بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 47
Kejeniusan Qarun dan Kejeniusan Kaum-kaum Purbakala Membuat
Mereka Menukar Kehidupan Akhirat yang
Abadi dengan Kehidupan Dunia yang Fana (Tidak kekal)
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai kehancuran yang menimpa kaum Sabā’ yang tidak bersyukur kepada Allah
Swt.:
وَ لَقَدۡ
صَدَّقَ عَلَیۡہِمۡ اِبۡلِیۡسُ ظَنَّہٗ
فَاتَّبَعُوۡہُ اِلَّا فَرِیۡقًا مِّنَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ﴿﴾ وَ مَا کَانَ لَہٗ
عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ سُلۡطٰنٍ اِلَّا
لِنَعۡلَمَ مَنۡ یُّؤۡمِنُ بِالۡاٰخِرَۃِ
مِمَّنۡ ہُوَ مِنۡہَا فِیۡ شَکٍّ ؕ وَ رَبُّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ حَفِیۡظٌ
﴿٪﴾
Dan sungguh
iblis benar-benar telah
menggenapi sangkaannya mengenai mereka, maka mereka
mengikutinya, اِلَّا فَرِیۡقًا مِّنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ -- kecuali segolongan
dari orang-orang yang beriman. وَ مَا کَانَ
لَہٗ عَلَیۡہِمۡ مِّنۡ سُلۡطٰنٍ -- Tetapi ia (iblis) sekali-kali tidak memiliki kekuasaan atas mereka,
اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ یُّؤۡمِنُ بِالۡاٰخِرَۃِ مِمَّنۡ ہُوَ مِنۡہَا فِیۡ شَکٍّ -- melainkan
supaya Kami dapat mengetahui orang-orang
yang beriman kepada akhirat dari orang-orang
yang dalam keraguan mengenainya, وَ رَبُّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ حَفِیۡظٌ -- dan
Rabb (Tuhan) engkau adalah Pemelihara atas segala sesuatu (As-Sabā’ [34]:21-22).
Orang-orang Sabā’ dengan perbuatan
durhaka mereka menggenapi sangkaan Iblis syaitan bahwa ia akan berhasil menyesatkan mereka (QS.7:12-19;
QS.17:62-66).) Penyebutan mengenai sangkaan
iblis mengenai orang-orang durhaka dan perbuatan
jahat mereka ini dapat dijumpai di dalam QS.17:63; di tempat itu syaitan disebut mengatakan bahwa ia akan
menyebabkan keturunan Adam binasa,
kecuali sedikit dari antara mereka.
Iblis dan Syaitan Selalu Menelantarkan Manusia yang Berhasil
Mereka Perdayai
Pada hakikatnya iblis atau syaitan tidak
mempunyai kekuasaan atas manusia.
Adalah karena kepercayaan yang sesat
dan perbuatannya yang buruk saja maka
manusia mendatangkan kehancuran dalam kehidupan ruhaninya, firman-Nya:
وَ
قَالَ الشَّیۡطٰنُ لَمَّا قُضِیَ
الۡاَمۡرُ اِنَّ اللّٰہَ وَعَدَکُمۡ وَعۡدَ الۡحَقِّ وَ وَعَدۡتُّکُمۡ
فَاَخۡلَفۡتُکُمۡ ؕ وَ مَا کَانَ لِیَ عَلَیۡکُمۡ مِّنۡ سُلۡطٰنٍ اِلَّاۤ
اَنۡ دَعَوۡتُکُمۡ فَاسۡتَجَبۡتُمۡ لِیۡ ۚ فَلَا تَلُوۡمُوۡنِیۡ وَ
لُوۡمُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ ؕ مَاۤ اَنَا بِمُصۡرِخِکُمۡ
وَ مَاۤ اَنۡتُمۡ بِمُصۡرِخِیَّ ؕ اِنِّیۡ
کَفَرۡتُ بِمَاۤ اَشۡرَکۡتُمُوۡنِ مِنۡ قَبۡلُ ؕ اِنَّ الظّٰلِمِیۡنَ لَہُمۡ عَذَابٌ اَلِیۡمٌ ﴿﴾
Dan tatkala perkara itu telah diputuskan
syaitan berkata: اِنَّ اللّٰہَ وَعَدَکُمۡ وَعۡدَ
الۡحَقِّ وَ وَعَدۡتُّکُمۡ فَاَخۡلَفۡتُکُمۡ -- “Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepada kamu suatu janji yang benar, dan aku pun
menjanjikan kepada kamu tetapi aku
telah menyalahinya, وَ مَا کَانَ لِیَ عَلَیۡکُمۡ مِّنۡ
سُلۡطٰنٍ اِلَّاۤ اَنۡ دَعَوۡتُکُمۡ فَاسۡتَجَبۡتُمۡ لِی -- dan aku
sekali-kali tidak
memiliki kekuasaan apa pun atas kamu, melainkan aku telah mengajakmu lalu kamu
telah mengabulkan ajakanku. فَلَا
تَلُوۡمُوۡنِیۡ وَ لُوۡمُوۡۤا اَنۡفُسَکُمۡ -- Karena itu janganlah kamu mengecamku tetapi kecamlah diri kamu sendiri. مَاۤ اَنَا بِمُصۡرِخِکُمۡ وَ مَاۤ اَنۡتُمۡ بِمُصۡرِخِیَّ -- Aku sama sekali tidak dapat menolongmu dan kamu
pun sama sekali tidak dapat menolongku. اِنِّیۡ
کَفَرۡتُ بِمَاۤ اَشۡرَکۡتُمُوۡنِ مِنۡ قَبۡلُ -- Sesungguhnya aku telah mengingkari apa yang kamu
persekutukan denganku sebelumnya, اِنَّ الظّٰلِمِیۡنَ لَہُمۡ عَذَابٌ
اَلِیۡمٌ -- sesungguhnya
orang-orang yang zalim itu bagi
mereka ada azab yang pedih.” (Ibrahim
[14]:23).
Ada pun salah satu tipu-daya -- dari sekian
banyak tipu-daya iblis terhadap manusia
-- adalah berserikat dengan
manusia berkenaan dengan harta dan anak-anak (keturunan) mereka,
sebagaimana firman-Nya ketika Allah Swt. mengusir
iblis dari “surga keridhaan-Nya”
karena menolak “sujud” (patuh-taat) kepada Adam
(Khalifah Allah) bersama para malaikat:
قَالَ
اذۡہَبۡ فَمَنۡ تَبِعَکَ مِنۡہُمۡ فَاِنَّ جَہَنَّمَ جَزَآؤُکُمۡ
جَزَآءً مَّوۡفُوۡرًا ﴿﴾ وَ اسۡتَفۡزِزۡ مَنِ اسۡتَطَعۡتَ مِنۡہُمۡ بِصَوۡتِکَ
وَ اَجۡلِبۡ عَلَیۡہِمۡ بِخَیۡلِکَ وَ رَجِلِکَ وَ شَارِکۡہُمۡ فِی الۡاَمۡوَالِ
وَ الۡاَوۡلَادِ وَ عِدۡہُمۡ ؕ وَ مَا یَعِدُہُمُ الشَّیۡطٰنُ اِلَّا
غُرُوۡرًا ﴿﴾ اِنَّ عِبَادِیۡ لَیۡسَ
لَکَ عَلَیۡہِمۡ سُلۡطٰنٌ ؕ وَ
کَفٰی بِرَبِّکَ وَکِیۡلًا ﴿ ﴾
Dia
berfirman: “Pergilah, lalu barangsiapa akan mengikuti engkau dari
antara mereka maka sesungguhnya Jahannamlah balasan bagi kamu, suatu balasan
yang penuh. Dan bujuklah siapa
dari antara mereka yang engkau sanggup
de-ngan suara engkau, dan kerahkanlah
terhadap mereka pasukan berkuda engkau dan pasukan berjalan-kaki engkau وَ شَارِکۡہُمۡ فِی الۡاَمۡوَالِ وَ
الۡاَوۡلَادِ وَ عِدۡہُمۡ -- dan berserikatlah
dengan mereka dalam harta, dan anak-anak
mereka, dan berikanlah janji-janji kepada mere-ka. وَ مَا
یَعِدُہُمُ الشَّیۡطٰنُ اِلَّا غُرُوۡرًا -- dan syaitan tidak menjanjikan kepada mereka selain tipu-daya. اِنَّ عِبَادِیۡ لَیۡسَ لَکَ
عَلَیۡہِمۡ سُلۡطٰنٌ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ وَکِیۡلًا -- Sesungguhnya mengenai hamba-hamba-Ku, engkau tidak akan mempunyai kekuasaan atas mereka, dan cukuplah Rabb (Tuhan) Engkau sebagai Pelindung. (Bani
Israil [17]:64-66).
Ayat 65
menguraikan tiga macam daya-upaya yang dilakukan oleh putra-putra kegelapan untuk membujuk
manusia supaya menjauhi jalan kebenaran:
(1) mereka berusaha menakut-nakuti orang-orang miskin dan
lemah dengan ancaman akan
mempergunakan kekerasan terhadap
mereka;
(2) mereka mempergunakan tindakan-tindakan yang lebih keras
terhadap mereka yang tidak dapat ditakut-takuti
dengan cara ancaman, yaitu dengan
mengadakan persekutuan-persekutuan
untuk tujuan melawan mereka dan
mengadakan serangan bersama terhadap
mereka dengan segala cara;
(3) mereka mencoba membujuk orang-orang kuat dan yang lebih berpengaruh dengan tawaran
akan menjadikannya pemimpin mereka,
asalkan mereka tidak akan membantu
lagi pihak kebenaran.
Makna ayat
اِنَّ عِبَادِیۡ
لَیۡسَ لَکَ عَلَیۡہِمۡ سُلۡطٰنٌ ؕ وَ کَفٰی بِرَبِّکَ
وَکِیۡلًا -- “sesungguhnya
mengenai hamba-hamba-Ku,
engkau tidak akan mempunyai kekuasaan
atas mereka, dan cukuplah Rabb (Tuhan) Engkau sebagai Pelindung,” bahwa Manusia dapat terkena
oleh bujukan-bujukan syaitan selama
dia belum “dibangkitkan”, yaitu
selama keimanannya belum mencapai
taraf yang sempurna yang disebut
derajat nafs-al-Muthmainnah (jiwa
yang tentram), firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾ ارۡجِعِیۡۤ
اِلٰی رَبِّکِ رَاضِیَۃً مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾ فَادۡخُلِیۡ
فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang tenteram! Kembalilah kepada Rabb (Tuhan) engkau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau. فَادۡخُلِیۡ فِیۡ عِبٰدِیۡ -- Maka masuklah dalam golongan hamba-hamba-Ku,
وَ
ادۡخُلِیۡ جَنَّتِی -- dan masuklah
ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr [89]:28-31).
Kejeniusan Qarun Membuatnya Menukar Akhirat dengan Kehidupan Dunia
Ini merupakan tingkat perkembangan
ruhani tertinggi ketika manusia ridha kepada Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Tuhan
pun ridha kepadanya (QS.58:23). Pada
tingkat ini yang disebut pula tingkat
surgawi, ia menjadi kebal
terhadap segala macam kelemahan akhlak,
diperkuat dengan kekuatan ruhani yang
khusus. Ia “manunggal” dengan Allah Swt. dan tidak dapat hidup tanpa Dia. Di dunia inilah dan bukan sesudah mati perubahan
ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surga.
Salah satu contoh orang yang terbujuk tipu-daya syaitan setelah beriman
kepada Rasul Allah adalah Qarun, seorang Bani Israil yang beriman
kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun
a.s., tetapi kemudian murtad dan
berpihak kepada Fir’aun – yang karena kejeniusannya dalam bidang pertambangan --
maka Qarun mendapat kepercayaan
sebagai pengelola pertambangan emas di Mesir, firman-Nya:
اِنَّ
قَارُوۡنَ کَانَ مِنۡ قَوۡمِ مُوۡسٰی
فَبَغٰی عَلَیۡہِمۡ ۪ وَ اٰتَیۡنٰہُ مِنَ الۡکُنُوۡزِ مَاۤ اِنَّ مَفَاتِحَہٗ
لَتَنُوۡٓاُ بِالۡعُصۡبَۃِ اُولِی
الۡقُوَّۃِ ٭ اِذۡ قَالَ لَہٗ
قَوۡمُہٗ لَا تَفۡرَحۡ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ
اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ
الۡاٰخِرَۃَ وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ
مِنَ الدُّنۡیَا وَ اَحۡسِنۡ کَمَاۤ
اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ وَ لَا
تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
Qarun adalah termasuk kaum Musa tetapi ia berlaku
aniaya terhadap mereka. Dan Kami
telah memberinya khazanah-khazanah yang kunci-kuncinya sa-ngat susah diangkat oleh sejumlah orang-orang kuat. اِذۡ قَالَ لَہٗ
قَوۡمُہٗ لَا تَفۡرَحۡ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ -- Ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah
engkau terlalu bersukaria, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang terlalu bersukiaria. وَ
ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ -- Dan carilah
rumah akhirat itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada
engkau, وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا -- dan janganlah
engkau melupakan nasib engkau di dunia, وَ اَحۡسِنۡ
کَمَاۤ اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ -- dan berbuat
ihsanlah sebagaimana Allah telah
berbuat ihsan terhadap engkau, وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی الۡاَرۡضِ -- dan janganlah
engkau menimbulkan kerusakan di bumi, اِنَّ
اللّٰہَ لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ -- sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash
[28]:77-78).
Qarun adalah seorang orang kaya raya. Ia dihargai sekali oleh Fir’aun
dan sangat mungkin ia bendaharanya.
Agaknya ia pejabat yang mengawasi tambang-tambang mas milik Fir’aun dan seorang ahli dalam teknik penggalian mas dari tambang-tambang.
Bagian selatan Mesir, wilayah Qaru, terkenal dengan tambang-tambang emasnya. Karena akhiran
“an” atau “on” berarti “tiang,” atau
“cahaya,” maka kata majemuknya “Qur-on” berarti “tiang Qaru” dan merupakan gelar menteri
pertambangan. Konon ia seorang Bani Israil
dan beriman kepada Nabi Musa
a.s. tetapi untuk mengambil hati Fir’aun agaknya ia telah menganiaya
bangsanya sendiri dan berlaku sombong
terhadap mereka. Sebagai akibatnya azab Ilahi
menimpa dirinya dan ia binasa.
Makna kata mafatih dalam
kalimat “Dan Kami telah memberinya khazanah-khazanah yang kunci-kuncinya sangat susah diangkat oleh sejumlah orang-orang kuat” adalah jamak
dari dua kata maftah dan miftah, yang pertama berarti timbunan; khazanah; dan kata yang kedua berarti anak kunci (Lexicon Lane).
Dengan demikian kalimat tersebut bukan saja
kepada mengisyaratkan kepada kekayaan
yang dimiliki Qarun yang
melimpah-ruah, juga kepada keahlian Qarun dalam hal teknik
pertambangan emas serta pengelolaannya, sebagimana diakuinya sendiri: اِنَّمَاۤ اُوۡتِیۡتُہٗ
عَلٰی عِلۡمٍ عِنۡدِی -- ““Sesungguhnya ini telah diberikan-Nya kepadaku karena
ilmu yang ada padaku,”” firman-Nya:
قَالَ اِنَّمَاۤ
اُوۡتِیۡتُہٗ عَلٰی عِلۡمٍ عِنۡدِیۡ ؕ اَوَ لَمۡ یَعۡلَمۡ اَنَّ
اللّٰہَ قَدۡ اَہۡلَکَ مِنۡ قَبۡلِہٖ مِنَ
الۡقُرُوۡنِ مَنۡ ہُوَ اَشَدُّ مِنۡہُ
قُوَّۃً وَّ اَکۡثَرُ جَمۡعًا ؕ وَ لَا یُسۡـَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿﴾
Ia berkata: “Sesungguhnya ini telah diberikan-Nya kepadaku karena
ilmu yang ada padaku.” Tidakkah ia
mengetahui bahwa sungguh Allah telah membinasakan
banyak generasi sebelumnya yang lebih besar kekuasaannya daripada dia
dan lebih banyak harta kekayaannya?
Dan orang-orang
yang berdosa tidak akan ditanyakan mengenai dosa-dosa mereka. (Al-Qashash
[28]:79).
Kesuksesan Duniawi Kaum Tsamud
Atas ketakaburan Qarun tersebut Allah Swt. menjawab:
اَوَ لَمۡ یَعۡلَمۡ اَنَّ اللّٰہَ قَدۡ اَہۡلَکَ مِنۡ قَبۡلِہٖ مِنَ الۡقُرُوۡنِ
مَنۡ ہُوَ اَشَدُّ مِنۡہُ قُوَّۃً وَّ
اَکۡثَرُ جَمۡعًا -- “Tidakkah
ia mengetahui bahwa sungguh Allah telah membinasakan banyak generasi
sebelumnya yang lebih besar
kekuasaannya daripada dia dan lebih
banyak harta kekayaannya?”
Makna ayat selanjutnya: وَ لَا یُسۡـَٔلُ
عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ – “Dan
orang-orang yang berdosa tidak
akan ditanyakan mengenai dosa-dosa mereka,” bahwa kesalahan kaum kafir akan begitu nyata sehingga pengusutan
lebih lanjut akan dianggap tidak perlu
untuk membuktikannya; atau artinya ialah orang-orang yang bersalah tidak akan diberi peluang
membela diri, karena dosa-dosa
dan keburukan-keburukan mereka telah
begitu nyata sekali. Itulah sebabnya Allah Swt. langsung membinasakan mereka
dengan azab yang sebelumnya diperingatkan Rasul Allah kepada mereka.
Ucapan kaumnya kepada Qarun dalam ayat sebelumnya sangat menarik untuk disimak, yakni: اِذۡ
قَالَ لَہٗ قَوۡمُہٗ
لَا تَفۡرَحۡ اِنَّ اللّٰہَ لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ -- Ketika kaumnya
berkata kepadanya, “Janganlah engkau terlalu bersukaria, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang
terlalu bersukaria.”
Kata faraha artinya bergembira-ria atau bersuka-ria atau berbangga
diri dengan apa yang mereka miliki, mengenai hal tersebut berikut ini adalah ucapan Nabi Shalih a.s.
kepada kaumnya yakni kaum Tsamud:
کَذَّبَتۡ
ثَمُوۡدُ الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ۚۖ اِذۡ قَالَ لَہُمۡ اَخُوۡہُمۡ صٰلِحٌ اَلَا تَتَّقُوۡنَ ﴿﴾ۚ اِنِّیۡ
لَکُمۡ رَسُوۡلٌ اَمِیۡنٌ ﴿﴾ۙ فَاتَّقُوا اللّٰہَ
وَ اَطِیۡعُوۡنِ ﴿﴾ۚ وَ مَاۤ اَسۡـَٔلُکُمۡ عَلَیۡہِ مِنۡ اَجۡرٍ ۚ اِنۡ
اَجۡرِیَ اِلَّا عَلٰی رَبِّ
الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ؕ
Kaum Tsamud telah mendustakan
rasul-rasul, ketika Shalih, saudara mereka berkata kepada mereka: “Tidakkah kamu mau bertakwa? اِنِّیۡ لَکُمۡ رَسُوۡلٌ اَمِیۡنٌ -- Sesungguhnya aku bagi kamu seorang rasul yang terpercaya, maka bertakwalah kepada Allah, dan taatlah
kepadaku. Dan
aku sekali-kali tidak meminta upah dari kamu untuk itu, sesungguhnya ganjaranku hanyalah pada Rabb (Tuhan) seluruh alam (Asy-Syu’arā
[26]:142-146)
Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya membicarakan
suku bangsa Tsamud. Menurut Futuh
asy-Syam, mereka suatu bangsa gagah
perkasa. Kekuasaan dan kedaulatan
mereka telah meluas dari Basrah sebuah kota di Siria sampai Aden. Mereka
sudah sangat maju dalam bidang pertanian dan seni bangunan, dan merupakan suatu kaum yang sangat tinggi peradaban dan kebudayaannya. Suku bangsa ini telah disebut-sebut oleh ahli-ahli
sejarah Yunani. Mereka diletakkan dalam masa yang tidak lama sebelum zaman
Masehi.
Hijr atau Agra, sebagaimana
mereka sebutkan, dikatakan sebagai tanah air mereka. Al-Hijr yang juga telah dikenal sebagai Madaini Shalih (Kota-kota Shalih) dan yang agaknya telah menjadi
ibukota negeri bangsa ini, terletak di antara Medinah dan Tabuk, dan lembah di mana kota itu terletak, disebut Wadi Qura. Al-Quran menggambarkan mereka
sebagai keturunan langsung kaum ‘Ād (QS.7:75).
Makna Lain Fārihin yaitu Keahlian Khusus
Patut diperhatikan, bahwa kisah Nabi Nuh a.s.,
Nabi Hud a.s., dan Nabi Shalih a.s., telah diberikan pada
berbagai tempat dalam Al-Quran; dan di mana-mana urutannya sama, yakni, kisah
Nabi Nuh a.s. mendahului
kisah Nabi Hud a.s., dan kisah Nabi Hud a.s. mendahului kisah Nabi Shalih a.s., yang merupakan urutan kronologis (urutan
waktu) yang sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Quran, dengan tepat dan
sesuai urutan sejarah menerangkan
kenyataan-kenyataan sejarah dari masa jauh silam lagi terlupakan dan sama
sekali tertutup oleh kabut kesamaran. Nabi Shalih a.s. melanjutkan peringatannya:
اَتُتۡرَکُوۡنَ فِیۡ
مَا ہٰہُنَاۤ اٰمِنِیۡنَ ﴿﴾ۙ فِیۡ
جَنّٰتٍ وَّ عُیُوۡنٍ ﴿﴾ۙ وَّ
زُرُوۡعٍ وَّ نَخۡلٍ طَلۡعُہَا ہَضِیۡمٌ﴿﴾ۚ وَ تَنۡحِتُوۡنَ مِنَ الۡجِبَالِ بُیُوۡتًا فٰرِہِیۡنَ﴿﴾ۚ فَاتَّقُوا اللّٰہَ
وَ اَطِیۡعُوۡنِ ﴿﴾ۚ وَ لَا
تُطِیۡعُوۡۤا اَمۡرَ الۡمُسۡرِفِیۡنَ ﴿﴾ۙ الَّذِیۡنَ یُفۡسِدُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ وَ لَا
یُصۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ قَالُوۡۤا اِنَّمَاۤ
اَنۡتَ مِنَ الۡمُسَحَّرِیۡنَ ﴿﴾ۚ مَاۤ اَنۡتَ
اِلَّا بَشَرٌ مِّثۡلُنَا ۚۖ فَاۡتِ بِاٰیَۃٍ
اِنۡ کُنۡتَ مِنَ الصّٰدِقِیۡنَ ﴿﴾
“Apakah kamu akan dibiarkan tinggal di sini
dengan aman, di tengah kebun-kebun
dan mata air-mata air, dan ladang-ladang serta pohon-pohon
kurma dengan mayangnya yang hampir
patah karena lebat? تَنۡحِتُوۡنَ مِنَ
الۡجِبَالِ بُیُوۡتًا فٰرِہِیۡنَ وَ -- Dan kamu memahat bagian
gunung-gunung sebagai rumah-rumah
untuk kemegahan? فَاتَّقُوا
اللّٰہَ وَ اَطِیۡعُوۡنِ -- maka bertakwalah
kepada Allah dan taatlah kepadaku. Dan janganlah kamu mentaati perintah
orang-orang yang melampaui batas,
yaitu orang-orang yang melakukan kerusuhan di bumi dan mereka tidak mengadakan perbaikan.” قَالُوۡۤا اِنَّمَاۤ
اَنۡتَ مِنَ الۡمُسَحَّرِیۡنَ -- Mereka berkata: “Sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang terkena
sihir. مَاۤ اَنۡتَ اِلَّا بَشَرٌ مِّثۡلُنَا -- Engkau tidak lain melainkan seorang laki-laki seperti kami, فَاۡتِ بِاٰیَۃٍ اِنۡ کُنۡتَ مِنَ
الصّٰدِقِیۡنَ -- maka datangkanlah
satu Tanda jika engkau termasuk orang-orang
yang benar.” (Asy-Syu’arā [26]:147-155)
Jadi, fārihīn
dalam ayat تَنۡحِتُوۡنَ مِنَ
الۡجِبَالِ بُیُوۡتًا فٰرِہِیۡنَ وَ -- dan kamu memahat bagian
gunung-gunung sebagai rumah-rumah
untuk kemegahan?” selain
artinya bersuka-ria atau bergembira-ria atau bermegah-diri atau berbangga
diri atau bermegah diri, juga berarti
keahlian
dan kemahiran yang tinggi (Lexicon Lane).
Sehubungan
bermacam-macam makna fārihīn tersebut,
karena bangga atas keahliannya maka Qarun
pun telah berkata kepada kaumnya mengenai kesuksesan
duniawinya yang diraihnya:
قَالَ اِنَّمَاۤ
اُوۡتِیۡتُہٗ عَلٰی عِلۡمٍ عِنۡدِیۡ ؕ اَوَ لَمۡ یَعۡلَمۡ اَنَّ
اللّٰہَ قَدۡ اَہۡلَکَ مِنۡ قَبۡلِہٖ مِنَ
الۡقُرُوۡنِ مَنۡ ہُوَ اَشَدُّ مِنۡہُ
قُوَّۃً وَّ اَکۡثَرُ جَمۡعًا ؕ وَ لَا یُسۡـَٔلُ عَنۡ ذُنُوۡبِہِمُ الۡمُجۡرِمُوۡنَ ﴿﴾
Ia berkata: “Sesungguhnya ini telah diberikan-Nya kepadaku karena
ilmu yang ada padaku.” Tidakkah ia
mengetahui bahwa sungguh Allah telah membinasakan
banyak generasi sebelumnya yang lebih besar kekuasaannya daripada dia
dan lebih banyak harta kekayaannya?
Dan orang-orang
yang berdosa tidak akan ditanyakan mengenai dosa-dosa mereka. (Al-Qashash
[28]:79).
Makna Hazhzhim ‘Azhim
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai ketakaburan Qarun di
hadapan kaumnya:
فَخَرَجَ
عَلٰی قَوۡمِہٖ فِیۡ زِیۡنَتِہٖ ؕ قَالَ الَّذِیۡنَ یُرِیۡدُوۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا یٰلَیۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَاۤ اُوۡتِیَ
قَارُوۡنُ ۙ اِنَّہٗ لَذُوۡ حَظٍّ
عَظِیۡمٍ ﴿﴾ وَ قَالَ الَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡعِلۡمَ وَیۡلَکُمۡ
ثَوَابُ اللّٰہِ خَیۡرٌ لِّمَنۡ اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا ۚ وَ لَا یُلَقّٰہَاۤ
اِلَّا الصّٰبِرُوۡنَ ﴿﴾
Maka ia
keluar di hadapan kaumnya dengan perhiasannya.
Berkata orang-orang yang menghendaki kehidupan
dunia: یٰلَیۡتَ لَنَا مِثۡلَ مَاۤ اُوۡتِیَ
قَارُوۡنُ -- “Alangkah baiknya, apabila kami pun mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun! اِنَّہٗ لَذُوۡ حَظٍّ عَظِیۡمٍ -- Sesungguhnya ia benar-benar mempunyai bagian harta yang besar.” Tetapi orang-orang yang diberi pengetahuan
berkata: “Celakalah kamu, ganjaran dari
Allah adalah lebih baik bagi siapa
yang beriman dan beramal saleh, وَ لَا یُلَقّٰہَاۤ
اِلَّا الصّٰبِرُوۡنَ -- dan itu
tidak akan diberikan kecuali kepada orang-orang
yang sabar.” (Al-Qashash [28]:81-82).
Para
pecinta kehidupan duniawi menyebut keberhasilan duniawi yang diraih oleh orang-orang duniawi seperti Qarun sebagai حَظٍّ
عَظِیۡم
yakni orang yang
mendapat bagian besar dalam kebaikan atau
yang bernasib sangat mujur atau yang bernasib
sangat baik atau yang sangat beruntung. Tetapi orang-orang
yang berilmu – yakni yang memiliki makrifat Ilahi -- berkata:
وَیۡلَکُمۡ ثَوَابُ اللّٰہِ خَیۡرٌ لِّمَنۡ
اٰمَنَ وَ عَمِلَ صَالِحًا -- Celakalah kamu, ganjaran dari Allah adalah lebih baik bagi siapa yang beriman dan beramal
saleh, وَ لَا یُلَقّٰہَاۤ اِلَّا الصّٰبِرُوۡنَ -- dan itu
tidak akan diberikan kecuali kepada orang-orang
yang sabar.” (Al-Qashash [28]:81-82).
Sebutan
حَظٍّ عَظِیۡم yakni orang
yang mendapat bagian besar dalam kebaikan atau
yang bernasib sangat mujur
atau yang bernasib sangat baik atau yang sangat
beruntung tersebut dapat pula dikenakan kepada orang-orang yang berhasil meraih kesuksesan
duniawi seperti Qarun, tetapi yang
melaksanakan nasihat dari orang-orang
yang diberi ilmu (marifat Ilahi)
tersebut, yakni mereka memanfaatkan kesuksesan
duniawinya tersebut untuk mencari rumah
serta berbuat ihsan kepada sesama hamba
Allah, firman-Nya:
اِنَّ
قَارُوۡنَ کَانَ مِنۡ قَوۡمِ مُوۡسٰی
فَبَغٰی عَلَیۡہِمۡ ۪ وَ اٰتَیۡنٰہُ مِنَ الۡکُنُوۡزِ مَاۤ اِنَّ مَفَاتِحَہٗ
لَتَنُوۡٓاُ بِالۡعُصۡبَۃِ اُولِی
الۡقُوَّۃِ ٭ اِذۡ قَالَ لَہٗ
قَوۡمُہٗ لَا تَفۡرَحۡ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ ﴿﴾ وَ ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ
اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ
الۡاٰخِرَۃَ وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ
مِنَ الدُّنۡیَا وَ اَحۡسِنۡ کَمَاۤ
اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ وَ لَا
تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
Qarun adalah termasuk kaum Musa tetapi ia berlaku
aniaya terhadap mereka. Dan Kami
telah memberinya khazanah-khazanah yang kunci-kuncinya sangat susah diangkat oleh sejumlah orang-orang kuat. اِذۡ قَالَ لَہٗ
قَوۡمُہٗ لَا تَفۡرَحۡ اِنَّ اللّٰہَ
لَا یُحِبُّ الۡفَرِحِیۡنَ -- Ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah
engkau terlalu bersukaria, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang terlalu bersukiaria. وَ
ابۡتَغِ فِیۡمَاۤ اٰتٰىکَ اللّٰہُ الدَّارَ الۡاٰخِرَۃَ -- Dan carilah
rumah akhirat itu dalam apa yang telah Allah berikan kepada
engkau, وَ لَا تَنۡسَ نَصِیۡبَکَ مِنَ الدُّنۡیَا -- dan janganlah
engkau melupakan nasib engkau di dunia, وَ اَحۡسِنۡ
کَمَاۤ اَحۡسَنَ اللّٰہُ اِلَیۡکَ -- dan berbuat
ihsanlah sebagaimana Allah telah
berbuat ihsan terhadap engkau, وَ لَا تَبۡغِ الۡفَسَادَ فِی الۡاَرۡضِ -- dan janganlah
engkau menimbulkan kerusakan di bumi, اِنَّ
اللّٰہَ لَا یُحِبُّ الۡمُفۡسِدِیۡنَ -- sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Al-Qashash
[28]:77-78).
Mengisyaratkan kepada hal itu pulalah doa yang diajarkan Allah Swt. berikut
ini, firman-Nya:
وَ مِنۡہُمۡ
مَّنۡ یَّقُوۡلُ رَبَّنَاۤ اٰتِنَا فِی
الدُّنۡیَا حَسَنَۃً وَّ فِی الۡاٰخِرَۃِ
حَسَنَۃً وَّ قِنَا عَذَابَ النَّارِ ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ لَہُمۡ نَصِیۡبٌ مِّمَّا کَسَبُوۡا ؕ وَ
اللّٰہُ سَرِیۡعُ الۡحِسَابِ ﴿﴾
Dan di antara mereka ada yang
mengatakan: “Ya Rabb (Tuhan} kami, berilah kami segala yang baik di
dunia dan segala yang baik di
akhirat, dan peliharalah
kami dari azab Api.” Mereka inilah yang akan memperoleh bagian sebagai pahala dari apa yang mereka usahakan, dan Allah Mahacepat dalam menghisab. (Al-Baqarah
[2]:202).
Kesuksesasan Duniawi Tidak Memberi
Perlindungan Seperti “Sarang
Laba-laba”
Pendek kata, keberhasilan duniawi yang
bagaimana pun yang diraih oleh seseorang
atau pun oleh suatu bangsa,
apabila hanya untuk sekedar membanggakan
diri serta memuaskan syahwat belaka, maka mereka tidak layak disebut ذُوۡ حَظٍّ
عَظِیۡمٍ --
yang memiliki bagian besar dalam kebaikan atau yang bernasib sangat mujur atau yang bernasib sangat baik atau yang sangat
beruntung, sebab menurut Allah Swt.
“surga duniawi” mereka sangat
lemah seperti “sarang laba-laba”
ketika azab Ilahi menimpa mereka, firman-Nya:
َ قَارُوۡنَ
وَ فِرۡعَوۡنَ وَ ہَامٰنَ ۟ وَ لَقَدۡ جَآءَہُمۡ
مُّوۡسٰی بِالۡبَیِّنٰتِ فَاسۡتَکۡبَرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ وَ مَا کَانُوۡا
سٰبِقِیۡنَ ﴿ۚۖ﴾ فَکُلًّا
اَخَذۡنَا بِذَنۡۢبِہٖ ۚ فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ اَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِ حَاصِبًا ۚ
وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ اَخَذَتۡہُ الصَّیۡحَۃُ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ خَسَفۡنَا
بِہِ الۡاَرۡضَ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ
اَغۡرَقۡنَا ۚ وَ مَا کَانَ اللّٰہُ
لِیَظۡلِمَہُمۡ وَ لٰکِنۡ کَانُوۡۤا
اَنۡفُسَہُمۡ یَظۡلِمُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami membinasakan Qarun,
Fir’aun dan Haman. Dan sungguh Musa
benar-benar telah datang kepada mereka dengan Tanda-tanda yang nyata
tetapi mereka berlaku sombong di
bumi dan mereka sekali-kali tidak
dapat melepaskan diri dari azab Kami. Maka setiap orang dari mereka Kami tangkap karena dosanya, di antara mereka ada yang Kami kirim kepadanya badai pasir, di
antara mereka ada yang disambar oleh
petir, di antara mereka ada yang Kami benamkan di bumi,
di antara mereka ada yang Kami
tenggelamkan, dan Allah sekali-kali
tidak berbuat zalim terhadap mereka, tetapi mereka menzalimi diri mereka sendiri (Al-Ankabūt [29]:40-41).
Al-Quran telah mempergunakan berbagai kata dan ungkapan untuk hukuman atau
azab Ilahi yang ditimpakan kepada lawan-lawan berbagai nabi Allah pada zamannya masing-masing. Azab
yang melanda kaum ‘Ād digambarkan sebagai badai
pasir (QS.41:17; QS.54:20; dan QS.69:7); yang menimpa kaum Tsamud sebagai gempa bumi (QS.7:79); ledakan (QS.11:68; QS.54:32), halilintar (QS.41:18), dan ledakan dahsyat (QS.69:6); azab yang menghancurkan umat Nabi Luth a.s. sebagai hujan batu-batu tanah (QS.11:83; QS.15:75); badai batu (QS.54:35); dan azab
yang menimpa Midian, kaum Nabi
Syu’aib a.s. adalah gempa bumi
(QS.7:92; QS.29:38); ledakan
(QS.11:95); dan azab pada hari siksaan yang mendatang (QS.26:190).
Terakhir dari semua itu ialah azab
Ilahi yang menimpa Fir’aun dan lasykarnya serta pembesar-pembesarnya yang gagah-perkasa, Haman dan Qarun (Qorah),
dan membinasakan mereka sampai hancur-luluh, telah digambarkan dengan ungkapan,
“Kami ........ tenggelamkan pengikut-pengikut Fir’aun” (QS.2:51;
QS.7:137; dan QS.17:104), dan “Kami menyebabkan bumi menelannya” (QS.28:82).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 6 Mei
2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar