بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 19
Hubungan
Terciptanya “Khilafat Kenabian” Dengan Pentingnya Orang-orang Islam
(Muslim) Melakukan Pernikahan Seiman Dalam
Upaya Membangun “Keluarga Surgawi” dan “Kehidupan
Surgawi” di Dunia
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas mengenai
makna kata kamā (seperti) rahmat
dan berkat dalam
dua kalimah shalawat kepada Nabi Besar Muhammad saw. yang
dihubungkan dengan Nabi Ibrahim a.s.
-- terutama sekali agar silsilah kenabian
serta berbagai keberkatan yang
menyertainya -- dianugerahkan pula
kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan
para pengikut sejati beliau
saw., firman-Nya:
وَ مَنۡ
یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ
عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ
الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾ ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ
عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan barangsiapa
taat kepada Allah dan Rasul ini فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ
اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ -- maka
mereka akan termasuk di antara orang-orang yang Allah memberi nikmat kepada mereka مِّنَ النَّبِیّٖنَ
وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ
رَفِیۡقًا -- yakni:
nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid,
dan orang-orang shalih, dan mereka
itulah sahabat yang sejati. ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی
بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا -- Itulah karunia
dari Allah, dan cukuplah Allah Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
Pada hakikatnya merupakan pengabulan dari doa shalawat bagi
Nabi Besar Muhammad saw. dan keluarga beliau saw. itulah maka Allah Swt. telah menjanjikan kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. atau misal Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
(QS.43:58) sebagai Rasul Akhir Zaman -- untuk mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali (QS.61:10) --
yang dibangkitkan dari kalangan umat
Islam di Akhir Zaman ini, sebagai pengutusan
kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. secara ruhani dalam firman-Nya berikut ini:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa
yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mereka Tanda-tanda-Nya, mensucikan
mereka, dan mengajarkan kepada mereka
Kitab dan Hikmah walaupun sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata, وَّ
اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا
بِہِمۡ -- Dan juga akan
membangkitkannya pada kaum lain
dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka. وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ -- Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar.
(Al-Jumu’ah
[62]:3-5).
Terbentuknya Kembali Khilafat Di Atas Jalan Kenabian
di Akhir Zaman
Dengan
dibangkitkannya Al-Masih Mau’ud a.s. di Akhir
Zaman ini dalam wujud Mirza Ghulam Ahmad a.s. -- Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah -- maka
telah genap pulalah nubuatan dan janji Allah Swt. mengenai akan munculnya
kembali silsilah khilafat atas jalan kenabian (khilāfatun ‘alā minhājin-
nubuwwah) -- bukan kekhalifahan hasil upaya
dan rekayasa manusia yang menginginkan kekuasaan
duniawi -- dalam firman-Nya berikut ini:
وَعَدَ اللّٰہُ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مِنۡکُمۡ وَ
عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ
الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ ۪ وَ لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ الَّذِی ارۡتَضٰی لَہُمۡ وَ لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ
مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ اَمۡنًا ؕ
یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا یُشۡرِکُوۡنَ بِیۡ
شَیۡئًا ؕ وَ مَنۡ کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ
فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman
dan beramal saleh di antara kamu لَیَسۡتَخۡلِفَنَّہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ کَمَا اسۡتَخۡلَفَ الَّذِیۡنَ مِنۡ
قَبۡلِہِمۡ -- niscaya Dia akan menjadikan mereka itu khalifah di bumi
ini sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang yang sebelum mereka khalifah, وَ
لَیُمَکِّنَنَّ لَہُمۡ دِیۡنَہُمُ الَّذِی
ارۡتَضٰی لَہُمۡ -- dan
niscaya Dia akan meneguhkan bagi mereka
agamanya yang telah Dia ridhai bagi mereka,
وَ
لَیُبَدِّلَنَّہُمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ خَوۡفِہِمۡ
اَمۡنًا -- dan
niscaya Dia akan mengubah keadaan
mereka dengan keamanan sesudah ketakutan mereka. یَعۡبُدُوۡنَنِیۡ لَا یُشۡرِکُوۡنَ
بِیۡ شَیۡئًا -- Mereka
akan menyembah-Ku dan mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu
dengan-Ku, وَ مَنۡ کَفَرَ بَعۡدَ ذٰلِکَ
فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ -- dan barangsiapa kafir sesudah itu mereka itulah orang-orang durhaka. (An-Nūr
[24]:56).
Dikarenakan ayat ini berlaku sebagai
pendahuluan untuk mengantarkan masalah khilafat,
maka dalam ayat-ayat QS.24:52-55 sebelumnya berulang-ulang telah diberi tekanan mengenai ketaatan kepada Allah Swt.
dan Rasul-Nya. Tekanan ini
merupakan isyarat mengenai tingkat dan kedudukan seorang khalifah dalam Islam.
Ayat ini berisikan janji Allah Swt. bahwa
orang-orang Muslim akan dianugerahi pimpinan ruhani maupun duniawi atau Khalifah.
Janji itu
diberikan kepada seluruh umat Islam,
tetapi lembaga khilafat akan mendapat bentuk nyata dalam wujud perorangan-perorangan tertentu, yang
akan menjadi penerus Nabi Besar Muhammad saw . serta wakil seluruh umat Islam. Janji
mengenai ditegakkannya khilafat adalah jelas dan tidak
dapat menimbulkan salah paham.
Oleh sebab kini Nabi Besar Muhammad saw. satu-satunya hadi (petunjuk
jalan) umat manusia untuk selama-lamanya (QS.3:32; QS.33:33; QS.4:70-71), maka khilafat beliau saw. akan terus berwujud dalam salah satu
bentuk di dunia ini sampai Hari Kiamat,
karena semua khilafat yang lain telah tiada lagi.
Inilah, di antara banyak keunggulan
yang lainnya lagi, merupakan kelebihan
Nabi Besar Muhammad saw. yang
menonjol di atas semua nabi dan rasul Allah lainnya. Di Akhir Zaman ini umumnya umat manusia telah menyaksikan khalifah ruhani Nabi
Besar Muhammad saw. yang terbesar
dalam wujud Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah yaitu Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai Al-Masih Mau’ud a.s., dan para Khalifah penerus beliau
disebut Khalifatul Masih, sedangkan para Khalifah penerus Nabi Besar Muhammad saw. di zaman awal disebut Khalifah
Rasyidin.
Dengan demikian sempurna pulalah hikmah dan tujuan perintah Allah Swt. kepada orang-orang beriman agar mereka senantiasa menyampaikan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad
saw., firman-Nya:
اِنَّ اللّٰہَ وَ مَلٰٓئِکَتَہٗ
یُصَلُّوۡنَ عَلَی النَّبِیِّ ؕ یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا صَلُّوۡا
عَلَیۡہِ وَ سَلِّمُوۡا تَسۡلِیۡمًا ﴿﴾
Sesungguhnya
Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang beriman, bershalawatlah
untuknya dan mintalah selalu doa
keselamatan baginya. (Al-Ahzāb [33]:57).
Allahumma shalli 'alā
muhammadin wa 'alā āli muhammadin kama shallaita 'alā Ibrahīm wa 'alā āli
Ibrahīm. Allahumma barik 'alā muhammadin wa 'alā āli muhammadin kama bārakta
'alā ibrahīma fil 'alamin innaka hamidun-majīd.
Artinya:
"Ya Allah, wahai Tuhanku muliakan akan
Muhammad dan akan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau memuliakan keluarga
Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Ya Allah, berilah berkat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana
Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim, bahwasanya Engkau sangat terpuji lagi
sangat mulia di selurruh alam."
(HR.Muslim
) dan Abu Dawud).
Pentingnya Membangun “Keluarga
yang Seiman”
Kembali kepada Surah Al-Mumtahinah mengenai larangan
untuk bersahabat dengan orang-orang
yang memusuhi Allah Swt. dan Rasul-Nya,
setelah mengemukakan contoh yang diperagakan Nabi Ibrahim a.s. dan
orang-orang yang mengikutinya --
yakni para Rasul Allah (QS.60:1-10) -- selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai “persaudaraan Muslim” yang mewarnai perempuan-perempuan Muslim yang hijrah dari Mekkah ke Madinah menempuh
perjalanan yang penuh bahaya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِذَا جَآءَکُمُ الۡمُؤۡمِنٰتُ مُہٰجِرٰتٍ
فَامۡتَحِنُوۡہُنَّ ؕ اَللّٰہُ اَعۡلَمُ بِاِیۡمَانِہِنَّ ۚ فَاِنۡ عَلِمۡتُمُوۡہُنَّ مُؤۡمِنٰتٍ فَلَا تَرۡجِعُوۡہُنَّ اِلَی
الۡکُفَّارِ ؕ لَا ہُنَّ حِلٌّ
لَّہُمۡ وَ لَا ہُمۡ یَحِلُّوۡنَ
لَہُنَّ ؕ وَ اٰتُوۡہُمۡ
مَّاۤ اَنۡفَقُوۡا ؕ وَ لَا
جُنَاحَ عَلَیۡکُمۡ اَنۡ
تَنۡکِحُوۡہُنَّ اِذَاۤ اٰتَیۡتُمُوۡہُنَّ اُجُوۡرَہُنَّ ؕ وَ لَا تُمۡسِکُوۡا بِعِصَمِ
الۡکَوَافِرِ وَ سۡـَٔلُوۡا مَاۤ
اَنۡفَقۡتُمۡ وَ لۡیَسۡـَٔلُوۡا مَاۤ
اَنۡفَقُوۡا ؕ ذٰلِکُمۡ حُکۡمُ
اللّٰہِ ؕ یَحۡکُمُ بَیۡنَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepada kamu perempuan-perempuan beriman sebagai muhajir maka ujilah mereka. Allah Maha Mengetahui keimanan mereka, فَاِنۡ عَلِمۡتُمُوۡہُنَّ مُؤۡمِنٰتٍ فَلَا تَرۡجِعُوۡہُنَّ اِلَی
الۡکُفَّارِ -- lalu jika kamu
mengetahui mereka benar-benar beriman
maka kamu jangan mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir. لَا ہُنَّ حِلٌّ لَّہُمۡ
وَ لَا ہُمۡ یَحِلُّوۡنَ لَہُنَّ -- Perempuan-perempuan itu tidaklah halal bagi mereka dan mereka tidak halal bagi perempuan-perempuan
itu. وَ اٰتُوۡہُمۡ مَّاۤ اَنۡفَقُوۡا -- Dan berikanlah
kepada suami mereka apa yang telah mereka belanjakan. وَ لَا جُنَاحَ
عَلَیۡکُمۡ اَنۡ تَنۡکِحُوۡہُنَّ اِذَاۤ
اٰتَیۡتُمُوۡہُنَّ اُجُوۡرَہُنَّ -- Dan tidak
ada dosa bagi kamu menikahi mereka apabila kamu memberikan kepada mereka maskawin mereka. وَ لَا تُمۡسِکُوۡا بِعِصَمِ الۡکَوَافِرِ
وَ سۡـَٔلُوۡا مَاۤ اَنۡفَقۡتُمۡ وَ
لۡیَسۡـَٔلُوۡا مَاۤ اَنۡفَقُوۡ -- Dan janganlah
kamu menahan tali pernikahan dengan perempuan-perempuan
kafir, dan mintalah apa yang telah kamu
nafkahkan, dan hendaklah mereka meminta apa yang telah mereka belanjakan. ذٰلِکُمۡ
حُکۡمُ اللّٰہِ ؕ یَحۡکُمُ بَیۡنَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌ حَکِیۡ -- Demikianlah
keputusan Allah. Dia-lah Yang menghakimi di antara kamu, dan Allah Maha Mengetahui, Maha
Bijaksana. (Al-Mumtahinah [60]:11).
Meskipun ketika orang-orang Islam dizalimi dengan hebat dan mereka tidak aman meninggalkan Mekkah
untuk bergabung dengan masyarakat Muslim
di Medinah tetapi gelombang demi
gelombang orang yang beriman mengalir
hijrah ke Medinah meninggalkan
orang-orang yang mereka cintai dan sayangi di Mekkah. Para muhajirin itu meliputi pula sejumlah
cukup besar kaum perempuan. Ayat ini
mengisyaratkan para muhajirin demikian.
Ayat ini merupakan tafsiran yang gamblang mengenai kekhawatiran Nabi Besar Muhammad saw.
untuk tidak menerima perempuan-perempuan
Muslim yang telah melarikan diri atau
hijrah dari Mekkah itu, seandainya
tidak diperoleh bukti -- sesudah diadakan pemeriksaan yang teliti -- bahwa mereka sungguh-sungguh dan jujur di dalam keimanan mereka, dan mereka menerima
Islam bebas dari maksud-maksud
lain yang tercela.
Putusnya Tali Pernikahan yang Tidak
Seiman
Ayat ini selanjutnya: فَاِنۡ
عَلِمۡتُمُوۡہُنَّ مُؤۡمِنٰتٍ فَلَا
تَرۡجِعُوۡہُنَّ اِلَی الۡکُفَّارِ
-- lalu jika
kamu mengetahui mereka benar-benar beriman
maka kamu jangan mengembalikan mereka kepada orang-orang kafir. لَا ہُنَّ
حِلٌّ لَّہُمۡ وَ لَا ہُمۡ
یَحِلُّوۡنَ لَہُنَّ -- Perempuan-perempuan itu tidaklah halal bagi mereka dan mereka tidak halal bagi perempuan-perempuan
itu,” ayat ini menerangkan bahwa ikatan
pernikahan antara seorang perempuan
beriman yang hijrah
dengan suaminya yang tidak beriman dengan sendirinya putus bila ia masuk ke dalam jemaat orang-orang Islam, dan seorang pria mukmin diizinkan menikahinya jika ia dapat memenuhi dua
syarat:
(a) Ia harus membayar kembali kepada bekas
suaminya yang kafir apa yang telah dibelanjakan oleh bekas suaminya itu, dan
(b) Ia harus menetapkan dan membayar maskawin kepada perempuan itu.
Demikian juga ikatan pernikahan antara seorang pria Muslim dengan istrinya yang murtad tidak dapat
diteruskan, dan cara yang sama hendaknya berlaku bila seorang perempuan
(istri) yang murtad menikah
dengan seorang-orang kafir seperti
halnya pernikahan antara seorang Muslim dengan seorang mukmin yang hijrah: وَ لَا تُمۡسِکُوۡا
بِعِصَمِ الۡکَوَافِرِ وَ سۡـَٔلُوۡا مَاۤ
اَنۡفَقۡتُمۡ وَ لۡیَسۡـَٔلُوۡا مَاۤ
اَنۡفَقُوۡ -- “Dan janganlah kamu menahan tali pernikahan dengan perempuan-perempuan
kafir, dan mintalah apa yang telah
kamu nafkahkan, dan hendaklah mereka meminta apa yang telah mereka belanjakan.”
Peraturan timbal-balik
yang ditetapkan dalam ayat ini – yakni
meminta kembali maskawin -- bukanlah
urusan pribadi perseorangan,
melainkan harus dilaksanakan oleh negara,
sebagaimana diamalkan di waktu peperangan yang justru teristimewa untuk
itu peraturan tersebut di tetapkan
oleh ayat-ayat ini. Setelah itu tidak
dapat dan tidak boleh ada lagi hubungan sosial antara orang-orang beriman dengan orang-orang kafir secara pribadi,
termasuk sebagai suami-istri. Mengenai hal tersebut selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
وَ اِنۡ
فَاتَکُمۡ شَیۡءٌ مِّنۡ اَزۡوَاجِکُمۡ اِلَی الۡکُفَّارِ فَعَاقَبۡتُمۡ فَاٰتُوا الَّذِیۡنَ ذَہَبَتۡ اَزۡوَاجُہُمۡ
مِّثۡلَ مَاۤ اَنۡفَقُوۡا ؕ وَ اتَّقُوا
اللّٰہَ الَّذِیۡۤ اَنۡتُمۡ بِہٖ مُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Dan jika seorang dari istri-istri kamu lari dari
kamu kepada orang-orang kafir
lalu kamu mengalahkan mereka maka berikanlah kepada orang-orang beriman
yang istri-istrinya melarikan diri
sebanyak yang telah dibelanjakan oleh
mereka. Dan bertakwalah
kepada Allah Yang kepada-Nya kamu
beriman. (Al-Mumtahinah [60]:12).
Bila istri seorang Muslim melarikan diri kepada orang-orang kafir, dan kemu-dian
seorang perempuan dari antara orang-orang
kafir tertawan oleh orang-orang Muslim,
atau perempuan itu melarikan diri dari orang-orang kafir
dan menggabungkan diri kepada orang-orang Islam, maka si suami yang beriman – yang istrinya melarikan diri -- itu hendaknya diberi pengganti kerugian maskawin
yang telah dibayarkan olehnya kepada si istri
yang melarikan diri, dari jumlah ganti rugi yang harus dibayarkan kepada si suami kafir yang istrinya menggabungkan diri kepada orang-orang Muslim bila maskawin
itu sama, tetapi selisihnya – jika ada – hendaknya dipenuhi secara kolektif (patungan) oleh orang-orang Muslim, atau – seperti diterangkan oleh
beberapa sumber – diganti dari harta rampasan perang yang diperoleh
negara, karena kata ‘āqabtum pun berarti pula ghanimtum, artinya “kamu
telah mendapat harta rampasan perang”.
Pentingnya Mengutamakan “Persamaan
Iman” Dalam Pernikahan
Peraturan ini waktu itu perlu, karena orang-orang kafir suka menolak mengembalikan maskawin yang telah
dibayarkan oleh para suami mukmin
kepada istri-istri mereka yang
kemudian melarikan diri kepada orang-orang kafir. Dengan demikian jelaslah bahwa dalam rangka memperkokoh persaudaraan ruhani dalam lingkungan Jemaat Muslim -- terutama di lingkungan keluarga -- betapa pentingnya orang-orang beriman melaksanakan aturan pernikahan berikut ini, firman-Nya:
وَ لَا
تَنۡکِحُوا الۡمُشۡرِکٰتِ حَتّٰی یُؤۡمِنَّ ؕ وَ لَاَمَۃٌ مُّؤۡمِنَۃٌ خَیۡرٌ مِّنۡ مُّشۡرِکَۃٍ وَّ لَوۡ اَعۡجَبَتۡکُمۡ
ۚ وَ لَا تُنۡکِحُوا الۡمُشۡرِکِیۡنَ حَتّٰی یُؤۡمِنُوۡا ؕ وَ لَعَبۡدٌ مُّؤۡمِنٌ
خَیۡرٌ مِّنۡ مُّشۡرِکٍ وَّ لَوۡ اَعۡجَبَکُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ یَدۡعُوۡنَ اِلَی النَّارِ ۚۖ وَ اللّٰہُ یَدۡعُوۡۤا اِلَی الۡجَنَّۃِ وَ
الۡمَغۡفِرَۃِ بِاِذۡنِہٖ ۚ وَ
یُبَیِّنُ اٰیٰتِہٖ لِلنَّاسِ
لَعَلَّہُمۡ یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾٪
Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan
musyrik hingga mereka terlebih dulu beriman, dan niscaya
hamba-sahaya perempuan yang beriman itu lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia mempesona
hati kamu. Dan janganlah kamu
menikahkan perempuan yang beriman dengan laki-laki musyrik hingga mereka
terlebih dulu beriman, dan niscaya
hamba-sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik, meskipun ia mempesona hati kamu. اُولٰٓئِکَ یَدۡعُوۡنَ اِلَی النَّارِ -- Mereka mengajak
ke dalam Api, وَ اللّٰہُ یَدۡعُوۡۤا اِلَی الۡجَنَّۃِ وَ
الۡمَغۡفِرَۃِ بِاِذۡنِہٖ -- sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. وَ یُبَیِّنُ اٰیٰتِہٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ یَتَذَکَّرُوۡنَ -- dan Dia
menjelaskan Tanda-tanda-Nya kepada manusia
supaya mereka mendapat nasihat. (Al-Baqarah [22]:222).
Masalah pernikahan dengan “perempuan-perempuan musyrik” erat hubungannya dengan masalah peperangan, sebab selama berlangsung
peperanganlah orang-orang beriman -- karena meninggalkan
rumah selama waktu yang cukup panjang
-- mungkin akan tergoda dan ingin menikah dengan perempuan-perempuan
serupa itu. Hal itu jelas dilarang
oleh Al-Quran, seperti juga dilarang
menikahkan perempuan-perempuan beriman kepada pria
musyrik (QS.2:222).
Sehubungan pentingnya masalah pernikahan berdasarkan kesamaan iman (keimanan) dalam rangka
penciptaan “langit baru dan bumi baru” ruhani
(QS.14:49) – selanjutnya Allah
Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا النَّبِیُّ
اِذَا جَآءَکَ الۡمُؤۡمِنٰتُ
یُبَایِعۡنَکَ عَلٰۤی اَنۡ لَّا یُشۡرِکۡنَ بِاللّٰہِ شَیۡئًا وَّ لَا
یَسۡرِقۡنَ وَ لَا یَزۡنِیۡنَ وَ لَا یَقۡتُلۡنَ اَوۡلَادَہُنَّ وَ لَا یَاۡتِیۡنَ بِبُہۡتَانٍ یَّفۡتَرِیۡنَہٗ بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِنَّ وَ اَرۡجُلِہِنَّ وَ لَا
یَعۡصِیۡنَکَ فِیۡ مَعۡرُوۡفٍ
فَبَایِعۡہُنَّ وَ اسۡتَغۡفِرۡ لَہُنَّ اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ﴿﴾
Hai
Nabi, jika datang kepada engkau perempuan-perempuan beriman hendak bai’at kepada engkau bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, mereka tidak akan
mencuri, mereka tidak akan berzina,
mereka tidak akan membunuh anak-anak
mereka, mereka tidak akan
melemparkan suatu tuduhan yang sengaja dibuat-buat
antara tangan dan kaki mereka, dan mereka tidak akan mendurhakai engkau dalam hal-hal
kebaikan, maka terimalah bai’at
mereka dan mintalah ampunan Allah
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Mumtahinah
[60]:13).
Kedekatan
hubungan suami-istri melampaui kedekatan hubungan persahabatan lainnya, karena
dari pasangan suami-istri
tersebut akan lahir generasi penerus yang diharapkan memiliki ketakwaan
yang sama – bahkan lebih baik –
daripada ketakwaan kedua orang-tua
mereka (QS.25:75). Itulah sebabnya selanjutnya Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا لَا تَتَوَلَّوۡا قَوۡمًا غَضِبَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ
قَدۡ یَئِسُوۡا مِنَ الۡاٰخِرَۃِ کَمَا یَئِسَ الۡکُفَّارُ مِنۡ اَصۡحٰبِ
الۡقُبُوۡرِ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan sebagai sahabat kaum yang Allah murka atas mereka, sesungguhnya mereka telah berputus-asa mengenai akhirat
sebagaimana orang-orang kafir
telah berputus-asa mengenai orang-orang
yang ada di dalam kubur. (Al-Mumtahinah [60]:14).
Kata-kata sesungguhnya mereka telah
berputus asa mengenai alam ukhrawi, berarti bahwa mereka tidak beriman kepada alam
ukhrawi seperti halnya mereka tidak
percaya bahwa orang mati akan
dibangkitkan kembali. Kata “mereka” dapat secara khusus dikenakan kepada orang-orang Yahudi karena ungkapan “yang Allah telah murka atas mereka”, telah
dipakai mengenai orang-orang Yahudi
dalam beberapa ayat Al-Quran
(QS.2:66; QS.7:167-168; QS.5:14, 61, 65, 79-80). Mengisyaratkan kepada golongan
Ahli Kitab itu pulalah makna maghdhub (orang yang dimurkai) dan dhāllīn (sesat) dalam Surah Al-Fatihah
ayat 7.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran
Anyar, 5
April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar