakwaan dan Dia memberi ampunan (Al-Muddatstsir [74]:50-57).
          Nah yang dimaksud dengan “keledai” dalam ayat ini dapat mengisyaratkan kepada para pemuka kaum musyrik Mekkah atau  kepada  para pemuka  golongan  Ahli Kitab yakni orang-orang Yahudi,  yang  salah satu alasan mengapa mereka berada di wilayah Arab karena ada nubuatan dalam Kitab suci mereka mengenai akan dibangkitkan-Nya  seorang Rasul Allah di tanah Arab.
       Itulah sebabnya ketika di antara mereka ada memberitahukan kepada orang-orang Islam mengenai kebenaran adanya nubuatan-nubuatan tentang Nabi besar Muhammad saw. dalam  Taurat dan Injil maka  mereka telah dicela  para pemuka lainnya di kalangan mereka (QS.2:15 & 42-43; QS.3:76-78 & 82 & 120).
        Atas dasar  kenyataan itulah   Allah Swt. telah menyatakan  bahwa  pengenalan mereka mengenai adanya nubuatan-nubuatan  perpindahan qiblat dari Yerusalem ke Baitullah di Mekkah  -- dan  nubuatan pengutusan  Nabi Besar Muhammad saw. di kalangan  bangsa Arab  sebagai misal Nabi Musa a.s. (Ulangan 18:18)  --   bagaikan  mengenali anak-anak mereka sendiri, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ اٰتَیۡنٰہُمُ الۡکِتٰبَ یَعۡرِفُوۡنَہٗ کَمَا یَعۡرِفُوۡنَ اَبۡنَآءَہُمۡ ؕ وَ اِنَّ فَرِیۡقًا مِّنۡہُمۡ لَیَکۡتُمُوۡنَ الۡحَقَّ وَ ہُمۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ؔ  اَلۡحَقُّ  مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿﴾٪
Orang-orang yang telah Kami beri kitab, mereka mengenalnya   sebagaimana mereka mengenal   anak-anaknya, dan sesungguhnya segolongan dari mereka benar-benar  menyembunyikan kebenaran padahal mereka mengetahui.  اَلۡحَقُّ  مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ  --   Kebenaran ini dari Rabb (Tuhan) engkau, maka janganlah engkau termasuk orang-orang yang ragu (Al-Baqarah [2]:147-148).
       Kata ganti “nya” (atau dia) dalam ayat  یَعۡرِفُوۡنَہٗ کَمَا یَعۡرِفُوۡنَ اَبۡنَآءَہُمۡ  -- “mereka mengenalnya   sebagaimana mereka mengenal   anak-anaknya,” dapat dianggap menunjuk kepada perubahan kiblat atau kepada Nabi Besar Muhammad saw... Anak kalimat itu berarti bahwa para Ahlul Kitab mengetahui atas dasar nubuatan-nubuatan yang terdapat dalam Kitab-kitab suci mereka bahwa seorang nabi Allah akan muncul di tengah-tengah orang Arab yang akan mempunyai hubungan istimewa dengan Ka’bah.
        Dengan demikian jelaslah mengapa mereka dalam Al-Quran  telah diumpamakan sebagai  keledai yang di punggungnya terdapat kitab-kitab tebal (QS.62:6),  namun demikian   mereka tetap bodoh dan penakut tetapi suka bersuara ribut dengan suara-suara buruknya  jika  kepentingan duniawinya merasa terancam:   فَمَا لَہُمۡ عَنِ التَّذۡکِرَۃِ  مُعۡرِضِیۡنَ  -- maka apakah yang terjadi dengan mereka hingga mereka berpaling dari peringatan,  کَاَنَّہُمۡ حُمُرٌ مُّسۡتَنۡفِرَۃٌ  -- seolah-olah mereka itu keledai-keledai yang ketakutan,  فَرَّتۡ مِنۡ قَسۡوَرَۃٍ  --   lari dari singa?      (Al-Muddatstsir [74]:50-52).

Tidak Ada  Nubuatan yang Menggunakan Bahasa yang Jelas

         Mengenai “kebodohan  mereka itu selanjutnya diterangkan:    بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ  مِّنۡہُمۡ  اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً  -- “bahkan, setiap orang dari mereka menghendaki supaya dia diberi lembaran-lembaran terbuka.”  Yang diisyaratkan di sini mungkin tuntutan orang-orang kafir yang tidak pantas kepada Nabi Besar Muhammad saw. seperti disebut pada suatu tempat dalam Al-Quran, bahwa mereka tidak akan beriman kecuali bila beliau saw.  akan membawa turun dari langit sebuah kitab bagi mereka, yang mereka akan dapat membacanya  serta memahaminya dengan mudah (QS.17:94).
         Mengenai hal tersebut, berikut ini   berbagai tuntutan yang  mereka ada-adakan terhadap Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
اَوۡ تَکُوۡنَ لَکَ جَنَّۃٌ  مِّنۡ نَّخِیۡلٍ وَّ عِنَبٍ فَتُفَجِّرَ  الۡاَنۡہٰرَ  خِلٰلَہَا تَفۡجِیۡرًا ﴿ۙ﴾  اَوۡ تُسۡقِطَ السَّمَآءَ کَمَا زَعَمۡتَ عَلَیۡنَا کِسَفًا اَوۡ تَاۡتِیَ بِاللّٰہِ  وَ الۡمَلٰٓئِکَۃِ  قَبِیۡلًا ﴿ۙ﴾  اَوۡ  یَکُوۡنَ لَکَ بَیۡتٌ مِّنۡ زُخۡرُفٍ اَوۡ تَرۡقٰی فِی السَّمَآءِ ؕ وَ لَنۡ نُّؤۡمِنَ لِرُقِیِّکَ حَتّٰی تُنَزِّلَ عَلَیۡنَا کِتٰبًا نَّقۡرَؤُہٗ ؕ قُلۡ سُبۡحَانَ رَبِّیۡ  ہَلۡ کُنۡتُ  اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا ﴿٪﴾
Dan mereka berkata: “Kami tidak akan pernah beriman kepada engkau sebelum engkau memancarkan dari bumi sebuah mata air untuk kami, atau engkau mempunyai kebun kurma dan anggur lalu engkau mengalirkan sungai-sungai yang deras alirannya  di tengah-tengahnya,  atau engkau menjatuhkan kepingan-kepingan langit  atas kami sebagaimana telah engkau dakwakan, atau engkau mendatangkan Allah dan para malaikat berhadap-hadapan. Atau  engkau mempunyai sebuah rumah dari emas,  اَوۡ تَرۡقٰی فِی السَّمَآءِ  -- atau engkau naik ke langit,  وَ لَنۡ نُّؤۡمِنَ لِرُقِیِّکَ حَتّٰی تُنَزِّلَ عَلَیۡنَا کِتٰبًا نَّقۡرَؤُہٗ -- tetapi kami tidak akan pernah mempercayai kenaikan engkau ke langit hingga engkau menurunkan kepada kami sebuah kitab yang kami dapat membacanya.”  قُلۡ سُبۡحَانَ رَبِّیۡ  ہَلۡ کُنۡتُ  اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا  -- Katakanlah: “Maha Suci Rabb-ku (Tuhan-ku), aku tidak lain melainkan seorang manusia  sebagai seorang rasul.”  (Bani Israil [17]:91-94).
        Ketika orang-orang Mekkah terbungkam oleh jawaban-jawaban Al-Quran mengenai pertanyaan-pertanyaan dan keberatan-keberatan mereka   -- termasuk pertanyaan tentang hakikat ruh  (QS.17: 86-90)   -- mereka berputar-balik dan menuntut kepada Nabi Besar Muhammad saw., bahwa jika Al-Quran meliputi segala macam ilmu maka beliau saw. harus dapat memperlihatkan mukjizat-mukjizat — misalnya membuat beberapa mata air memancar keluar dari bumi, membuat kebun-kebun serta membangun rumah-rumah dari emas bagi diri beliau saw. sendiri, dan sebagainya.

Pentingnya Manusia  Menyesuaikan  Kehendaknya   dengan Kehendak Allah Swt. & Makna Seruan Melaksanakan Shalat Jum’at

         Sebagai jawaban terhadap tuntutan-tuntutan mereka  yang jauh dari kesopanan itu, orang-orang kafir diberitahu, bahwa tuntutan-tuntutan itu bertalian dengan Allah Swt. atau Nabi Besar Muhammad saw..     Tuntutan yang pertama adalah asal omong dan bunyi belaka,  sebab Allah Swt.   di atas segala hal yang serampangan semacam itu.
        Adapun mengenai tuntutan-tuntutan mereka yang bertalian dengan  Nabi Besar Muhammad saw., tuntutan-tuntutan itu bertentangan dengan kemampuan-kemampuan beliau saw. yang terbatas sebagai seorang manusia dan tidak selaras dengan tugas beliau saw. sebagai seorang rasul.
        Menjawab atas berbagai tuntutan bodoh mereka itu:  بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ  مِّنۡہُمۡ  اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً  -- “bahkan, setiap orang dari mereka menghendaki supaya dia diberi lembaran-lembaran terbuka,”  selanjutnya Allah Swt. berfirman:
کَلَّاۤ  اِنَّہٗ  تَذۡکِرَۃٌ ﴿ۚ﴾  فَمَنۡ  شَآءَ  ذَکَرَہٗ ﴿ؕ﴾  وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ  اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ ؕ ہُوَ اَہۡلُ التَّقۡوٰی وَ اَہۡلُ الۡمَغۡفِرَۃِ ﴿٪﴾
Sekali-kali tidak! Bahkan mereka tidak takut pada akhirat.  Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Al-Quran itu adalah peringatan,   maka barangsiapa menghendaki, hendaklah ia memperhatikannya. وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ  اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ --   dan mereka tidak akan memperhatikan kecuali jika Allah  menghendaki.  Dia memberi ketakwaan dan Dia memberi ampunan. (Al-Muddatstsir [74]:58-60).
  Makna ayat  وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ  اِلَّاۤ  اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ --   Dan mereka tidak akan memperhatikan kecuali jika Allah  menghendaki,” bahwa orang-orang kafir tidak akan dapat mendapat faedah dari Al-Quran kecuali bila mereka menyesuaikan kehendak mereka dengan kehendak Ilahi, yaitu kecuali bila mereka menundukkan semua keinginan mereka kepada kehendak Ilahi (QS.76:31), bukan sebaliknya.
     Setelah mengemukakan  perumpamaan mengenai para pengemban Taurat  seperti keledai yang memikul buku-buku tebal di punggungnya serta  kecintaan mereka terhadap kehidupan duniawi (QS.62-6-8), selanjutnya Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡۤا اِذَا نُوۡدِیَ لِلصَّلٰوۃِ مِنۡ یَّوۡمِ الۡجُمُعَۃِ  فَاسۡعَوۡا اِلٰی ذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ ذَرُوا  الۡبَیۡعَ ؕ ذٰلِکُمۡ خَیۡرٌ  لَّکُمۡ   اِنۡ  کُنۡتُمۡ  تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ فَاِذَا  قُضِیَتِ الصَّلٰوۃُ  فَانۡتَشِرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ وَ ابۡتَغُوۡا مِنۡ فَضۡلِ اللّٰہِ وَ اذۡکُرُوا اللّٰہَ  کَثِیۡرًا  لَّعَلَّکُمۡ تُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, apabila dipanggil untuk shalat pada hari Jum’at maka bersegeralah untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Hal demikian  adalah lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui.  Dan apabila shalat telah  selesai maka bertebaranlah kamu di bumi dan carilah karunia Allah,   dan ingatlah kepada Allah banyak-banyak supaya kamu mendapat  keberhasilan. (Al-Jumu’ah [62]:10-11).

Perintah Menjadi Ansharullah  (Penolong Allah) Seperti Para Hawari (Pengikut) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.

    Di dalam ayat-ayat sebelumnya disebut-sebut tentang orang-orang Yahudi, yang menolak ajaran Nabi Besar Muhammad saw.  dan menodai Sabbat mereka, dan sebagai akibatnya mereka ditimpa murka Ilahi  (QS.2:66; QS.4:48 & 155; QS.7:164; QS.16:125). Tetapi dalam ayat ini kaum Muslimin diperintahkan agar luar biasa seksamanya dalam menunaikan shalat Jum’at yang wajib itu.
   Tiap-tiap kaum mempunyai Sabbat masing-masing, dan Sabbat bagi kaum Muslimin ialah hari Jum’at. Karena Surah ini nampaknya membahas secara khusus zaman Al-Masih Mau’ud a.s., maka panggilan kepada shalat Jum’at dapat juga berarti seruan nyaring yang dialamatkan kepada kaum Muslimin supaya mendengarkan amanat beliau, sebagaimana diperintahkan Allah Swt. untuk menjadi   Ansharullah (para penolong Allah – QS.61:15), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡۤا  اَنۡصَارَ اللّٰہِ کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ  مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ مَنۡ  اَنۡصَارِیۡۤ  اِلَی اللّٰہِ ؕ قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ  اَنۡصَارُ اللّٰہِ  فَاٰمَنَتۡ طَّآئِفَۃٌ  مِّنۡۢ  بَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ وَ کَفَرَتۡ طَّآئِفَۃٌ ۚ فَاَیَّدۡنَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا عَلٰی عَدُوِّہِمۡ  فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong Allah کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ  مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ  -- sebagaimana Isa ibnu Maryam berkata kepada  pengikut-pengikutnya,  مَنۡ  اَنۡصَارِیۡۤ  اِلَی اللّٰہِ -- Siapakah penolong-penolongku di jalan Allah?”  قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ  اَنۡصَارُ اللّٰہِ  -- Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong Allah.” Maka segolongan dari Bani Israil beriman sedangkan segolongan lagi kafir, فَاَیَّدۡنَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا عَلٰی عَدُوِّہِمۡ  فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ   -- kemudian Kami membantu orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka lalu mereka menjadi orang-orang yang menang  (Ash-Shaf [61]:15).
      Sebelum ayat tersebut pada ayat-ayat yang mendahuluinya Allah Swt.  berfirman mengenai nubuatan kejayaan Islam yang kedua kali melalui pengutusan Rasul Akhir Zaman, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿ ﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,  walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [61]:10).
   Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih Mau’ud a.s.), sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 18 Mei    2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar