Rabu, 27 Mei 2015

Alasan Izin Umat Islam Melakukan Perang & Sebagai "Umat yang Terbaik" Umat Islam Wajib Menjadi Pengayom" "Kebebasan Beragama" di Muka Bumi




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 61

Alasan Izin Umat Islam Melakukan Perang  & Sebagai “Umat yang Terbaik” Umat Islam Wajib Menjadi Pengayom “Kebebasan Beragama”  di Muka Bumi
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai surat da’wah Islam Nabi Besar Muhammad saw. kepada Kaisar Romawi, Hiraclius,  yang disebut oleh Bukhari dan ahli-ahli hadist lainnya, dan beberapa kepala pemerintahan lain — Muqauqis, raja muda Mesir itu satu dari antara mereka — disusun dengan kata-kata dari ayat ini dan mengajak mereka untuk menerima Islam, akhir-akhir ini telah ditemukan dan ternyata mengandung kata-kata yang persis dikutip oleh Bukhari (The Review of  Religions. jilid V, no. 8). Hal itu mengandung bukti kuat mengenai keotentikan Bukhari dan pula kita-kitab hadits lainnya yang telah diakui. 
      Karena tujuan  utama da’wah Islam adalah  untuk mengajak para pengikut agama-agama selain Islam kepada ajaran utama para Rasul Allah yang mengajarkan (membawa) agama-agama tersebut, karena itu   ajaran Islam – sebagaimana yang disunnahkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.  --  tidak pernah melakukan pemaksaan atau pun tindak kekerasan dalam menyampaikan da’wah Islam  kepada pihak lain yang dida’wahi (QS.2:257;  QS.10:100;  QS.11:119; QS.18:30;  QS.76:4),  mengenai hal tersebut  berikut adalah firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اِنۡ  اَحَدٌ مِّنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ اسۡتَجَارَکَ فَاَجِرۡہُ حَتّٰی یَسۡمَعَ کَلٰمَ اللّٰہِ ثُمَّ اَبۡلِغۡہُ مَاۡمَنَہٗ ؕ ذٰلِکَ بِاَنَّہُمۡ قَوۡمٌ لَّا یَعۡلَمُوۡنَ ٪﴿﴾
Dan jika salah seorang di antara orang-orang musyrik meminta perlindungan kepada engkau, berilah dia perlindungan  hingga dia dapat mendengar firman Allah, kemudian bila tidak cenderung untuk beriman  sampaikanlah dia ke tempatnya yang aman, hal itu karena mereka kaum yang tidak mengetahui  (At-Taubah [9]:6). 
        Ayat ini dengan jelas membuktikan kenyataan bahwa perang terhadap kaum musyrik dilancarkan, bukan dengan tujuan memaksa mereka memeluk Islam, sebab  menurut ayat itu, bahkan di masa berlakunya keadaan perang pun, orang-orang musyrik diizinkan datang ke perkemahan atau markas orang-orang Islam, jika mereka ingin menyelidiki kebenaran.
       Kemudian, setelah kebenaran itu diajarkan kepada mereka dan mereka telah mengenal ajaran Islam, mereka harus diantarkan ke tempat keamanan mereka, seandainya mereka tidak merasa cenderung untuk memeluk Islam. Di hadapan ajaran-ajaran yang begitu jelas, sangatlah tidak adil  melancarkan tuduhan bahwa Islam tidak toleran atau mempergunakan kekerasan atau membiarkan — seolah-olah tidak melihat  kekerasan dipakai sebagai alat da’wahnya.
        Itulah sebabnya jika dalam melakukan dialog  yang damai antara kedua belah pihak telah dilakukan tetapi pihak lawan  bicara  -- sekali pun berbagai dalil tak terbantahkan telah dikemukakan kepada mereka – namun  mereka tetap berpegang pada kepercayaan mereka yang bathil, maka langkah selanjutnya yang diperintahkan Allah Swt. bukanlah melakukan pemaksaan atau tindak kekerasan, melainkan mengajak mereka untuk melakukan mubahalah (tanding doa) untuk meminta keputusan Allah Swt., firman-Nya:

Alasan  Nabi Besar Muhammad saw. dan Umat Islam Melakukan Perang Terhadap Orang-orang Musyrik

       Selanjutnya Allah Swt. menjelaskan  latar belakang mengapa  Nabi Besar Muhammad saw. dan umat Islam di masa awal melakukan perang terhadap kaum musyrik serta golongan Ahli Kitab, sesuai dengan izin dan tujuan melakukan perang (QS.22:40-41), firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ  اللّٰہَ  عَلٰی  نَصۡرِہِمۡ  لَقَدِیۡرُۨ  ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi,  dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka.   Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq  hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah.” Dan seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan mas-jid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama  Allah,    dan  Allah pasti akan menolong siapa yang me-nolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.  (Al-Hajj [22]:40-41).
        Dengan ayat ini mulai diperkenalkan masalah jihad. Masalah kurban merupakan pendahuluan yang tepat bagi pokok yang sangat penting ini. Sebelum umat Islam diberi izin untuk mengadakan perang membela diri, mereka diberi pengertian mengenai pentingnya pengurbanan. (QS.22:35-39).
       Ayat ini menerangkan dengan sangat jelas tentang pandangan Islam mengenai jihad. Sebagaimana ayat ini menunjukkan  bahwa jihad  adalah berperang untuk membela kebenaran. Tetapi di mana Islam tidak mengizinkan perang agresi macam apa pun  maka perang yang diadakan untuk membela kehormatan sendiri, negara, atau agama itu, dianggap suatu amal shalih yang amat tinggi nilainya.
         Manusia merupakan hasil karya Allah Swt.  yang paling mulia. Ia adalah puncak ciptaan-Nya, tujuan dan maksud-Nya. Ia adalah khalifah Allah di bumi dan raja seluruh makhluk-Nya (QS.2:31). Inilah pandangan Islam mengenai kemuliaan manusia di alam raya ini. Oleh sebab itu wajar sekali  bahwa agama yang telah mengangkat manusia ke taraf yang begitu tinggi harus pula menempatkan jiwa manusia pada kedudukan yang sangat penting dan suci.
         Menurut Al-Quran, dari segala sesuatu manusialah yang paling mulia dan tidak boleh diganggu. Merenggut nyawanya merupakan perkosaan, kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat langka, dan Al-Quran telah menyebutkan secara khusus (QS.5:33; QS.17:34).

Kebebasan Menyatakan “Kata Hati

         Tetapi menurut Islam, kebebasan menyatakan kata hati merupakan hal yang tidak kurang pentingnya. Hal ini merupakan pusaka manusia yang paling berharga — mungkin lebih berharga daripada jiwa manusia sendiri. Al-Quran yang telah memberi kedudukan yang semulia-mulianya kepada kehidupan manusia, tidak mungkin tidak mengakui, dan menyatakan bahwa kesucian dan haknya yang tidak boleh diganggu  sebagai hak asasi yang paling berharga. Untuk membela milik mereka yang paling berharga itulah, orang-orang Muslim telah diberi izin untuk mengangkat senjata (perang membela diri).
         Menurut kesepakatan di antara para ulama    Surah Al-Hajj ayat 40  inilah yang merupakan ayat pertama, yang memberi izin kepada orang-orang Muslim untuk mengangkat senjata guna membela diri. Ayat ini menetapkan asas-asas yang menurut itu orang-orang Muslim boleh mengadakan perang untuk membela diri, dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya mengemukakan alasan-alasan yang membawa orang-orang Islam yang amat sedikit jumlahnya itu — tanpa persenjataan dan alat-alat duniawi lainnya — untuk berperang membela diri.
        Hal itu mereka lakukan sesudah mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan selama bertahun-tahun di Mekkah oeh kezaliman orang-orang musyrik Mekkah pimpinan Abu Jahal dan kawan-kawannya, dan sesudah mereka dikejar-kejar sampai ke Medinah dengan kebencian yang tidak ada reda-redanya dan di sini pun mereka diusik dan diganggu juga. Alasan pertama yang dikemukakan dalam ayat ini  yaitu bahwa mereka diperlakukan secara zalim.
           Ayat  الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ  -- “Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq  hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah    memberi alasan kedua, yaitu bahwa orang-orang Islam telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang adil dan sah, satu-satunya “kesalahan mereka” ialah hanya karena mereka beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana yang diajarkan Nabi Besar Muhammad saw..
          Bertahun-tahun lamanya orang-orang Muslim ditindas di Mekkah, kemudian mereka diusir dari sana dan tidak pula dibiarkan hidup dengan aman di tempat pembuangan mereka di Medinah. Islam diancam dengan kemusnahan total oleh suatu serangan gabungan suku-suku Arab di sekitar Medinah (Al-Ahzab), yang terhadapnya orang Quraisy mempunyai pengaruh yang besar, mengingat kedudukan mereka sebagai penjaga Ka’bah. Kota Medinah sendiri menjadi sarang kekacauan dan pengkhianatan. Orang-orang Yahudi dan orang-orang munafik Madinah  bersatu-padu bersama-sama memusuhi Nabi Besar Muhammad saw.  dann umat Islam.

Menegakkan Kebebasan Beragama  

      Kesulitan Nabi Besar Muhammad saw. bukan berkurang, bahkan makin bertambah juga dengan hijrah itu. Di tengah-tengah keadaan yang amat tidak menguntungkan itulah orang-orang Muslim terpaksa mengangkat senjata untuk menyelamatkan diri mereka, agama mereka, dan wujud Nabi Bessar Muhammad saw.   dari kemusnahan.
        Jika ada suatu kaum yang pernah mempunyai alasan yang sah untuk berperang, maka kaum itu adalah Nabi Besar Muhammad saw.  dan para sahabat beliau saw., namun para kritiskus non-Muslim yang tidak mau mempergunakan akal telah menuduh, bahwa beliau saw. melancarkan peperangan agresi untuk memaksakan agama beliau saw. kepada orang-orang yang tidak menghendakinya.
  Sesudah memberikan alasan-alasan mengapa orang-orang Islam terpaksa mengangkat senjata, ayat selanjutnya mengemukakan tujuan dan maksud pepe-rangan yang dilancarkan oleh umat Islam. Tujuannya sekali-kali bukan untuk merampas hak orang-orang lain atas rumah dan milik mereka, atau merampas kemerdekaan mereka serta memaksa mereka tunduk kepada kekuasaan asing, atau untuk menjajagi pasar-pasar yang baru atau memperoleh tanah-tanah jajahan baru, seperti telah diusahakan oleh kekuasaan negara-negara kuat dari barat, melainkan:
وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
 Dan seandainya Allah tidak menangkis   sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama  Allah,    dan  Allah pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.  (Al-Hajj [22]:41).
        Yang dimaksudkan ialah mengadakan perang semata-mata untuk membela diri dan untuk menyelamatkan Islam dari kemusnahan, dan untuk menegakkan kebebasan berpikir; begitu juga untuk membela tempat-tempat peribadatan yang dimiliki oleh agama-agama lain — gereja-gereja, rumah-rumah peribadatan Yahudi, kuil-kuil, biara-biara, dan sebagainya (QS.2:194; QS.2:257; QS.8:40 dan QS.8:73).
        Jadi tujuan pertama dan terutama dari perang-perang yang dilancarkan oleh Islam di masa yang lampau, dan selamanya di masa yang akan datang pun ialah, menegakkan kebebasan beragama dan beribadah serta berperang membela negeri, kehormatan, dan kemerdekaan terhadap serangan tanpa dihasut. Apakah ada alasan untuk berperang yang lebih baik daripada ini?

Umat Islam Sebagai “Pengayom Umat Manusia

        Selanjutnya Allah Swt.  berfirman  apabila umat Islam kemudian menjadi pewaris kedaulatan mengganti umat (kaum) sebelumnya yang mendustakan dan menzalimi mereka:
 اَلَّذِیۡنَ  اِنۡ مَّکَّنّٰہُمۡ  فِی الۡاَرۡضِ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ وَ اَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ  نَہَوۡا عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لِلّٰہِ  عَاقِبَۃُ  الۡاُمُوۡرِ ﴿﴾
Orang-orang yang jika Kami meneguhkannya di bumi mereka mendirikan shalat, membayar zakat,  menyuruh berbuat kebaikan dan melarang dari keburukan. Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Al-Hājj [22]:42).  
       Ayat ini mengandung perintah bagi orang-orang Muslim, bahwa  mana-kala mereka memperoleh kekuasaan, maka mereka tidak boleh mempergunakannya untuk kemajuan bagi kepentingan diri mereka sendiri, melainkan harus digunakan untuk memperbaiki nasib orang-orang miskin dan orang-orang tertindas dan untuk menegakkan keamanan dan keselamatan di daerah-daerah kekuasaan mereka, dan bahwa mereka harus menghargai dan melindungi tempat-tempat peribadatan semua umat beragama, sesuai dengan kedudukan mulia mereka sebagai “umat terbaik” (QS.2:144; QS.3:111).
        Jadi, itulah alasan mengapa   umat Islam di zaman awal    -- setelah mengalami penderitaan di tangan orang-orang musyrik Mekkah selama 13 tahun  -- kemudian terpaksa berperang membela diri.  Mengapa perang terpaksa dilakukan oleh Nabi Besar Muhammad saw.? Mengenai hal tersebut Allah Swt. berfirman:
کَیۡفَ یَکُوۡنُ لِلۡمُشۡرِکِیۡنَ عَہۡدٌ عِنۡدَ اللّٰہِ  وَ عِنۡدَ رَسُوۡلِہٖۤ  اِلَّا الَّذِیۡنَ عٰہَدۡتُّمۡ  عِنۡدَ  الۡمَسۡجِدِ  الۡحَرَامِ ۚ فَمَا اسۡتَقَامُوۡا لَکُمۡ فَاسۡتَقِیۡمُوۡا لَہُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  یُحِبُّ  الۡمُتَّقِیۡنَ ﴿﴾  کَیۡفَ وَ  اِنۡ  یَّظۡہَرُوۡا عَلَیۡکُمۡ  لَا یَرۡقُبُوۡا فِیۡکُمۡ  اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً  ؕ یُرۡضُوۡنَکُمۡ  بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ تَاۡبٰی  قُلُوۡبُہُمۡ ۚ وَ اَکۡثَرُہُمۡ  فٰسِقُوۡنَ ۚ﴿﴾
Bagaimana mungkin bagi orang-orang musyrik  ada perjanjian dengan Allah dan dengan Rasul-Nya,  kecuali orang-orang yang kamu telah mengadakan perjanjian dengan mereka di dekat Masjidil Haram? فَمَا اسۡتَقَامُوۡا لَکُمۡ فَاسۡتَقِیۡمُوۡا لَہُمۡ    -- Lalu  selama mereka berpegang teguh dalam perjanjian dengan kamu  maka berpegang teguh pulalah  kamu terhadap mereka, اِنَّ اللّٰہَ  یُحِبُّ  الۡمُتَّقِیۡنَ --  sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. کَیۡفَ وَ  اِنۡ  یَّظۡہَرُوۡا عَلَیۡکُمۡ  لَا یَرۡقُبُوۡا فِیۡکُمۡ  اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً    -- Bagaimana mungkin, padahal jika mereka unggul  atas kamu,   mereka  tidak akan menghiraukan tali kekeluargaan  dan tidak pula perjanjian. یُرۡضُوۡنَکُمۡ  بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ تَاۡبٰی  قُلُوۡبُہُمۡ   -- Mereka membuat kamu senang hanya dengan mulut mereka, se-dangkan hati mereka menolak, وَ اَکۡثَرُہُمۡ  فٰسِقُوۡنَ  --  dan kebanyakan mereka orang-orang fasik (durhaka)  (At-Taubah [9]:7-8).
      Ayat ini menunjukkan bahwa perang diizinkan hanya terhadap orang-orang bukan-Islam yang telah berulang-ulang melanggar perjanjian yang amat serius dan telah menyerang orang-orang Islam dengan khianat. Adapun terhadap yang lain, orang-orang Islam disuruh supaya memenuhi perjanjian dengan mereka secara cermat dan jujur.

Mengkhianati Perjanjian  dengan Allah Swt. dan Rasul-Nya

        Seperti dikimukakan dalam QS.9:4, ayat ini pun menyatakan bahwa memenuhi persetujuan-persetujuan dan perjanjian-perjanjian merupakan amal takwa yang diridhai Allah Swt..  Al-Quran berkali-kali menekankan kepada orang-orang Islam dengan tegas, supaya setia terhadap perjanjian-perjanjian mereka.
        Kata illa berarti: hubungan atau keakraban yang bertalian dengan kekeluargaan; asal-usul yang baik; persetujuan atau perjanjian; janji atau jaminan keselamatan atau keamanan (Lexicon Lane dan Al-Mufradat).
       Dzimmah berarti: kesepakatan; perjanjian; persetujuan; ikatan; kewajiban atau pertanggungjawaban; hak atau kewajiban, yang pengabaian terhadapnya patut dicela (Lexicon Lane). Sebutan Ahlul Dzimmah dipergunakan untuk kaum bukan-Islam yang dengan mereka Negara Islam telah mengadakan perjanjian, mereka membayar uang jizyah, dan sebagai imbalannya Negara Islam bertanggung jawab atas keselamatan dan kebebasan mereka (Lexicon Lane).
        Ayat ini lebih menjelaskan lagi bahwa perintah untuk mengadakan perang hanya berlaku terhadap orang-orang kafir yang bukan saja menjadi pihak yang memulai  membuka permusuhan terhadap Islam, tetapi juga yang mengkhianati dan sedikit pun tidak menghargai ikatan-ikatan persaudaraan atau kesepakatan-kesepakatan dan perjanjian-perjanjian, sebagaimana firman-Nya sebelum ini:
وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Dan seandainya Allah tidak menangkis   sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama  Allah,  dan  Allah pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa.  (Al-Hajj [22]:41).
       Dalam firman Allah Swt. selanjutnya bahwa pengkhianatan yang mereka lakukan tersebut bahkan terhadap perjanjian-perjanjian dengan Allah Swt. (QS.2:84-87; QS.3:82-83), karena itu terlebih lagi terhadap perjanjian dengan  umat Islam mereka tidak akan benar-benar memenuhinya, firman-Nya:
اِشۡتَرَوۡا بِاٰیٰتِ اللّٰہِ ثَمَنًا قَلِیۡلًا فَصَدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِہٖ ؕ اِنَّہُمۡ سَآءَ مَا کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ لَا یَرۡقُبُوۡنَ فِیۡ مُؤۡمِنٍ اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً ؕ وَ اُولٰٓئِکَ  ہُمُ  الۡمُعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Mereka menjual Ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi orang-orang dari jalan-Nya, sesungguhnya sangat buruk  apa yang senantiasa mereka kerjakan. Mereka tidak memelihara ikatan kekeluargaan terhadap orang beriman  dan tidak pula perjanjian, dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (At-Taubah [9]:9-10).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 24  Mei    2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar