Kamis, 16 April 2015

Menolak "Kebenaran" Sebagai Sumber Rezeki Duniawi & Persamaan Pengaruh Air Hujan dengan Wahyu Ilahi Terhadap Permukaan Bumi dan Hati Manusia





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 31

Menolak “Kebenaran” Sebagai Sumber Rezeki Duniawi  &  Persamaan Pengaruh   Air Hujan  dengan Wahyu Ilahi Terhadap Permukaan Bumi dan Hati Manusia
 

  Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai  Al-Quran  sebagai  sebuah Kitab yang sangat terpelihara,   dalam pengertian bahwa hanya orang-orang beriman yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan dalam ayat berikutnya:  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ  -- Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan,”  firman-Nya:
  اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾   لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾   اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾   لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia, فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ  --  dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ  -- Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan.   Wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam. اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ  -- Maka apakah terhadap firman  ini kamu menganggap sepele?    وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ   --  Dan bahwa kamu dengan mendustakannya  kamu menjadikannya sebagai rezekimu?    (Al-Wāqi’ah [56]:78-83).

Para “Penyentuh” Khazanah Ruhani Al-Quran yang

     Ayat اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ  -- Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia, فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ  --  dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara,”     ini pun dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam. Seperti hukum alam, demikian juga cita-cita dan asas-asas itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman.
    Atau, ayat tersebut  dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Allah Swt.  kepada manusia (QS.30:31). Fitrat insani berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar dan telah dilimpahi kemampuan untuk sampai kepada keputusan yang benar. Orang yang secara jujur bertindak sesuai dengan naluri atau fitratnya  ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.
    Makna ayat لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ  -- Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan,”     hanya  orang yang bernasib baik sajalah yang  diberi pengertian  mengenai dan   dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih. Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara keadaan fisik kita tidak bersih.
 Makna ayat  اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ  -- Maka apakah terhadap  firman  ini kamu menganggap sepele?    وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ   --  Dan bahwa kamu dengan men-dustakannya  kamu menjadikannya sebagai rezekimu?”  Orang-orang kafir takut kalau-kalau mereka  menerima kebenaran akan dijauhkan dari sumber-sumber kehidupan mereka. Jadi, demi memperoleh keuntungan kotor itulah maka mereka menolak seruan Ilahi.

Hakiki   Penolakan  Kebenaran” Sebagai Sumber Rezeki Duniawi

   Atau, ayat ini dapat diartikan bahwa orang-orang kafir menolak kebenaran sebagai sesuatu yang seakan-akan kehidupan  atau sumber rezeki duniawi mereka bergantung padanya saja, karena itu bagimana jua pun keadaannya, mereka tidak akan menerima kebenaran,   berikut adalah firman-Nya mengenai alasan penolak  kaum kafir Quraisy Mekkah  terhadap pendakwaan Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran:
وَ قَالُوۡۤا اِنۡ نَّتَّبِعِ الۡہُدٰی مَعَکَ نُتَخَطَّفۡ مِنۡ  اَرۡضِنَا ؕ اَوَ لَمۡ نُمَکِّنۡ لَّہُمۡ حَرَمًا اٰمِنًا یُّجۡبٰۤی  اِلَیۡہِ  ثَمَرٰتُ  کُلِّ شَیۡءٍ رِّزۡقًا مِّنۡ لَّدُنَّا وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَہُمۡ  لَا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan mereka berkata: “Jika  kami mengikuti petunjuk bersama engkau  tentu  kami akan diusir  dari negeri kami.” Katakanlah: “Bukankah   Kami telah menempatkan mereka pada tempat suci yang aman,  yang didatangkan kepadanya segala macam buah-buahan, sebagai rezeki dari sisi Kami?” Akan tetapi kebanyakan me-reka tidak mengetahui. (Al-Qashash [28]:58).
       Ayat ini berarti bahwa tidak beralasan untuk takut bahwa bila syariat baru itu diterima maka orang-orang akan menyerang kota Mekkah dan merampas dari kaum Mekkah hak milik dan kemerdekaan mereka. Ayat ini bermaksud mengatakan, bahwa dari zaman purbakala Mekkah (yang kini akan menjadi pusat agama baru itu) tetap merupakan tempat suci yang aman, dan mereka yang pernah coba-coba mengganggu kesuciannya, mereka sendiri jugalah yang menemui kehancuran dan kebinasaan, contohnya kehancuran pasukan gajah yang dipimpin Abrahah Asram – Raja muda di Yaman, wakil Negus, raja kerajaan Kristen   Abessinia --   Kristen Abbessinia, yang bermaksud untuk menghancurkan Ka’bah, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾  اَلَمۡ  تَرَ کَیۡفَ فَعَلَ رَبُّکَ  بِاَصۡحٰبِ الۡفِیۡلِ ؕ﴿﴾  اَلَمۡ  یَجۡعَلۡ  کَیۡدَہُمۡ فِیۡ  تَضۡلِیۡلٍ ۙ﴿﴾   وَّ  اَرۡسَلَ عَلَیۡہِمۡ  طَیۡرًا  اَبَابِیۡلَ ۙ﴿﴾  تَرۡمِیۡہِمۡ  بِحِجَارَۃٍ  مِّنۡ سِجِّیۡلٍ ۪ۙ﴿۴﴾  فَجَعَلَہُمۡ کَعَصۡفٍ مَّاۡکُوۡلٍ ٪﴿﴾
Aku baca dengan  nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.    Tidakkah engkau  memperhatikan bagaimana Rabb (Tuhan) engkau mem-perlakukan para pemilik gajah?  Tidakkah  Dia  menjadikan  rencana  buruk mereka  gagal?   Dan Dia mengirimkan kepada mereka sekawanan burung,  yang memakan bangkai mereka, sambil memukul-mukulkan bangkai mereka di atas batu-batu  dari tanah keras,  maka Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat (Al-Fīl [105]:1-6).

Akibat Buruk Masa Fatrah (Masa Jeda)  Kesinambungan Turunnya Wahyu Ilahi Kepada Rasul Allah

        Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah  yaitu Mirza Ghulam Ahmad a.s. yakni Al-Masih Mau’ud a.s., dalam buku beliau yang sangat terkenal  Islami Ushul Ki Falasafi” (Falsafah Ajaran Islam) menerangkan,  bahwa salah satu khasiat (kemampuan) dari sekian banyak khasiat air hujan ialah mampu menarik  air dalam tanah ke permukaan bumi.
          Itu pula sebabnya jika hujan lama tidak turun – misalnya pada musim kamarau panjang -- maka permukaan air dalam bumi pun semakin  jauh dari permukaan bumi. Tetapi jika hujan turun lagi maka   air dalam bumi pun   naik mendekati permukaan bumi.
        Mengisyaratkan kepada  kenyataan itu pulalah adanya persamaan antara pengaruh yang dimiliki  air hujan dengan pengaruh yang dimiliki  wahyu Ilahi  berkenaan naik atau turunnya  posisi permukaan air dalam bumi, berikut adalah firman Allah Swt. mengenai Sunnah-Nya  tersebut sebagai nubuatan dan juga peringatan kepada umat Islam:
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya,  فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ   -- maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ  -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?    اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا -- Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah mati-nya.  قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ  -- Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
      Mengisyaratkan kepada telah mengerasnya hati umat manusia serta semakin durhakanya mereka kepada Allah Swt. dan kepada para Rasul Allah itulah firman Allah Swt. berikut ini  menjelang pengutusan Nabi Besar Muhammad  saw., firman-Nya:
 ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی  النَّاسِ  لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا  لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾  قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ  الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ  مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾  فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan  disebabkan per-buatan tangan manusia,  supaya dirasakan kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurha-kaannya.   Katakanlah: Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana buruknya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.” فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ  --    Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, se-belum datang dari Allah hari yang tidak dapat dihindarkan,  pada hari itu orang-orang beriman  dan kafir akan terpisah. (Ar-Rūm [30]:42-44).

Bertemunya  Air dari Langit  dan Air dari Bumi  

       Dalam ayat 30  diberi tahu, bahwa bila kegelapan   -- yakni kesesatan dan kedurhakaan  -- menyelimuti muka bumi dan manusia melupakan Allah  Swt.  dan menaklukkan diri sendiri kepada penyembahan tuhan-tuhan yang dikhayalkan dan diciptakan oleh mereka sendiri, maka Allah Swt. membangkitkan seorang nabi untuk mengembalikan gembalaan yang tersesat keharibaan Majikan-nya.
       “Permulaan abad ketujuh adalah masa kekacauan nasional dan sosial, dan agama sebagai kekuatan akhlak, telah lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya semata-mata tatacara dan upacara adat belaka; dan agama-agama besar di dunia sudah tidak lagi berpengaruh sehat pada kehidupan para penganutnya. Api suci yang dinyalakan oleh Zoroaster, Musa, dan Isa a.m.s.  di dalam aliran darah manusia telah padam. Dalam abad kelima dan keenam, dunia beradab berada di tepi jurang kekacauan. Agaknya peradaban besar yang telah memerlukan waktu empat ribu tahun lamanya untuk menegakkannya telah berada di tepi jurang........ Peradaban laksana pohon besar yang daun-daunnya telah menaungi dunia dan dahan-dahannya telah menghasilkan buah-buahan emas dalam kesenian, keilmuan, kesusatraan, sudah goyah, batangnya tidak hidup lagi dengan mengalirkan sari pengabdian dan pembaktian, tetapi telah busuk hingga terasnya” (“Emotion as the Basis of Civilization” dan “Spirit of Islam”).
        Demikianlah keadaan umat manusia pada waktu Nabi Besar Muhammad saw., Guru umat manusia terbesar, muncul pada pentas dunia, dan tatkala syariat yang paling sempurna dan terakhir diturunkan dalam bentuk Al-Quran (QS.5:4), sebab  syariat yang sempurna hanya dapat diturunkan bila semua atau kebanyakan keburukan  -- teristimewa yang dikenal sebagai akar keburukan  --  menampakkan diri telah menjadi mapan.
      Kata-kata “daratan dan lautan” dapat diartikan: (a) bangsa-bangsa yang kebudayaan dan peradabannya hanya semata-mata berdasar pada akal serta pengalaman manusia, dan bangsa-bangsa yang kebudayaannya serta peradabannya didasari oleh wahyu Ilahi; (b) orang-orang yang hidup di benua-benua dan orang-orang yang hidup di pulau-pulau. Ayat ini berarti, bahwa semua bangsa di dunia telah menjadi rusak sampai kepada intinya, baik secara politis, sosial maupun akhlaki.
          Pendek kata,  merupakan Sunnatullah – baik dalam alam jasmani mau pun alam ruhani (dunia  agama)    -- apabila hujan dari langit lama tidak turun maka  akibatnya permukaan air dalam tanah pun semakin meresap jauh ke dalam  bumi, sehingga permukaan bumi menjadi kering-kerontang yang  mengakibatkan matinya berbagai janis tumbuh-tumbuhan terutama yang berakar pendek, demikian juga halnya dengan keadaan akhlak dan ruhani manusia.
         Allah Swt. menyebut musim kemarau  yang  terjadi dalam dunia  keruhanian (dunia agama)   adalah masa fatrah   yakni masa jeda keberlangsungan turunnya wahyu Ilahi, firman-Nya:
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ  رَسُوۡلُنَا یُبَیِّنُ لَکُمۡ عَلٰی  فَتۡرَۃٍ  مِّنَ الرُّسُلِ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ ۫ فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ نَذِیۡرٌ ؕ وَ اللّٰہُ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ ﴿٪﴾
Hai Ahlul Kitab, sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang  menjelaskan syariat kepada kamu  عَلٰی  فَتۡرَۃٍ  مِّنَ الرُّسُلِ  --  pada masa jeda pengutusan rasul-rasul,   اَنۡ تَقُوۡلُوۡا مَا جَآءَنَا مِنۡۢ بَشِیۡرٍ وَّ لَا نَذِیۡرٍ -- supaya kamu tidak mengatakan: “Tidak pernah datang kepada kami  seorang pemberi kabar gembira dan tidak pula seorang pemberi peringatan.  فَقَدۡ جَآءَکُمۡ بَشِیۡرٌ وَّ نَذِیۡرٌ  -- Padahal sungguh  telah datang kepada kamu seorang pembawa kabar gembira  dan pemberi peringatan   وَ اللّٰہُ  عَلٰی  کُلِّ  شَیۡءٍ  قَدِیۡرٌ --   dan Allah Maha kuasa atas segala sesuatu. (Al-Māidah [5]:20).
          Sejarah bungkam perihal apakah ada seorang nabi (rasul) Allah  pernah datang di salah satu negeri di antara zaman  Nabi Besar Muhammad saw.  dengan zaman Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.,   yang pasti ialah sekurang-kurangnya di antara para Ahlulkitab tiada seorang nabi  Allah pun datang dalam jangka waktu itu karena Nabi Isa Ibny Maryam a.s. merupakan rasul Allah terakhir yang diutus di kalangan Bani Israil.
         Pada hakikatnya, dunia telah mengharap-harapkan dan bersiap-siap menerima kedatangan Juru Selamat terbesar bagi umat manusia. Beberapa pernyataan dari sumber yang diragukan (Kalbi) menyebutkan bahwa setelah Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. . disusul oleh beberapa nabi, di antaranya Khalid bin Salam termasuk seorang dari antara mereka. Tetapi Nabi Besar Muhammad saw.  menurut riwayat pernah bersabda bahwa antara beliau saw. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.  tidak ada nabi (Bukhari).

Kedatangan  Nur” dari Allah Swt. dan Kitab yang Terang Yakni  Nabi Besar Muhammad Saw. dan Al-Quran

          Dengan demikian jelaslah bahwa Nabi Besar Muhammad saw. adalah Rasul Allah yang datang pada masa fatrah (masa terputusnya) keberlangsungan pengutusan Rasul Allah setelah pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s., di kalangan Bani Israil, sehingga kedatangan beliau saw. bukan saja sebagai penggenapan kedatangan  Nabi yang seperti Musa  (Ulangan 15-19; QS;46:11) dan kedatangan  Dia yang datang dalam nama Tuhan” (Matius 23:37-39) atau “Roh Kebenaran   (Yohanes 16:12-13) sebagaimana yang tercantum dalam Taurat dan Injil (QS.7:158-159), tetapi  juga sebagai penggenapan kedatangan Rasul Allah yang dinubuatkan dalam agama-agama lainnya pula dengan nama yang berlainan, firman-Nya:
یٰۤاَہۡلَ الۡکِتٰبِ قَدۡ جَآءَکُمۡ  رَسُوۡلُنَا یُبَیِّنُ لَکُمۡ کَثِیۡرًا مِّمَّا کُنۡتُمۡ تُخۡفُوۡنَ مِنَ الۡکِتٰبِ وَ یَعۡفُوۡا عَنۡ کَثِیۡرٍ ۬ؕ قَدۡ جَآءَکُمۡ  مِّنَ اللّٰہِ  نُوۡرٌ وَّ کِتٰبٌ مُّبِیۡنٌ ﴿ۙ﴾  یَّہۡدِیۡ بِہِ اللّٰہُ مَنِ اتَّبَعَ رِضۡوَانَہٗ سُبُلَ السَّلٰمِ  وَ یُخۡرِجُہُمۡ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَی النُّوۡرِ بِاِذۡنِہٖ وَ یَہۡدِیۡہِمۡ  اِلٰی  صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾
Hai Ahlul Kitab,  sungguh telah datang kepada kamu Rasul Kami yang menjelaskan kepada kamu banyak dari apa yang    kamu  sembunyikan dari Kitab itu, dan ia memaafkan banyak dari kesalahan kamu. Sungguh telah datang kepada kamu Nur dari Allah dan Kitab yang menerangi.  Dengan itu Allah memberi petunjuk orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya pada jalan-jalan keselamatan, dan mengeluarkan mereka dari berbagai kegelapan kepada caha-ya dengan izin-Nya, dan memberi mereka petunjuk kepada jalan lurus. (Al-Māidah [5]:16-17).
        Pendek kata, dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa benar-benar terdapat kesejajaran  dalam Sunnatullah  mengenai  hubungan  air hujan” dengan   naik dan turunnya posisi permukaan air dalam tanah (bumi), sebab Allah Swt. telah menciptakan segala sesuatu “berpasangan” (berjodoh-jodoh), firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡاَزۡوَاجَ کُلَّہَا مِمَّا تُنۡۢبِتُ الۡاَرۡضُ وَ مِنۡ اَنۡفُسِہِمۡ وَ  مِمَّا لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Maha Suci Dzat Yang menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan  baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan  dari diri mereka sendiri, mau pun  dari apa yang  tidak mereka ketahui. (Yā Sīn [36]:37).
        Ilmu pengetahuan telah menemukan kenyataan bahwa pasangan-pasangan terdapat dalam segala sesuatu — dalam alam nabati, dan malahan dalam zat anorganik. Bahkan yang disebut unsur-unsur pun tidak terwujud dengan sendirinya. Unsur-unsur itu pun bergantung pada zat-zat lain untuk dapat mengambil wujud. Kebenaran ilmiah ini berlaku juga untuk kecerdasan manusia. Sebelum nur-nur samawi berupa  wahyu atau ilham Ilahi turun, manusia tidak dapat memperoleh ilmu sejati yang lahir dari perpaduan wahyu Ilahi dan kecerdasan otak manusia.

Pentingnya Kesinambungan Turunnya Wahyu Ilahi  Sebagai  Jodoh  (Pasangan) Akal Manusia

         Itulah sebabnya jika keberlangsungan turunnya wahyu Ilahi terhenti  pada masa fatrah (masa jeda)  pengutusan  Rasul Allah dari kalangan Bani Adam (QS.7:35-37) maka   di kalangan umat manusia  akan terjadi musim kemarau panjang ruhani  yang akibat  buruknya  dikemukakan dalam firman Allah Swt. sebelum ini: 
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya,  فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ   -- maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ  -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?    اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا -- Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah mati-nya.  قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ  -- Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
        Mengisyaratkan kepada telah mengerasnya hati umat manusia serta semakin durhakanya mereka kepada Allah Swt. dan kepada para Rasul Allah itulah firman Allah Swt. berikut ini  menjelang pengutusan Nabi Besar Muhammad  saw., firman-Nya:
 ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی  النَّاسِ  لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا  لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾  قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ  الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ  مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾  فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan  disebabkan perbuatan tangan manusia,  supaya dirasakan kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurhakaannya. Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana buruknya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.” فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ  --    Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, se-belum datang dari Allah hari yang tidak dapat dihindarkan, pada hari itu orang-orang beriman  dan kafir akan terpisah. (Ar-Rūm [30]:42-44).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 17  April   2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar