Selasa, 26 Mei 2015

Keteguhan Iman dan Tekad Para Sahabat Nabi Besar Muhammad Saw. & Makna Ajakan Kembali Kepada "Kalimat yang Sama" (Tauhid Ilahi)




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 60

Keteguhan Iman dan Tekad Para Sahabat Nabi Besar Muhammad Saw. &  Makna Ajakan Kembali Kepada “Kalimah yang Sama” (Tauhid Ilahi)

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai komentar penulis Non-Muslim  -- Bosworth Smith -- tentang suri teladan sempurna Nabi Besar Muhammad saw., sebagaimana firman Allah Swt.:
لَقَدۡ کَانَ لَکُمۡ  فِیۡ رَسُوۡلِ اللّٰہِ  اُسۡوَۃٌ حَسَنَۃٌ  لِّمَنۡ کَانَ یَرۡجُوا اللّٰہَ وَ الۡیَوۡمَ  الۡاٰخِرَ  وَ ذَکَرَ  اللّٰہَ  کَثِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Sungguh dalam  diri Rasulullah benar-benar terdapat  suri teladan yang sebaik-baiknya bagi kamu, yaitu bagi  orang yang mengharapkan Allah dan Hari Akhir,  dan bagi yang banyak mengingat Allah  (Al-Ahzab [33]:22).
Yakni:
Kepala negara merangkap Penghulu Agama, beliau adalah Kaisar dan Paus sekaligus. Tetapi beliau adalah Paus yang tidak berlaga Paus, dan Kaisar tanpa pasukan-pasukan yang megah. Tanpa balatentara tetap, tanpa pengawal, tanpa istana yang megah, tanpa pungutan pajak tetap dan tertentu, sehingga jika ada orang berhak mengatakan bahwa ia memerintah dengan hak ketuhanan, maka orang itu hanyalah Muhammad, sebab beliau mempunyai kekuasaan tanpa alat-alat kekuasaan dan tanpa bantuan kekuasaan. Beliau biasa melakukan pekerjaan rumah tangga dengan tangan beliau sendiri, biasa tidur di atas sehelai tikar kulit, dan makanan beliau terdiri dari kurma dan air putih atau roti jawawut, dan setelah melakukan bermacam-macam tugas sehari penuh, beliau biasa melewatkan malam hari dengan mendirikan shalat dan doa-doa hingga kedua belah kaki beliau bengkak-bengkak. Tidak ada orang yang dalam keadaan dan suasana yang begitu banyak berubah telah berubah begitu sedikitnya” (Muhammad and Muhammadanism”).

Kesempurnaan Quwat Qudsiyah (Daya Pensucian Ruhani) Nabi Besar Muhammad Saw.

     Pengaruh  quat qudsiyah (daya pensucian ruhani) yang mempengaruhi jiwa para  sahabat Nabi Besar Muhammad saw. yang tidak ada contohnya yang memadai di kalangan para pengikut para Rasul Allah lainnya digambarkan dalam firman Allah Swt. selanjutnya berkenaan dengan perang Ahzab:
وَ لَمَّا رَاَ  الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الۡاَحۡزَابَ ۙ قَالُوۡا ہٰذَا مَا وَعَدَنَا اللّٰہُ  وَ رَسُوۡلُہٗ  وَ صَدَقَ اللّٰہُ وَ رَسُوۡلُہٗ ۫ وَ مَا زَادَہُمۡ  اِلَّاۤ اِیۡمَانًا  وَّ  تَسۡلِیۡمًا ﴿ؕ﴾
Dan ketika orang-orang beriman melihat lasykar-lasykar persekutuan  mereka berkata: ہٰذَا مَا وَعَدَنَا اللّٰہُ  وَ رَسُوۡلُہٗ   --  “Inilah yang telah dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kami,  وَ صَدَقَ اللّٰہُ وَ رَسُوۡلُہٗ   -- dan Allah serta  Rasul-Nya telah mengatakan yang benar.” وَ مَا زَادَہُمۡ  اِلَّاۤ اِیۡمَانًا  وَّ  تَسۡلِیۡمًا  -- Dan hal itu tidak menambah kepada mereka kecuali keimanan dan kepatuhan. (Al-Ahzāb [33]:23).
   Induk singa pasti akan melahirkan anak singa pula, tidak mungkin ia melahirkan keledai yang bodoh dan penakut serta bersuara  buruk (QS.2:247-250; QS.5:21-27). Isyarat ayat ini ditujukan kepada   tentang kekalahan lasykar kafir dan kemenangan Islam, yang digambarkan dengan keimanan dan tekad membaja para sahabat Nabi Besar Muhammad saw., sebagaimana dikemukakan dalam ayat selanjutnya, firman-Nya:
جُنۡدٌ مَّا ہُنَالِکَ مَہۡزُوۡمٌ مِّنَ الۡاَحۡزَابِ ﴿﴾  کَذَّبَتۡ قَبۡلَہُمۡ قَوۡمُ نُوۡحٍ وَّ عَادٌ وَّ فِرۡعَوۡنُ  ذُو الۡاَوۡتَادِ ﴿ۙ﴾  وَ ثَمُوۡدُ وَ قَوۡمُ لُوۡطٍ وَّ اَصۡحٰبُ  لۡـَٔیۡکَۃِ ؕ اُولٰٓئِکَ  الۡاَحۡزَابُ ﴿﴾  اِنۡ کُلٌّ   اِلَّا کَذَّبَ الرُّسُلَ فَحَقَّ عِقَابِ ﴿٪﴾
Mereka itu  lasykar golongan-golongan perserikatan yang akan dikalahkan di sana. Sebelum mereka kaum Nuh,   ‘Ad dan Fir’aun yang memiliki lasykar-lasykar besar telah mendustakan pula.   Dan suku Tsamud, kaum Luth dan   penghuni hutan, mereka itu golongan perserikatan.   Tidak lain  mereka semua  itu  melainkan mendustakan rasul-rasul,  maka pasti azab-Ku menimpa mereka. (Ash-Shad [38]:12-15).
      Ayat  12  sekaligus mengandung nubuatan dan tantangan. Tantangan itu ditujukan kepada kekuatan-kekuatan kejahatan supaya mengerahkan segala sumber daya mereka dan membentuk diri mereka menjadi suatu persekutuan yang kuat untuk menghentikan derap maju Islam.  
       Ada pun nubuatan itu ialah, bahwa seluruh kekuatan keingkaran itu akan dihancurluluhkan  jika mereka berani menentang Islam. Nubuatan agung ini telah menjadi sempurna kata demi kata dalam Pertempuran Khandak. Lihat pula   QS.3:13-14;  QS.8:37-38; QS.54:46-47.

Ucapan yang Dibuktikan dengan Perbuatan Nyata

        Makna   Autad-al-ardh  dalam ayat    کَذَّبَتۡ قَبۡلَہُمۡ قَوۡمُ نُوۡحٍ وَّ عَادٌ وَّ فِرۡعَوۡنُ  ذُو الۡاَوۡتَادِ  -- “‘Ad dan Fir’aun yang memiliki lasykar-lasykar besar  telah mendustakan pula”, berarti gunung-gunung; dan autad-al-bilad maksudnya para pemuka kota-kota itu; dzul-autad berarti pemilik lasykar-lasykar atau pemilik  pasukan-pasukan besar (Aqrab-ul-Mawarid).
        Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai keberanian sejati    -- bukan sekedar berupa ucapan belaka   -- para sahabat Nabi Besar Muhammad saw.:
مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ رِجَالٌ صَدَقُوۡا مَا عَاہَدُوا اللّٰہَ عَلَیۡہِ ۚ فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ قَضٰی نَحۡبَہٗ  وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ یَّنۡتَظِرُ ۫ۖ وَ مَا بَدَّلُوۡا تَبۡدِیۡلًا ﴿ۙ﴾ لِّیَجۡزِیَ اللّٰہُ  الصّٰدِقِیۡنَ بِصِدۡقِہِمۡ وَ یُعَذِّبَ الۡمُنٰفِقِیۡنَ  اِنۡ شَآءَ  اَوۡ یَتُوۡبَ عَلَیۡہِمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿ۚ﴾
Di antara orang-orang yang beriman ada  orang-orang yang  telah menggenapi apa yang dijanjikannya kepada Allah,  maka  dari antara mereka ada yang telah menyempurnakan sumpahnya, yakni mati syahid,  dan di antara mereka ada yang masih menunggu, dan mereka sekali-kali tidak mengubah sedikit pun.     Supaya Allah mengganjar orang-orang yang benar itu atas kebenaran mereka, dan mengazab orang-orang munafik jika Dia menghendaki, atau menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah itu Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Ahzāb [33]:24-25).
    Ayat ini merupakan kenang-kenangan besar terhadap kesetiaan, keikhlasan dan kegigihan dalam iman para pengikut Nabi Besar Muhammad  saw.. Tidak pernah para pengikut nabi yang mana jua pun menerima dari Allah Swt. surat keterangan bukti kelakukan baik dan kesetiaan seperti itu.
  Seperti halnya wujud junjungan mereka (Nabi Besar Muhammad saw.) tidak ada tara bandingannya di antara nabi-nabi Allah dalam menunaikan tugas beliau saw. sebagai nab (QS.33:73), begitu pula para sahabat beliau saw. tiada bandingannya dalam memenuhi peranan yang diserahkan kepada mereka.

Pewarisan “Ghanimah” dari Golongan Ahli Kitab
  
   Selanjutnya Allah Swt. berfirman  mengenai kekalahan pasukan persekutuan (al-ahzab)    tersebut:
وَ رَدَّ اللّٰہُ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا بِغَیۡظِہِمۡ  لَمۡ یَنَالُوۡا خَیۡرًا ؕ وَ کَفَی اللّٰہُ  الۡمُؤۡمِنِیۡنَ الۡقِتَالَ ؕ وَ کَانَ  اللّٰہُ   قَوِیًّا عَزِیۡزًا ﴿ۚ﴾
Dan Allah telah mengembalikan orang-orang kafir dalam kemarahan mereka, mereka tidak memperoleh kebaikan apapun. Dan Allah mencukupi orang-orang beriman dalam perang itu. Dan Allah Maha Kuat, Maha Perkasa. (Al-Ahzāb [33]:26).
    Allah Swt. menangkis serangan-serangan lasykar persekutuan orang-orang Arab. Mereka terpaksa membatalkan pengepungan yang telah berlangsung beberapa hari tersebut, dan dengan hati kesal dan marah atas kegagalan mutlak dalam usaha mereka yang rendah dan buruk itu,  mereka pulang ke rumah mereka dan tidak pernah mempunyai kemampuan lagi menyerang Nabi Besar Muhammad saw. dan umat Islam di Medinah.
    Semenjak itu inisiatip beralih ke tangan orang-orang Islam. Pertempuran Khandak menandai titik-balik dalam sejarah Islam. Dari suatu golongan yang tadinya sangat kecil lagi lemah, pula terus menerus diganggu dan dianiaya, Islam telah menjadi suatu kekuatan raksasa di tanah Arab.
    Selanjutnya Allah Swt.  berfirman mengenai golongan Ahli Kitab yang dalam pertempuran Khandak tersebut telah mengkhianati perjanjian mereka dengan Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اَنۡزَلَ الَّذِیۡنَ ظَاہَرُوۡہُمۡ مِّنۡ اَہۡلِ الۡکِتٰبِ مِنۡ صَیَاصِیۡہِمۡ وَ قَذَفَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الرُّعۡبَ فَرِیۡقًا تَقۡتُلُوۡنَ وَ تَاۡسِرُوۡنَ فَرِیۡقًا  ﴿ۚ﴾وَ اَوۡرَثَکُمۡ  اَرۡضَہُمۡ وَ دِیَارَہُمۡ وَ اَمۡوَالَہُمۡ وَ اَرۡضًا لَّمۡ تَطَـُٔوۡہَا ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرًا ﴿٪﴾
Dan Dia telah menurunkan orang-orang dari antara Ahlikitab yang menolong mereka, yakni  orang-orang musyrik,  dari benteng-benteng mereka dan melontarkan  rasa gentar ke dalam hati mereka. Sebagian dari mereka kamu bunuh dan sebagian kamu tawan. وَ اَوۡرَثَکُمۡ  اَرۡضَہُمۡ وَ دِیَارَہُمۡ وَ اَمۡوَالَہُمۡ وَ اَرۡضًا لَّمۡ تَطَـُٔوۡہَا  --   Dan  Dia mewariskan kepada kamu tanah mereka dan rumah-rumah mereka dan harta mereka, dan  suatu daerah yang kamu belum  menginjaknya, وَ کَانَ اللّٰہُ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرًا --  dan Allah berkuasa atas segala sesuatu. (Al-Ahzāb [33]:27-28).
    Banu Quraizhah yang berwatak buruk telah mengadakan perjanjian resmi dengan Nabi Besar Muhammad saw. bahwa mereka akan membantu orang-orang Islam jika musuh menyerang Medinah. Akan tetapi  pada saat terjadi Pertempuran Khandak mereka itu terbujuk oleh Huyay, pemimpin kaum Banu Nadhir, untuk melanggar ikrar janji mereka dan menggabungkan diri dengan persekutuan orang-orang Arab yang besar itu untuk bersama-sama melawan Islam.
   Ketika serangan mereka menemui kegagalan mutlak, Nabi Besar Muhammad saw. bergerak menghantam mereka dan mengepung mereka dalam kubu pertahanan mereka.   Pengepungan itu berlangsung kira-kira 25 hari dan sesudah itu mereka setuju meletakkan senjata dan lebih menyukai keputusan Sa’d bin Ma’adz, kepala suku Aus, daripada keputusan  Nabi Besar Muhammad saw.  saw. Sa’d memutuskan perkara itu menurut hukum syariat Nabi Musa a.s. (Ulangan 20:10-15).
  Yang diisyaratkan dalam ayat  وَ اَوۡرَثَکُمۡ  اَرۡضَہُمۡ وَ دِیَارَہُمۡ وَ اَمۡوَالَہُمۡ وَ اَرۡضًا لَّمۡ تَطَـُٔوۡہَا  --   Dan  Dia mewariskan kepada kamu tanah mereka dan rumah-rumah mereka dan harta mereka, dan  suatu daerah yang kamu belum  menginjaknya” mungkin tanah Khaibar atau mungkin juga kemenangan atas kerajaan Persia dan Romawi dan negeri-negeri yang lebih jauh letaknya, yang sampai saat itu orang-orang Muslim belum menginjakkan kaki mereka.

Cara Mendakwahkan Islam yang Bijaksana

   Sehubungan dengan golongan Ahli Kitab tersebut dalam Surah  Al-Ankabūt selanjutnya  Allah Swt. berfirman:
وَ لَا تُجَادِلُوۡۤا اَہۡلَ الۡکِتٰبِ اِلَّا بِالَّتِیۡ ہِیَ  اَحۡسَنُ ٭ۖ اِلَّا  الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا مِنۡہُمۡ وَ قُوۡلُوۡۤا اٰمَنَّا بِالَّذِیۡۤ اُنۡزِلَ  اِلَیۡنَا وَ اُنۡزِلَ اِلَیۡکُمۡ وَ اِلٰـہُنَا وَ اِلٰـہُکُمۡ وَاحِدٌ  وَّ  نَحۡنُ  لَہٗ  مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾  
Dan janganlah kamu berbantah dengan Ahlikitab  melainkan   dengan dalil-dalil yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka.   --  Dan katakanlah: “Kami beriman kepada apa yang telah diturunkan kepada kami dan yang telah diturunkan kepada kamu,  Rabb (Tuhan) kami dan Rabb (Tuhan) kamu itu Esa,   dan kami kepada-Nya berserah diri. Al-Ankabūt [29]:47).
         Ayat ini meletakkan asas yang sangat sehat sekali guna membimbing kita ketika menablighkan ‘itikad kepada orang lain. Kita hendaknya memulai bertabligh dengan menekankan pada asas-asas kepercayaan dan asas-asas keagamaan yang sama antara kita dan lawan kita. Sebagai contoh, ditetapkan kepada kita bahwa sementara kita berbicara kepada ahlikitab, kita hendaknya memulai dengan kedua asas keagamaan yang pokok tentang Keesaan Tuhan dan wahyu Ilahi, firman-Nya:
قُلۡ یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ تَعَالَوۡا اِلٰی کَلِمَۃٍ سَوَآءٍۢ  بَیۡنَنَا وَ بَیۡنَکُمۡ اَلَّا نَعۡبُدَ اِلَّا اللّٰہَ وَ لَا نُشۡرِکَ بِہٖ شَیۡئًا وَّ لَا یَتَّخِذَ بَعۡضُنَا بَعۡضًا اَرۡبَابًا مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُوۡلُوا اشۡہَدُوۡا بِاَنَّا مُسۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Katakanlah: “Hai Ahlul Kitab, marilah kepada satu kalimat yang sama di antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan tidak pula kita mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun, dan  sebagian kita tidak menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan-tuhan selain Allah.” فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُوۡلُوا اشۡہَدُوۡا بِاَنَّا مُسۡلِمُوۡنَ  -- Tetapi jika mereka berpaling maka katakanlah: “Jadi sak-silah bahwa sesungguhnya kami orang-orang yang berserah diri kepada Allah.” (Ali ‘Imran [3]:65).

Tidak Boleh Ada Kompromi Berkenaan dengan Allah Swt. dan Ajaran Islam (Al-Quran)

       Ayat ini dengan keliru dianggap oleh sementara orang seakan-akan mem-berikan dasar untuk mencapai suatu kompromi antara Islam di satu pihak dan Kristen serta agama Yahudi di lain pihak. Dikemukakan sebagai alasan bahwa bila agama-agama tersebut pun mengajarkan dan menanamkan Keesaan Tuhan, maka ajaran Islam lainnya yang dianggap menduduki tempat kedua dalam kepentingannya, sebaiknya ditinggalkan saja.
        Sulit dimengerti bahwa gagasan kompromi dalam urusan agama pernah dianjurkan dengan kaum yang dalam ayat-ayat sebelum ayat ini dikutuk dengan sangat keras atas kepalsuan kepercayaan mereka dan ditantang begitu hebat untuk bermubahalah.
         Nabi Besar Muhammad saw. dalam menulis surat dakwah kepada Heraclius memakai ayat ini pula, malahan mendesak Heraclius supaya menerima Islam dan mengancamnya dengan ancaman azab Ilahi, bila ia menolak berbuat demikian (Bukhari). Hal itu tak ayal lagi menunjukkan bahwa kepercayaannya terhadap Keesaan Tuhan semata-mata, menurut Nabi Besar Muhammad saw.   tidak dapat menyelamatkan Heraclius dari azab Ilahi.
           Memang ayat ini dimaksudkan untuk menyarankan satu cara yang mudah dan sederhana yang dengan itu orang-orang Yahudi dan Kristen dapat sampai kepada keputusan yang tepat mengenai kebenaran Islam dan Nabi Besar Muhammad saw. Kaum Kristen, kendatipun mengaku beriman kepada Tauhid Ilahi, percaya pula kepada ketuhanan Isa, dan orang-orang Yahudi  — sungguhpun mengaku berpegang kuat kepada Tauhid — mereka mengikuti dengan membuta rahib-rahib dan ulama-ulama mereka, dan dengan demikian seolah-olah menempatkan mereka dalam kedudukan yang sama dengan Tuhan sendiri (QS.9:30-33).
         Ayat ini menyuruh kedua golongan itu kembali kepada kepercayaan asal mereka, yakni Tauhid Ilahi, dan meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan palsu yang menjadi perintang bagi mereka untuk masuk Islam. Jadi,  bukan   mencari kompromi dengan agama-agama itu, melainkan ayat ini sesungguhnya mengajak para pengikut agama itu untuk menerima Islam dan Nabi Besar Muhammad saw. dengan menarik perhatian mereka kepada Tauhid yang sedikitnya -- dalam bentuk lahir   -- merupakan akidah pokok yang sama pada agama-agama tersebut, dapat berlaku sebagai satu dasar titik-temu untuk penyelidikan atau untuk melakukan diskusi lebih lanjut.

Tidak Boleh Ada Paksaan dan Tindak Kekerasan Dalam Menda’wahkan Islam (Al-Quran)

         Secara sambil lalu baiklah di sini diperhatikan, bahwa surat Nabi Besar Muhammad saw. kepada Kaisan Romawi, Hiraclius,  yang disebut oleh Bukhari dan ahli-ahli hadist lainnya,   dan beberapa kepala pemerintahan lain — Muqauqis, raja muda Mesir itu satu dari antara mereka — disusun dengan kata-kata dari ayat ini dan mengajak mereka untuk menerima Islam, akhir-akhir ini telah ditemukan dan ternyata mengandung kata-kata yang persis dikutip oleh Bukhari (The Review of Religions. jilid V, no. 8). Hal itu mengandung bukti kuat mengenai keotentikan Bukhari dan pula kita-kitab hadits lainnya yang telah diakui. 
         Karena tujuan  utama da’wah Islam adalah  untuk mengajak para pengikut agama-agama selain Islam kepada ajaran utama para Rasul Allah yang mengajarkan (membawa) agama-agama tersebut, karena itu   ajaran Islam – sebagaimana yang disunnahkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.  --  tidak pernah melakukan pemaksaan atau pun tindak kekerasan dalam menyampaikan da’wah Islam  kepada pihak lain yang dida’wahi (QS.2:257;  QS.10:100;  QS.11:119; QS.18:30;  QS.76:4),  mengenai hal tersebut  berikut adalah firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اِنۡ  اَحَدٌ مِّنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ اسۡتَجَارَکَ فَاَجِرۡہُ حَتّٰی یَسۡمَعَ کَلٰمَ اللّٰہِ ثُمَّ اَبۡلِغۡہُ مَاۡمَنَہٗ ؕ ذٰلِکَ بِاَنَّہُمۡ قَوۡمٌ لَّا یَعۡلَمُوۡنَ ٪﴿﴾
Dan jika salah seorang di antara orang-orang musyrik meminta perlindungan kepada engkau, berilah dia perlindungan  hingga dia dapat mendengar firman Allah, kemudian bila tidak cenderung untuk beriman  sam-paikanlah dia ke tempatnya yang aman, hal itu karena mereka kaum yang tidak mengetahui (At-Taubah [9]:6). 
       Ayat ini dengan jelas membuktikan kenyataan bahwa perang terhadap kaum musyrik dilancarkan, bukan dengan tujuan memaksa mereka memeluk Islam, sebab  menurut ayat itu, bahkan di masa berlakunya keadaan perang pun, orang-orang musyrik diizinkan datang ke perkemahan atau markas orang-orang Islam, jika mereka ingin menyelidiki kebenaran.
       Kemudian, setelah kebenaran itu diajarkan kepada mereka dan mereka telah mengenal ajaran Islam, mereka harus diantarkan ke tempat keamanan mereka, seandainya mereka tidak merasa cenderung untuk memeluk Islam. Di hadapan ajaran-ajaran yang begitu jelas, sangatlah tidak adil  melancarkan tuduhan bahwa Islam tidak toleran atau mempergunakan kekerasan atau membiarkan — seolah-olah tidak melihat  kekerasan dipakai sebagai alat da’wahnya.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 23  Mei    2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar