بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 61
Alasan Izin
Umat Islam Melakukan Perang & Sebagai “Umat yang Terbaik” Umat Islam Wajib
Menjadi Pengayom “Kebebasan Beragama” di Muka Bumi
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai surat da’wah Islam
Nabi Besar Muhammad saw. kepada Kaisar Romawi, Hiraclius, yang disebut oleh
Bukhari dan ahli-ahli hadist lainnya, dan beberapa kepala pemerintahan lain — Muqauqis, raja muda Mesir itu satu dari
antara mereka — disusun dengan kata-kata dari ayat ini dan mengajak mereka
untuk menerima Islam, akhir-akhir ini
telah ditemukan dan ternyata mengandung kata-kata yang persis dikutip oleh Bukhari (The Review of Religions.
jilid V, no. 8). Hal itu mengandung bukti kuat mengenai keotentikan Bukhari dan pula kita-kitab hadits lainnya yang telah
diakui.
Karena
tujuan utama da’wah Islam adalah untuk mengajak para pengikut agama-agama selain Islam kepada ajaran utama
para Rasul Allah yang mengajarkan
(membawa) agama-agama tersebut, karena itu
ajaran Islam – sebagaimana
yang disunnahkan oleh Nabi Besar
Muhammad saw. -- tidak pernah melakukan pemaksaan atau pun tindak
kekerasan dalam menyampaikan da’wah
Islam kepada pihak lain yang dida’wahi (QS.2:257; QS.10:100;
QS.11:119; QS.18:30;
QS.76:4), mengenai hal
tersebut berikut adalah firman-Nya
kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اِنۡ اَحَدٌ مِّنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ
اسۡتَجَارَکَ فَاَجِرۡہُ حَتّٰی یَسۡمَعَ کَلٰمَ اللّٰہِ
ثُمَّ اَبۡلِغۡہُ مَاۡمَنَہٗ ؕ ذٰلِکَ بِاَنَّہُمۡ
قَوۡمٌ لَّا یَعۡلَمُوۡنَ ٪﴿﴾
Dan jika salah seorang di antara orang-orang musyrik
meminta perlindungan kepada engkau, berilah dia perlindungan hingga dia
dapat mendengar firman Allah, kemudian bila tidak cenderung untuk
beriman sampaikanlah dia ke tempatnya yang aman, hal itu karena mereka kaum yang tidak mengetahui
(At-Taubah [9]:6).
Ayat ini dengan jelas membuktikan
kenyataan bahwa perang terhadap kaum musyrik dilancarkan, bukan dengan tujuan memaksa mereka memeluk Islam, sebab menurut ayat itu, bahkan di masa berlakunya keadaan perang pun,
orang-orang musyrik diizinkan datang
ke perkemahan atau markas orang-orang Islam, jika mereka
ingin menyelidiki kebenaran.
Kemudian, setelah kebenaran
itu diajarkan kepada mereka dan mereka telah mengenal ajaran Islam, mereka harus diantarkan ke tempat keamanan mereka, seandainya
mereka tidak merasa cenderung untuk memeluk Islam. Di hadapan ajaran-ajaran yang begitu jelas,
sangatlah tidak adil melancarkan tuduhan bahwa Islam tidak
toleran atau mempergunakan kekerasan
atau membiarkan — seolah-olah tidak melihat
— kekerasan dipakai sebagai
alat da’wahnya.
Itulah sebabnya jika dalam melakukan
dialog yang damai antara kedua belah
pihak telah dilakukan tetapi pihak lawan
bicara -- sekali pun berbagai dalil tak terbantahkan telah dikemukakan
kepada mereka – namun mereka tetap
berpegang pada kepercayaan mereka yang bathil, maka langkah selanjutnya yang
diperintahkan Allah Swt. bukanlah melakukan pemaksaan
atau tindak kekerasan, melainkan
mengajak mereka untuk melakukan mubahalah
(tanding doa) untuk meminta keputusan Allah Swt., firman-Nya:
Alasan Nabi Besar Muhammad
saw. dan Umat Islam Melakukan Perang
Terhadap Orang-orang Musyrik
Selanjutnya Allah Swt.
menjelaskan latar belakang mengapa Nabi
Besar Muhammad saw. dan umat Islam di masa awal melakukan perang terhadap kaum musyrik
serta golongan Ahli Kitab, sesuai
dengan izin dan tujuan melakukan
perang (QS.22:40-41), firman-Nya:
اُذِنَ
لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا
مِنۡ دِیَارِہِمۡ بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ
اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ
بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ
یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ
یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka. Yaitu
orang-orang yang telah diusir dari
rumah-rumah mereka tanpa haq hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah.” Dan seandainya Allah tidak menangkis sebagian
manusia oleh sebagian yang lain
niscaya akan hancur biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah
ibadah, dan mas-jid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, dan
Allah pasti akan menolong siapa
yang me-nolong-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hajj [22]:40-41).
Dengan
ayat ini mulai diperkenalkan masalah jihad. Masalah kurban merupakan pendahuluan yang tepat bagi pokok yang sangat
penting ini. Sebelum umat Islam diberi
izin untuk mengadakan perang membela
diri, mereka diberi pengertian mengenai pentingnya pengurbanan. (QS.22:35-39).
Ayat ini menerangkan dengan
sangat jelas tentang pandangan Islam mengenai jihad. Sebagaimana ayat
ini menunjukkan bahwa jihad adalah berperang
untuk membela kebenaran. Tetapi di mana Islam tidak mengizinkan perang agresi macam apa pun maka perang
yang diadakan untuk membela kehormatan
sendiri, negara, atau agama itu, dianggap suatu amal shalih yang amat tinggi nilainya.
Manusia merupakan hasil karya Allah Swt. yang paling mulia. Ia adalah puncak ciptaan-Nya, tujuan dan maksud-Nya. Ia adalah khalifah
Allah di bumi dan raja seluruh
makhluk-Nya (QS.2:31). Inilah pandangan Islam mengenai kemuliaan manusia di alam raya ini. Oleh sebab itu wajar
sekali bahwa agama yang telah mengangkat
manusia ke taraf yang begitu tinggi harus pula menempatkan jiwa manusia pada kedudukan yang sangat penting dan suci.
Menurut Al-Quran, dari segala sesuatu manusialah
yang paling mulia dan tidak boleh diganggu. Merenggut nyawanya merupakan perkosaan,
kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat
langka, dan Al-Quran telah menyebutkan secara khusus (QS.5:33; QS.17:34).
Kebebasan Menyatakan “Kata
Hati”
Tetapi menurut Islam, kebebasan
menyatakan kata hati merupakan hal yang tidak kurang pentingnya. Hal ini
merupakan pusaka manusia yang paling berharga — mungkin lebih berharga daripada jiwa
manusia sendiri. Al-Quran yang telah memberi kedudukan yang
semulia-mulianya kepada kehidupan manusia,
tidak mungkin tidak mengakui, dan menyatakan bahwa kesucian dan haknya yang tidak boleh diganggu sebagai hak
asasi yang paling berharga. Untuk membela
milik mereka yang paling berharga
itulah, orang-orang Muslim telah diberi izin untuk mengangkat senjata (perang membela diri).
Menurut
kesepakatan di antara para ulama Surah Al-Hajj
ayat 40 inilah yang merupakan ayat
pertama, yang memberi izin kepada
orang-orang Muslim untuk mengangkat senjata guna membela diri. Ayat ini menetapkan asas-asas yang menurut itu orang-orang Muslim boleh mengadakan perang untuk membela diri, dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya
mengemukakan alasan-alasan yang
membawa orang-orang Islam yang amat sedikit jumlahnya itu — tanpa persenjataan
dan alat-alat duniawi lainnya — untuk berperang
membela diri.
Hal itu mereka lakukan sesudah mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan
selama bertahun-tahun di Mekkah oeh kezaliman
orang-orang musyrik Mekkah pimpinan Abu
Jahal dan kawan-kawannya, dan sesudah mereka dikejar-kejar sampai ke Medinah dengan kebencian yang tidak ada reda-redanya dan di sini pun mereka diusik dan diganggu juga. Alasan pertama yang dikemukakan dalam ayat ini yaitu bahwa mereka diperlakukan secara zalim.
Ayat الَّذِیۡنَ
اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ
بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ -- “Yaitu orang-orang yang telah diusir dari
rumah-rumah mereka tanpa haq hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah” memberi alasan
kedua, yaitu bahwa orang-orang Islam telah diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang adil dan sah, satu-satunya “kesalahan mereka”
ialah hanya karena mereka beriman kepada
Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana yang diajarkan Nabi Besar Muhammad saw..
Bertahun-tahun lamanya
orang-orang Muslim ditindas di
Mekkah, kemudian mereka diusir dari sana dan tidak pula dibiarkan hidup dengan
aman di tempat pembuangan mereka di Medinah. Islam diancam dengan kemusnahan total oleh suatu serangan
gabungan suku-suku Arab di sekitar Medinah (Al-Ahzab),
yang terhadapnya orang Quraisy
mempunyai pengaruh yang besar, mengingat kedudukan mereka sebagai penjaga Ka’bah. Kota Medinah sendiri
menjadi sarang kekacauan dan pengkhianatan. Orang-orang Yahudi dan
orang-orang munafik Madinah bersatu-padu bersama-sama memusuhi Nabi
Besar Muhammad saw. dann umat Islam.
Menegakkan Kebebasan
Beragama
Kesulitan Nabi Besar Muhammad
saw. bukan berkurang, bahkan makin bertambah juga dengan hijrah itu. Di tengah-tengah keadaan yang amat tidak menguntungkan itulah orang-orang Muslim terpaksa mengangkat
senjata untuk menyelamatkan diri
mereka, agama mereka, dan wujud Nabi Bessar Muhammad saw. dari kemusnahan.
Jika ada suatu kaum yang pernah mempunyai alasan
yang sah untuk berperang, maka kaum itu adalah Nabi Besar Muhammad saw.
dan para sahabat beliau saw.,
namun para kritiskus non-Muslim yang
tidak mau mempergunakan akal telah menuduh, bahwa beliau saw. melancarkan peperangan agresi untuk memaksakan agama beliau saw. kepada
orang-orang yang tidak menghendakinya.
Sesudah
memberikan alasan-alasan mengapa orang-orang Islam terpaksa mengangkat senjata, ayat selanjutnya mengemukakan
tujuan dan maksud pepe-rangan yang dilancarkan oleh umat Islam. Tujuannya sekali-kali bukan untuk merampas hak orang-orang lain atas rumah dan milik mereka, atau merampas
kemerdekaan mereka serta memaksa
mereka tunduk kepada kekuasaan asing,
atau untuk menjajagi pasar-pasar yang
baru atau memperoleh tanah-tanah
jajahan baru, seperti telah diusahakan oleh kekuasaan negara-negara kuat dari barat, melainkan:
وَ لَوۡ لَا
دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ
وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ
لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Dan seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur
biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang
di dalamnya banyak disebut nama Allah,
dan
Allah pasti akan menolong siapa
yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hajj [22]:41).
Yang dimaksudkan ialah mengadakan perang semata-mata untuk membela diri dan untuk menyelamatkan Islam dari kemusnahan, dan
untuk menegakkan kebebasan berpikir;
begitu juga untuk membela tempat-tempat
peribadatan yang dimiliki oleh agama-agama
lain — gereja-gereja, rumah-rumah peribadatan Yahudi, kuil-kuil, biara-biara,
dan sebagainya (QS.2:194; QS.2:257; QS.8:40 dan QS.8:73).
Jadi tujuan pertama dan terutama dari perang-perang yang dilancarkan oleh Islam di masa yang lampau, dan selamanya di masa yang akan datang
pun ialah, menegakkan kebebasan beragama
dan beribadah serta berperang membela negeri, kehormatan, dan kemerdekaan terhadap serangan
tanpa dihasut. Apakah ada alasan
untuk berperang yang lebih baik
daripada ini?
Umat Islam Sebagai “Pengayom
Umat Manusia”
Selanjutnya Allah Swt.
berfirman apabila umat Islam kemudian menjadi pewaris kedaulatan mengganti umat (kaum)
sebelumnya yang mendustakan dan menzalimi mereka:
اَلَّذِیۡنَ
اِنۡ مَّکَّنّٰہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ
اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ وَ اَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ نَہَوۡا عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لِلّٰہِ عَاقِبَۃُ
الۡاُمُوۡرِ ﴿﴾
Orang-orang
yang jika Kami meneguhkannya di bumi
mereka mendirikan shalat, membayar zakat, menyuruh
berbuat kebaikan dan melarang dari keburukan. Dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan.
(Al-Hājj
[22]:42).
Ayat
ini mengandung perintah bagi
orang-orang Muslim, bahwa mana-kala mereka memperoleh kekuasaan, maka mereka tidak boleh
mempergunakannya untuk kemajuan bagi kepentingan diri mereka sendiri,
melainkan harus digunakan untuk memperbaiki
nasib orang-orang miskin dan orang-orang
tertindas dan untuk menegakkan
keamanan dan keselamatan di
daerah-daerah kekuasaan mereka, dan
bahwa mereka harus menghargai dan melindungi tempat-tempat peribadatan
semua umat beragama, sesuai dengan kedudukan
mulia mereka sebagai “umat terbaik”
(QS.2:144; QS.3:111).
Jadi, itulah alasan mengapa umat
Islam di zaman awal -- setelah
mengalami penderitaan di tangan orang-orang musyrik Mekkah selama 13 tahun -- kemudian terpaksa berperang membela diri. Mengapa perang
terpaksa dilakukan oleh Nabi Besar Muhammad saw.? Mengenai hal tersebut Allah
Swt. berfirman:
کَیۡفَ یَکُوۡنُ
لِلۡمُشۡرِکِیۡنَ عَہۡدٌ عِنۡدَ اللّٰہِ وَ عِنۡدَ رَسُوۡلِہٖۤ اِلَّا الَّذِیۡنَ عٰہَدۡتُّمۡ عِنۡدَ
الۡمَسۡجِدِ الۡحَرَامِ ۚ فَمَا
اسۡتَقَامُوۡا لَکُمۡ
فَاسۡتَقِیۡمُوۡا لَہُمۡ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ یُحِبُّ الۡمُتَّقِیۡنَ ﴿﴾ کَیۡفَ وَ اِنۡ یَّظۡہَرُوۡا عَلَیۡکُمۡ لَا یَرۡقُبُوۡا فِیۡکُمۡ اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً ؕ یُرۡضُوۡنَکُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ تَاۡبٰی قُلُوۡبُہُمۡ ۚ وَ اَکۡثَرُہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ۚ﴿﴾
Bagaimana mungkin
bagi orang-orang musyrik ada perjanjian dengan Allah dan dengan Rasul-Nya, kecuali
orang-orang yang kamu telah mengadakan
perjanjian dengan mereka di dekat Masjidil Haram? فَمَا اسۡتَقَامُوۡا لَکُمۡ فَاسۡتَقِیۡمُوۡا لَہُمۡ -- Lalu
selama mereka berpegang teguh
dalam perjanjian dengan kamu maka
berpegang teguh pulalah kamu terhadap mereka, اِنَّ اللّٰہَ یُحِبُّ الۡمُتَّقِیۡنَ -- sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa. کَیۡفَ وَ اِنۡ یَّظۡہَرُوۡا عَلَیۡکُمۡ لَا یَرۡقُبُوۡا فِیۡکُمۡ اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً -- Bagaimana mungkin, padahal jika mereka unggul atas kamu, mereka tidak akan menghiraukan tali kekeluargaan
dan tidak pula perjanjian. یُرۡضُوۡنَکُمۡ بِاَفۡوَاہِہِمۡ وَ تَاۡبٰی قُلُوۡبُہُمۡ -- Mereka membuat kamu senang hanya dengan mulut mereka, se-dangkan hati
mereka menolak, وَ اَکۡثَرُہُمۡ فٰسِقُوۡنَ -- dan kebanyakan mereka orang-orang fasik (durhaka) (At-Taubah [9]:7-8).
Ayat ini menunjukkan bahwa perang diizinkan hanya terhadap
orang-orang bukan-Islam yang telah
berulang-ulang melanggar perjanjian
yang amat serius dan telah menyerang
orang-orang Islam dengan khianat.
Adapun terhadap yang lain, orang-orang Islam disuruh supaya memenuhi perjanjian dengan mereka secara
cermat dan jujur.
Mengkhianati Perjanjian dengan Allah Swt. dan Rasul-Nya
Seperti dikimukakan dalam QS.9:4, ayat ini pun
menyatakan bahwa memenuhi
persetujuan-persetujuan dan perjanjian-perjanjian
merupakan amal takwa yang diridhai
Allah Swt.. Al-Quran berkali-kali menekankan kepada
orang-orang Islam dengan tegas, supaya setia
terhadap perjanjian-perjanjian
mereka.
Kata illa berarti:
hubungan atau keakraban yang bertalian dengan kekeluargaan; asal-usul yang
baik; persetujuan atau perjanjian; janji atau jaminan keselamatan atau keamanan
(Lexicon Lane dan Al-Mufradat).
Dzimmah
berarti: kesepakatan; perjanjian; persetujuan; ikatan; kewajiban atau
pertanggungjawaban; hak atau kewajiban, yang pengabaian terhadapnya patut
dicela (Lexicon Lane).
Sebutan Ahlul Dzimmah dipergunakan untuk kaum bukan-Islam yang dengan mereka Negara Islam telah mengadakan perjanjian,
mereka membayar uang jizyah, dan sebagai imbalannya Negara Islam bertanggung
jawab atas keselamatan dan kebebasan mereka (Lexicon Lane).
Ayat ini lebih menjelaskan lagi
bahwa perintah untuk mengadakan perang hanya berlaku terhadap orang-orang kafir yang bukan saja
menjadi pihak yang memulai membuka permusuhan
terhadap Islam, tetapi juga yang mengkhianati dan sedikit pun tidak
menghargai ikatan-ikatan persaudaraan
atau kesepakatan-kesepakatan dan perjanjian-perjanjian, sebagaimana
firman-Nya sebelum ini:
وَ لَوۡ لَا
دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ
وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ
لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Dan seandainya Allah tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur
biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang
di dalamnya banyak disebut nama Allah, dan
Allah pasti akan menolong siapa
yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah
Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hajj [22]:41).
Dalam
firman Allah Swt. selanjutnya bahwa pengkhianatan
yang mereka lakukan tersebut bahkan terhadap perjanjian-perjanjian dengan Allah Swt. (QS.2:84-87; QS.3:82-83),
karena itu terlebih lagi terhadap perjanjian
dengan umat Islam mereka tidak akan benar-benar memenuhinya, firman-Nya:
اِشۡتَرَوۡا
بِاٰیٰتِ اللّٰہِ
ثَمَنًا قَلِیۡلًا فَصَدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِہٖ ؕ اِنَّہُمۡ سَآءَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ لَا یَرۡقُبُوۡنَ فِیۡ مُؤۡمِنٍ اِلًّا وَّ لَا ذِمَّۃً ؕ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُعۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Mereka menjual Ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit, lalu mereka menghalangi orang-orang dari
jalan-Nya, sesungguhnya sangat buruk apa yang senantiasa mereka kerjakan. Mereka
tidak memelihara ikatan kekeluargaan
terhadap orang beriman dan tidak
pula perjanjian, dan mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas. (At-Taubah [9]:9-10).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 24 Mei
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar