بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 34
“Fatah
Mekkah” Bagaikan “Kiamat” yang Terjadi Tiba-tiba & Kehinaan
Para Penentang Rasul Allah di Dunia
dan di Akhirat
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab
sebelumnya telah dibahas mengenai firman
Allah Swt. kepada
Nabi Besar Muhammad saw. tentang kepastian pertolongan-Nya kepada beliau
saw.:
وَ اِنۡ
کَانُوۡا لَیَقُوۡلُوۡنَ ﴿﴾ۙ لَوۡ اَنَّ عِنۡدَنَا ذِکۡرًا مِّنَ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾ۙ لَکُنَّا عِبَادَ اللّٰہِ الۡمُخۡلَصِیۡنَ
﴿﴾ فَکَفَرُوۡا بِہٖ فَسَوۡفَ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
وَ لَقَدۡ سَبَقَتۡ کَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ۚۖ اِنَّہُمۡ لَہُمُ
الۡمَنۡصُوۡرُوۡنَ ﴿﴾۪ وَ اِنَّ جُنۡدَنَا لَہُمُ الۡغٰلِبُوۡنَ ﴿﴾ فَتَوَلَّ عَنۡہُمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾ۙ وَّ اَبۡصِرۡہُمۡ فَسَوۡفَ یُبۡصِرُوۡنَ
﴿﴾ اَفَبِعَذَابِنَا یَسۡتَعۡجِلُوۡنَ ﴿﴾ فَاِذَا نَزَلَ بِسَاحَتِہِمۡ فَسَآءَ صَبَاحُ
الۡمُنۡذَرِیۡنَ ﴿﴾ وَ تَوَلَّ عَنۡہُمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾ۙ وَّ
اَبۡصِرۡ فَسَوۡفَ یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾ سُبۡحٰنَ رَبِّکَ رَبِّ الۡعِزَّۃِ عَمَّا
یَصِفُوۡنَ ﴿﴾ۚ وَ
سَلٰمٌ عَلَی الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ۚ وَ الۡحَمۡدُ
لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾٪
Dan
sesungguhnya mereka, orang-orang kafir Mekkah, benar-benar akan berkata: “Seandainya
pada kami ada pemberi peringatan seperti kepada orang-orang yang terdahulu, niscaya kami menjadi hamba-hamba Allah yang tulus ikhlas.” Tetapi mereka kafir kepada-Nya maka mereka akan segera mengetahui. وَ لَقَدۡ سَبَقَتۡ کَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الۡمُرۡسَلِیۡنَ -- Dan sungguh benar-benar telah
ditetapkan keputusan Kami untuk hamba-hamba
Kami para rasul, اِنَّہُمۡ لَہُمُ الۡمَنۡصُوۡرُوۡنَ -- sesungguhnya mereka itulah yang akan diberi pertolongan, وَ اِنَّ جُنۡدَنَا لَہُمُ الۡغٰلِبُوۡنَ -- dan
sesungguhnya lasykar Kami itulah yang
akan menang. فَتَوَلَّ عَنۡہُمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ -- Maka berpalinglah
engkau dari mereka itu untuk sementara
waktu. وَّ
اَبۡصِرۡ فَسَوۡفَ یُبۡصِرُوۡنَ -- dan lihatlah mereka maka mereka pun
segera akan melihat. اَفَبِعَذَابِنَا
یَسۡتَعۡجِلُوۡنَ -- Apakah mereka cepat-cepat meminta azab Kami datang? فَاِذَا نَزَلَ بِسَاحَتِہِمۡ فَسَآءَ صَبَاحُ الۡمُنۡذَرِیۡنَ -- Tetapi apabila azab
itu turun ke halaman mereka فَسَآءَ صَبَاحُ الۡمُنۡذَرِیۡنَ -- maka sangat buruklah pagi
itu bagi orang-orang yang diberi
ingat. وَ تَوَلَّ عَنۡہُمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ -- Maka berpalinglah
engkau dari mereka itu untuk sementara
waktu. وَّ
اَبۡصِرۡ فَسَوۡفَ یُبۡصِرُوۡنَ -- Dan lihatlah maka mereka pun akan segera melihat. سُبۡحٰنَ
رَبِّکَ رَبِّ الۡعِزَّۃِ عَمَّا یَصِفُوۡنَ -- Maha
Suci Rabb (Tuhan) engkau, Rabb
(Tuhan) Yang Memiliki Segala Kebesaran
dari apa yang mereka sifatkan. وَ سَلٰمٌ عَلَی
الۡمُرۡسَلِیۡنَ -- Dan sejahteralah atas para rasul! وَ
الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ -- Dan segala puji bagi Allah, Rabb
(Tuhan) seluruh alam. (Ash-Shaffat
[37]:168-183).
Peristiwa Fatah Mekkah Bagaikan “Kiamat” yang Terjadi Tiba-tiba & Makna Gelar Khātaman- Nabiyyīn Nabi
Besar Muhammad Saw.
Isyarat ayat
اَفَبِعَذَابِنَا یَسۡتَعۡجِلُوۡنَ -- Apakah mereka cepat-cepat meminta azab Kami datang? فَاِذَا نَزَلَ بِسَاحَتِہِمۡ فَسَآءَ صَبَاحُ الۡمُنۡذَرِیۡنَ -- Tetapi apabila azab
itu turun ke halaman mereka فَسَآءَ صَبَاحُ الۡمُنۡذَرِیۡنَ -- maka sangat buruklah pagi
itu bagi orang-orang yang diberi
ingat,” ini mungkin tertuju kepada jatuhnya
Mekkah, yang sungguh merupakan hari
naas bagi orang-orang Mekkah, ketika pasukan
Muslim dengan kekuatan 10.000
prajurit memasuki tapal-tapal batasnya. Maka lengkaplah siksa dan kehinaan atas diri mereka, sebab segala rencana buruk mereka yang ditujukan melawan Islam sama sekali telah gagal
mutlak dan Islam telah meraih kemenangan gilang-gemilang atas orang-orang ingkar.
Isyarat
ayat وَ
سَلٰمٌ عَلَی الۡمُرۡسَلِیۡنَ -- Dan sejahteralah atas para rasul!” ini agaknya tertuju kepada Nabi
Besar Muhammad saw. yang menampilkan dalam wujud
beliau saw. semua nabi dan rasul Allah (QS.77:12), yang atas
dasar itu pula beliau saw. mendapat gelar
Khātaman Nabiyyīn, firman-Nya:
مَا کَانَ
مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ مِّنۡ
رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad bukanlah bapak salah seorang
laki-laki di antara laki kamu, akan
tetapi ia adalah Rasul Allah وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ -- dan meterai
sekalian nabi, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzāb
[33]:41).
Khātam
berasal dari kata khatama yang berarti: ia memeterai, mencap, mensahkan
atau mencetakkan pada barang itu. Inilah arti-pokok kata itu. Adapun arti kedua
ialah: ia mencapai ujung benda itu; atau menutupi benda itu, atau melindungi
apa yang tertera dalam tulisan dengan memberi tanda atau mencapkan secercah
tanah liat di atasnya, atau dengan sebuah meterai jenis apa pun.
Khātam berarti juga sebentuk cincin stempel; sebuah segel, atau meterai dan
sebuah tanda; ujung atau bagian
terakhir dan hasil atau anak (cabang) suatu benda. Kata itu pun berarti hiasan
atau perhiasan; terbaik atau paling sempurna. Kata-kata khatim, khatm dan
khatam hampir sama artinya (Lexicon
Lane, Al-Mufradat, Al-Fath-ul-Bari, dan Zurqani). Maka kata Khātaman
nabiyyīn akan berarti: meterai
para nabi; yang terbaik dan paling
sempurna dari antara nabi-nabi; hiasan
dan perhiasan nabi-nabi.
Arti kedua Khātaman- Nabiyyīn ialah nabi terakhir yang membawa syariat (QS.5:4) atau nabi mustaqil yang terakhir, sebab kenabian yang berdiri sendiri
(mustaqil) telah berakhir dengan
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw., karena
selanjutnya pintu kenabian hanya terbuka bagi umat Islam yang patuh-taat sepenuhnya kepada Nabi Besar
Muhammad saw. (QS.3:32). yaitu memperoleh “cap”
atau “stempel” pengesahan
“Khātaman Nabiyyīn”
beliau (QS.4:70-71).
Kehinaan Para
Penentang Rasul Allah dan Para Pengikutnya di Akhirat
Kembali kepada Surah Al- A’rāf, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kehinaan di akhirat yang dialami orang-orang
yang takabbur terhadap Rasul Allah dan memandang hina
serta lemah beliau dan para
pengikutnya, sebagaimana ketakaburan
kaum Nabi Nuh a.s. (QS.11:28-32;
QS.26:106-116) tersebut, firman-Nya:
وَ نَادٰۤی
اَصۡحٰبُ النَّارِ اَصۡحٰبَ الۡجَنَّۃِ
اَنۡ اَفِیۡضُوۡا عَلَیۡنَا مِنَ الۡمَآءِ اَوۡ مِمَّا رَزَقَکُمُ اللّٰہُ ؕ قَالُوۡۤا اِنَّ اللّٰہَ حَرَّمَہُمَا عَلَی
الۡکٰفِرِیۡنَ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ
اتَّخَذُوۡا دِیۡنَہُمۡ لَہۡوًا وَّ لَعِبًا وَّ غَرَّتۡہُمُ الۡحَیٰوۃُ
الدُّنۡیَا ۚ فَالۡیَوۡمَ نَنۡسٰہُمۡ
کَمَا نَسُوۡا لِقَآءَ یَوۡمِہِمۡ ہٰذَا ۙ وَ مَا کَانُوۡا بِاٰیٰتِنَا یَجۡحَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan
penghuni neraka akan berseru kepada penghuni surga: اَنۡ اَفِیۡضُوۡا عَلَیۡنَا مِنَ الۡمَآءِ اَوۡ
مِمَّا رَزَقَکُمُ اللّٰہُ -- “Tuangkanlah kepada kami sedikit air atau sedikit dari apa yang Allah rezekikan kepada kamu.” قَالُوۡۤا اِنَّ اللّٰہَ حَرَّمَہُمَا عَلَی
الۡکٰفِرِیۡنَ -- Mereka akan berkata: “Sesungguhnya Allah mengharamkan
kedua-duanya
atas orang-orang kafir. الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا دِیۡنَہُمۡ
لَہۡوًا وَّ لَعِبًا وَّ غَرَّتۡہُمُ الۡحَیٰوۃُ الدُّنۡیَا
-- Yaitu orang-orang yang telah menjadikan agamanya sebagai olok-olok
dan permainan dan kehidupan
dunia telah memperdayakan mereka, فَالۡیَوۡمَ نَنۡسٰہُمۡ کَمَا نَسُوۡا لِقَآءَ یَوۡمِہِمۡ ہٰذَا -- maka pada hari ini Kami akan melupakan mereka,
sebagaimana mereka telah melupakan
pertemuan pada hari mereka ini وَ مَا کَانُوۡا بِاٰیٰتِنَا یَجۡحَدُوۡنَ -- dan mereka
selalu membantah Ayat-ayat Kami (Al-A’rāf
[7]:51-52).
Orang-orang kafir yang takabbur tersebut merasa yakin
dalam hati kecil mereka akan kebenaran Islam, tetapi karena mereka
memandang agama mereka hanya sebagai hiburan maka mereka menolak seruan akal dan bisikan
hati mereka, sehingga Allah Swt. pun melupakan
dan tidak mempedulikan nasib buruk mereka, karena
mereka telah menolak mempercayai
bahwa mereka pasti akan bertemu
dengan Al-Khāliq (Sang Maha Pencipta) mereka
dan bahwa mereka harus menyampaikan pertanggungjawaban
amal-perbuatan mereka di hadapan Allah Swt..
Padahal
Allah Swt. – demikian ayat selanjutnya
-- telah mendatangkan kepada mereka Al-Quran
yang di dalamnya mencakup segala
sesuatu secara terinci dan jelas, termasuk mengenai nasib buruk yang telah menimpa kaum-kaum purbakala yang mendustakan
para Rasul Allah yang diutus kepada
mereka sebagai peringatan dan juga
sebagai nubuatan, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ
جِئۡنٰہُمۡ بِکِتٰبٍ فَصَّلۡنٰہُ عَلٰی عِلۡمٍ ہُدًی وَّ رَحۡمَۃً لِّقَوۡمٍ
یُّؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾ ہَلۡ
یَنۡظُرُوۡنَ اِلَّا تَاۡوِیۡلَہٗ ؕ
یَوۡمَ یَاۡتِیۡ تَاۡوِیۡلُہٗ یَقُوۡلُ الَّذِیۡنَ نَسُوۡہُ مِنۡ قَبۡلُ قَدۡ
جَآءَتۡ رُسُلُ رَبِّنَا بِالۡحَقِّ ۚ فَہَلۡ لَّنَا مِنۡ شُفَعَآءَ فَیَشۡفَعُوۡا
لَنَاۤ اَوۡ نُرَدُّ فَنَعۡمَلَ غَیۡرَ الَّذِیۡ کُنَّا
نَعۡمَلُ ؕ قَدۡ خَسِرُوۡۤا اَنۡفُسَہُمۡ وَ ضَلَّ عَنۡہُمۡ مَّا کَانُوۡا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah mendatangkan
kepada mereka sebuah Kitab yang telah Kami
jelaskan secara terinci dengan pengetahuan Kami, sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.
Tidaklah
yang mereka tunggu-tunggu kecuali menjadi genap takwilnya yakni kenyataannya. Pada hari kenyataan itu datang, berkata orang-orang
yang dahulu melupakannya: قَدۡ جَآءَتۡ
رُسُلُ رَبِّنَا بِالۡحَقِّ -- “Sungguh
rasul-rasul Rabb (Tuhan) kami
telah datang dengan haq
(kebenaran), فَہَلۡ لَّنَا مِنۡ شُفَعَآءَ
فَیَشۡفَعُوۡا لَنَاۤ -- maka
adakah bagi kami pemberi-pemberi syafaat
supaya mereka dapat memberi syafaat
untuk kami? اَوۡ نُرَدُّ فَنَعۡمَلَ غَیۡرَ الَّذِیۡ کُنَّا
نَعۡمَلُ -- Atau dapatkah
kami dikembalikan supaya kami
berbuat bukan seperti apa yang senantiasa
kami perbuat?” قَدۡ خَسِرُوۡۤا
اَنۡفُسَہُمۡ وَ ضَلَّ عَنۡہُمۡ مَّا کَانُوۡا
یَفۡتَرُوۡنَ -- Sungguh mereka
telah merugikan dirinya sendiri dan lenyaplah
dari mereka apa yang senantiasa mereka
ada-adakan itu. . (Al-A’rāf [7]:53-54).
Ta’wil
artinya: (1) penafsiran atau penjelasan; (2)
terkaan tentang arti suatu pidato atau tulisan; (3) penyimpangan suatu pidato atau tulisan dari
penafsiran yang benar; (4) penafsiran
suatu mimpi; (5) akhir, hasil, akibat sesuatu (Lexicon Lane).
Untuk
mudahnya, kata ta’wil dalam ayat ہَلۡ
یَنۡظُرُوۡنَ اِلَّا تَاۡوِیۡلَہٗ -- “Tidaklah yang
mereka tunggu-tunggu
kecuali menjadi genap takwilnya,” diterjemahkan di sini “penggenapan akibatnya,” berikut
firman-Nya mengenai ta’wil ayat-ayat
Al-Quran yang mutasyābihāt:
وَ مَا یَعۡلَمُ تَاۡوِیۡلَہٗۤ
اِلَّا اللّٰہُ ۘؔ وَ
الرّٰسِخُوۡنَ فِی الۡعِلۡمِ یَقُوۡلُوۡنَ اٰمَنَّا بِہٖ ۙ کُلٌّ مِّنۡ عِنۡدِ رَبِّنَا ۚ وَ مَا
یَذَّکَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah, dan orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam berkata: “Kami
beriman kepadanya, semuanya berasal dari sisi Rabb (Tuhan) kami.” وَ مَا یَذَّکَّرُ اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ -- Dan tidak ada yang meraih nasihat kecuali orang-orang yang mempergunakan akal” (Ali
‘Imran [3]:8-9).
Para “Tamu” Nabi Ibrhim a.s. Manusia, Bukan Malaikat
Kembali
kepada pembahasan tentang para tamu
yang datang kepada Nabi Ibrahim a.s. dan kepada Nabi Luth a.s., yang memperingatkan
tentang akan datangnya azab Ilahi
kepada kaum Nabi Luth a.s.. Dhāqa bihim dzar’an dalam Al-Ankabūt
ayat 34 berarti: ia kekurangan tenaga atau kemampuan atau kekuatan untuk melakukan
hal itu (Lexicon Lane),
firman-Nya:
وَ لَمَّاۤ اَنۡ جَآءَتۡ رُسُلُنَا لُوۡطًا سِیۡٓءَ بِہِمۡ
وَ ضَاقَ بِہِمۡ ذَرۡعًا وَّ قَالُوۡا لَا تَخَفۡ وَ لَا تَحۡزَنۡ ۟ اِنَّا
مُنَجُّوۡکَ وَ اَہۡلَکَ اِلَّا
امۡرَاَتَکَ کَانَتۡ مِنَ
الۡغٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّا مُنۡزِلُوۡنَ عَلٰۤی اَہۡلِ ہٰذِہِ الۡقَرۡیَۃِ رِجۡزًا مِّنَ السَّمَآءِ بِمَا
کَانُوۡا یَفۡسُقُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَقَدۡ تَّرَکۡنَا مِنۡہَاۤ اٰیَۃًۢ
بَیِّنَۃً لِّقَوۡمٍ
یَّعۡقِلُوۡنَ﴿﴾
Dan tatkala utusan-utusan Kami datang kepada Luth, ia merasa susah atas kabar mereka, dan hatinya merasa sempit mengenai
kabar dari mereka itu. Dan mereka itu berkata: “Janganlah engkau takut, dan jangan pula bersedih. Sesungguhnya kami pasti akan menyelamatkan engkau dan keluarga engkau kecuali istri
engkau, yang termasuk orang-orang
yang meninggalkan diri di belakang. Sesungguhnya Kami akan menurunkan atas penduduk kota ini siksaan dari langit
disebabkan mereka melakukan kedurhakaan. Dan
sungguh Kami benar-benar telah
meninggalkan darinya suatu Tanda yang nyata bagi kaum yang menggunakan akal. (Al-Ankabūt [29]:34-36).
Siapa utusan-utusan tersebut dalam ayat ini, apa tugas mereka, diterangkan dalam firman-Nya berikut ini:
وَ لَقَدۡ
جَآءَتۡ رُسُلُنَاۤ اِبۡرٰہِیۡمَ
بِالۡبُشۡرٰی قَالُوۡا سَلٰمًا ؕ قَالَ
سَلٰمٌ فَمَا لَبِثَ اَنۡ جَآءَ
بِعِجۡلٍ حَنِیۡذٍ ﴿﴾ فَلَمَّا رَاٰۤ اَیۡدِیَہُمۡ لَا تَصِلُ اِلَیۡہِ
نَکِرَہُمۡ وَ اَوۡجَسَ مِنۡہُمۡ خِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡا لَا تَخَفۡ اِنَّاۤ
اُرۡسِلۡنَاۤ اِلٰی قَوۡمِ
لُوۡطٍ ﴿ؕ﴾
Dan sungguh benar-benar telah datang utusan-utusan (rasul-rasul) Kami kepada Ibrahim dengan membawa
kabar gembira. Mereka berkata: “Selamat
sejahtera.” Ia menjawab: “Selamat
sejahtera pula bagi kamu,” lalu tidak lama kemudian ia (Ibrahim) datang dengan membawa hidangan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala ia melihat tangan mereka tidak menjamahnya, ia
menganggap perbuatan mereka aneh dan merasa khawatir terhadap mereka. Mereka berkata: “Janganlah
engkau takut, sesungguhnya kami
adalah yang pernah diutus kepada kaum Luth. (Hūd [11]:70-71).
Lihat pula QS.15:52-80.
Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa ada banyak perbedaan
pendapat mengenai siapa “utusan-utusan”
itu. Beberapa sumber menganggap mereka itu manusia,
yang lainnya menyangka mereka itu malaikat-malaikat.
Pendapat pertama nampaknya lebih mendekati kebenaran serta kenyataan. Karena
Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Luth a.s. kedua-duanya merupakan orang-orang asing di daerah itu, mungkin
sekali Allah Swt. telah
memerintahkan beberapa orang saleh dari daerah itu untuk membawa Nabi Luth a.s.
ke suatu tempat yang aman,
sebelum azab Ilahi itu benar-benar menimpa kaumnya.
Baik diingat pula bahwa
“utusan-utusan” itu tidak datang untuk memberi peringatan pertama mengenai azab
Ilahi itu. Kaum Nabi Luth a.s. sebelumnya
pun telah diancam dengan azab (QS.15:65). “Utusan-utusan” itu
datang hanya untuk memberi kabar
kepada beliau, bahwa saat yang telah
ditetapkan berkenaan dengan hukuman
yang diancamkan itu telah tiba.
Nama Asal Nabi Ibrahim a.s. & Sopan-Santun Bertamu dan Menerima Tamu
Nama
sesungguhnya Nabi Ibrahim a.s. ialah Abram. Sesudah Nabi Isma’il a.s. lahir maka sesuai dengan perintah Allah Swt.
beliau mulai dipanggil dengan
nama Ibrahim, yang mengandung arti “ayah orang banyak” atau “ayah bangsa-bangsa banyak”. Satu cabang
keturunan beliau, kaum Bani Israil,
tinggal di Kanaan dan satu cabang
lain, kaum Bani Isma’il di Arabia.
Mula-mula Nabi Ibrahim a.s. menganggap “utusan-utusan” itu sebagai musafir-musafir
biasa, tetapi ketika mereka memperlihatkan keengganannya
untuk menyantap panggang anak sapi,
beliau menyadari bahwa mereka itu sedang
menjalankan tugas istimewa, yang
beliau tidak dapat mengetahuinya.
Kata-kata khawatir mengenai
mereka tidaklah berarti, bahwa Nabi Ibrahim a.s. takut
kepada orang-orang asing itu, tetapi artinya ialah, bahwa ketika mereka itu
tidak ikut serta makan, beliau khawatir kalau-kalau beliau telah
berbuat sesuatu yang bertentangan
dengan sopan-santun terhadap tamu.
Para tamu nampaknya dapat membaca
kegelisahan pikiran Nabi Ibrahim a.s.
dari wajah beliau yang melukiskan keresahan, sehingga mereka itu segera
melenyapkan kecemasan beliau dengan
menerangkan, bahwa mereka itu sama sekali tidak merasa tersinggung, dan bahwa sebabnya mengapa mereka itu tidak ikut serta
makan ialah tugas
yang mengerikan telah membuat mereka
kehilangan nafsu makan.
Jawaban para tamu itu menunjukkan
pula mereka itu bukan malaikat, sebab
sekiranya mereka itu malaikat,
niscaya mereka akan berkata bahwa sebagai makhluk yang bukan manusia, mereka tidak dapat ikut serta makan.
Nabi Luth a.s. adalah leluhur kaum Palestina, Moab, dan Amon, dan sebagai putra Haran dan
cucu Terah, beliau adalah keponakan
Nabi Ibrahim a.s.. Beliau menggabungkan diri dengan Nabi Ibrahim a.s. di Kanaan.
Jadi, dalam kisah Nabi Ibrahim
a.s. dengan para tamu beliau dalam
firman Allah Swt. tersebut terkandung petunjuk mengenai sopan-santun yang harus dilakukan
tamu ketika bertamu serta kewajiban tuan rumah ketika menerima tamu, yaitu:
(1) Tamu yang berkunjung harus mengucapkan salam kepada tuan rumah
dan tuan rumah wajib menjawab salam tamunya.
(2) Tuan rumah harus segera
membawa hidangan untuk tamu, minimal menghidangkan air minum, dan lebih baik
lagi jika disertai hidangan lainnya.
(3) Tamu yang datang jangan membiarkan tuan rumah menjadi gelisah
oleh kedatangannya.
Selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai kabar gembira yang disampaikan para “tamu” Nabi
Ibrahim a.s. tersebut:
وَ
امۡرَاَتُہٗ قَآئِمَۃٌ فَضَحِکَتۡ فَبَشَّرۡنٰہَا بِاِسۡحٰقَ ۙ وَ
مِنۡ وَّرَآءِ اِسۡحٰقَ یَعۡقُوۡبَ ﴿﴾ قَالَتۡ
یٰوَیۡلَتٰۤیءَ اَلِدُ وَ اَنَا عَجُوۡزٌ وَّ ہٰذَا بَعۡلِیۡ شَیۡخًا ؕ اِنَّ ہٰذَا لَشَیۡءٌ
عَجِیۡبٌ ﴿﴾ قَالُوۡۤا اَتَعۡجَبِیۡنَ مِنۡ اَمۡرِ اللّٰہِ رَحۡمَتُ اللّٰہِ وَ بَرَکٰتُہٗ عَلَیۡکُمۡ
اَہۡلَ الۡبَیۡتِ ؕ اِنَّہٗ حَمِیۡدٌ مَّجِیۡدٌ ﴿﴾
Dan istrinya sedang berdiri di dekatnya maka ia pun
tertawa kecut, lalu Kami menyampaikan kabar gembira kepadanya mengenai kelahiran Ishaq, dan sesudah Ishaq
mengenai Ya’qub. Ia (Sarah) berkata: “Aduhai, celaka aku! Benarkah aku akan melahirkan anak, padahal aku seorang perempuan tua renta dan suamiku ini pun orang
yang sudah terlalu tua? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang ajaib.” Mereka berkata: “Apakah engkau merasa heran akan keputusan
Allah? Rahmat Allah dan keberkatan-Nya
atas kamu, hai ahli rumah ini.
Sesungguhnya Dia Maha Terpuji, Maha Mulia.”
(Hūd
[11]:72-74).
Dalam
ayat ini kata-kata “ahli rumah” itu dengan pasti menunjuk kepada istri Nabi Ibrahim a.s., sebab
pada waktu itu beliau (Sarah) masih belum mempunyai anak. Sesungguhnya bila ungkapan ahlal-bait dipakai dalam
Al-Quran mengenai seorang nabi, maka pada umumnya yang dimaksud adalah istrinya atau istri-istrinya (QS.28:13; QS.33:34).
Keprihatinan Nabi Ibrahim a.s. &
Putri-putri Nabi Luth a.s. Sebagai “Jaminan”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman tentang keprihatinan Nabi Ibrahim a.s. ketika mendengar azab Ilahi yang akan menimpa kaum Nabi
Luth a.s.:
فَلَمَّا
ذَہَبَ عَنۡ اِبۡرٰہِیۡمَ الرَّوۡعُ وَ جَآءَتۡہُ الۡبُشۡرٰی یُجَادِلُنَا فِیۡ قَوۡمِ لُوۡطٍ
﴿ؕ﴾ اِنَّ اِبۡرٰہِیۡمَ لَحَلِیۡمٌ
اَوَّاہٌ مُّنِیۡبٌ ﴿﴾ یٰۤـاِبۡرٰہِیۡمُ
اَعۡرِضۡ عَنۡ ہٰذَا ۚ اِنَّہٗ قَدۡ جَآءَ اَمۡرُ رَبِّکَ ۚ وَ اِنَّہُمۡ
اٰتِیۡہِمۡ عَذَابٌ غَیۡرُ مَرۡدُوۡدٍ ﴿﴾
Maka tatkala
rasa takut hilang dari Ibrahim, dan
telah sampai pula kabar gembira
kepadanya, lalu ia mulai berbahas dengan Kami mengenai
kaum Luth, sesungguhnya Ibrahim benar-benar penyantun, pengiba, dan berulang
kali kembali kepada Kami. “Hai Ibrahim, berhentilah dari berbahas ini, sesungguhnya telah datang perintah Rabb (Tuhan) engkau,
dan sesungguhnya akan datang kepada
mereka azab yang tidak dapat ditolak.” (Hūd [11]:75-77).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 20 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar