Rabu, 29 April 2015

Keistimewaan Para Penghuni "Surga 'Illiyyiin" & Pentingnya Peran "Wahyu Ilahi" Dalam Membuka "Khazanah-khazanah Ruhani" Al-Quran yang Tak Terbatas




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 39

    
Keistimewaan Para Penghuni Surga ‘Illiyyīn  &  Pentingnya Peran  Wahyu Ilahi Dalam  Membuka  Khazanah-khazanah Ruhani Al-Quran yang Tak Terbatas
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai firman Allah Swt. berikut ini, bahwa orang-orang yang kafir yang  mendustakan Allah Swt. dan Rasul Allah,  bahwa penyebabnya bukan  karena  mata jasmani  mereka yang buta melainkan “mata hati” mereka yang buta, sehingga walau pun  berbagai bentuk  Tanda-tanda Ilahi dan bahkan azab Ilahi terus menerus menimpa  umumnya  umat manusia, tetapi mereka tetap tidak mampu mengambil  nasihat  dan pelajaran dari  peringatan Allah Swt. tersebut:
وَ اِنۡ یُّکَذِّبُوۡکَ فَقَدۡ کَذَّبَتۡ قَبۡلَہُمۡ قَوۡمُ  نُوۡحٍ  وَّ عَادٌ  وَّ  ثَمُوۡدُ ﴿ۙ﴾  وَ  قَوۡمُ   اِبۡرٰہِیۡمَ  وَ  قَوۡمُ  لُوۡطٍ ﴿ۙ﴾  وَّ اَصۡحٰبُ مَدۡیَنَ ۚ وَ کُذِّبَ مُوۡسٰی فَاَمۡلَیۡتُ لِلۡکٰفِرِیۡنَ ثُمَّ  اَخَذۡتُہُمۡ ۚ فَکَیۡفَ کَانَ نَکِیۡرِ ﴿﴾  فَکَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اَہۡلَکۡنٰہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ  فَہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی عُرُوۡشِہَا وَ بِئۡرٍ  مُّعَطَّلَۃٍ   وَّ  قَصۡرٍ  مَّشِیۡدٍ ﴿﴾  اَفَلَمۡ یَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ  اَوۡ اٰذَانٌ یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا ۚ َاِنَّہَا لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ  وَ لٰکِنۡ  تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ ﴿﴾
Dan jika mereka  mendustakan engkau maka sungguh telah mendustakan pula sebelum mereka kaum Nuh dan ‘Ad dan Tsamud   dan kaum Ibrahim dan kaum Luth,  dan penduduk Madyan, dan Musa pun telah didustakan, tetapi Aku memberi tangguh kepada orang-orang kafir,  kemudian Aku menangkap mereka maka betapa dahsyatnya akibat keingkaran kepada-Ku!    فَکَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اَہۡلَکۡنٰہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ  فَہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی عُرُوۡشِہَا وَ بِئۡرٍ  مُّعَطَّلَۃٍ   وَّ  قَصۡرٍ  مَّشِیۡدٍ -- Dan berapa banyak kota yang Kami telah  membinasakannya, yang penduduknya sedang berbuat zalim  lalu  dinding-dindingnya  jatuh atas atapnya, dan sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang menjulang tinggi.  اَفَلَمۡ یَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ  اَوۡ اٰذَانٌ یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا ۚ َاِنَّہَا لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ  وَ لٰکِنۡ  تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ   --  Maka apakah mereka tidak berpesiar di bumi, lalu  menjadikan hati mereka memahami dengannya   atau menjadikan telinga  mereka mendengar dengannya? Maka sesungguhnya bukan mata yang buta  tetapi yang buta adalah hati yang ada dalam dada, (Al-Hajj [22]:43-47).
       Dari ayat ini jelas bahwa orang-orang mati, orang-orang buta, dan orang-orang tuli, yang dibicarakan di sini atau di tempat lain dalam Al-Quran  (QS.17:73; QS.22:125-129) ialah, orang-orang yang ditilik dari segi ruhani telah mati, buta, dan tuli (QS.7:180).
       Kelumpuhan indera-indera ruhani mereka dari mengenal Tanda-tanda Allah Swt. yang dikemukakan Rasul Allah yang diutus kepada  itulah yang kemudian memicu ketakaburan mereka untuk menantang agar azab Ilahi yang diperingatkan  kepada mereka kedatangannya disegerakan (dipercepat), firman-Nya:
 وَ  یَسۡتَعۡجِلُوۡنَکَ بِالۡعَذَابِ وَ لَنۡ یُّخۡلِفَ اللّٰہُ وَعۡدَہٗ ؕ وَ اِنَّ یَوۡمًا عِنۡدَ رَبِّکَ  کَاَلۡفِ  سَنَۃٍ   مِّمَّا  تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾  وَ کَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اَمۡلَیۡتُ لَہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ  ثُمَّ اَخَذۡتُہَا ۚ وَ اِلَیَّ الۡمَصِیۡرُ ﴿٪﴾
Dan mereka meminta kepada engkau untuk mempercepat azab, tetapi Allah  tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Dan sesungguhnya satu hari di sisi Rabb (Tuhan) engkau  seperti seribu tahun menurut perhitungan kamu.  Dan berapa banyaknya kota telah Aku memberi tangguh baginya padahal dia berlaku zalim.  Kemudian Aku menangkapnya dan kepada Aku-lah kembali mereka. (Al-Hajj [22]:48-49).
      
Terjadinya Perang Dunia I dan Perang Dunia II  dan Ancaman Perang Nuklir   

         Nabi Besar Muhammad saw.  menurut riwayat pernah bersabda, bahwa tiga abad (300 tahun) pertama Islam akan merupakan masa yang terbaik, sesudah itu kepalsuan akan tersebar dan suatu masa kegelapan akan datang dan meluas sampai seribu tahun (Tirmidzi). Masa 1000 tahun ini dipersamakan dengan satu hari (QS.32:6), firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ  اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ  مِّمَّا تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾   ذٰلِکَ عٰلِمُ الۡغَیۡبِ وَ الشَّہَادَۃِ  الۡعَزِیۡزُ الرَّحِیۡمُ ۙ﴿﴾
Dia mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung.   Demikian itulah  Tuhan Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, Maha Perkasa, Maha Penyayang, (As-Sajdah [32]:6-7). 
          Dalam masa kemunduran umat Islam tersebut  satu kaum yang bermata biru    -- yakni Ya’juj (Gog) dan Ma’juj (Magog) yang beragama Kristen -- akan bangkit dan menyebar luas ke seluruh dunia (QS.20:103-104). Orang-orang bermata biru itulah yang karena sombong dan takaburnya  --  yang diakibatkan oleh karena memperoleh kemuliaan duniawi dan kekuasaan politik   (QS.7:170; QS.18:1-9) -- mtelah digambarkan memberi tantangan kepada Nabi Besar Muhammad saw.  untuk mempercepat azab Ilahi yang   dikatakan oleh beliau saw. akan menimpa mereka pada waktu yang ditentukan dan dijanjikan itu. Perang Dunia I dan Perang Dunia II adalah merupakan sebagian penggenapan azab Ilahi tersebut dan meletusnya Perang Dunia III atau Perang Nuklir hanya tinggal menunggu waktu saja, yang akan terjadi secara tiba-tiba.
         Kepada Fir’aun pun   9 buah Tanda atau mukjizat yang diperlihatkan Allah Swt. Melalui Nabi Musa a.s. (QS.17:102;  QS.27:13), tetapi Fir’aun dan para pembesarnya tidak menganggapnya sebagai mukjizat melainkan sebagai sihir  atau sebagai  peristiwa alam biasa, itulah sebabnya mukjizat yang terakhir adalah berupa penenggelaman Fir’aun dan bala tentaranya di laut, dan barulah Fir’aun menyatakan beriman kepada Tuhannya Bani Israil, firman-Nya:
وَ جٰوَزۡنَا بِبَنِیۡۤ  اِسۡرَآءِیۡلَ الۡبَحۡرَ فَاَتۡبَعَہُمۡ فِرۡعَوۡنُ وَ جُنُوۡدُہٗ  بَغۡیًا وَّ عَدۡوًا ؕ حَتّٰۤی اِذَاۤ  اَدۡرَکَہُ الۡغَرَقُ ۙ قَالَ اٰمَنۡتُ اَنَّہٗ  لَاۤ اِلٰہَ  اِلَّا الَّذِیۡۤ اٰمَنَتۡ بِہٖ بَنُوۡۤا اِسۡرَآءِیۡلَ وَ اَنَا مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾  آٰلۡـٰٔنَ وَ قَدۡ عَصَیۡتَ قَبۡلُ وَ کُنۡتَ مِنَ الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾  فَالۡیَوۡمَ نُنَجِّیۡکَ بِبَدَنِکَ  لِتَکُوۡنَ لِمَنۡ خَلۡفَکَ اٰیَۃً ؕ وَ اِنَّ کَثِیۡرًا مِّنَ النَّاسِ عَنۡ  اٰیٰتِنَا  لَغٰفِلُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan  Kami telah membuat Bani Israil menyeberangi laut, lalu  Fir’aun dan lasykar-lasykarnya mengejar mereka secara durhaka dan aniaya, sehingga apabila ia menjelang tenggelam ia berkata: “Aku percaya, sesungguhnya Dia tidak ada Tuhan kecuali yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri kepada-Nya.”    Apa, sekarang baru beriman!? Padahal engkau  telah mem-bangkang sebelum ini, dan  engkau  termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan.   Maka pada hari ini Kami akan menyelamatkan engkau hanya  badan engkau, supaya engkau menjadi suatu Tanda  bagi orang-orang  sesudah engkau, dan sesungguhnya keba-nyakan dari manusia benar-benar  le-ngah terhadap Tanda-tanda Kami.” (Yunus [10]:91-93).

Keistimewaan Para  Ahli Surga  Penghuni ‘Illiyyīn

     Memang benar umumnya umat Islam mempercayai Al-Quran sebagai Kitab suci terakhir dan  tersempurna,   tetapi tidak sedikit pula yang menganggap kisah-kisah kaum  kaum purbakala yang para Rasul Allah yang diutus kepada mereka sebagai informasi tentang masa lalu atau sebagai “dongeng” belaka,  mereka tidak menganggapnya sebagai nubuatan yang senantiasa akan berulang, sebagaimana firman-Nya berikut ini:
وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا سِجِّیۡنٌ ؕ﴿﴾  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ؕ﴿﴾  وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾  الَّذِیۡنَ یُکَذِّبُوۡنَ بِیَوۡمِ الدِّیۡنِ ﴿ؕ﴾  وَ مَا یُکَذِّبُ بِہٖۤ  اِلَّا کُلُّ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  اِذَا  تُتۡلٰی عَلَیۡہِ  اٰیٰتُنَا  قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾  کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾  کَلَّاۤ  اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ ﴿ؕ﴾  ثُمَّ  اِنَّہُمۡ  لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ ﴿ؕ﴾  ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan apakah yang engkau ketahui,  apa  sijjīn itu?  Yaitu sebuah kitab tertulis. Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, yaitu orang-orang yang mendustakan Hari Pembalasan.  Dan sekali-kali tidak ada yang mendusta-kannya kecuali setiap pelanggar batas lagi sangat berdosa. اِذَا  تُتۡلٰی عَلَیۡہِ  اٰیٰتُنَا  قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ  --   Apabila Tanda-tanda Kami dibacakan kepadanya  ia berkata: “Ini-lah dongeng orang-orang dahulu!” کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ  -- Sekali-kali tidak, bahkan  apa yang mereka usahakan telah menjadi karat pada hati mereka. کَلَّاۤ  اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ  --   Sekali-kali tidak, bahkan sesungguhnya pada hari itu mereka benar-benar terhalang dari melihat Rabb (Tuhan) mereka.  ثُمَّ  اِنَّہُمۡ  لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ --  Kemudian sesungguhnya  mereka pasti masuk ke dalam Jahannam.    ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ   -- Kemudian  dikatakan: “Inilah apa yang senantiasa kamu  dustakan.” (Al-Muthaffifīn [83]:9-18).
         Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai orang-orang yang  mabrur” yakni para pelaku “kebajikan” (birr), yang memiliki “kedekatan” (qurb) dengan Allah Swt:
کَلَّاۤ  اِنَّ  کِتٰبَ الۡاَبۡرَارِ لَفِیۡ عِلِّیِّیۡنَ ﴿ؕ﴾   وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا عِلِّیُّوۡنَ ﴿ؕ﴾  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ﴿ۙ﴾  یَّشۡہَدُہُ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾  اِنَّ  الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ ﴿ۙ﴾  تَعۡرِفُ فِیۡ  وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ  النَّعِیۡمِ ﴿ۚ﴾  یُسۡقَوۡنَ مِنۡ  رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ ﴿ۙ﴾  خِتٰمُہٗ  مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ ﴿ؕ﴾  وَ مِزَاجُہٗ  مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Sekali-kali tidak, sesungguhnya rekaman orang-orang yang berbuat kebajikan (abrār) itu niscaya ada di dalam ‘illiyyīn. Dan tahukah  engkau   apa ‘illiyyūn  itu? Yaitu sebuah Kitab tertulis.  یَّشۡہَدُہُ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- orang-orang didekatkan kepada Allah  akan  menyaksikannya. اِنَّ  الۡاَبۡرَارَ لَفِیۡ نَعِیۡمٍ --   Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan (abrār) benar-benar  dalam kenikmatan,  عَلَی الۡاَرَآئِکِ یَنۡظُرُوۡنَ  -- Mereka duduk di atas dipan-dipan sambil memandang. تَعۡرِفُ فِیۡ  وُجُوۡہِہِمۡ نَضۡرَۃَ  النَّعِیۡمِ  --   Engkau dapat mengenal  kesegaran nikmat itu pada wajah mereka.   یُسۡقَوۡنَ مِنۡ  رَّحِیۡقٍ مَّخۡتُوۡمٍ --  Mereka akan diberi minum dari minuman yang bermeterai. خِتٰمُہٗ  مِسۡکٌ ؕ وَ فِیۡ ذٰلِکَ فَلۡیَتَنَافَسِ الۡمُتَنَافِسُوۡنَ  -- Meterainya kesturi, dan  yang demikian itu mereka yang menginginkan  hendaknya menginginkannya.  وَ مِزَاجُہٗ  مِنۡ تَسۡنِیۡمٍ  --  dan  campurannya adalah tasnīm,  عَیۡنًا یَّشۡرَبُ بِہَا الۡمُقَرَّبُوۡنَ  --  Mata air yang minum darinya orang-orang yang didekatkan kepada Allah.   (Al-Muthaffifīn [83]:19-28).

Cahaya  yang Berlari-lari  Dua Golongan Ahli Surga Pengikut  Rasul Allah

    ‘Illiyyūn  yang dianggap oleh sebagian orang berasal dari ‘ala, yang berarti  sesuatu itu tinggi atau menjadi tinggi, maksudnya martabat-martabat paling mulia yang akan dinikmati oleh orang-orang beriman yang bertakwa, yang memiliki qurb (kedekatan) kepada Allah Swt. Dalam Surah Al-Wāqi’ah mereka itu adalah  penghuni surga golongan as- sābiqūna- sābiqūn (orang-orang yang benar-benar paling dahulu – QS.56:11-12), firman-Nya:
وَّ کُنۡتُمۡ  اَزۡوَاجًا  ثَلٰثَۃً ؕ﴿﴾  فَاَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ ۬ۙ مَاۤ  اَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ ؕ﴿﴾  وَ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ۬ۙ مَاۤ  اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ؕ﴿﴾  وَ السّٰبِقُوۡنَ  السّٰبِقُوۡنَ ﴿ۚۙ﴾  اُولٰٓئِکَ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ۚ﴾  فِیۡ  جَنّٰتِ النَّعِیۡمِ ﴿﴾  ثُلَّۃٌ  مِّنَ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ قَلِیۡلٌ  مِّنَ الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿ؕ﴾  عَلٰی سُرُرٍ مَّوۡضُوۡنَۃٍ ﴿ۙ﴾
Dan kamu menjadi tiga golongan. Maka mereka yang di sebelah kanan, alangkah bahagianya mereka yang di sebelah kanan itu!  Dan mereka yang di sebelah kiri, alangkah celakanya mereka yang di sebelah kiri itu!  وَ السّٰبِقُوۡنَ  السّٰبِقُوۡنَ --   Dan yang paling dahulu, mereka benar-benar paling dahulu,   اُولٰٓئِکَ  الۡمُقَرَّبُوۡنَ --   Mereka itulah orang-orang yang didekatkan  kepada Tuhan.  Mereka berada di dalam surga-surga kenikmatan.  ثُلَّۃٌ  مِّنَ الۡاَوَّلِیۡنَ  -- Segolongan besar dari  orang-orang terdahulu,    وَ قَلِیۡلٌ  مِّنَ الۡاٰخِرِیۡنَ -- dan segolongan kecil dari orang-orang kemudian,    عَلٰی سُرُرٍ مَّوۡضُوۡنَۃٍ -- mereka di atas dipan bertatahkan emas dan permata,  (Al-Wāqi’ah [56]:8-16).
      Menurut kamus Al-Mufradat yang dimaksud dengan ‘illiyyūn itu orang-orang bertakwa  pilihan, yang akan menikmati kelebihan ruhani di atas orang-orang beriman. Kata itu dapat juga menampilkan bagian-bagian Al-Quran yang mengandung nubuatan-nubuatan mengenai kemajuan dan kesejahteraan besar orang-orang beriman. Menurut Ibn ‘Abbas kata itu berarti surga (Tafsir Ibnu Katsir), sedang Imam Raghib menganggap ‘illiyyūn itu sebutan bagi para penghuninya.
  Karena sijjīn itu mufrad dan ‘illiyyīn jamak, maka nampak bahwa sementara hukuman bagi orang-orang berdosa akan statis yakni tetap pada satu tempat, sedangkan kemajuan ruhani orang-orang bertakwa akan berkesinambungan tanpa rintangan dan akan mengambil bentuk berbeda-beda.
   Mereka akan maju dari satu tingkat ruhani kepada tingkat ruhani lebih tinggi yang digambarkan “cahaya” mereka “berlari-lari” di  depan mereka dan di sebelah kanan mereka sesuai dengan perbedaan martabat ruhani kedua golongan ahli surge pemiliknya (QS.66:9), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا تُوۡبُوۡۤا  اِلَی اللّٰہِ تَوۡبَۃً  نَّصُوۡحًا ؕ عَسٰی رَبُّکُمۡ  اَنۡ یُّکَفِّرَ عَنۡکُمۡ سَیِّاٰتِکُمۡ وَ یُدۡخِلَکُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ  مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ۙ یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ  النَّبِیَّ  وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ ۚ  نُوۡرُہُمۡ  یَسۡعٰی بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ  یَقُوۡلُوۡنَ  رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ  لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan seikhlas-ikhlas taubat. Boleh jadi  Rabb (Tuhan) kamu akan menghapuskan dari kamu keburukan-keburukan kamu dan akan memasukkan kamu ke dalam kebun-kebun yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, یَوۡمَ لَا یُخۡزِی اللّٰہُ  النَّبِیَّ  وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ   --  pada hari ketika Allah tidak akan menghinakan Nabi maupun orang-orang yang beriman besertanya,  ۚ  نُوۡرُہُمۡ  یَسۡعٰی بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ    -- cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan  di sebelah kanan  mereka,  یَقُوۡلُوۡنَ  رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ  لَنَا نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ  -- mereka  akan berkata: “Hai Rabb (Tuhan) kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan maafkanlah kami,  sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (At-Tahrim [66]:9).

Pentingnya Peran  Wahyu Ilahi  dan  Kesucian Hati  Dalam Menafsirkan Al-Quran

  Jika yang dimaksud “minuman murni” adalah Al-Quran maka Tasnīm – yang menjadi “meterai/segel” dari “minuman murni”  tersebut dapat dianggap wahyu Ilahi yang dianugerahkan kepada orang-orang pilihan Tuhan para pengikut Nabi Besar Muhammad saw. yang bertakwa, yang memiliki qurb (kedekatan) dengan Allah Swt., mengenai mereka  Allah Swt. berfirman:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka  mereka termasuk orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni: مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ  -- nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا --  dan mereka  itulah sahabat yang sejati. ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا --  Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
       Mengapa demikian? Sebab hanya kepada  orang-orang yang kalbunya mendapat bimbingan wahyu Ilahi sajalah Allah Swt. memberikan anugerah untuk dapat “menyentuh” khazanah-khazanah ruhani  Al-Quran (QS.56:76-81), terutama orang yang memperoleh martabat kenabian  (QS.3:180; QS.4:70-71; QS.71:27-29), firman-Nya:
فَلَاۤ   اُقۡسِمُ  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾  وَ  اِنَّہٗ  لَقَسَمٌ  لَّوۡ  تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Maka  Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan,  dan sesungguhnya itu benar-benar  kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui,   Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia,   dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ --  Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan.        wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam.  (Al-Wāqi’ah [56]:76-81).
      Bahwa Al-Quran itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara dan terjaga baik (QS.15:10) merupakan tantangan terbuka kepada seluruh dunia, tetapi selama 14 abad, tantangan itu tetap tidak terjawab atau tidak mendapat sambutan. Tidak ada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk mencela kemurnian teksnya.
   Tetapi semua daya upaya ke arah ini telah membawa kepada satu-satunya hasil yang tidak terelakkan – walaupun tidak enak dirasakan oleh musuh-musuh – bahwa kitab yang disodorkan oleh Nabi Besar Muhammad saw., Rasul Allah yang ummi (buta huruf  -- QS.7:158)   kepada dunia empat belas abad yang lalu, “Telah sampai kepada kita tanpa perubahan barang satu huruf pun” (Williams Muir).
    Al-Quran adalah sebuah Kitab yang sangat terpelihara  dalam pengertian bahwa hanya orang-orang beriman yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan dalam ayat berikutnya: لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ --  “Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan”.
     Ayat  اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ -- sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia, فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ --  dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara”,   dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam. Seperti hukum alam, cita-cita dan asas-asas itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman.
   Atau, ayat ini dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepada manusia (QS.30:31). Fitrat insani berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar dan telah dilimpahi kemampuan untuk sampai kepada keputusan yang benar. Orang yang secara jujur bertindak sesuai dengan naluri atau fitratnya  ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.

Pembukaan Rahasia Gaib Kepada Rasul Allah

   Makna ayat  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ --  Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan,” yaitu hanya  orang yang bernasib baik sajalah yang  diberi pengertian  mengenai dan dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih dan berhati bengkok (QS.3:8).
    Secara sambil lalu dikatakannya bahwa – sebagai tanda penghormatan kepada Al-Quran  -- orang-orang Islam  hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara keadaan fisiknya  tidak bersih, sebab memuliakan syiar-syiar Allah merupakan salah satu tanda dari ketakwaan (QS.22:33).
    Sehubungan dengan  ayat  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ --  “Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan” berkenaan dengan Al-Quran, dalam surah lain Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya keberadaan nabi Allah di kalangan umat Islam, selain keberadaan orang-orang yang meraih martabat shiddiqin, syuhada (saksi-saksi) dan shālihīn (orang-orang shaleh  --QS.4:70-71), firman-Nya:
 عٰلِمُ الۡغَیۡبِ فَلَا یُظۡہِرُ عَلٰی غَیۡبِہٖۤ اَحَدًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا مَنِ ارۡتَضٰی مِنۡ رَّسُوۡلٍ فَاِنَّہٗ یَسۡلُکُ مِنۡۢ  بَیۡنِ یَدَیۡہِ  وَ مِنۡ خَلۡفِہٖ رَصَدًا ﴿ۙ﴾  لِّیَعۡلَمَ  اَنۡ  قَدۡ  اَبۡلَغُوۡا رِسٰلٰتِ رَبِّہِمۡ وَ اَحَاطَ بِمَا لَدَیۡہِمۡ وَ اَحۡصٰی کُلَّ  شَیۡءٍ عَدَدًا ﴿٪﴾
Dia-lah Yang mengetahui yang gaib, maka Dia tidak men-zahirkan  rahasia gaib-Nya kepada siapa pun,  kecuali kepada Rasul yang Dia ridhai, maka sesungguhnya barisan pengawal berjalan di hadapannya dan di belakangnya, supaya Dia mengetahui bahwa  sungguh  mereka telah menyampaikan Amanat-amanat Rabb (Tuhan) mereka, dan Dia meliputi semua yang ada pada mereka dan Dia membuat perhitungan mengenai segala sesuatu. (Al-Jin [72]:27-29).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 25  April   2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar