Senin, 20 April 2015

"Fatah Mekkah" Bagaikan "Kiamat" yang Terjadi Tiba-tiba & Kehinaan Para Penentang Rasul Allah di Dunia dan di Akhirat






بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 34

  Fatah Mekkah” Bagaikan “Kiamat yang Terjadi Tiba-tiba &  Kehinaan Para Penentang Rasul Allah di Dunia dan di Akhirat  
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai firman  Allah Swt.  kepada Nabi Besar Muhammad saw. tentang  kepastian pertolongan-Nya kepada beliau saw.:
وَ  اِنۡ  کَانُوۡا  لَیَقُوۡلُوۡنَ ﴿﴾ۙ لَوۡ  اَنَّ عِنۡدَنَا ذِکۡرًا  مِّنَ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾ۙ   لَکُنَّا عِبَادَ اللّٰہِ الۡمُخۡلَصِیۡنَ ﴿﴾  فَکَفَرُوۡا بِہٖ فَسَوۡفَ یَعۡلَمُوۡنَ  ﴿﴾ وَ لَقَدۡ سَبَقَتۡ کَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ۚۖ   اِنَّہُمۡ  لَہُمُ  الۡمَنۡصُوۡرُوۡنَ ﴿﴾۪  وَ  اِنَّ جُنۡدَنَا لَہُمُ  الۡغٰلِبُوۡنَ ﴿﴾  فَتَوَلَّ عَنۡہُمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾ۙ   وَّ اَبۡصِرۡہُمۡ فَسَوۡفَ یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾  اَفَبِعَذَابِنَا یَسۡتَعۡجِلُوۡنَ ﴿﴾  فَاِذَا نَزَلَ بِسَاحَتِہِمۡ فَسَآءَ صَبَاحُ الۡمُنۡذَرِیۡنَ ﴿﴾ وَ تَوَلَّ عَنۡہُمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ ﴿﴾ۙ  وَّ  اَبۡصِرۡ  فَسَوۡفَ یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾   سُبۡحٰنَ رَبِّکَ رَبِّ الۡعِزَّۃِ عَمَّا یَصِفُوۡنَ ﴿﴾ۚ  وَ  سَلٰمٌ  عَلَی  الۡمُرۡسَلِیۡنَ ﴿﴾ۚ  وَ الۡحَمۡدُ  لِلّٰہِ  رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾٪
Dan sesungguhnya mereka, orang-orang kafir Mekkah, benar-benar akan berkata:  “Seandainya  pada kami ada pemberi   peringatan seperti kepada orang-orang yang terdahulu, niscaya kami menjadi hamba-hamba Allah yang tulus ikhlas.”   Tetapi mereka kafir kepada-Nya maka mereka akan segera mengetahui. وَ لَقَدۡ سَبَقَتۡ کَلِمَتُنَا لِعِبَادِنَا الۡمُرۡسَلِیۡنَ --  Dan sungguh benar-benar  telah ditetapkan keputusan Kami untuk hamba-hamba Kami para rasul,  اِنَّہُمۡ  لَہُمُ  الۡمَنۡصُوۡرُوۡنَ --  sesungguhnya mereka itulah yang akan diberi pertolongan, وَ  اِنَّ جُنۡدَنَا لَہُمُ  الۡغٰلِبُوۡنَ --   dan sesungguhnya lasykar Kami itulah yang akan menang. فَتَوَلَّ عَنۡہُمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ --   Maka berpalinglah engkau dari mereka itu untuk sementara waktu. وَّ  اَبۡصِرۡ  فَسَوۡفَ یُبۡصِرُوۡنَ --    dan lihatlah mereka maka mereka pun  segera akan melihat. اَفَبِعَذَابِنَا یَسۡتَعۡجِلُوۡنَ --   Apakah mereka cepat-cepat meminta azab Kami datang? فَاِذَا نَزَلَ بِسَاحَتِہِمۡ فَسَآءَ صَبَاحُ الۡمُنۡذَرِیۡنَ -- Tetapi apabila azab itu turun ke halaman mereka فَسَآءَ صَبَاحُ الۡمُنۡذَرِیۡنَ  --   maka sangat buruklah pagi itu bagi orang-orang yang diberi ingat. وَ تَوَلَّ عَنۡہُمۡ حَتّٰی حِیۡنٍ  --  Maka berpalinglah engkau dari mereka itu untuk sementara waktu. وَّ  اَبۡصِرۡ  فَسَوۡفَ یُبۡصِرُوۡنَ   --   Dan lihatlah maka mereka pun akan segera melihat.  سُبۡحٰنَ رَبِّکَ رَبِّ الۡعِزَّۃِ عَمَّا یَصِفُوۡنَ --  Maha Suci Rabb (Tuhan) engkau, Rabb (Tuhan) Yang Memiliki Segala Kebesaran dari apa yang mereka sifatkan.   وَ  سَلٰمٌ  عَلَی  الۡمُرۡسَلِیۡنَ --   Dan sejahteralah atas para rasul!   وَ الۡحَمۡدُ  لِلّٰہِ  رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ --    Dan segala puji bagi Allah, Rabb (Tuhan) seluruh alam. (Ash-Shaffat [37]:168-183).

Peristiwa Fatah Mekkah Bagaikan “Kiamat” yang Terjadi  Tiba-tiba  & Makna Gelar Khātaman- Nabiyyīn  Nabi Besar Muhammad Saw.

         Isyarat ayat  اَفَبِعَذَابِنَا یَسۡتَعۡجِلُوۡنَ --   Apakah mereka cepat-cepat meminta azab Kami datang? فَاِذَا نَزَلَ بِسَاحَتِہِمۡ فَسَآءَ صَبَاحُ الۡمُنۡذَرِیۡنَ -- Tetapi apabila azab itu turun ke halaman mereka فَسَآءَ صَبَاحُ الۡمُنۡذَرِیۡنَ  --   maka sangat buruklah pagi itu bagi orang-orang yang diberi ingat,” ini mungkin tertuju kepada jatuhnya Mekkah, yang sungguh merupakan hari naas bagi orang-orang Mekkah, ketika pasukan Muslim dengan kekuatan 10.000 prajurit memasuki tapal-tapal batasnya. Maka lengkaplah siksa dan kehinaan atas diri mereka, sebab segala rencana buruk mereka yang ditujukan melawan Islam sama sekali telah gagal mutlak dan Islam telah meraih kemenangan gilang-gemilang atas orang-orang ingkar.
         Isyarat ayat وَ  سَلٰمٌ  عَلَی  الۡمُرۡسَلِیۡنَ --   Dan sejahteralah atas para rasul!”    ini agaknya tertuju kepada Nabi Besar Muhammad saw. yang menampilkan dalam wujud beliau saw. semua nabi dan rasul Allah (QS.77:12), yang atas dasar  itu pula beliau saw. mendapat gelar Khātaman Nabiyyīn, firman-Nya:
مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ  اَحَدٍ مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ  النَّبِیّٖنَ ؕ وَ  کَانَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad bukanlah bapak salah seorang laki-laki di antara laki  kamu, akan tetapi ia adalah Rasul Allah  وَ خَاتَمَ  النَّبِیّٖنَ  -- dan meterai sekalian nabi,  dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzāb [33]:41).
     Khātam berasal dari kata khatama yang berarti: ia memeterai, mencap, mensahkan atau mencetakkan pada barang itu. Inilah arti-pokok kata itu. Adapun arti kedua ialah: ia mencapai ujung benda itu; atau menutupi benda itu, atau melindungi apa yang tertera dalam tulisan dengan memberi tanda atau mencapkan secercah tanah liat di atasnya, atau dengan sebuah meterai jenis apa pun.
Khātam berarti juga sebentuk cincin stempel; sebuah segel, atau meterai dan sebuah tanda; ujung atau bagian terakhir dan hasil atau anak (cabang) suatu benda. Kata itu pun berarti hiasan atau perhiasan; terbaik atau paling sempurna. Kata-kata khatim, khatm dan khatam hampir sama artinya (Lexicon Lane, Al-Mufradat, Al-Fath-ul-Bari, dan Zurqani). Maka kata Khātaman nabiyyīn akan berarti: meterai para nabi; yang terbaik dan paling sempurna dari antara nabi-nabi; hiasan dan perhiasan nabi-nabi.
        Arti kedua Khātaman- Nabiyyīn ialah nabi terakhir yang membawa syariat (QS.5:4) atau nabi mustaqil   yang terakhir, sebab kenabian yang berdiri sendiri (mustaqil) telah berakhir dengan pengutusan Nabi Besar  Muhammad saw., karena selanjutnya pintu kenabian hanya terbuka bagi umat Islam  yang patuh-taat sepenuhnya kepada Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32). yaitu memperoleh “cap” atau “stempel  pengesahan  Khātaman Nabiyyīn” beliau  (QS.4:70-71).

Kehinaan Para Penentang Rasul Allah dan Para Pengikutnya di Akhirat

 Kembali kepada Surah Al- A’rāf, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kehinaan di akhirat yang dialami orang-orang yang takabbur terhadap Rasul Allah dan memandang  hina serta lemah beliau dan para pengikutnya, sebagaimana ketakaburan kaum Nabi Nuh a.s. (QS.11:28-32;  QS.26:106-116) tersebut, firman-Nya: 
وَ نَادٰۤی اَصۡحٰبُ النَّارِ  اَصۡحٰبَ الۡجَنَّۃِ اَنۡ اَفِیۡضُوۡا عَلَیۡنَا مِنَ الۡمَآءِ اَوۡ مِمَّا رَزَقَکُمُ  اللّٰہُ ؕ قَالُوۡۤا  اِنَّ اللّٰہَ حَرَّمَہُمَا عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ﴿ۙ﴾  الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا دِیۡنَہُمۡ لَہۡوًا وَّ لَعِبًا وَّ غَرَّتۡہُمُ الۡحَیٰوۃُ الدُّنۡیَا ۚ فَالۡیَوۡمَ نَنۡسٰہُمۡ  کَمَا نَسُوۡا لِقَآءَ یَوۡمِہِمۡ ہٰذَا ۙ وَ مَا  کَانُوۡا بِاٰیٰتِنَا  یَجۡحَدُوۡنَ ﴿﴾
Dan penghuni neraka akan berseru kepada penghuni surga: اَنۡ اَفِیۡضُوۡا عَلَیۡنَا مِنَ الۡمَآءِ اَوۡ مِمَّا رَزَقَکُمُ  اللّٰہُ --  Tuangkanlah kepada kami sedikit air atau sedikit dari apa yang Allah   rezekikan kepada kamu.” قَالُوۡۤا  اِنَّ اللّٰہَ حَرَّمَہُمَا عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ   -- Mereka akan berkata: “Sesungguhnya Allah mengharamkan kedua-duanya atas orang-orang kafir.  الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا دِیۡنَہُمۡ لَہۡوًا وَّ لَعِبًا وَّ غَرَّتۡہُمُ الۡحَیٰوۃُ الدُّنۡیَا --  Yaitu  orang-orang yang telah menjadikan agamanya sebagai olok-olok dan permainan  dan kehidupan dunia telah memperdayakan mereka, فَالۡیَوۡمَ نَنۡسٰہُمۡ  کَمَا نَسُوۡا لِقَآءَ یَوۡمِہِمۡ ہٰذَا   -- maka pada hari ini  Kami akan melupakan mereka, sebagaimana mereka telah melupakan pertemuan pada hari mereka ini  وَ مَا  کَانُوۡا بِاٰیٰتِنَا  یَجۡحَدُوۡنَ  -- dan mereka selalu membantah Ayat-ayat Kami  (Al-A’rāf [7]:51-52).
 Orang-orang kafir yang takabbur tersebut merasa yakin dalam hati kecil mereka akan kebenaran Islam, tetapi karena mereka memandang agama mereka hanya sebagai hiburan maka mereka menolak seruan akal dan bisikan hati mereka, sehingga Allah  Swt. pun melupakan dan tidak mempedulikan nasib buruk mereka,    karena mereka telah menolak mempercayai bahwa mereka pasti akan bertemu dengan Al-Khāliq (Sang Maha Pencipta) mereka dan bahwa mereka harus menyampaikan pertanggungjawaban amal-perbuatan mereka di hadapan Allah Swt.. 
    Padahal Allah Swt. – demikian ayat selanjutnya  -- telah mendatangkan kepada mereka Al-Quran yang di dalamnya mencakup segala sesuatu secara terinci dan jelas, termasuk mengenai nasib buruk  yang telah menimpa kaum-kaum purbakala yang mendustakan para Rasul Allah yang diutus kepada mereka sebagai peringatan dan juga sebagai nubuatan, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ جِئۡنٰہُمۡ بِکِتٰبٍ فَصَّلۡنٰہُ عَلٰی عِلۡمٍ ہُدًی وَّ رَحۡمَۃً  لِّقَوۡمٍ  یُّؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾  ہَلۡ یَنۡظُرُوۡنَ  اِلَّا تَاۡوِیۡلَہٗ ؕ یَوۡمَ یَاۡتِیۡ تَاۡوِیۡلُہٗ یَقُوۡلُ الَّذِیۡنَ نَسُوۡہُ مِنۡ قَبۡلُ قَدۡ جَآءَتۡ رُسُلُ رَبِّنَا بِالۡحَقِّ ۚ فَہَلۡ لَّنَا مِنۡ شُفَعَآءَ  فَیَشۡفَعُوۡا  لَنَاۤ  اَوۡ  نُرَدُّ فَنَعۡمَلَ غَیۡرَ الَّذِیۡ کُنَّا نَعۡمَلُ ؕ قَدۡ خَسِرُوۡۤا اَنۡفُسَہُمۡ وَ ضَلَّ عَنۡہُمۡ مَّا کَانُوۡا  یَفۡتَرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan  sungguh   Kami benar-benar telah mendatangkan kepada mereka sebuah Kitab yang telah Kami jelaskan secara terinci dengan pengetahuan Kami, sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang  beriman.   Tidaklah yang  mereka tunggu-tunggu kecuali  menjadi genap  takwilnya yakni kenyataannya. Pada hari kenyataan itu datang,  berkata orang-orang yang dahulu melupakannya:  قَدۡ جَآءَتۡ رُسُلُ رَبِّنَا بِالۡحَقِّ  -- “Sungguh  rasul-rasul Rabb (Tuhan) kami telah datang dengan haq (kebenaran), فَہَلۡ لَّنَا مِنۡ شُفَعَآءَ  فَیَشۡفَعُوۡا  لَنَاۤ     --  maka adakah bagi kami pemberi-pemberi syafaat supaya mereka dapat memberi syafaat untuk kami?  اَوۡ  نُرَدُّ فَنَعۡمَلَ غَیۡرَ الَّذِیۡ کُنَّا نَعۡمَلُ    -- Atau  dapatkah kami dikembalikan supaya kami berbuat bukan seperti apa yang senantiasa kami perbuat?”   قَدۡ خَسِرُوۡۤا اَنۡفُسَہُمۡ وَ ضَلَّ عَنۡہُمۡ مَّا کَانُوۡا  یَفۡتَرُوۡنَ -- Sungguh  mereka telah merugikan dirinya sendiri dan lenyaplah dari mereka apa yang senantiasa  mereka ada-adakan itu. . (Al-A’rāf [7]:53-54).
   Ta’wil artinya: (1) penafsiran atau penjelasan; (2)  terkaan tentang arti suatu pidato atau tulisan; (3)  penyimpangan suatu pidato atau tulisan dari penafsiran yang benar; (4) penafsiran  suatu mimpi; (5) akhir, hasil, akibat sesuatu (Lexicon Lane).
   Untuk mudahnya, kata ta’wil  dalam ayat ہَلۡ یَنۡظُرُوۡنَ  اِلَّا تَاۡوِیۡلَہٗ   -- “Tidaklah yang  mereka tunggu-tunggu kecuali  menjadi genap  takwilnya,diterjemahkan di sini  penggenapan akibatnya,” berikut firman-Nya mengenai ta’wil ayat-ayat Al-Quran yang mutasyābihāt:  
 وَ مَا یَعۡلَمُ  تَاۡوِیۡلَہٗۤ  اِلَّا اللّٰہُ  ۘؔ وَ الرّٰسِخُوۡنَ فِی الۡعِلۡمِ یَقُوۡلُوۡنَ اٰمَنَّا بِہٖ ۙ کُلٌّ  مِّنۡ عِنۡدِ رَبِّنَا ۚ وَ مَا یَذَّکَّرُ  اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ   padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya   kecuali Allah,   dan orang-orang yang memiliki pengetahuan mendalam berkata: “Kami beriman kepadanya, semuanya berasal dari sisi Rabb (Tuhan) kami.”  وَ مَا یَذَّکَّرُ  اِلَّاۤ اُولُوا الۡاَلۡبَابِ -- Dan  tidak ada yang meraih nasihat kecuali orang-orang yang mempergunakan akal” (Ali ‘Imran [3]:8-9).   

Para “Tamu Nabi Ibrhim a.s. Manusia, Bukan Malaikat   

        Kembali kepada  pembahasan tentang para tamu  yang datang kepada Nabi Ibrahim a.s. dan kepada Nabi Luth a.s.,  yang memperingatkan tentang akan datangnya azab Ilahi kepada kaum Nabi Luth a.s.. Dhāqa bihim dzar’an dalam  Al-Ankabūt ayat 34 berarti: ia kekurangan tenaga atau kemampuan atau kekuatan untuk melakukan hal itu (Lexicon Lane), firman-Nya:
وَ لَمَّاۤ  اَنۡ جَآءَتۡ رُسُلُنَا لُوۡطًا سِیۡٓءَ بِہِمۡ وَ ضَاقَ بِہِمۡ ذَرۡعًا وَّ قَالُوۡا لَا تَخَفۡ وَ لَا تَحۡزَنۡ ۟ اِنَّا مُنَجُّوۡکَ وَ اَہۡلَکَ  اِلَّا امۡرَاَتَکَ  کَانَتۡ  مِنَ  الۡغٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ اِنَّا مُنۡزِلُوۡنَ عَلٰۤی اَہۡلِ ہٰذِہِ  الۡقَرۡیَۃِ رِجۡزًا مِّنَ السَّمَآءِ بِمَا کَانُوۡا یَفۡسُقُوۡنَ ﴿﴾ وَ لَقَدۡ تَّرَکۡنَا مِنۡہَاۤ  اٰیَۃًۢ  بَیِّنَۃً  لِّقَوۡمٍ یَّعۡقِلُوۡنَ﴿﴾
Dan tatkala utusan-utusan Kami datang kepada Luth,  ia  merasa susah atas kabar mereka, dan hatinya merasa sempit mengenai kabar dari mereka itu. Dan mereka itu berkata: “Janganlah engkau takut, dan jangan pula bersedih.  Sesungguhnya kami pasti akan menyelamatkan engkau dan keluarga engkau kecuali istri engkau, yang termasuk orang-orang yang meninggalkan diri di belakang.  Sesungguhnya Kami akan menurunkan atas penduduk kota ini siksaan dari langit disebabkan mereka   melakukan kedurhakaan.  Dan  sungguh Kami benar-benar telah meninggalkan darinya suatu Tanda yang nyata bagi kaum yang menggunakan akal. (Al-Ankabūt [29]:34-36).
        Siapa utusan-utusan tersebut dalam ayat ini, apa tugas mereka,   diterangkan dalam  firman-Nya berikut ini:
وَ لَقَدۡ جَآءَتۡ رُسُلُنَاۤ  اِبۡرٰہِیۡمَ بِالۡبُشۡرٰی قَالُوۡا سَلٰمًا ؕ قَالَ  سَلٰمٌ  فَمَا لَبِثَ اَنۡ  جَآءَ  بِعِجۡلٍ حَنِیۡذٍ ﴿﴾  فَلَمَّا رَاٰۤ  اَیۡدِیَہُمۡ لَا تَصِلُ  اِلَیۡہِ  نَکِرَہُمۡ وَ اَوۡجَسَ مِنۡہُمۡ خِیۡفَۃً ؕ قَالُوۡا لَا تَخَفۡ  اِنَّاۤ   اُرۡسِلۡنَاۤ  اِلٰی  قَوۡمِ  لُوۡطٍ ﴿ؕ﴾
Dan  sungguh benar-benar telah datang utusan-utusan  (rasul-rasul) Kami  kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira.  Mereka berkata:  Selamat sejahtera.” Ia menjawab: “Selamat sejahtera pula bagi kamu,” lalu tidak lama kemudian ia (Ibrahim) datang  dengan membawa hidangan daging anak sapi yang dipanggang. Maka  tatkala ia melihat tangan mereka tidak menjamahnya, ia menganggap perbuatan mereka  aneh dan merasa khawatir terhadap mereka. Mereka berkata:  Janganlah engkau takut, sesungguhnya kami adalah yang pernah diutus kepada kaum Luth.  (Hūd [11]:70-71). Lihat pula QS.15:52-80.
       Sebagaimana telah dikemukakan bahwa ada banyak perbedaan pendapat mengenai siapa “utusan-utusan” itu. Beberapa sumber menganggap mereka itu manusia, yang lainnya menyangka mereka itu malaikat-malaikat. Pendapat pertama nampaknya lebih mendekati kebenaran serta kenyataan. Karena Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Luth a.s.  kedua-duanya merupakan orang-orang asing di daerah itu, mungkin sekali Allah Swt.  telah memerintahkan beberapa orang saleh dari daerah itu untuk membawa Nabi Luth a.s.   ke suatu tempat yang aman, sebelum azab Ilahi  itu benar-benar menimpa kaumnya.
        Baik diingat pula bahwa “utusan-utusan” itu tidak datang untuk memberi peringatan pertama mengenai azab Ilahi itu. Kaum Nabi Luth a.s.  sebelumnya pun telah diancam dengan azab (QS.15:65). “Utusan-utusan” itu datang hanya untuk memberi kabar kepada beliau, bahwa saat yang telah ditetapkan berkenaan dengan hukuman yang diancamkan itu telah tiba.

Nama Asal Nabi Ibrahim a.s. & Sopan-Santun Bertamu dan Menerima Tamu  

        Nama sesungguhnya Nabi Ibrahim a.s.   ialah Abram. Sesudah Nabi Isma’il a.s. lahir maka sesuai dengan perintah Allah Swt.   beliau mulai dipanggil dengan nama Ibrahim, yang mengandung arti “ayah orang banyak” atau “ayah bangsa-bangsa banyak”. Satu cabang keturunan beliau, kaum Bani Israil, tinggal di Kanaan dan satu cabang lain, kaum Bani Isma’il di Arabia.
         Mula-mula Nabi Ibrahim a.s.  menganggap “utusan-utusan” itu sebagai musafir-musafir biasa, tetapi ketika mereka memperlihatkan keengganannya untuk menyantap panggang anak sapi, beliau menyadari  bahwa mereka itu sedang menjalankan tugas istimewa, yang beliau tidak dapat mengetahuinya.
        Kata-kata khawatir mengenai mereka tidaklah berarti, bahwa Nabi Ibrahim a.s.  takut kepada orang-orang asing itu, tetapi artinya ialah, bahwa ketika mereka itu tidak ikut serta makan, beliau khawatir kalau-kalau beliau telah berbuat sesuatu yang bertentangan dengan sopan-santun terhadap tamu.
        Para tamu nampaknya dapat membaca kegelisahan pikiran Nabi Ibrahim a.s.  dari wajah beliau yang melukiskan keresahan, sehingga mereka itu segera melenyapkan kecemasan beliau dengan menerangkan, bahwa mereka itu sama sekali tidak merasa tersinggung, dan bahwa sebabnya mengapa mereka itu tidak ikut serta makan ialah  tugas yang mengerikan telah membuat mereka kehilangan nafsu makan.
       Jawaban para tamu itu menunjukkan pula mereka itu bukan malaikat, sebab sekiranya mereka itu malaikat, niscaya mereka akan berkata bahwa sebagai makhluk yang bukan manusia, mereka tidak dapat ikut serta makan.
         Nabi Luth a.s.   adalah leluhur kaum Palestina, Moab, dan Amon, dan sebagai putra Haran dan cucu Terah, beliau adalah keponakan Nabi Ibrahim a.s.. Beliau menggabungkan diri dengan Nabi Ibrahim a.s.  di Kanaan.
Jadi, dalam kisah Nabi Ibrahim a.s. dengan para tamu beliau   dalam firman Allah Swt. tersebut  terkandung petunjuk mengenai sopan-santun yang harus dilakukan  tamu ketika bertamu serta kewajiban tuan rumah  ketika menerima tamu, yaitu:
       (1) Tamu yang berkunjung  harus mengucapkan salam kepada tuan rumah dan tuan rumah  wajib menjawab salam  tamunya.
      (2) Tuan rumah harus  segera  membawa hidangan  untuk tamu, minimal  menghidangkan air minum,    dan lebih baik lagi jika disertai hidangan lainnya.
       (3) Tamu yang datang  jangan membiarkan tuan rumah menjadi gelisah oleh kedatangannya.
         Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kabar gembira yang disampaikan para “tamu” Nabi Ibrahim a.s. tersebut:
وَ امۡرَاَتُہٗ  قَآئِمَۃٌ  فَضَحِکَتۡ فَبَشَّرۡنٰہَا بِاِسۡحٰقَ ۙ وَ مِنۡ وَّرَآءِ  اِسۡحٰقَ یَعۡقُوۡبَ ﴿﴾ قَالَتۡ یٰوَیۡلَتٰۤیءَ اَلِدُ وَ اَنَا عَجُوۡزٌ وَّ ہٰذَا بَعۡلِیۡ  شَیۡخًا ؕ اِنَّ ہٰذَا  لَشَیۡءٌ  عَجِیۡبٌ ﴿﴾   قَالُوۡۤا اَتَعۡجَبِیۡنَ مِنۡ اَمۡرِ اللّٰہِ  رَحۡمَتُ اللّٰہِ وَ بَرَکٰتُہٗ عَلَیۡکُمۡ اَہۡلَ الۡبَیۡتِ ؕ اِنَّہٗ  حَمِیۡدٌ  مَّجِیۡدٌ ﴿﴾
Dan istrinya  sedang berdiri di dekatnya maka ia pun tertawa kecut, lalu Kami menyampaikan kabar gembira kepadanya  mengenai  kelahiran Ishaq, dan sesudah Ishaq mengenai Ya’qub. Ia (Sarah) berkata: “Aduhai, celaka aku! Benarkah aku akan melahirkan anak, padahal aku seorang perempuan tua renta dan suamiku ini pun orang yang sudah terlalu tua? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang ajaib.” Mereka berkata: “Apakah engkau merasa heran akan keputusan Allah?  Rahmat Allah dan keberkatan-Nya atas kamu, hai ahli rumah ini.  Sesungguhnya Dia Maha Terpuji, Maha Mulia.” (Hūd [11]:72-74).
         Dalam ayat ini kata-kata “ahli rumah” itu dengan pasti menunjuk kepada istri Nabi Ibrahim a.s., sebab pada waktu itu beliau (Sarah) masih belum mempunyai anak. Sesungguhnya bila ungkapan ahlal-bait dipakai dalam Al-Quran mengenai seorang nabi, maka pada umumnya yang dimaksud adalah istrinya atau istri-istrinya (QS.28:13; QS.33:34). 

Keprihatinan Nabi Ibrahim a.s. &   Putri-putri Nabi Luth a.s. Sebagai “Jaminan

        Selanjutnya Allah Swt. berfirman tentang keprihatinan Nabi Ibrahim a.s. ketika mendengar azab Ilahi yang akan menimpa kaum Nabi Luth a.s.:
فَلَمَّا ذَہَبَ عَنۡ اِبۡرٰہِیۡمَ الرَّوۡعُ وَ جَآءَتۡہُ  الۡبُشۡرٰی یُجَادِلُنَا فِیۡ قَوۡمِ لُوۡطٍ ﴿ؕ﴾ اِنَّ  اِبۡرٰہِیۡمَ  لَحَلِیۡمٌ  اَوَّاہٌ   مُّنِیۡبٌ ﴿﴾ یٰۤـاِبۡرٰہِیۡمُ اَعۡرِضۡ عَنۡ ہٰذَا ۚ اِنَّہٗ قَدۡ جَآءَ اَمۡرُ رَبِّکَ ۚ وَ اِنَّہُمۡ اٰتِیۡہِمۡ عَذَابٌ غَیۡرُ  مَرۡدُوۡدٍ ﴿﴾
Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim, dan telah sampai pula kabar gembira kepadanya, lalu  ia mulai berbahas dengan Kami mengenai kaum Luth, sesungguhnya Ibrahim benar-benar   penyantun, pengiba, dan  berulang kali kembali kepada Kami.  “Hai Ibrahim, berhentilah dari berbahas ini, sesungguhnya telah datang perintah Rabb (Tuhan) engkau, dan sesungguhnya akan datang kepada mereka azab yang tidak dapat ditolak.”  (Hūd [11]:75-77).

 (Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 20  April   2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar