Sabtu, 04 April 2015

Hubungan Terciptanya "Khilafat Kenabian" Dengan Pentingnya Orang-orang Islam (Muslim) Melakukan "Pernikahan Seiman" Dalam Upaya Membangun "Keluarga Surgawi" dan "Kehidupan Surgawi" di Dunia




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 19

   Hubungan Terciptanya “Khilafat KenabianDengan Pentingnya Orang-orang Islam (Muslim) Melakukan  Pernikahan   Seiman Dalam Upaya  Membangun “Keluarga Surgawi” dan “Kehidupan Surgawi” di Dunia
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai  makna kata kamā (seperti)  rahmat dan berkat  dalam  dua kalimah shalawat  kepada Nabi Besar Muhammad saw. yang dihubungkan dengan Nabi Ibrahim a.s.   --  terutama sekali agar silsilah kenabian  serta berbagai keberkatan yang menyertainya    -- dianugerahkan pula kepada   Nabi Besar Muhammad saw. dan  para pengikut sejati beliau saw., firman-Nya:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾  
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini  فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ   -- maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا  -- yakni: nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih, dan mereka  itulah sahabat yang sejati.     ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا  --  Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
          Pada hakikatnya merupakan pengabulan dari doa shalawat  bagi  Nabi Besar Muhammad saw.  dan keluarga beliau saw. itulah  maka Allah Swt. telah menjanjikan kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58) sebagai Rasul Akhir Zaman -- untuk mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali (QS.61:10)  --  yang dibangkitkan dari kalangan umat Islam  di Akhir Zaman ini, sebagai pengutusan kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani dalam firman-Nya berikut ini:
ہُوَ الَّذِیۡ  بَعَثَ فِی  الۡاُمِّیّٖنَ  رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ  یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ  اٰیٰتِہٖ  وَ  یُزَکِّیۡہِمۡ وَ  یُعَلِّمُہُمُ  الۡکِتٰبَ وَ  الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ  اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ  قَبۡلُ  لَفِیۡ ضَلٰلٍ  مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾       وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾  
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang  rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya,  mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata,    وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ  لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ   -- Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. وَ ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ  --      Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana.   ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ  ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ --  Itulah karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Jumu’ah [62]:3-5).

Terbentuknya Kembali Khilafat Di Atas Jalan Kenabian di Akhir Zaman

        Dengan dibangkitkannya Al-Masih Mau’ud a.s. di Akhir Zaman ini dalam wujud Mirza Ghulam Ahmad a.s.  -- Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah  --  maka  telah genap pulalah nubuatan  dan  janji Allah Swt. mengenai akan munculnya kembali silsilah khilafat atas jalan kenabian (khilāfatun ‘alā minhājin- nubuwwah)    -- bukan kekhalifahan  hasil upaya dan rekayasa manusia yang menginginkan kekuasaan duniawi   --  dalam firman-Nya berikut ini:
وَعَدَ  اللّٰہُ  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۪ وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ  الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ  اَمۡنًا ؕ یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا  یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ شَیۡئًا ؕ وَ مَنۡ  کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ 
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman  dan  beramal saleh di antara kamu  لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ -- niscaya Dia  akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi ini sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka khalifah,  وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ  الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ   -- dan niscaya Dia akan meneguhkan bagi mereka agamanya yang telah Dia ridhai bagi mereka,   وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ  اَمۡنًا  -- dan niscaya Dia akan mengubah keadaan mereka dengan keamanan sesudah ketakutan mereka. یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا  یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ شَیۡئًا  -- Mereka akan menyembah-Ku dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu dengan-Ku,  وَ مَنۡ  کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ  الۡفٰسِقُوۡنَ  -- dan barangsiapa kafir sesudah itu  mereka itulah orang-orang  durhaka.  (An-Nūr [24]:56).
         Dikarenakan ayat ini berlaku sebagai pendahuluan untuk mengantarkan masalah khilafat, maka dalam ayat-ayat QS.24:52-55  sebelumnya berulang-ulang telah diberi tekanan mengenai ketaatan kepada Allah  Swt.  dan Rasul-Nya. Tekanan ini merupakan isyarat mengenai tingkat dan kedudukan seorang khalifah dalam Islam. Ayat ini berisikan janji Allah Swt. bahwa orang-orang Muslim akan dianugerahi pimpinan ruhani maupun duniawi atau Khalifah.
          Janji itu diberikan kepada seluruh umat Islam, tetapi lembaga khilafat akan mendapat bentuk nyata dalam wujud perorangan-perorangan tertentu, yang akan menjadi penerus Nabi Besar Muhammad saw . serta wakil seluruh umat Islam. Janji mengenai ditegakkannya khilafat adalah jelas dan tidak dapat menimbulkan salah paham.
         Oleh sebab kini Nabi Besar Muhammad saw.  satu-satunya hadi (petunjuk jalan) umat manusia untuk selama-lamanya (QS.3:32; QS.33:33; QS.4:70-71), maka  khilafat beliau  saw. akan terus berwujud dalam salah satu bentuk di dunia ini sampai Hari Kiamat, karena semua khilafat yang lain telah tiada lagi.
         Inilah, di antara banyak keunggulan yang lainnya lagi, merupakan kelebihan Nabi Besar Muhammad saw.  yang menonjol di atas semua nabi dan rasul Allah lainnya. Di Akhir Zaman ini  umumnya umat manusia  telah menyaksikan khalifah ruhani  Nabi Besar Muhammad saw. yang terbesar dalam wujud Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah  yaitu Mirza Ghulam Ahmad a.s.  sebagai Al-Masih Mau’ud a.s., dan para Khalifah penerus beliau disebut Khalifatul Masih, sedangkan para Khalifah penerus Nabi Besar Muhammad saw. di zaman awal disebut Khalifah Rasyidin.
        Dengan demikian sempurna pulalah hikmah dan tujuan perintah Allah Swt. kepada orang-orang beriman agar mereka senantiasa menyampaikan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ وَ مَلٰٓئِکَتَہٗ  یُصَلُّوۡنَ عَلَی النَّبِیِّ ؕ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا صَلُّوۡا عَلَیۡہِ  وَ سَلِّمُوۡا  تَسۡلِیۡمًا ﴿﴾
Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang beriman, bershalawatlah untuknya dan mintalah selalu doa keselamatan baginya. (Al-Ahzāb [33]:57).
 Allahumma shalli 'alā muhammadin wa 'alā āli muhammadin kama shallaita 'alā Ibrahīm wa 'alā āli Ibrahīm. Allahumma barik 'alā muhammadin wa 'alā āli muhammadin kama bārakta 'alā ibrahīma fil 'alamin  innaka  hamidun-majīd.
 Artinya:
"Ya Allah, wahai Tuhanku muliakan   akan Muhammad dan akan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memuliakan keluarga Ibrahim  dan keluarga Ibrahim. Ya Allah,  berilah berkat  kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim, bahwasanya Engkau sangat terpuji lagi sangat mulia di selurruh  alam." (HR.Muslim )  dan Abu Dawud).

Pentingnya Membangun “Keluarga yang Seiman

        Kembali kepada Surah Al-Mumtahinah mengenai larangan untuk bersahabat dengan orang-orang yang memusuhi Allah Swt. dan Rasul-Nya, setelah mengemukakan contoh yang diperagakan Nabi Ibrahim a.s. dan orang-orang yang mengikutinya   -- yakni para Rasul Allah    (QS.60:1-10)   --  selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai “persaudaraan Muslim” yang mewarnai perempuan-perempuan Muslim yang hijrah dari Mekkah ke Madinah menempuh perjalanan  yang penuh  bahaya:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اِذَا جَآءَکُمُ الۡمُؤۡمِنٰتُ مُہٰجِرٰتٍ فَامۡتَحِنُوۡہُنَّ ؕ اَللّٰہُ  اَعۡلَمُ  بِاِیۡمَانِہِنَّ ۚ فَاِنۡ عَلِمۡتُمُوۡہُنَّ  مُؤۡمِنٰتٍ فَلَا تَرۡجِعُوۡہُنَّ  اِلَی  الۡکُفَّارِ ؕ لَا ہُنَّ حِلٌّ  لَّہُمۡ  وَ لَا ہُمۡ  یَحِلُّوۡنَ  لَہُنَّ ؕ وَ  اٰتُوۡہُمۡ مَّاۤ  اَنۡفَقُوۡا ؕ وَ لَا جُنَاحَ عَلَیۡکُمۡ  اَنۡ تَنۡکِحُوۡہُنَّ  اِذَاۤ  اٰتَیۡتُمُوۡہُنَّ  اُجُوۡرَہُنَّ ؕ وَ لَا تُمۡسِکُوۡا بِعِصَمِ الۡکَوَافِرِ وَ سۡـَٔلُوۡا مَاۤ  اَنۡفَقۡتُمۡ وَ لۡیَسۡـَٔلُوۡا مَاۤ  اَنۡفَقُوۡا ؕ ذٰلِکُمۡ  حُکۡمُ اللّٰہِ ؕ یَحۡکُمُ بَیۡنَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾     
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepada kamu perempuan-perempuan beriman sebagai muhajir maka ujilah  mereka. Allah Maha Mengetahui keimanan mereka,  فَاِنۡ عَلِمۡتُمُوۡہُنَّ  مُؤۡمِنٰتٍ فَلَا تَرۡجِعُوۡہُنَّ  اِلَی  الۡکُفَّارِ  -- lalu jika kamu mengetahui mereka benar-benar beriman maka  kamu jangan mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir.  لَا ہُنَّ حِلٌّ  لَّہُمۡ  وَ لَا ہُمۡ  یَحِلُّوۡنَ  لَہُنَّ --  Perempuan-perempuan itu tidaklah halal bagi mereka dan mereka tidak halal bagi perempuan-perempuan itu. وَ  اٰتُوۡہُمۡ مَّاۤ  اَنۡفَقُوۡا   -- Dan berikanlah kepada suami mereka apa yang telah mereka belanjakan. وَ لَا جُنَاحَ عَلَیۡکُمۡ  اَنۡ تَنۡکِحُوۡہُنَّ  اِذَاۤ  اٰتَیۡتُمُوۡہُنَّ  اُجُوۡرَہُنَّ  -- Dan tidak ada dosa bagi kamu menikahi mereka apabila kamu memberikan kepada mereka  maskawin mereka.  وَ لَا تُمۡسِکُوۡا بِعِصَمِ الۡکَوَافِرِ وَ سۡـَٔلُوۡا مَاۤ  اَنۡفَقۡتُمۡ وَ لۡیَسۡـَٔلُوۡا مَاۤ  اَنۡفَقُوۡ  -- Dan janganlah kamu menahan tali pernikahan dengan  perempuan-perempuan kafir, dan mintalah apa yang telah kamu nafkahkan, dan hendaklah mereka meminta apa yang telah mereka belanjakan.  ذٰلِکُمۡ  حُکۡمُ اللّٰہِ ؕ یَحۡکُمُ بَیۡنَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌ حَکِیۡ -- Demikianlah keputusan   Allah. Dia-lah Yang menghakimi di antara kamu, dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana. (Al-Mumtahinah [60]:11).
      Meskipun ketika orang-orang Islam dizalimi dengan hebat dan mereka tidak aman meninggalkan Mekkah untuk bergabung dengan masyarakat Muslim di Medinah tetapi gelombang demi gelombang orang yang beriman mengalir hijrah ke Medinah meninggalkan orang-orang yang mereka cintai dan sayangi di Mekkah. Para muhajirin itu meliputi pula sejumlah cukup besar kaum perempuan. Ayat ini mengisyaratkan para muhajirin demikian.
     Ayat ini merupakan tafsiran yang gamblang mengenai kekhawatiran Nabi Besar Muhammad saw. untuk tidak menerima perempuan-perempuan Muslim yang telah melarikan diri atau hijrah dari Mekkah itu, seandainya tidak diperoleh bukti  --  sesudah diadakan pemeriksaan yang teliti  --  bahwa mereka sungguh-sungguh dan jujur di dalam keimanan mereka, dan mereka menerima Islam bebas dari maksud-maksud lain yang tercela.

Putusnya Tali Pernikahan yang Tidak Seiman

     Ayat ini selanjutnya: فَاِنۡ عَلِمۡتُمُوۡہُنَّ  مُؤۡمِنٰتٍ فَلَا تَرۡجِعُوۡہُنَّ  اِلَی  الۡکُفَّارِ  -- lalu jika kamu mengetahui mereka benar-benar beriman maka  kamu jangan mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir.  لَا ہُنَّ حِلٌّ  لَّہُمۡ  وَ لَا ہُمۡ  یَحِلُّوۡنَ  لَہُنَّ --   Perempuan-perempuan itu tidaklah halal bagi mereka dan mereka tidak halal bagi perempuan-perempuan itu,” ayat ini  menerangkan  bahwa ikatan pernikahan antara seorang perempuan beriman  yang  hijrah dengan suaminya yang tidak beriman dengan sendirinya putus bila ia masuk ke dalam jemaat orang-orang Islam, dan seorang pria mukmin diizinkan menikahinya jika ia dapat memenuhi dua syarat:
  (a) Ia harus membayar kembali kepada bekas suaminya yang kafir apa yang telah dibelanjakan oleh bekas suaminya itu, dan
  (b) Ia harus menetapkan dan membayar maskawin kepada perempuan  itu.
 Demikian juga ikatan pernikahan antara seorang pria Muslim dengan istrinya yang murtad tidak dapat diteruskan, dan cara yang sama hendaknya berlaku bila seorang perempuan  (istri)  yang murtad menikah dengan seorang-orang kafir seperti halnya pernikahan antara seorang Muslim dengan seorang mukmin yang hijrah: وَ لَا تُمۡسِکُوۡا بِعِصَمِ الۡکَوَافِرِ وَ سۡـَٔلُوۡا مَاۤ  اَنۡفَقۡتُمۡ وَ لۡیَسۡـَٔلُوۡا مَاۤ  اَنۡفَقُوۡ  -- “Dan janganlah kamu menahan tali pernikahan dengan  perempuan-perempuan kafir, dan mintalah apa yang telah kamu nafkahkan, dan hendaklah mereka meminta apa yang telah mereka belanjakan.”   
  Peraturan timbal-balik yang ditetapkan dalam ayat ini – yakni  meminta kembali maskawin   --  bukanlah urusan pribadi perseorangan, melainkan harus dilaksanakan oleh negara, sebagaimana diamalkan di waktu peperangan yang justru teristimewa untuk itu peraturan tersebut di tetapkan oleh ayat-ayat ini. Setelah itu tidak dapat dan tidak boleh ada lagi hubungan sosial antara orang-orang beriman dengan orang-orang kafir secara pribadi, termasuk sebagai suami-istri.  Mengenai hal tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ  اِنۡ  فَاتَکُمۡ شَیۡءٌ  مِّنۡ  اَزۡوَاجِکُمۡ   اِلَی الۡکُفَّارِ فَعَاقَبۡتُمۡ  فَاٰتُوا الَّذِیۡنَ ذَہَبَتۡ اَزۡوَاجُہُمۡ مِّثۡلَ مَاۤ  اَنۡفَقُوۡا ؕ وَ اتَّقُوا اللّٰہَ  الَّذِیۡۤ  اَنۡتُمۡ بِہٖ مُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Dan jika seorang dari istri-istri kamu lari dari kamu kepada orang-orang kafir lalu kamu mengalahkan mereka maka berikanlah kepada orang-orang beriman yang istri-istrinya melarikan diri sebanyak yang telah dibelanjakan oleh mereka. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya kamu beriman. (Al-Mumtahinah [60]:12).
   Bila istri seorang Muslim melarikan diri kepada orang-orang kafir, dan kemu-dian seorang  perempuan dari antara orang-orang kafir tertawan oleh orang-orang Muslim, atau perempuan itu melarikan diri dari orang-orang kafir dan menggabungkan diri kepada orang-orang Islam, maka si suami yang beriman – yang istrinya melarikan diri   -- itu hendaknya diberi pengganti kerugian maskawin yang telah dibayarkan olehnya kepada si istri yang melarikan diri, dari jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan kepada si suami kafir yang istrinya menggabungkan diri kepada orang-orang Muslim bila maskawin itu sama, tetapi selisihnya – jika ada – hendaknya dipenuhi secara kolektif (patungan) oleh orang-orang Muslim, atau – seperti diterangkan oleh beberapa sumber – diganti dari harta rampasan perang yang diperoleh negara, karena kata ‘āqabtum pun berarti pula ghanimtum, artinya  kamu telah mendapat harta rampasan perang”.

Pentingnya Mengutamakan  Persamaan Iman” Dalam Pernikahan 

     Peraturan ini waktu itu perlu, karena orang-orang kafir suka menolak mengembalikan maskawin yang telah dibayarkan oleh para suami mukmin kepada istri-istri mereka yang kemudian melarikan diri kepada orang-orang kafir.  Dengan demikian jelaslah  bahwa dalam rangka memperkokoh persaudaraan ruhani dalam lingkungan Jemaat Muslim   -- terutama di lingkungan keluarga -- betapa pentingnya orang-orang beriman melaksanakan aturan pernikahan berikut ini, firman-Nya:
وَ لَا تَنۡکِحُوا الۡمُشۡرِکٰتِ حَتّٰی یُؤۡمِنَّ ؕ وَ لَاَمَۃٌ مُّؤۡمِنَۃٌ  خَیۡرٌ مِّنۡ مُّشۡرِکَۃٍ  وَّ لَوۡ اَعۡجَبَتۡکُمۡ ۚ وَ لَا تُنۡکِحُوا الۡمُشۡرِکِیۡنَ حَتّٰی یُؤۡمِنُوۡا ؕ وَ لَعَبۡدٌ مُّؤۡمِنٌ خَیۡرٌ مِّنۡ مُّشۡرِکٍ وَّ لَوۡ اَعۡجَبَکُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ یَدۡعُوۡنَ  اِلَی النَّارِ ۚۖ وَ اللّٰہُ  یَدۡعُوۡۤا اِلَی الۡجَنَّۃِ وَ الۡمَغۡفِرَۃِ  بِاِذۡنِہٖ ۚ وَ یُبَیِّنُ  اٰیٰتِہٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ  یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾٪
Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan musyrik hingga mereka terlebih  dulu beriman, dan niscaya  hamba-sahaya perempuan yang beriman itu lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia mempesona hati kamu. Dan janganlah kamu menikahkan perempuan yang beriman dengan laki-laki musyrik hingga mereka terlebih dulu  beriman, dan niscaya  hamba-sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik, meskipun ia mempesona hati kamu. اُولٰٓئِکَ یَدۡعُوۡنَ  اِلَی النَّارِ --   Mereka mengajak ke dalam Api,  وَ اللّٰہُ  یَدۡعُوۡۤا اِلَی الۡجَنَّۃِ وَ الۡمَغۡفِرَۃِ  بِاِذۡنِہٖ  -- sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.   وَ یُبَیِّنُ  اٰیٰتِہٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ  یَتَذَکَّرُوۡنَ --  dan Dia menjelaskan Tanda-tanda-Nya kepada manusia supaya mereka  mendapat nasihat. (Al-Baqarah [22]:222).
        Masalah pernikahan dengan “perempuan-perempuan musyrik” erat hubungannya dengan masalah peperangan, sebab selama berlangsung peperanganlah orang-orang beriman  --  karena meninggalkan rumah selama waktu yang cukup panjang  -- mungkin akan tergoda dan ingin menikah dengan perempuan-perempuan serupa itu. Hal itu jelas dilarang oleh Al-Quran, seperti juga dilarang menikahkan perempuan-perempuan beriman  kepada pria musyrik (QS.2:222).
     Sehubungan pentingnya masalah pernikahan berdasarkan kesamaan iman (keimanan)  dalam rangka penciptaan “langit baru dan bumi baru  ruhani  (QS.14:49) –  selanjutnya Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا  النَّبِیُّ  اِذَا جَآءَکَ  الۡمُؤۡمِنٰتُ یُبَایِعۡنَکَ عَلٰۤی  اَنۡ  لَّا یُشۡرِکۡنَ بِاللّٰہِ شَیۡئًا وَّ لَا یَسۡرِقۡنَ وَ لَا یَزۡنِیۡنَ وَ لَا یَقۡتُلۡنَ اَوۡلَادَہُنَّ وَ  لَا یَاۡتِیۡنَ  بِبُہۡتَانٍ یَّفۡتَرِیۡنَہٗ بَیۡنَ  اَیۡدِیۡہِنَّ وَ اَرۡجُلِہِنَّ وَ لَا یَعۡصِیۡنَکَ فِیۡ  مَعۡرُوۡفٍ فَبَایِعۡہُنَّ وَ اسۡتَغۡفِرۡ لَہُنَّ اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ﴿﴾
Hai Nabi, jika datang kepada  engkau perempuan-perempuan beriman  hendak bai’at kepada engkau bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, mereka tidak akan mencuri, mereka tidak akan berzina, mereka tidak akan membunuh anak-anak mereka, mereka tidak akan melemparkan suatu tuduhan yang sengaja dibuat-buat antara tangan dan kaki mereka, dan mereka tidak akan mendurhakai engkau dalam hal-hal kebaikan, maka terimalah bai’at mereka dan mintalah ampunan Allah bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Mumtahinah [60]:13).
         Kedekatan hubungan suami-istri melampaui kedekatan hubungan persahabatan lainnya, karena  dari pasangan suami-istri tersebut akan lahir generasi penerus  yang diharapkan memiliki  ketakwaan yang sama –   bahkan lebih baik – daripada ketakwaan kedua orang-tua mereka (QS.25:75). Itulah sebabnya selanjutnya Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا لَا تَتَوَلَّوۡا قَوۡمًا غَضِبَ اللّٰہُ  عَلَیۡہِمۡ  قَدۡ یَئِسُوۡا مِنَ الۡاٰخِرَۃِ کَمَا یَئِسَ الۡکُفَّارُ  مِنۡ اَصۡحٰبِ  الۡقُبُوۡرِ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan sebagai sahabat kaum yang  Allah  murka atas mereka, sesungguhnya mereka telah berputus-asa mengenai akhirat sebagaimana orang-orang kafir telah berputus-asa mengenai orang-orang yang ada di dalam kubur. (Al-Mumtahinah [60]:14).
     Kata-kata sesungguhnya mereka telah berputus asa mengenai alam ukhrawi, berarti bahwa mereka tidak beriman kepada alam ukhrawi seperti halnya mereka tidak percaya bahwa orang mati akan dibangkitkan kembali. Kata “mereka” dapat secara khusus dikenakan kepada orang-orang Yahudi karena ungkapan  yang Allah telah murka atas mereka”, telah dipakai mengenai orang-orang Yahudi dalam beberapa ayat Al-Quran (QS.2:66; QS.7:167-168; QS.5:14, 61, 65, 79-80). Mengisyaratkan kepada golongan Ahli Kitab itu pulalah makna maghdhub  (orang yang dimurkai) dan dhāllīn (sesat) dalam Surah Al-Fatihah ayat 7.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 5 April   2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar