Senin, 27 April 2015

Makna "Pengutusan Kedua Kali Rasul-rasul Allah" Pada "Hari Keputusan" di Akhir Zaman & Kemelut Berkepanjangan di Timur Tengah Sebagai Tanda Datangnya "Ajal" (Batas Waktu) Bani Isma'il




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 37

Makna Pengutusan Kedua Kali Rasul-rasul Allah Pada  Hari  Keputusan” di Akhir Zaman  & Kemelut Berkepanjangan di Timur Tengah Sebagai Tanda Datangnya Ajal (Batas Waktu) Bani Isma’il
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai nubuatan  kebangkitan kembali kaum-kaum purbakala  di Akhir Zaman dalam Surah Al-Mursalāt yang artinya “orang-orang yang diutus” atau “rasul-rasul,”   sebagaimana   ayat selanjutnya    وَ  اِذَا  الرُّسُلُ  اُقِّتَتۡ   --        “dan apabila rasul-rasul didatangkan pada waktu yang ditentukan” (ayat 12), ayat tersebut   mengisyaratkan ketika seorang pembaharu samawi datang dengan kekuatan dan jiwa rasul-rasul Allah serta seolah-olah memakai jubah-jubah mereka, yaitu Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Masih Mau’ud a.s.  yang merupakan pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. di Akhir Zaman ini, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ    --    Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.  (Al-Jumu’ah [62]:3-5).

Kebangkitan Kembali  Kaum-kaum Purbakala dan Para Rasul Allah di Akhir Zaman

        Sehubungan dengan akan datangnya seorang Rasul Allah yang kedatangan seakan-akan  merupakan pengutusan kedua kali  para pasul Allah sebelumnya tersebut, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kebinasaan yang akan menimpa bangsa-bangsa di Akhir Zaman ini yang mengikuti berbagai perbuatan buruk kaum-kaum purbakala, karena  seakan-akan kaum-kaum purbakala tersebut telah bangkit kembali:
لِاَیِّ  یَوۡمٍ اُجِّلَتۡ ﴿ؕ﴾  لِیَوۡمِ  الۡفَصۡلِ ﴿ۚ﴾  وَ  مَاۤ   اَدۡرٰىکَ مَا یَوۡمُ الۡفَصۡلِ ﴿ؕ﴾  وَیۡلٌ  یَّوۡمَئِذٍ  لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾  اَلَمۡ  نُہۡلِکِ  الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾  ثُمَّ  نُتۡبِعُہُمُ   الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿﴾  کَذٰلِکَ نَفۡعَلُ  بِالۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾  وَیۡلٌ  یَّوۡمَئِذٍ  لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾
Hingga hari apakah azab itu ditangguhkan?   Hingga Hari Keputusan.  Dan apa yang engkau ketahui mengenai Hari Keputusan itu?   وَیۡلٌ  یَّوۡمَئِذٍ  لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ    -- Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan.  اَلَمۡ  نُہۡلِکِ  الۡاَوَّلِیۡنَ --  Tidakkah Kami telah  membinasakan kaum-kaum dahulu?  ثُمَّ  نُتۡبِعُہُمُ   الۡاٰخِرِیۡنَ   -- Kemudian Kami mengikutkan mereka orang-orang yang datang kemudian.  کَذٰلِکَ نَفۡعَلُ  بِالۡمُجۡرِمِیۡنَ  --            Demikianlah perlakuan Kami terhadap orang-orang berdosa.   وَیۡلٌ  یَّوۡمَئِذٍ  لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ  -- Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (Al-Mursalāt [77]:13-20).
       Dalam Surah Al-Ankabūt kisah semua kaum  purbakala   ditampilkan tetapi dengan urutan yang berbeda, yaitu  kaum Nabi Nuh a.s.,  kaum Nabi Ibrahim a.s., kaum Nabi Luth a.s., kaum ‘Ad, kaum Tsamud, kaum Madyan dan  Fir’aun. Padahal urutan berdasarkan waktu keberadaan kaum-kaum tersebut setelah  kaum Nabi Nuh a.s. adalah   kaum ‘Ad yakni kaum  Nabi Hud a.s., lalu kaum Tsamud yakni  kaum Nabi Shaleh a.s., kaum Nabi Ibrahim a.s., kaum Nabi Luth a.s., kaum Madyan yakni kaum Nabi Syu’aib a.s.,  lalu kisah   Fir’aun dan kaumnya (QS.7:60-142; QS.11:26-101).
         Setelah mengemukakan kaum Nabi Ibrahim a.s. dan kaum Nabi Luth a.s.  Allah Swt. berfirman mengenai kaum  Nabi Syu’aib a.s. yakni kaum Madyan (Midian):
وَ اِلٰی مَدۡیَنَ  اَخَاہُمۡ شُعَیۡبًا ۙ فَقَالَ یٰقَوۡمِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ وَ ارۡجُوا الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ لَا تَعۡثَوۡا فِی الۡاَرۡضِ مُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾  فَکَذَّبُوۡہُ  فَاَخَذَتۡہُمُ  الرَّجۡفَۃُ فَاَصۡبَحُوۡا  فِیۡ  دَارِہِمۡ  جٰثِمِیۡنَ ﴿۫﴾
Dan kepada kaum Madyan  Kami utus saudara mereka Syu’aib فَقَالَ یٰقَوۡمِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ وَ ارۡجُوا الۡیَوۡمَ الۡاٰخِرَ وَ لَا تَعۡثَوۡا فِی الۡاَرۡضِ مُفۡسِدِیۡنَ  -- lalu ia berkata, “Hai kaumku, sembahlah Allah, dan  harapkanlah hari akhir dan janganlah kamu melakukan ketidak-adilan di bumi  sambil berbuat kerusakan.” فَکَذَّبُوۡہُ  فَاَخَذَتۡہُمُ  الرَّجۡفَۃُ فَاَصۡبَحُوۡا  فِیۡ  دَارِہِمۡ  جٰثِمِیۡنَ  -- Maka mereka menyebut dia pendusta, lalu mereka disergap gampa yang dahsyat, dan mereka tertelungkup di dalam rumah-rumah mereka” (Al-Ankabūt [29]:37-38).

Pengulangan Perbuatan Buruk Kaum Madyan (Midian) Dalam Hal Pengurangan “Timbangan” dan “Sukatan” (Takaran)

        Mengenai jenis keburukan yang dilakukan kaum Madyan dijelaskan dalam  QS.6:153; 7:86; QS.11:86 yaitu mengurangi timbangan dan sukatan (takaran) dalam hal  perniagaan, yang juga di Akhir Zaman ini dilakukan oleh  umumnya bangsa-bangsa terutama dalam bidang ekonomi,  dengan cara-cara kecurangan yang  mutakhirMengenai perbuatan buruk tersebut Allah Swt. memperingatkan mereka dalam   firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ وَیۡلٌ   لِّلۡمُطَفِّفِیۡنَ ۙ ﴿﴾  الَّذِیۡنَ  اِذَا  اکۡتَالُوۡا عَلَی النَّاسِ یَسۡتَوۡفُوۡنَ ۫﴿ۖ﴾   وَ  اِذَا کَالُوۡہُمۡ  اَوۡ وَّزَنُوۡہُمۡ  یُخۡسِرُوۡنَ ﴿ؕ﴾   اَلَا یَظُنُّ  اُولٰٓئِکَ اَنَّہُمۡ مَّبۡعُوۡثُوۡنَ ۙ﴿﴾   لِیَوۡمٍ عَظِیۡمٍ ۙ﴿﴾   یَّوۡمَ یَقُوۡمُ النَّاسُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ؕ﴿﴾  کَلَّاۤ  اِنَّ  کِتٰبَ الۡفُجَّارِ لَفِیۡ  سِجِّیۡنٍ ؕ﴿﴾  
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. وَیۡلٌ   لِّلۡمُطَفِّفِیۡنَ   -- Celakalah bagi orang-orang yang mengurangi timbangan,  الَّذِیۡنَ  اِذَا  اکۡتَالُوۡا عَلَی النَّاسِ یَسۡتَوۡفُوۡنَ  --  Yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain me-reka meminta  penuh,   وَ  اِذَا کَالُوۡہُمۡ  اَوۡ وَّزَنُوۡہُمۡ  یُخۡسِرُوۡنَ  --         tetapi apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain mereka mengurangi.  اَلَا یَظُنُّ  اُولٰٓئِکَ اَنَّہُمۡ مَّبۡعُوۡثُوۡنَ  -- ppakah mereka tidak yakin  bahwasanya mereka akan dibangkitkan,  لِیَوۡمٍ عَظِیۡمٍ ۙ       --  pada suatu Hari yang besar?  یَّوۡمَ یَقُوۡمُ النَّاسُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ  --    yaitu hari ketika umat manusia akan berdiri di hadapan Rabb (Tuhan) seluruh alam.  کَلَّاۤ  اِنَّ  کِتٰبَ الۡفُجَّارِ لَفِیۡ  سِجِّیۡنٍ ؕ  --  Sekali-kali tidak, sesungguhnya  kitab para pendurhaka adalah di dalam sijjīn (Al-Muthaffifīn [83]:1-8).
       Di Akhir Zaman ini bentuk kecurangan berupa  pengurangan dalam hal timbangan dan sukatan  (takaran) tersebut meliputi berbagai segi, termasuk pengurangan dalam segi kualitas barang.   Berbagai bentuk kecurangan tersebut bukan saja terjadi dalam perekonomian tingkat internasional  dan tingkat nasional, bahkan  telah merambah ke dunia ekonomi tingkat kalangan bawah.
      Contohnya,   di  berbagai media cetak maupun  elektronik  sering dikemukakan tayangan mengenai  kasus-kasus kecurangan pengurangan “timbangan” dan “sukatan” tersebut, contohnya kasus pemanfaatan  “ayam tiren” (ayam mati kemaren) yang  diolah sedemikian   dengan cara-cara yang dapat mendatangkan bahaya bagi  para konsumen.
        Demikian pula kasus  pemanfaatan  daging celeng (babi hutan)  serta  daging-daging  hewan lainnya  --  yang  bukan saja  dinyatakan haram  dalam ajaran Islam   --  tetapi juga memanfaatkan barang-barang kedaluwarsa tersebut telah dibuang ke “tempat sampah.”
      Berbagai kasus pemakaian bahan pewarna tekstil  serta penggunaan formalin  sebagai pewarna dan  pengawet makanan pun marak dilakukan oleh oknum-oknum pedagang kecil yang berusaha mencari keuntungan  ekonomi  dengan cara-cara yang merugikan dan membahayakan pihak-pihak lain.
       Baru-baru ini  bentuk pengurangan timbangan dan sukatan (takaran) tersebut  dibongkar aparat kepolisian  berupa pemalsuan  air Zam-zam serta obat-obat herbal dan sebagainya, bahkan sebelumnya pemalsuan air mineral  pun marak dilakukan oleh para pengusaha air minum yang tidak bertanggungjawab.
      Kecurangan lainnya adalah yang berkaitan dengan minyak goreng, ada yang memamsukan plastic bungkus minyak goreng curah ke dalam miyak goreng yang   digunakan menggoreng makanan dengan alasan agar makanan yang digoreng tersebut renyah dan tahan lama. Ada pula yang memasukan lilin ke dalam nyinyak goreng panas yang digunakan untuk menggoreng produk makanan lainnya.
       Kasus yang baru terungkap akhir-akhir ini  adalah mengenai perbuatan buruk yang dilakukan  orang-orang yang tak bertanggungjawab -- semata-mata demi memperoleh keuntungan duniawi  -- adalah mencampurkan ganja dan narkoba ke dalam makanan, antara lain  ke dalam coklat dan kue.

Pengulangan Zaman Jahiliyah di Akhir Zaman & Pengulangan Pengutusan Para Rasul Allah Dalam Wujud Rasul Akhir Zaman

       Pendek kata, di Akhir Zaman ini berbagai bentuk kecurangan dan ketidak jujuran benar-benar telah merambah ke dalam berbagai bidang kehidupan manusia,  termasuk ke wilayah yang berkaitan  dengan masalah agama  yang seharusnya tidak boleh terjadi hal-hal buruk dalam pelaksanaannya.
        Jadi, betapa  pernyataan Allah Swt. dalam firman-Nya berikut ini – berkenaan   keadaan  di zaman jahiliyah menjelang pengutusan Nabi Besar Muhammad saw.   -- telah kembali terulang di Akhir Zaman ini:
ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی  النَّاسِ  لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا  لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾  قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ  الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ  مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾  فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan  disebabkan per-buatan tangan manusia,  supaya dirasakan kepada mereka akibat seba-gian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurhakaannya.  قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ  الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ  مُّشۡرِکِیۡنَ  --  Katakanlah:  Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana buruk-nya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.”    فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ --  Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang dari Allah hari yang tidak dapat dihindarkan,  pada hari itu orang-orang beriman  dan kafir akan terpisah (Ar-Rūm [30]:42-44).
      Berdasarkan  kenyataan itu pulalah   -- sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya   -- Allah Swt. pun telah menubuatkan kedatangan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani dalam wujud wakil beliau terbesar, yaitu Al-Masih Mau’ud a.s. atau Rasul Akhir Zaman,   yakni Mirza Ghulam Ahmad a.s., firman-Nya:  وَ  اِذَا  الرُّسُلُ  اُقِّتَتۡ   --  “dan apabila rasul-rasul didatangkan pada waktu yang ditentukan” (Al-Mursalat ayat 12), firman-Nya lagi: 
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾ 
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ    --    Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.  Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.  ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.  (Al-Jumu’ah [62]:3-5).

Akibat Tidak Mempercayai Hari kebangkitan  & Datangnya Ajal (Jangka Waktu) Bani Ismail

       Menurut Allah Swt., penyebab  utama semua perbuatan curang tersebut itu diisyaratkan oleh Allah Swt. dalam firman-Nya:  اَلَا یَظُنُّ  اُولٰٓئِکَ اَنَّہُمۡ مَّبۡعُوۡثُوۡنَ  -- Apakah mereka tidak yakin  bahwasanya mereka akan dibangkitkan,   لِیَوۡمٍ عَظِیۡمٍ ۙ      --  Pada suatu Hari yang besar? یَّوۡمَ یَقُوۡمُ النَّاسُ لِرَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ  --    yaitu hari ketika umat manusia akan berdiri di hadapan Rabb (Tuhan) seluruh alam.  (Al-Muthaffifīn [83]:5-7).    
    Ada Hari Hisab dalam kehidupan di Hari Kemudian di Akhirat , ketika manusia harus mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka kepada Rabb (Tuhan) dan Majikan mereka, tetapi hari perhitungan  pun datang  atas suatu kaum (bangsa) di dunia ini juga, ketika perbuatan-perbuatan jahat mereka melampaui batas-batas,   dan dengan demikian mereka menemui dua pembalasan mereka, yakni di dunia dan di akhirat.
    Allah Swt. menyebut Hari Penghisaban  di dunia sebagai as-Sa’ah tanda Kiamat),  yang  telah ditetapkan Allah Swt. bagi setiap kaum, firman-Nya:
وَ لِکُلِّ اُمَّۃٍ  اَجَلٌ ۚ فَاِذَا  جَآءَ  اَجَلُہُمۡ  لَا یَسۡتَاۡخِرُوۡنَ سَاعَۃً  وَّ لَا یَسۡتَقۡدِمُوۡنَ ﴿﴾  یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾   
Dan bagi  tiap-tiap umat ada batas waktu, maka apabila telah datang batas waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak pula dapat memajukannya.  یٰبَنِیۡۤ  اٰدَمَ  اِمَّا یَاۡتِیَنَّکُمۡ رُسُلٌ مِّنۡکُمۡ یَقُصُّوۡنَ عَلَیۡکُمۡ اٰیٰتِیۡ ۙ فَمَنِ اتَّقٰی وَ اَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَیۡہِمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحۡزَنُوۡنَ  -- Wahai Bani Adam, jika da-tang kepada kamu  rasul-rasul dari antaramu yang menceritakan  Ayat-ayat-Ku kepada kamu, maka barangsiapa bertakwa dan memperbaiki diri, tidak akan ada ketakutan menimpa mereka dan tidak pula mereka akan bersedih hati.  وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  --  Dan  orang-orang yang men-dustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. (Al-A’rāf [7]:35-37).
         Jadi,  terjadinya berbagai kobaran api pertentangan dan peperangan di wilayah Timur Tengah pada saat ini  yang tak berkesudahan, pada hakikatnya membuktikan kebenaran  firman Allah Swt. mengenai Sunnah-Nya tersebut yakni  ajal (jangka waktu) yang telah ditetapkan  Allah Swt. bagi Bani Ismail     -- sebagai “kaum pengganti” Bani Israil  -- telah mencapai batas akhirnya: وَ الَّذِیۡنَ کَذَّبُوۡا بِاٰیٰتِنَا وَ اسۡتَکۡبَرُوۡا عَنۡہَاۤ  اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ النَّارِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  --  Dan  orang-orang yang mendustakan Ayat-ayat Kami dan dengan takabur berpaling  darinya, mereka itu penghuni Api, mereka kekal di dalamnya. (Al-A’rāf [7]:37).
       Itulah Sunnatullah   mengapa  pada akhirnya Allah Swt. membinasakan kaum-kuam purbakala yang telah mendustakan dan menentang para Rasul Allah yang diutus kepada mereka, padahal mereka itu sedang berada dalam puncak kesuksesan kehidupan duniawi  mereka, firman-Nya: کَلَّاۤ  اِنَّ  کِتٰبَ الۡفُجَّارِ لَفِیۡ  سِجِّیۡنٍ ؕ  --  Sekali-kali tidak, sesungguhnya  kitab para pendurhaka adalah di dalam sijjīn (Al-Muthaffifīn [83]:8).    

Makna Sijjin

  Sijjīn dianggap oleh sementara ahli tafsir Al-Quran dengan keliru sebagai suatu kata bukan bahasa Arab, namun menurut beberapa sumber terkemuka seperti Farra’, Zajjaj, Abu Ubaidah, dan Mubarrad, kata itu memang bahasa Arab yang diambil dari kata sajana. Kamus  Lisan-al-’Arab  menganggapnya sama dengan sijn (penjara).
    Sijjīn adalah buku registrasi di dalamnya tercatat segala perbuatan jahat yang dilakukan oleh para penjahat yang konon tersimpan di alam akhirat. Kata itu berarti pula sesuatu yang keras, hebat, dan dahsyat; berkesinambungan, lestari atau kekal abadi (Lexicon Lane). Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا سِجِّیۡنٌ ؕ﴿﴾  کِتٰبٌ مَّرۡقُوۡمٌ ؕ﴿﴾  وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿ۙ﴾  الَّذِیۡنَ یُکَذِّبُوۡنَ بِیَوۡمِ الدِّیۡنِ ﴿ؕ﴾  وَ مَا یُکَذِّبُ بِہٖۤ  اِلَّا کُلُّ مُعۡتَدٍ اَثِیۡمٍ ﴿ۙ﴾  اِذَا  تُتۡلٰی عَلَیۡہِ  اٰیٰتُنَا  قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾  کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾  کَلَّاۤ  اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ ﴿ؕ﴾  ثُمَّ  اِنَّہُمۡ  لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ ﴿ؕ﴾  ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan apakah yang engkau ketahui,  apa  sijjīn itu?  Yaitu sebuah kitab tertulis. Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan, yaitu orang-orang yang mendustakan Hari Pembalasan.  Dan sekali-kali tidak ada yang mendusta-kannya kecuali setiap pelanggar batas lagi sangat berdosa. اِذَا  تُتۡلٰی عَلَیۡہِ  اٰیٰتُنَا  قَالَ اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ  --   Apabila Tanda-tanda Kami dibacakan kepadanya  ia berkata: “Ini-lah dongeng orang-orang dahulu!” کَلَّا بَلۡ ٜ رَانَ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ مَّا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ  -- Sekali-kali tidak, bahkan  apa yang mereka usahakan telah menjadi karat pada hati mereka. کَلَّاۤ  اِنَّہُمۡ عَنۡ رَّبِّہِمۡ یَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوۡبُوۡنَ  --           Sekali-kali tidak, bahkan sesungguhnya pada hari itu mereka benar-benar terhalang dari melihat Rabb (Tuhan) mereka.  ثُمَّ  اِنَّہُمۡ  لَصَالُوا الۡجَحِیۡمِ --  Kemudian sesungguhnya  mereka pasti masuk ke dalam Jahannam.    ثُمَّ یُقَالُ ہٰذَا الَّذِیۡ کُنۡتُمۡ بِہٖ تُکَذِّبُوۡنَ   -- Kemudian  dikatakan: “Inilah apa yang senantiasa kamu  dustakan.” (Al-Muthaffifīn [83]:9-18).
   Kata sijjīn  berdasarkan  berbagai artinya yang dikemukakan sebelumnya menunjukkan,  bahwa hukuman bagi orang-orang kafir durjana itu akan amat keras dan kekal. Atau ayat ini dapat berarti bahwa orang-orang durjana yang ditempatkan di dalam suatu tempat hina lagi nista, dan keputusan itu tidak dapat dibatalkan lagi.
    Atau, sijjīn dan ‘illiyyīn itu mungkin dua bagian yang dituturkan Al-Quran; yang pertama membicarakan orang-orang yang menolak Amanat Allah serta hukuman yang akan dijatuhkan kepada mereka, sedang  ‘illiyyīn membicarakan hamba-hamba Allah yang bertakwa serta ganjaran-ganjaran yang akan dianugerahkan kepada mereka. Jadi maksud ayat ini ialah bahwa keputusan yang tercantum di dalam kedua bagian Al-Quran itu tidak dapat diubah atau diganti.

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 23  April   2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar