بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 39
Keistimewaan Para Penghuni Surga ‘Illiyyīn & Pentingnya Peran Wahyu
Ilahi Dalam Membuka Khazanah-khazanah
Ruhani Al-Quran yang Tak Terbatas
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai firman Allah Swt. berikut ini, bahwa orang-orang yang kafir yang mendustakan
Allah Swt. dan Rasul Allah, bahwa
penyebabnya bukan karena mata
jasmani mereka yang buta melainkan “mata hati” mereka yang buta,
sehingga walau pun berbagai bentuk Tanda-tanda
Ilahi dan bahkan azab Ilahi terus
menerus menimpa umumnya umat
manusia, tetapi mereka tetap tidak
mampu mengambil nasihat dan pelajaran dari peringatan
Allah Swt. tersebut:
وَ اِنۡ یُّکَذِّبُوۡکَ فَقَدۡ
کَذَّبَتۡ قَبۡلَہُمۡ قَوۡمُ نُوۡحٍ وَّ عَادٌ
وَّ ثَمُوۡدُ ﴿ۙ﴾ وَ
قَوۡمُ اِبۡرٰہِیۡمَ وَ
قَوۡمُ لُوۡطٍ ﴿ۙ﴾
وَّ اَصۡحٰبُ مَدۡیَنَ ۚ وَ کُذِّبَ مُوۡسٰی فَاَمۡلَیۡتُ لِلۡکٰفِرِیۡنَ
ثُمَّ اَخَذۡتُہُمۡ ۚ فَکَیۡفَ کَانَ
نَکِیۡرِ ﴿﴾ فَکَاَیِّنۡ
مِّنۡ قَرۡیَۃٍ اَہۡلَکۡنٰہَا وَ ہِیَ
ظَالِمَۃٌ فَہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی
عُرُوۡشِہَا وَ بِئۡرٍ مُّعَطَّلَۃٍ وَّ
قَصۡرٍ مَّشِیۡدٍ ﴿﴾ اَفَلَمۡ یَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ
یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ اَوۡ اٰذَانٌ
یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا ۚ َاِنَّہَا لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ وَ لٰکِنۡ
تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ ﴿﴾
Dan jika mereka
mendustakan engkau maka sungguh
telah mendustakan pula sebelum mereka kaum
Nuh dan ‘Ad dan Tsamud dan kaum Ibrahim dan kaum Luth, dan penduduk Madyan, dan Musa pun telah didustakan, tetapi Aku
memberi tangguh kepada orang-orang kafir,
kemudian Aku menangkap mereka
maka betapa dahsyatnya akibat
keingkaran kepada-Ku! فَکَاَیِّنۡ مِّنۡ
قَرۡیَۃٍ اَہۡلَکۡنٰہَا وَ ہِیَ
ظَالِمَۃٌ فَہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی
عُرُوۡشِہَا وَ بِئۡرٍ مُّعَطَّلَۃٍ وَّ
قَصۡرٍ مَّشِیۡدٍ -- Dan berapa banyak kota
yang Kami telah membinasakannya,
yang penduduknya sedang berbuat
zalim lalu dinding-dindingnya jatuh
atas atapnya, dan sumur yang
telah ditinggalkan dan istana
yang menjulang tinggi. اَفَلَمۡ یَسِیۡرُوۡا
فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ اَوۡ اٰذَانٌ یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا ۚ َاِنَّہَا
لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ وَ لٰکِنۡ تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ -- Maka apakah
mereka tidak berpesiar di bumi, lalu
menjadikan hati mereka memahami
dengannya atau menjadikan telinga mereka
mendengar dengannya? Maka sesungguhnya
bukan mata yang buta tetapi yang buta adalah hati yang ada dalam dada,
(Al-Hajj
[22]:43-47).
Dari ayat ini jelas bahwa orang-orang mati, orang-orang buta,
dan orang-orang tuli, yang dibicarakan
di sini atau di tempat lain dalam Al-Quran (QS.17:73; QS.22:125-129) ialah, orang-orang
yang ditilik dari segi ruhani telah mati, buta, dan tuli
(QS.7:180).
Kelumpuhan indera-indera ruhani
mereka dari mengenal Tanda-tanda Allah Swt.
yang dikemukakan Rasul Allah yang
diutus kepada itulah yang kemudian
memicu ketakaburan mereka untuk menantang agar azab Ilahi yang diperingatkan kepada mereka kedatangannya disegerakan (dipercepat), firman-Nya:
وَ
یَسۡتَعۡجِلُوۡنَکَ بِالۡعَذَابِ وَ لَنۡ یُّخۡلِفَ اللّٰہُ وَعۡدَہٗ ؕ وَ
اِنَّ یَوۡمًا عِنۡدَ رَبِّکَ
کَاَلۡفِ سَنَۃٍ مِّمَّا
تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾ وَ
کَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ اَمۡلَیۡتُ
لَہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ ثُمَّ
اَخَذۡتُہَا ۚ وَ اِلَیَّ الۡمَصِیۡرُ ﴿٪﴾
Dan mereka meminta kepada engkau untuk mempercepat azab, tetapi Allah
tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Dan sesungguhnya satu hari di sisi Rabb (Tuhan) engkau seperti seribu
tahun menurut perhitungan kamu.
Dan berapa banyaknya kota telah Aku memberi tangguh baginya padahal dia berlaku zalim. Kemudian Aku
menangkapnya dan kepada Aku-lah
kembali mereka. (Al-Hajj [22]:48-49).
Terjadinya Perang Dunia I dan Perang
Dunia II dan Ancaman Perang Nuklir
Nabi Besar Muhammad saw. menurut riwayat pernah bersabda, bahwa tiga abad (300 tahun) pertama Islam akan merupakan masa yang terbaik, sesudah itu kepalsuan akan tersebar dan suatu masa kegelapan akan datang dan meluas
sampai seribu tahun (Tirmidzi).
Masa 1000 tahun ini dipersamakan
dengan satu hari (QS.32:6),
firman-Nya:
یُدَبِّرُ
الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ اِلَی
الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ
سَنَۃٍ مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾ ذٰلِکَ عٰلِمُ الۡغَیۡبِ وَ
الشَّہَادَۃِ الۡعَزِیۡزُ الرَّحِیۡمُ ۙ﴿﴾
Dia
mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu
akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung. Demikian itulah Tuhan
Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Maha Perkasa,
Maha Penyayang, (As-Sajdah
[32]:6-7).
Dalam masa kemunduran umat Islam tersebut satu kaum
yang bermata biru -- yakni Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) yang beragama Kristen
-- akan bangkit dan menyebar luas ke
seluruh dunia (QS.20:103-104).
Orang-orang bermata biru itulah yang
karena sombong dan takaburnya -- yang
diakibatkan oleh karena memperoleh kemuliaan
duniawi dan kekuasaan politik
(QS.7:170; QS.18:1-9) -- mtelah digambarkan memberi tantangan kepada Nabi Besar Muhammad saw. untuk mempercepat azab Ilahi yang dikatakan oleh beliau saw. akan menimpa mereka pada waktu yang ditentukan dan
dijanjikan itu. Perang Dunia I dan Perang
Dunia II adalah merupakan sebagian penggenapan azab Ilahi tersebut dan meletusnya Perang Dunia III atau Perang
Nuklir hanya tinggal menunggu waktu saja, yang akan terjadi secara tiba-tiba.
Kepada Fir’aun pun 9 buah Tanda atau mukjizat yang diperlihatkan Allah Swt. Melalui Nabi Musa a.s. (QS.17:102; QS.27:13), tetapi Fir’aun dan para pembesarnya
tidak menganggapnya sebagai mukjizat
melainkan sebagai sihir atau sebagai
peristiwa alam biasa, itulah
sebabnya mukjizat yang terakhir
adalah berupa penenggelaman Fir’aun
dan bala tentaranya di laut, dan
barulah Fir’aun menyatakan beriman
kepada Tuhannya Bani Israil,
firman-Nya:
وَ
جٰوَزۡنَا بِبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ
الۡبَحۡرَ فَاَتۡبَعَہُمۡ فِرۡعَوۡنُ وَ جُنُوۡدُہٗ بَغۡیًا وَّ عَدۡوًا ؕ حَتّٰۤی اِذَاۤ اَدۡرَکَہُ الۡغَرَقُ ۙ قَالَ اٰمَنۡتُ
اَنَّہٗ لَاۤ اِلٰہَ اِلَّا الَّذِیۡۤ اٰمَنَتۡ بِہٖ بَنُوۡۤا
اِسۡرَآءِیۡلَ وَ اَنَا مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾ آٰلۡـٰٔنَ وَ قَدۡ عَصَیۡتَ قَبۡلُ وَ کُنۡتَ مِنَ
الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾ فَالۡیَوۡمَ
نُنَجِّیۡکَ بِبَدَنِکَ لِتَکُوۡنَ لِمَنۡ
خَلۡفَکَ اٰیَۃً ؕ وَ اِنَّ کَثِیۡرًا مِّنَ النَّاسِ عَنۡ اٰیٰتِنَا
لَغٰفِلُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan Kami
telah membuat Bani Israil menyeberangi laut, lalu Fir’aun
dan lasykar-lasykarnya mengejar mereka secara durhaka dan aniaya, sehingga apabila ia menjelang tenggelam ia berkata: “Aku percaya, sesungguhnya Dia tidak ada Tuhan kecuali yang dipercayai
oleh Bani Israil, dan aku
termasuk orang-orang yang berserah diri kepada-Nya.” Apa,
sekarang baru beriman!? Padahal engkau telah mem-bangkang sebelum ini, dan engkau termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami akan menyelamatkan
engkau hanya badan engkau, supaya engkau menjadi suatu Tanda bagi orang-orang sesudah engkau, dan sesungguhnya keba-nyakan dari manusia benar-benar le-ngah terhadap Tanda-tanda Kami.” (Yunus [10]:91-93).
Keistimewaan Para Ahli
Surga Penghuni ‘Illiyyīn
Memang benar
umumnya umat Islam mempercayai Al-Quran
sebagai Kitab suci terakhir dan tersempurna,
tetapi tidak sedikit pula yang menganggap kisah-kisah kaum kaum purbakala yang para Rasul Allah yang diutus kepada mereka
sebagai informasi tentang masa lalu atau sebagai “dongeng” belaka, mereka tidak menganggapnya sebagai nubuatan yang senantiasa akan berulang,
sebagaimana firman-Nya berikut ini:
وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا سِجِّیۡنٌ ؕ﴿﴾ کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ؕ﴿﴾ وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ یُکَذِّبُوۡنَ بِیَوۡمِ الدِّیۡنِ ﴿ؕ﴾ وَ مَا یُکَذِّبُ بِہٖۤ اِلَّا کُلُّ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ اِذَا
تُتۡلٰی عَلَیۡہِ اٰیٰتُنَا قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾ کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا
کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾ کَلَّاۤ اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ
لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ اِنَّہُمۡ
لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ ﴿ؕ﴾
ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan apakah yang engkau ketahui, apa sijjīn itu? Yaitu sebuah kitab tertulis. Celakalah
pada hari itu bagi orang-orang yang
mendustakan, yaitu orang-orang yang mendustakan Hari Pembalasan.
Dan sekali-kali tidak ada yang
mendusta-kannya kecuali setiap
pelanggar batas lagi sangat berdosa.
اِذَا
تُتۡلٰی عَلَیۡہِ اٰیٰتُنَا قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ -- Apabila Tanda-tanda Kami dibacakan kepadanya ia berkata: “Ini-lah dongeng orang-orang dahulu!” کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا
کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ -- Sekali-kali tidak,
bahkan apa yang mereka usahakan telah menjadi
karat pada hati mereka. کَلَّاۤ اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ
لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ -- Sekali-kali tidak, bahkan sesungguhnya
pada hari itu mereka benar-benar terhalang dari melihat Rabb (Tuhan) mereka. ثُمَّ
اِنَّہُمۡ لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ -- Kemudian sesungguhnya mereka
pasti masuk ke dalam Jahannam. ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ -- Kemudian
dikatakan: “Inilah apa yang
senantiasa kamu dustakan.”
(Al-Muthaffifīn
[83]:9-18).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai orang-orang yang “mabrur”
yakni para pelaku “kebajikan” (birr),
yang memiliki “kedekatan” (qurb)
dengan Allah Swt:
کَلَّاۤ اِنَّ
کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ مَاۤ اَدۡرٰىکَ مَا
عِلِّیُّوۡنَ ﴿ؕ﴾ کِتٰبٌ
مَّرۡقُوۡمٌ ﴿ۙ﴾ یَّشۡہَدُہُ الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾ اِنَّ الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ
نَعِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَلَی
الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ۙ﴾
تَعۡرِفُ فِیۡ وُجُوۡہِہِمۡ
نَضۡرَۃَ النَّعِیۡمِ ﴿ۚ﴾ یُسۡقَوۡنَ مِنۡ رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ ﴿ۙ﴾ خِتٰمُہٗ
مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ ﴿ؕ﴾ وَ مِزَاجُہٗ
مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾ عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Sekali-kali
tidak, sesungguhnya rekaman orang-orang
yang berbuat kebajikan (abrār) itu niscaya ada di dalam ‘illiyyīn. Dan tahukah engkau
apa ‘illiyyūn itu? Yaitu sebuah
Kitab tertulis. یَّشۡہَدُہُ
الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- orang-orang
didekatkan kepada Allah akan menyaksikannya.
اِنَّ
الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ -- Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan (abrār) benar-benar dalam kenikmatan, عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ
-- Mereka duduk di atas
dipan-dipan sambil memandang. تَعۡرِفُ فِیۡ
وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ النَّعِیۡمِ -- Engkau dapat mengenal kesegaran nikmat
itu pada wajah mereka. یُسۡقَوۡنَ مِنۡ رَّحِیۡقٍ
مَّخۡتُوۡمٍ -- Mereka akan diberi minum dari minuman yang bermeterai. خِتٰمُہٗ
مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ -- Meterainya
kesturi, dan yang demikian itu mereka yang
menginginkan hendaknya menginginkannya. وَ مِزَاجُہٗ مِنۡ
تَسۡنِیۡمٍ -- dan campurannya
adalah tasnīm, عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- Mata air yang minum darinya orang-orang
yang didekatkan kepada Allah.
(Al-Muthaffifīn
[83]:19-28).
“Cahaya yang Berlari-lari” Dua Golongan
Ahli Surga Pengikut Rasul Allah
‘Illiyyūn
yang dianggap oleh sebagian orang berasal dari ‘ala, yang
berarti sesuatu itu tinggi atau menjadi tinggi,
maksudnya martabat-martabat paling mulia yang akan dinikmati oleh orang-orang beriman yang bertakwa, yang memiliki qurb (kedekatan) kepada Allah Swt. Dalam
Surah Al-Wāqi’ah mereka itu
adalah penghuni surga golongan as-
sābiqūna- sābiqūn (orang-orang yang benar-benar paling dahulu –
QS.56:11-12), firman-Nya:
وَّ
کُنۡتُمۡ اَزۡوَاجًا ثَلٰثَۃً ؕ﴿﴾ فَاَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ ۬ۙ مَاۤ اَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ ؕ﴿﴾ وَ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ۬ۙ مَاۤ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ؕ﴿﴾ وَ السّٰبِقُوۡنَ
السّٰبِقُوۡنَ ﴿ۚۙ﴾ اُولٰٓئِکَ الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ۚ﴾ فِیۡ جَنّٰتِ
النَّعِیۡمِ ﴿﴾ ثُلَّۃٌ مِّنَ
الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ قَلِیۡلٌ مِّنَ الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿ؕ﴾ عَلٰی سُرُرٍ مَّوۡضُوۡنَۃٍ ﴿ۙ﴾
Dan kamu menjadi tiga golongan.
Maka mereka yang di sebelah kanan,
alangkah bahagianya mereka yang
di sebelah kanan itu! Dan
mereka yang di sebelah kiri,
alangkah celakanya mereka yang di
sebelah kiri itu! وَ السّٰبِقُوۡنَ السّٰبِقُوۡنَ -- Dan yang
paling dahulu, mereka benar-benar paling dahulu, اُولٰٓئِکَ الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- Mereka
itulah orang-orang yang didekatkan kepada Tuhan. Mereka berada di dalam surga-surga kenikmatan. ثُلَّۃٌ
مِّنَ الۡاَوَّلِیۡنَ -- Segolongan besar dari orang-orang terdahulu, وَ قَلِیۡلٌ مِّنَ الۡاٰخِرِیۡنَ -- dan segolongan kecil dari orang-orang kemudian, عَلٰی سُرُرٍ مَّوۡضُوۡنَۃٍ -- mereka di
atas dipan bertatahkan emas dan permata, (Al-Wāqi’ah [56]:8-16).
Menurut
kamus Al-Mufradat yang dimaksud dengan ‘illiyyūn itu orang-orang bertakwa pilihan, yang akan menikmati kelebihan ruhani di atas orang-orang beriman. Kata itu dapat juga menampilkan
bagian-bagian Al-Quran yang
mengandung nubuatan-nubuatan mengenai
kemajuan dan kesejahteraan besar orang-orang
beriman. Menurut Ibn ‘Abbas kata itu
berarti surga (Tafsir Ibnu Katsir), sedang Imam Raghib
menganggap ‘illiyyūn itu sebutan
bagi para penghuninya.
Karena sijjīn itu mufrad dan ‘illiyyīn
jamak, maka nampak bahwa sementara hukuman
bagi orang-orang berdosa akan statis yakni tetap pada satu tempat,
sedangkan kemajuan ruhani orang-orang
bertakwa akan berkesinambungan tanpa rintangan dan akan mengambil bentuk
berbeda-beda.
Mereka akan maju dari satu tingkat ruhani kepada tingkat
ruhani lebih tinggi yang digambarkan “cahaya”
mereka “berlari-lari” di depan mereka dan di sebelah kanan mereka sesuai dengan perbedaan martabat ruhani kedua golongan ahli
surge pemiliknya (QS.66:9), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا اِلَی
اللّٰہِ تَوۡبَۃً نَّصُوۡحًا ؕ عَسٰی
رَبُّکُمۡ اَنۡ یُّکَفِّرَ عَنۡکُمۡ
سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یُدۡخِلَکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ
مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ النَّبِیَّ
وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ
نُوۡرُہُمۡ یَسۡعٰی بَیۡنَ
اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ
یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ
اَتۡمِمۡ لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ
لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Hai orang-orang yang
beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan seikhlas-ikhlas taubat. Boleh jadi Rabb
(Tuhan) kamu akan menghapuskan dari kamu
keburukan-keburukan kamu dan akan
memasukkan kamu ke dalam kebun-kebun
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
یَوۡمَ لَا
یُخۡزِی اللّٰہُ النَّبِیَّ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ --
pada hari ketika Allah tidak akan menghinakan Nabi
maupun orang-orang yang beriman
besertanya, ۚ نُوۡرُہُمۡ
یَسۡعٰی بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ -- cahaya
mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan di sebelah
kanan mereka, یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ
عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ -- mereka akan berkata: “Hai Rabb (Tuhan) kami, sempurnakanlah
bagi kami cahaya kami, dan maafkanlah
kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(At-Tahrim
[66]:9).
Pentingnya Peran Wahyu Ilahi
dan
Kesucian Hati Dalam Menafsirkan
Al-Quran
Jika yang dimaksud “minuman murni” adalah
Al-Quran maka Tasnīm – yang
menjadi “meterai/segel” dari “minuman murni”
tersebut dapat dianggap wahyu
Ilahi yang dianugerahkan kepada orang-orang
pilihan Tuhan para pengikut Nabi
Besar Muhammad saw. yang bertakwa,
yang memiliki qurb (kedekatan) dengan
Allah Swt., mengenai mereka Allah Swt.
berfirman:
وَ مَنۡ
یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul
ini maka mereka termasuk orang-orang
yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: مِّنَ النَّبِیّٖنَ
وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ -- nabi-nabi,
shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا -- dan mereka itulah sahabat
yang sejati. ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا -- Itulah karunia dari Allah, dan cukuplah
Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
Mengapa demikian? Sebab
hanya kepada orang-orang yang kalbunya mendapat bimbingan wahyu
Ilahi sajalah Allah Swt. memberikan anugerah
untuk dapat “menyentuh” khazanah-khazanah
ruhani Al-Quran (QS.56:76-81),
terutama orang yang memperoleh martabat kenabian
(QS.3:180; QS.4:70-71; QS.71:27-29),
firman-Nya:
فَلَاۤ اُقۡسِمُ
بِمَوٰقِعِ النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾ وَ
اِنَّہٗ لَقَسَمٌ لَّوۡ
تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ اِنَّہٗ
لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ فِیۡ کِتٰبٍ
مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾ لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ
رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Maka Aku
benar-benar bersumpah demi bintang-bintang
berjatuhan, dan
sesungguhnya itu benar-benar kesaksian agung, seandainya kamu
mengetahui, Sesungguhnya itu benar-benar Al-Quran yang mulia, dalam suatu kitab yang sangat terpelihara, لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ -- Yang tidak
dapat menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan)
seluruh alam. (Al-Wāqi’ah [56]:76-81).
Bahwa Al-Quran itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara
dan terjaga baik (QS.15:10) merupakan
tantangan terbuka kepada seluruh
dunia, tetapi selama 14 abad, tantangan
itu tetap tidak terjawab atau tidak
mendapat sambutan. Tidak ada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk
mencela kemurnian teksnya.
Tetapi semua daya upaya ke arah ini telah membawa
kepada satu-satunya hasil yang tidak terelakkan – walaupun tidak enak dirasakan
oleh musuh-musuh – bahwa kitab yang
disodorkan oleh Nabi Besar Muhammad saw., Rasul
Allah yang ummi (buta huruf -- QS.7:158) kepada dunia empat belas abad yang
lalu, “Telah sampai kepada kita tanpa perubahan barang satu huruf pun” (Williams
Muir).
Al-Quran adalah sebuah
Kitab yang sangat terpelihara dalam pengertian bahwa hanya orang-orang
beriman yang hatinya bersih dapat
meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan
dalam ayat berikutnya: لَّا یَمَسُّہٗۤ اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ -- “Yang tidak
dapat menyentuhnya kecuali orang-orang
yang disucikan”.
Ayat اِنَّہٗ لَقُرۡاٰنٌ
کَرِیۡمٌ -- sesungguhnya itu benar-benar Al-Quran
yang mulia, فِیۡ کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ -- dalam suatu kitab yang sangat terpelihara”, dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas
yang terkandung dalam Al-Quran itu
tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam. Seperti hukum alam, cita-cita
dan asas-asas itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya
tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman.
Atau, ayat ini dapat
diartikan bahwa Al-Quran dipelihara
dalam fitrat yang telah dianugerahkan
Allah Swt. kepada manusia (QS.30:31). Fitrat
insani berlandaskan pada hakikat-hakikat
dasar dan telah dilimpahi kemampuan
untuk sampai kepada keputusan yang benar.
Orang yang secara jujur bertindak
sesuai dengan naluri atau fitratnya ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.
Pembukaan Rahasia Gaib Kepada Rasul Allah
Makna ayat لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ -- “Yang tidak
dapat menyentuhnya kecuali orang-orang
yang disucikan,” yaitu hanya
orang yang bernasib baik
sajalah yang diberi pengertian mengenai dan dan
dapat mendalami kandungan arti
Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan
hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup
bagi orang-orang yang hatinya tidak
bersih dan berhati bengkok
(QS.3:8).
Secara sambil lalu dikatakannya bahwa –
sebagai tanda penghormatan kepada
Al-Quran -- orang-orang Islam hendaknya jangan menyentuh atau membaca
Al-Quran sementara keadaan fisiknya tidak bersih, sebab memuliakan syiar-syiar Allah merupakan salah satu tanda dari ketakwaan (QS.22:33).
Sehubungan dengan ayat لَّا یَمَسُّہٗۤ
اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ -- “Yang tidak
dapat menyentuhnya kecuali
orang-orang yang disucikan” berkenaan dengan
Al-Quran, dalam surah lain Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya keberadaan nabi Allah di kalangan umat Islam, selain keberadaan
orang-orang yang meraih martabat shiddiqin,
syuhada (saksi-saksi) dan shālihīn (orang-orang shaleh --QS.4:70-71), firman-Nya:
عٰلِمُ الۡغَیۡبِ
فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ
یَسۡلُکُ مِنۡۢ بَیۡنِ یَدَیۡہِ وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾ لِّیَعۡلَمَ
اَنۡ قَدۡ اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ
بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ شَیۡءٍ
عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang
mengetahui yang gaib, maka Dia tidak men-zahirkan rahasia gaib-Nya kepada siapa pun, kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa
sungguh mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan
Dia meliputi semua yang ada pada mereka
dan Dia membuat perhitungan mengenai
segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 25 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar