بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 55
Berbagai
Keburukan Sifat Keledai & “Singa Allah” di Akhir Zaman dan Makna Seruan Menunaikan “Shalat Jum’ah”
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab
sebelumnya telah dibahas mengenai
orang-orang yang melayani tantangan
mubahalah (tanding doa) yang disampaikan oleh Pendiri Jemaat Muslim
Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s., pada
umumnya umurnya jauh lebih muda
serta kesehatan mereka jauh lebih prima daripada Pendiri Jemaat
Muslim Ahmadiyah, yang -- sesuai
sabda Nabi Besar Muhammad saw. bahwa Al-Masih
Mau’ud a.s. akan mengenakan dua kain
kuning -- artinya menyandang dua
macam penyakit yakni vertigo
dan diabetes.
Mengenai kedua macam penyakit yang sangat
mengganggu pekerjaan beliau yang memerlukan kerja-keras
serta konsentrasi pikiran yang penuh tersebut, beliau pernah memanjatkan doa agar mendapat kesembuhan, tetapi mendapat jawaban dari Allah Swt. yang artinya
bahwa, “Semua doa engkau yang lain
dikabulkan, kecuali
permintaan itu karena hal itu
merupakan tanda dari Al-Masih Mau’ud”
(Tadzkirah).
Berikut
firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai
perintah untuk melakukan mubahalah
(tanding doa), yang juga dilaksanakan oleh Pendiri Jemaat Muslim
Ahmadiyah:
اَلۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُنۡ مِّنَ
الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿﴾ فَمَنۡ حَآجَّکَ
فِیۡہِ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَکَ مِنَ الۡعِلۡمِ فَقُلۡ تَعَالَوۡا نَدۡعُ
اَبۡنَآءَنَا وَ اَبۡنَآءَکُمۡ وَ نِسَآءَنَا وَ نِسَآءَکُمۡ وَ اَنۡفُسَنَا
وَ اَنۡفُسَکُمۡ ۟ ثُمَّ نَبۡتَہِلۡ فَنَجۡعَلۡ لَّعۡنَتَ اللّٰہِ عَلَی
الۡکٰذِبِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّ ہٰذَا لَہُوَ
الۡقَصَصُ الۡحَقُّ ۚ وَ مَا مِنۡ
اِلٰہٍ اِلَّا اللّٰہُ ؕ وَ اِنَّ
اللّٰہَ لَہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا
فَاِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌۢ
بِالۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿٪﴾
Kebenaran ini dari Rabb (Tuhan) engkau maka
janganlah engkau termasuk orang-orang yang
ragu. فَمَنۡ حَآجَّکَ فِیۡہِ مِنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَکَ مِنَ الۡعِلۡمِ -- Tetapi barangsiapa
membantah engkau mengenainya setelah datang
kepada engkau ilmu, فَقُلۡ تَعَالَوۡا نَدۡعُ اَبۡنَآءَنَا وَ اَبۡنَآءَکُمۡ وَ نِسَآءَنَا
وَ نِسَآءَکُمۡ وَ اَنۡفُسَنَا وَ اَنۡفُسَکُم -- maka katakanlah: “Marilah kita panggil anak-anak laki-laki kami dan anak-anak laki-lakimu, dan perempuan-perempuan kami dan perempuan-perempuanmu, dan orang-orang kami dan orang-orang kamu, ثُمَّ نَبۡتَہِلۡ فَنَجۡعَلۡ لَّعۡنَتَ
اللّٰہِ عَلَی الۡکٰذِبِیۡنَ -- kemudian kita berdoa supaya laknat Allah menimpa orang-orang yang
berdusta.” Sesungguhnya ini
benar-benar kisah yang haq, dan sekali-kali tidak ada Tuhan yang
patut disembah kecuali Allah, dan sesungguhnya Allah,
Dia benar-benar Maha Perkasa,
Maha Bijaksana. فَاِنۡ تَوَلَّوۡا
فَاِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌۢ
بِالۡمُفۡسِدِیۡنَ -- Lalu jika
mereka berpaling maka ketahuilah
bahwa sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui orang-orang yang berbuat kerusakan. (Ali ‘Imran [62]:61-64).
Berbagai Karya Tulis “Khazanah Al-Quran” yang Luar Biasa
Pemberitahuan Tentang Kewafatan Dirinya Melalui Wahyu
Ilahi
Namun demikian, sekali pun Al-Masih Mau’ud a.s. menderita dua penyakit yang sangat membahayakan jiwa tersebut, tetapi beliau bukan
saja senantiasa unggul
dalam melakukan mubahalah (tanding doa) tersebut, bahkan beliau telah menulis lebih sekitar 86
buku yang berisi pembelaan beliau terhadap kesempurnaan Al-Quran dan kesucian nabi Besar Muhammad saw. yang tak
terbantahkan, disamping melakukan ceramah dan perdebatan secara langsung dengan pihak-pihak yang menentang pendakwaan beliau dan kesempurnaan Islam (Al-Quran) serta kesucian Nabi Besar Muhammad saw. yang tak terbantahkan.
Menghadapi kenyataan yang pahit tersebut, tidak ada cara lain yang dilakukan
oleh pihak para penentang Al-Masih Mau’ud
a.s. kecuali melontarkan berbagai fitnah
keji, di antaranya menyebarkan fitnah
bahwa Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah
tersebut meninggalnya di WC di
Lahore, padahal kenyataannya tidak
demikian, karena beliau wafat di tempat tidur setelah mengalami serangan diabetes kronis yang
menyebabkan beliau terpaksa sering pergi ke
kamar mandi.
Mengenai kewafatannya tersebut, sebelumnya Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah telah menulis dalam bukunya yang terakhir
yaitu Al-Washiyat, yang di dalamnya dimuat wahyu-wahyu
Ilahi yang beliau terima dari
Allah Swt. yang memberitahukan semakin mendekatnya
saat-saat kewafatan beliau dan akan terbentuknya silsilah Khilafat setelah beliau wafat, sebagaimana terjadi setelah wafatnya Nabi Besar Muhammad saw.
Karena itu sungguh sangat jahil dan zalim pihak-pihak yang menyebarkan fitnah dusta bahwa beliau wafat di WC. Pada dasarnya tuduhan dusta tersebut disebarkan guna
menutupi aib-aib mereka sendiri
karena tidak berdaya membantah kebenaran dalil-dalil pendakwaan
beliau sebagai Imam Mahdi a.s. dan Al-Masih
Mau’ud a.s., yang mendapat tugas dari Allah Swt. untuk menjadi pelopor mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali di Akhir Zaman ini tanpa kekerasan
mau pun paksaan, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ
رَسُوۡلَہٗ بِالۡہُدٰی وَ
دِیۡنِ الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ کَرِہَ
الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai (Ash-Shaf [61]:10).
Berbagai Keburukan Sifat Keledai
Kembali kepada pembahasan ayat-ayat
Surah Al-Jumu’ah mengenai golonga Ahli Kitab yang diumpamakan
sebagai “keledai pemikul buku-buku tebal” yang sekali pun begitu banyaknya nubuatan tentang kedatangan Nabi Besar Muhammad saw. yang terdapat
dalam Taurat dan Injil namun dengan berbagai alasan
yang batil mereka mendustakan pendakwaan beliau saw.
Selain terkenal sebagai “binatang yang
bodoh”, keledai pun terkenal pula
sebagai binatang yang penakut dan bersuara
buruk, berikut firman Allah Swt. mengenai sebagian nasihat yang disampaikan Nabi
Luqman a.s. kepada anaknya:
یٰبُنَیَّ اَقِمِ الصَّلٰوۃَ وَ اۡمُرۡ بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ انۡہَ عَنِ الۡمُنۡکَرِ وَ اصۡبِرۡ عَلٰی مَاۤ
اَصَابَکَ ؕ اِنَّ ذٰلِکَ مِنۡ
عَزۡمِ الۡاُمُوۡرِ ﴿ۚ﴾ وَ لَا تُصَعِّرۡ
خَدَّکَ لِلنَّاسِ وَ لَا تَمۡشِ فِی الۡاَرۡضِ مَرَحًا ؕ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ کُلَّ مُخۡتَالٍ فَخُوۡرٍ ﴿ۚ﴾ وَ اقۡصِدۡ فِیۡ
مَشۡیِکَ وَ اغۡضُضۡ مِنۡ صَوۡتِکَ ؕ اِنَّ اَنۡکَرَ
الۡاَصۡوَاتِ لَصَوۡتُ الۡحَمِیۡرِ ﴿٪﴾
“Wahai
anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah orang mengerjakan kebaikan dan
cegahlah orang berbuat kemungkaran,
dan bersabarlah atas apa yang menimpa
engkau. Sesungguhnya yang demikian
itu adalah dari perkara-perkara yang telah ditetapkan. وَ لَا تُصَعِّرۡ خَدَّکَ
لِلنَّاسِ وَ لَا تَمۡشِ فِی
الۡاَرۡضِ مَرَحًا -- “Dan janganlah
engkau memalingkan pipi engkau dari orang-orang
dengan angkuh, dan jangan
berjalan di bumi dengan sombong.
اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ کُلَّ مُخۡتَالٍ فَخُوۡرٍ -- Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang congkak dan sombong. وَ اقۡصِدۡ
فِیۡ مَشۡیِکَ وَ اغۡضُضۡ مِنۡ صَوۡتِکَ -- Dan berjalanlah engkau
dengan sederhana, dan rendahkanlah suara engkau engkau. اِنَّ
اَنۡکَرَ الۡاَصۡوَاتِ لَصَوۡتُ
الۡحَمِیۡرِ -- Sesungguhnya
yang paling tidak menyenangkan di
antara suara-suara adalah suara
keledai.” (Luqman [31]:18-20).
Ungkapan kalimat Sha’āra
khaddahu sehubungan dengan ayat “Dan
janganlah engkau memalingkan pipi engkau dari orang-orang dengan angkuh, dan jangan berjalan di bumi dengan sombong.
Sesungguhnya Allah tidak mencintai orang yang congkak dan sombong,”
berarti: ia memalingkan pipinya dari orang-orang, disebabkan oleh kesombongan atau kebencian (Lexicon Lane).
Di Akhir Zaman ini pun nasihat serta nubuatan yang terkandung dalam Surah Luqman tersebut kembali terulang, terutama dilakukan oleh
orang-orang dari kalangan umat beragama
-- terutama para pemuka agama -- yang
menganggap dirinya memiliki “kedudukan
khusus” yang berbeda dengan
orang-orang umum, sebagaimana pendakwaan golongan
Ahli Kitab seperti dikemukakan dalam
Bab sebelumnya, firman-Nya:
قُلۡ
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ ہَادُوۡۤا اِنۡ
زَعَمۡتُمۡ اَنَّکُمۡ اَوۡلِیَآءُ لِلّٰہِ
مِنۡ دُوۡنِ النَّاسِ فَتَمَنَّوُا
الۡمَوۡتَ اِنۡ کُنۡتُمۡ صٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَا
یَتَمَنَّوۡنَہٗۤ اَبَدًۢا بِمَا قَدَّمَتۡ اَیۡدِیۡہِمۡ ؕ وَ
اللّٰہُ عَلِیۡمٌۢ بِالظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اِنَّ الۡمَوۡتَ الَّذِیۡ تَفِرُّوۡنَ
مِنۡہُ فَاِنَّہٗ مُلٰقِیۡکُمۡ ثُمَّ
تُرَدُّوۡنَ اِلٰی عٰلِمِ الۡغَیۡبِ
وَ الشَّہَادَۃِ فَیُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ٪﴿﴾
Katakanlah: “Hai orang-orang Yahudi, jika kamu mengaku bahwasanya kamu sahabat Allah dengan menyampingkan
manusia lainnya maka inginkanlah kematian, jika kamu orang-orang benar. Tetapi mereka
tidak menginginkannya selama-lamanya karena apa yang telah diperbuat tangan mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang zalim. Katakanlah: “Sesungguhnya ke-matian yang kamu lari darinya maka sesungguhnya itu akan menemui kamu,
kemudian kamu akan dikembalikan kepada
Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nampak, lalu Dia akan
memberitahukan kepada kamu mengenai apa
yang telah kamu kerjakan. (Al-Jumu’ah [62]:7-9).
Sudah lazim
jika seseorang merasa dirinya memiliki kedudukan
khusus maka ketakaburannya akan muncul dalam berbagai keadaan, terlebih lagi
jika merasa ada orang atau pihak lain yang menasihatinya -- apalagi mengkritiknya – maka ia akan berkomentar
dengan suara keras penuh kemarahan
seperti “suara buruk keledai”, sebagaimana diisyaratkan
dalam nasihat Nabi Luqman a.s.: وَ اقۡصِدۡ
فِیۡ مَشۡیِکَ وَ اغۡضُضۡ مِنۡ صَوۡتِکَ -- Dan berjalanlah engkau
dengan sederhana, dan rendahkanlah suara engkau engkau. اِنَّ
اَنۡکَرَ الۡاَصۡوَاتِ لَصَوۡتُ
الۡحَمِیۡرِ -- sesungguhnya
yang paling tidak menyenangkan di
antara suara-suara adalah suara
keledai.” (Luqman [31]:20).
“Singa Allah” di Akhir Zaman &
Mengenal Nubuatan Seperti Mengenal Anak-anak Mereka Sendiri
Suara keledai akan semakin buruk
lagi kedengarannya jika dalam keadaan ketakutan karena merasa terancam,
sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya berikut ini berkenaan para penentang pendakwaan Nabi Besar Muhammad saw.:
فَمَا
لَہُمۡ عَنِ التَّذۡکِرَۃِ مُعۡرِضِیۡنَ
﴿ۙ﴾ کَاَنَّہُمۡ حُمُرٌ مُّسۡتَنۡفِرَۃٌ ﴿ۙ﴾ فَرَّتۡ مِنۡ قَسۡوَرَۃٍ ﴿ؕ﴾ بَلۡ یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ مِّنۡہُمۡ
اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً ﴿ۙ﴾ کَلَّا ؕ بَلۡ
لَّا یَخَافُوۡنَ الۡاٰخِرَۃَ ﴿ؕ﴾ کَلَّاۤ
اِنَّہٗ تَذۡکِرَۃٌ ﴿ۚ﴾ فَمَنۡ
شَآءَ ذَکَرَہٗ ﴿ؕ﴾ وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ
اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ ؕ
ہُوَ اَہۡلُ التَّقۡوٰی وَ اَہۡلُ الۡمَغۡفِرَۃِ ﴿٪﴾
Maka apakah yang terjadi dengan
mereka hingga mereka berpaling dari
peringatan, کَاَنَّہُمۡ حُمُرٌ مُّسۡتَنۡفِرَۃٌ -- seolah-olah mereka itu keledai-keledai yang ketakutan, فَرَّتۡ مِنۡ قَسۡوَرَۃٍ -- lari dari singa? Bahkan, setiap
orang dari mereka menghendaki supaya dia
diberi lembaran-lembaran terbuka. Sekali-kali tidak! Bahkan mereka tidak takut pada akhirat.
Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Al-Quran itu adalah peringatan, maka barangsiapa
menghendaki, hendaklah iamemperhatikannya. Dan mereka
tidak akan memperhatikan kecuali jika
Allah menghendaki.
Dia memberi ketakwaan dan Dia
memberi ampunan (Al-Muddatstsir [74]:50-57).
Nah
yang dimaksud dengan “keledai” dalam
ayat ini dapat mengisyaratkan kepada para pemuka
kaum musyrik Mekkah atau kepada para pemuka
golongan Ahli Kitab yakni orang-orang Yahudi, yang
salah satu alasan mengapa
mereka berada di wilayah Arab karena ada nubuatan
dalam Kitab suci mereka mengenai akan dibangkitkan-Nya seorang Rasul
Allah di tanah Arab.
Itulah sebabnya ketika di antara mereka ada memberitahukan kepada orang-orang
Islam mengenai kebenaran adanya nubuatan-nubuatan tentang Nabi besar Muhammad saw. dalam Taurat
dan Injil maka mereka telah dicela para pemuka lainnya
di kalangan mereka (QS.2:15 & 42-43; QS.3:76-78 & 82 & 120).
Atas
dasar kenyataan itulah Allah
Swt. telah menyatakan bahwa pengenalan
mereka mengenai adanya nubuatan-nubuatan
perpindahan qiblat dari Yerusalem ke Baitullah
di Mekkah -- dan nubuatan
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. di kalangan bangsa Arab sebagai misal
Nabi Musa a.s. (Ulangan 18:18) -- bagaikan
mengenali anak-anak mereka
sendiri, firman-Nya:
اَلَّذِیۡنَ
اٰتَیۡنٰہُمُ الۡکِتٰبَ یَعۡرِفُوۡنَہٗ کَمَا یَعۡرِفُوۡنَ اَبۡنَآءَہُمۡ ؕ وَ
اِنَّ فَرِیۡقًا مِّنۡہُمۡ لَیَکۡتُمُوۡنَ الۡحَقَّ وَ ہُمۡ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ؔ اَلۡحَقُّ
مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ ﴿﴾٪
Orang-orang
yang telah Kami beri kitab, mereka mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya, dan sesungguhnya segolongan dari mereka benar-benar menyembunyikan kebenaran padahal
mereka mengetahui. اَلۡحَقُّ مِنۡ رَّبِّکَ فَلَا تَکُوۡنَنَّ مِنَ الۡمُمۡتَرِیۡنَ -- Kebenaran
ini dari Rabb (Tuhan) engkau, maka
janganlah engkau termasuk orang-orang
yang ragu (Al-Baqarah [2]:147-148).
Kata ganti “nya” (atau dia) dalam ayat یَعۡرِفُوۡنَہٗ کَمَا یَعۡرِفُوۡنَ
اَبۡنَآءَہُمۡ -- “mereka
mengenalnya sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya,” dapat dianggap
menunjuk kepada perubahan kiblat atau
kepada Nabi Besar Muhammad saw... Anak kalimat itu berarti bahwa
para Ahlul Kitab mengetahui atas
dasar nubuatan-nubuatan yang terdapat
dalam Kitab-kitab suci mereka bahwa
seorang nabi Allah akan muncul di
tengah-tengah orang Arab yang akan
mempunyai hubungan istimewa dengan Ka’bah.
Dengan demikian jelaslah mengapa mereka dalam
Al-Quran telah diumpamakan sebagai keledai yang di punggungnya terdapat kitab-kitab
tebal (QS.62:6), namun demikian
mereka tetap bodoh dan penakut tetapi
suka bersuara ribut dengan suara-suara buruknya jika kepentingan duniawinya merasa terancam: فَمَا لَہُمۡ
عَنِ التَّذۡکِرَۃِ مُعۡرِضِیۡنَ -- maka apakah yang terjadi dengan mereka
hingga mereka berpaling dari peringatan,
کَاَنَّہُمۡ
حُمُرٌ مُّسۡتَنۡفِرَۃٌ -- seolah-olah
mereka itu keledai-keledai yang
ketakutan, فَرَّتۡ مِنۡ قَسۡوَرَۃٍ -- lari
dari singa? (Al-Muddatstsir [74]:50-52).
Tidak Ada Nubuatan yang Menggunakan Bahasa yang
Jelas
Mengenai “kebodohan” mereka itu selanjutnya diterangkan: بَلۡ
یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ مِّنۡہُمۡ اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً -- “bahkan, setiap orang dari mereka menghendaki
supaya dia diberi lembaran-lembaran
terbuka.” Yang diisyaratkan di sini
mungkin tuntutan orang-orang kafir
yang tidak pantas kepada Nabi Besar Muhammad saw. seperti disebut pada suatu
tempat dalam Al-Quran, bahwa mereka tidak
akan beriman kecuali bila beliau saw. akan membawa
turun dari langit sebuah kitab bagi mereka, yang mereka akan dapat membacanya
serta memahaminya dengan mudah (QS.17:94).
Mengenai hal tersebut, berikut ini berbagai
tuntutan yang mereka ada-adakan
terhadap Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
اَوۡ
تَکُوۡنَ لَکَ جَنَّۃٌ مِّنۡ نَّخِیۡلٍ
وَّ عِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الۡاَنۡہٰرَ خِلٰلَہَا تَفۡجِیۡرًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ تُسۡقِطَ السَّمَآءَ کَمَا زَعَمۡتَ عَلَیۡنَا
کِسَفًا اَوۡ تَاۡتِیَ بِاللّٰہِ وَ
الۡمَلٰٓئِکَۃِ قَبِیۡلًا ﴿ۙ﴾ اَوۡ یَکُوۡنَ
لَکَ بَیۡتٌ مِّنۡ زُخۡرُفٍ اَوۡ تَرۡقٰی فِی السَّمَآءِ ؕ وَ لَنۡ نُّؤۡمِنَ
لِرُقِیِّکَ حَتّٰی تُنَزِّلَ عَلَیۡنَا کِتٰبًا نَّقۡرَؤُہٗ ؕ قُلۡ سُبۡحَانَ
رَبِّیۡ ہَلۡ کُنۡتُ اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا ﴿٪﴾
Dan mereka
berkata: “Kami tidak akan pernah beriman
kepada engkau sebelum engkau memancarkan
dari bumi sebuah mata air untuk kami, atau engkau mempunyai kebun kurma dan anggur
lalu engkau mengalirkan sungai-sungai
yang deras alirannya di
tengah-tengahnya, atau engkau menjatuhkan kepingan-kepingan
langit atas kami sebagaimana telah engkau dakwakan, atau
engkau mendatangkan Allah dan para malaikat berhadap-hadapan. Atau engkau mempunyai
sebuah rumah dari emas, اَوۡ تَرۡقٰی فِی السَّمَآءِ -- atau engkau
naik ke langit, وَ لَنۡ نُّؤۡمِنَ لِرُقِیِّکَ حَتّٰی تُنَزِّلَ عَلَیۡنَا کِتٰبًا
نَّقۡرَؤُہٗ -- tetapi kami tidak akan pernah mempercayai kenaikan engkau ke langit hingga
engkau menurunkan kepada kami sebuah
kitab yang kami dapat membacanya.”
قُلۡ
سُبۡحَانَ رَبِّیۡ ہَلۡ کُنۡتُ اِلَّا بَشَرًا رَّسُوۡلًا -- Katakanlah: “Maha Suci Rabb-ku (Tuhan-ku), aku
tidak lain melainkan seorang manusia
sebagai seorang rasul.” (Bani
Israil [17]:91-94).
Ketika
orang-orang Mekkah terbungkam oleh
jawaban-jawaban Al-Quran mengenai
pertanyaan-pertanyaan dan keberatan-keberatan mereka -- termasuk pertanyaan tentang hakikat ruh
(QS.17: 86-90) -- mereka
berputar-balik dan menuntut kepada Nabi
Besar Muhammad saw., bahwa jika Al-Quran
meliputi segala macam ilmu maka
beliau saw. harus dapat memperlihatkan mukjizat-mukjizat
— misalnya membuat beberapa mata air
memancar keluar dari bumi, membuat kebun-kebun serta membangun rumah-rumah dari
emas bagi diri beliau saw. sendiri, dan sebagainya.
Pentingnya Manusia
Menyesuaikan Kehendaknya dengan Kehendak Allah Swt. & Makna Seruan
Melaksanakan Shalat Jum’at
Sebagai
jawaban terhadap tuntutan-tuntutan
mereka yang jauh dari kesopanan itu,
orang-orang kafir diberitahu, bahwa tuntutan-tuntutan
itu bertalian dengan Allah Swt. atau Nabi Besar Muhammad saw.. Tuntutan yang pertama adalah asal omong dan bunyi belaka, sebab Allah Swt.
di atas segala hal yang serampangan semacam
itu.
Adapun mengenai tuntutan-tuntutan
mereka yang bertalian dengan Nabi Besar
Muhammad saw., tuntutan-tuntutan itu bertentangan dengan kemampuan-kemampuan beliau saw. yang terbatas sebagai seorang
manusia dan tidak selaras dengan tugas
beliau saw. sebagai seorang rasul.
Menjawab atas berbagai tuntutan bodoh mereka itu: بَلۡ
یُرِیۡدُ کُلُّ امۡرِیًٔ مِّنۡہُمۡ اَنۡ یُّؤۡتٰی صُحُفًا مُّنَشَّرَۃً -- “bahkan, setiap orang dari mereka menghendaki
supaya dia diberi lembaran-lembaran
terbuka,” selanjutnya Allah Swt. berfirman:
کَلَّاۤ اِنَّہٗ تَذۡکِرَۃٌ ﴿ۚ﴾ فَمَنۡ
شَآءَ ذَکَرَہٗ ﴿ؕ﴾ وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ
اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ ؕ
ہُوَ اَہۡلُ التَّقۡوٰی وَ اَہۡلُ الۡمَغۡفِرَۃِ ﴿٪﴾
Sekali-kali tidak! Bahkan mereka tidak takut pada akhirat.
Sekali-kali tidak! Sesungguhnya Al-Quran itu adalah peringatan, maka barangsiapa
menghendaki, hendaklah ia
memperhatikannya. وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ اِلَّاۤ
اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ -- dan mereka tidak akan memperhatikan kecuali
jika Allah menghendaki. Dia
memberi ketakwaan dan Dia memberi
ampunan. (Al-Muddatstsir [74]:58-60).
Makna ayat
وَ مَا یَذۡکُرُوۡنَ
اِلَّاۤ اَنۡ یَّشَآءَ اللّٰہُ -- Dan mereka
tidak akan memperhatikan kecuali jika
Allah menghendaki,”
bahwa orang-orang kafir
tidak akan dapat mendapat faedah dari
Al-Quran kecuali bila mereka menyesuaikan kehendak
mereka dengan kehendak Ilahi,
yaitu kecuali bila mereka menundukkan
semua keinginan mereka kepada kehendak
Ilahi (QS.76:31), bukan sebaliknya.
Setelah mengemukakan perumpamaan
mengenai para pengemban Taurat seperti keledai
yang memikul buku-buku tebal di punggungnya
serta kecintaan mereka terhadap kehidupan
duniawi (QS.62-6-8), selanjutnya Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡۤا اِذَا نُوۡدِیَ لِلصَّلٰوۃِ مِنۡ یَّوۡمِ الۡجُمُعَۃِ فَاسۡعَوۡا اِلٰی ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ ذَرُوا
الۡبَیۡعَ ؕ ذٰلِکُمۡ خَیۡرٌ
لَّکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ
تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ فَاِذَا قُضِیَتِ الصَّلٰوۃُ فَانۡتَشِرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ وَ ابۡتَغُوۡا
مِنۡ فَضۡلِ اللّٰہِ وَ اذۡکُرُوا اللّٰہَ
کَثِیۡرًا لَّعَلَّکُمۡ
تُفۡلِحُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, apabila dipanggil untuk shalat pada hari
Jum’at maka bersegeralah
untuk mengingat Allah dan tinggalkanlah
jual-beli. Hal demikian adalah lebih baik bagi kamu, jika kamu mengetahui. Dan apabila shalat telah
selesai maka bertebaranlah
kamu di bumi dan carilah karunia
Allah, dan ingatlah
kepada Allah banyak-banyak supaya kamu
mendapat keberhasilan. (Al-Jumu’ah
[62]:10-11).
Perintah Menjadi Ansharullah
(Penolong Allah) Seperti Para Hawari (Pengikut) Nabi Isa Ibnu Maryam
a.s.
Di dalam ayat-ayat
sebelumnya disebut-sebut tentang orang-orang Yahudi, yang menolak
ajaran Nabi Besar Muhammad saw. dan
menodai Sabbat mereka, dan sebagai
akibatnya mereka ditimpa murka Ilahi (QS.2:66; QS.4:48 & 155; QS.7:164;
QS.16:125). Tetapi dalam ayat ini kaum Muslimin
diperintahkan agar luar biasa seksamanya dalam menunaikan shalat Jum’at yang wajib itu.
Tiap-tiap kaum mempunyai Sabbat masing-masing, dan Sabbat bagi kaum Muslimin ialah hari Jum’at. Karena Surah ini nampaknya
membahas secara khusus zaman Al-Masih Mau’ud a.s., maka panggilan kepada shalat Jum’at dapat juga berarti seruan nyaring yang dialamatkan kepada kaum Muslimin supaya mendengarkan amanat
beliau, sebagaimana diperintahkan
Allah Swt. untuk menjadi Ansharullah (para penolong Allah –
QS.61:15), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡۤا اَنۡصَارَ
اللّٰہِ کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ
مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ مَنۡ
اَنۡصَارِیۡۤ اِلَی اللّٰہِ ؕ
قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ
اللّٰہِ فَاٰمَنَتۡ طَّآئِفَۃٌ مِّنۡۢ
بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ وَ
کَفَرَتۡ طَّآئِفَۃٌ ۚ فَاَیَّدۡنَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا عَلٰی
عَدُوِّہِمۡ فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ ﴿٪﴾
Hai
orang-orang yang beriman, jadilah kamu
penolong-penolong Allah کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ -- sebagaimana Isa ibnu Maryam berkata kepada pengikut-pengikutnya,
مَنۡ
اَنۡصَارِیۡۤ اِلَی اللّٰہِ -- Siapakah penolong-penolongku
di jalan Allah?” قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ اللّٰہِ -- Pengikut-pengikut
yang setia itu berkata: “Kamilah
penolong-penolong Allah.” Maka segolongan
dari Bani Israil beriman sedangkan segolongan
lagi kafir, فَاَیَّدۡنَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا عَلٰی عَدُوِّہِمۡ
فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ -- kemudian Kami membantu orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka lalu mereka menjadi orang-orang yang
menang (Ash-Shaf [61]:15).
Sebelum ayat tersebut pada ayat-ayat yang
mendahuluinya Allah Swt. berfirman
mengenai nubuatan kejayaan Islam yang kedua kali melalui
pengutusan Rasul Akhir Zaman, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿ ﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama,
walaupun orang musyrik tidak menyukai. (Ash-Shaf [61]:10).
Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat
ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan
(Al-Masih Mau’ud a.s.), sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan
Islam di atas semua agama akan
menjadi kepastian.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 18 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar