Rabu, 15 April 2015

Penyebab Banjir Besar di Zaman Nabi Nuh a.s. & Khazanah "Sumber Mata Air Ruhani" Al-Quran yang Tak Terbatas






بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 30

Penyebab Banjir Besar di Zaman Nabi Nuh a.s.  &   Khazanah “Sumber Mata Air Ruhani” Al-Quran yang Tak Terbatas
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai  sikap penuh rahmat Nabi Besar Muhammad saw.   terhadap para penentang beliau saw. menunjukkan perbedaan yang sangat mencolok, dibandingkan sikap para Rasul Allah sebelumnya. Dalam pertempuran Uhud, ketika dua buah gigi beliau saw. patah dan beliau saw. terluka parah serta darah beliau saw. mengucur dengan derasnya, kata-kata yang keluar dari mulut beliau saw. hanyalah:
Betapa suatu kaum akan memperoleh keselamatan, sedang mereka telah melukai nabi mereka dan melumuri mukanya dengan darah, karena kesalahan yang tidak lain selain ia telah mengajak mereka kepada Tuhan. Ya, Tuhan-ku, ampunilah kiranya kaumku ini, sebab mereka tidak mengetahui apa yang mereka perbuat” (Zurqani dan Hisyam).
         Dengan demikian bahwa Nabi Besar Muhammad saw.  adalah Rasul Allah sebagai “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108) terbukti kebenarannya, firman-Nya:
لَقَدۡ جَآءَکُمۡ رَسُوۡلٌ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ عَزِیۡزٌ عَلَیۡہِ مَا عَنِتُّمۡ حَرِیۡصٌ عَلَیۡکُمۡ بِالۡمُؤۡمِنِیۡنَ رَءُوۡفٌ رَّحِیۡمٌ ﴿﴾  فَاِنۡ تَوَلَّوۡا فَقُلۡ حَسۡبِیَ اللّٰہُ ۫٭ۖ لَاۤ  اِلٰہَ  اِلَّا ہُوَ ؕ عَلَیۡہِ  تَوَکَّلۡتُ وَ ہُوَ رَبُّ الۡعَرۡشِ  الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾٪
Sungguh benar-benar  telah datang kepada kamu seorang Rasul dari antara kamu sendiri, berat terasa olehnya apa yang menyusahkan kamu, ia sangat mendambakan kesejahteraan bagimu dan terhadap orang-orang beriman  ia sangat berbelas kasih lagi penyayang.  Tetapi jika  mereka berpaling  maka katakanlah: “Cukuplah   Allah bagiku, tidak ada Tuhan kecuali Dia, kepada-Nya-lah aku bertawakkal, dan Dia-lah Pemilik 'Arasy yang agung. (At-Taubah [9]:128-129).
      Ayat ini boleh dikenakan kepada orang-orang beriman  maupun kepada orang-orang kafir, tetapi terutama kepada orang-orang beriman, bagian permulaannya mengenai orang-orang kafir dan bagian terakhir mengenai orang-orang beriman. 
      Kepada orang-orang kafir nampaknya ayat ini mengatakan:  Nabi Besar Muhammad saw.  merasa sedih melihat kamu mendapat kesusahan, yaitu sekalipun kamu mendatangkan kepadanya segala macam keaniayaan dan kesusahan, namun hatinya begitu sarat dengan rasa kasih-sayang kepada umat manusia, sehingga tidak ada tindakan yang datang dari pihak kamu dapat mem-buatnya menjadi keras hati terhadap kamu dan membuat ia menginginkan keburukan bagimu. Ia begitu penuh kasih-sayang dan belas kasihan terhadap kamu, sehingga ia tidak tega hati melihat kamu menyimpang dari jalan kebenaran hingga mendatangkan kesusahan kepadamu.”
       Kepada orang-orang beriman  ayat ini berkata: “Nabi Besar Muhammad saw.  penuh dengan kecintaan, kasih-sayang, dan rahmat bagi kamu, yaitu ia dengan riang dan gembira ikut dengan kamu dalam menanggung kesedihan dan kesengsaraan kamu. Lagi pula, seperti seorang ayah yang penuh dengan kecintaan ia memperlakukan kamu, dengan sangat murah hati dan kasih-sayang.”
        Meskinya seperti itu pulalah sikap yang harus diperlihatkan umat Islam di Akhir Zaman ini sebagai “umat terbaik” yang dijadikan Allah Swt. untuk kemanfaatan seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111).

 Perintah Membuat “Bahtera” yang Dicemoohkan Kaum Nabi Nuh a.s.

         Kembali kepada sikap  buruk para pemuka kaum Nabi Nuh a.s. ketika melihat Nabi Nuh a.s.  – atas perintah  Allah Swt   -- sedang membuat bahtera (perahu), firman-Nya:
وَ اُوۡحِیَ  اِلٰی نُوۡحٍ اَنَّہٗ  لَنۡ یُّؤۡمِنَ مِنۡ قَوۡمِکَ اِلَّا مَنۡ قَدۡ اٰمَنَ فَلَا تَبۡتَئِسۡ بِمَا کَانُوۡا یَفۡعَلُوۡنَ﴿ۚۖ﴾  وَ اصۡنَعِ الۡفُلۡکَ بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا وَ لَا تُخَاطِبۡنِیۡ فِی الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا ۚ اِنَّہُمۡ مُّغۡرَقُوۡنَ ﴿﴾  وَ یَصۡنَعُ الۡفُلۡکَ ۟ وَ کُلَّمَا مَرَّ عَلَیۡہِ مَلَاٌ مِّنۡ قَوۡمِہٖ  سَخِرُوۡا مِنۡہُ ؕ قَالَ  اِنۡ تَسۡخَرُوۡا مِنَّا فَاِنَّا نَسۡخَرُ  مِنۡکُمۡ کَمَا  تَسۡخَرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  فَسَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ مَنۡ یَّاۡتِیۡہِ عَذَابٌ یُّخۡزِیۡہِ  وَ یَحِلُّ  عَلَیۡہِ  عَذَابٌ  مُّقِیۡمٌ ﴿﴾
Dan telah diwahyukan kepada Nuh: “Sungguhnya tidak akan pernah beriman seorang pun dari kaum engkau selain orang yang telah beriman sebelumnya maka janganlah engkau bersedih mengenai apa yang senantiasa mereka kerjakan.  وَ اصۡنَعِ الۡفُلۡکَ بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا   -- “Dan   buatlah bahtera itu di hadapan pengawasan mata  Kami dan  sesuai dengan wahyu Kami. وَ لَا تُخَاطِبۡنِیۡ فِی الَّذِیۡنَ ظَلَمُوۡا ۚ اِنَّہُمۡ مُّغۡرَقُوۡنَ  -- dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku mengenai orang yang zalim, sesungguhnya mereka itu  akan ditenggelamkan.” وَ یَصۡنَعُ الۡفُلۡکَ ۟ وَ کُلَّمَا مَرَّ عَلَیۡہِ مَلَاٌ مِّنۡ قَوۡمِہٖ  سَخِرُوۡا مِنۡہُ --  Dan ia mulai membuat bahtera itu, dan setiap kali pemuka-pemuka kaumnya sedang melewatinya, mereka itu menertawakannya. قَالَ  اِنۡ تَسۡخَرُوۡا مِنَّا فَاِنَّا نَسۡخَرُ  مِنۡکُمۡ کَمَا  تَسۡخَرُوۡنَ  -- Ia, Nuh, berkata:  “Jika kini kamu mentertawakan kami  maka saat itu akan datang ketika kami pun akan mentertawakan kamu, seperti kamu mentertawakan kami. فَسَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ مَنۡ یَّاۡتِیۡہِ عَذَابٌ یُّخۡزِیۡہِ  وَ یَحِلُّ  عَلَیۡہِ  عَذَابٌ  مُّقِیۡمٌ --   Maka segera kamu  akan mengetahui siapa yang kepadanya akan datang azab yang akan menistakannya, dan kepada siapa akan menimpa azab yang tetap.” (Hūd [11]:37-40).
        Wilayah kaum Nabi Nuh a.s. jauh dari laut, bahkan mungkin  merupakan suatu wilayah yang sebelumnya tidak pernah mengalami banjir, itulah sebabnya  pembuatan perahu yang dilakukan Nabi Nuh a.s. menurut pandangan kaumnya adalah perbuatan yang sangat  menggelikan mereka, sehingga mereka merasa mendapat kesempatan besar untuk memperolok-olok beliau serta mentertawakannya.

Bukan Banjir yang Melanda Seluruh Muka Bumi

        A’yun dalam ayat وَ اصۡنَعِ الۡفُلۡکَ بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا   -- “Dan   buatlah bahtera itu di hadapan pengawasan mata   Kami dan  sesuai dengan wahyu Kami,”  a’yun itu jamak dari ‘ain yang berarti: mata: pandangan atau pemandangan; para penghuni sebuah rumah; perlindungan (Lexicon Lane).
        Jadi, maka ayat tersebut bahwa pembuatan “bahtera” Nabi Nuh a.s. benar-benar bukan saja sesuai dengan petunjuk wahyu Allah Swt. juga  akan mendapat perlindungan  Allah Swt., sehingga bagaimana pun hebatnya gelombang serta badai yang akan menerpanya tidak mampu menenggelamkanbahtera” tersebut, firman-Nya:
 حَتّٰۤی اِذَا جَآءَ اَمۡرُنَا وَ فَارَ التَّنُّوۡرُ ۙ قُلۡنَا احۡمِلۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلٍّ زَوۡجَیۡنِ اثۡنَیۡنِ وَ اَہۡلَکَ اِلَّا مَنۡ سَبَقَ عَلَیۡہِ الۡقَوۡلُ وَ مَنۡ اٰمَنَ ؕ وَ مَاۤ  اٰمَنَ  مَعَہٗۤ   اِلَّا قَلِیۡلٌ ﴿﴾  وَ قَالَ ارۡکَبُوۡا فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَ‍‍جۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا ؕ اِنَّ رَبِّیۡ لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ  ﴿﴾ وَ ہِیَ تَجۡرِیۡ بِہِمۡ فِیۡ مَوۡجٍ کَالۡجِبَالِ ۟  وَ نَادٰی نُوۡحُۨ  ابۡنَہٗ وَ کَانَ فِیۡ  مَعۡزِلٍ یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ مَّعَنَا وَ لَا تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ سَاٰوِیۡۤ  اِلٰی جَبَلٍ یَّعۡصِمُنِیۡ  مِنَ الۡمَآءِ ؕ قَالَ لَا عَاصِمَ  الۡیَوۡمَ  مِنۡ  اَمۡرِ اللّٰہِ  اِلَّا مَنۡ رَّحِمَ ۚ وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ  فَکَانَ  مِنَ  الۡمُغۡرَقِیۡنَ  ﴿﴾ وَ قِیۡلَ یٰۤاَرۡضُ ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ الۡمَآءُ       وَ قُضِیَ الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ  وَ قِیۡلَ بُعۡدًا لِّلۡقَوۡمِ  الظّٰلِمِیۡنَ﴿﴾
Hingga apabila datang perintah Kami dan sumber mata air telah menyembur Kami berfirman:  Naikkanlah ke atas bahtera itu sepasang dari setiap jenis jantan dan betina, dan keluarga engkau, kecuali orang yang telah terdahulu ditetapkan keputusan  terhadapnya, dan mereka yang telah beriman. Dan sama sekali tidak ada yang beriman kepadanya kecuali sedikit jumlahnya. وَ قَالَ ارۡکَبُوۡا فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَ‍‍جۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا  --  Dan ia (Nuh)  berkata: “Naiklah ke atasnya, dengan nama Allah berlayarnya dan berlabuhnya,  اِنَّ رَبِّیۡ لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ    -- sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Pengampun, Maha Penyayang.” وَ ہِیَ تَجۡرِیۡ بِہِمۡ فِیۡ مَوۡجٍ کَالۡجِبَالِ  --  Dan bahtera itu melaju dengan  membawa mereka di tengah ombak seperti gunung, وَ نَادٰی نُوۡحُۨ  ابۡنَہٗ وَ کَانَ فِیۡ  مَعۡزِلٍ یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ مَّعَنَا  -- dan Nuh berseru kepada anaknya  yang senantiasa berada di tempat terpisah: “Hai anakku, naiklah beserta kami وَ لَا تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ  -- dan janganlah engkau termasuk orang-orang kafir.” قَالَ سَاٰوِیۡۤ  اِلٰی جَبَلٍ یَّعۡصِمُنِیۡ  مِنَ الۡمَآءِ  Ia menjawab: “Aku segera akan mencari sendiri perlindungan ke sebuah gunung yang akan menjagaku dari air itu.”  قَالَ لَا عَاصِمَ  الۡیَوۡمَ  مِنۡ  اَمۡرِ اللّٰہِ  اِلَّا مَنۡ رَّحِمَ --  Ia, Nuh berkata: “Tidak ada tempat berlindung pada hari ini bagi seorang pun dari perintah Allah, kecuali bagi orang yang Dia kasihani.” وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ  فَکَانَ  مِنَ  الۡمُغۡرَقِیۡنَ  --  Lalu ombak menjadi penghalang di antara keduanya  maka jadilah ia termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. وَ قِیۡلَ یٰۤاَرۡضُ ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ الۡمَآء --   Dan difirmankan:  “Hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit, hentikanlah hujan.” Maka air pun  surut وَ قُضِیَ الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ    --  dan perintah itu selesai,   dan bahtera itu pun berlabuh di atas Al-Judi.   وَ قِیۡلَ بُعۡدًا لِّلۡقَوۡمِ  الظّٰلِمِیۡنَ  -- dan dikatakan: “Kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim!”  (Hūd [11]:41-45).
         Peristiwa terjadinya banjir besar disertai badai dahsyat yang terjadi di kawasan tersebut    -- bukan di seluruh bumi sebagaimana pendapat keliru  yang umumnya dipercayai  --  penyebabnya secara alami  adalah bukan saja disebabkan oleh tersemburnya air dari sumber-sumber mata air, tetapi seperti jelas dari QS.54:12-13, penyebab yang sesungguhnya ialah merekahnya awan yang menurunkan hujan yang sangat lebat.

Melaksanakan Perintah Allah Swt. dan Pengabulan Doa Nabi Nuh a.s.

         Namun di luar semua hukum sebab-akibat secara alami tersebut ada penyebab utama terjadinya banjir besar disertai badai dahsyat yang terjadi zaman Nabi Nuh a.s. tersebut yaitu  Allah Swt.  telah memerintahkan hal tersebut kepada langit dan bumi guna melaksanakan keputusan-Nya   mengenai kaum Nabi Nuh a.s. yang sangat takabbur:  حَتّٰۤی اِذَا جَآءَ اَمۡرُنَا وَ فَارَ التَّنُّوۡرُ  -- “Hingga apabila datang perintah Kami dan sumber mata air telah menyembur…,” yaitu  sebagai bukti pengabulan Allah Swt. atas doa Nabi Nuh  a.s., firman-Nya:
کَذَّبَتۡ قَبۡلَہُمۡ  قَوۡمُ نُوۡحٍ  فَکَذَّبُوۡا عَبۡدَنَا وَ  قَالُوۡا  مَجۡنُوۡنٌ  وَّ ازۡدُجِرَ ﴿﴾  فَدَعَا رَبَّہٗۤ  اَنِّیۡ  مَغۡلُوۡبٌ  فَانۡتَصِرۡ ﴿﴾  فَفَتَحۡنَاۤ  اَبۡوَابَ السَّمَآءِ  بِمَآءٍ  مُّنۡہَمِرٍ ﴿۫ۖ﴾  وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی الۡمَآءُ عَلٰۤی  اَمۡرٍ  قَدۡ  قُدِرَ ﴿ۚ﴾  وَ  حَمَلۡنٰہُ  عَلٰی ذَاتِ اَلۡوَاحٍ  وَّ دُسُرٍ ﴿ۙ﴾  تَجۡرِیۡ  بِاَعۡیُنِنَا ۚ جَزَآءً  لِّمَنۡ کَانَ کُفِرَ ﴿﴾  وَ لَقَدۡ  تَّرَکۡنٰہَاۤ  اٰیَۃً  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾  فَکَیۡفَ کَانَ عَذَابِیۡ  وَ  نُذُرِ ﴿﴾  وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ  لِلذِّکۡرِ  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾
Sebelum mereka pun kaum Nuh   telah  mendustakan,  lalu mereka mendustakan hamba Kami dan mereka berkata:  مَجۡنُوۡنٌ  وَّ ازۡدُجِرَ -- “Ia  orang gila dan terusir.”  فَدَعَا رَبَّہٗۤ  اَنِّیۡ  مَغۡلُوۡبٌ  فَانۡتَصِر    -- Maka ia berdoa kepada Rabb-nya (Tuhan-nya): “Sesungguhnya aku dikalahkan, maka  tolonglah aku.”    فَفَتَحۡنَاۤ  اَبۡوَابَ السَّمَآءِ  بِمَآءٍ  مُّنۡہَمِرٍ   -- Maka Kami membukakan pintu-pintu awan dengan air yang tercurah deras. وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی الۡمَآءُ عَلٰۤی  اَمۡرٍ  قَدۡ  قُدِرَ   --     maka  Kami memancarkan  sumber-sumber air di bumi lalu kedua air itu  bertemu untuk suatu perintah yang telah ditentukan.  وَ  حَمَلۡنٰہُ  عَلٰی ذَاتِ اَلۡوَاحٍ  وَّ دُسُرٍ --  Dan  Kami mengangkut dia di atas sesuatu yang terbuat dari papan dan paku, تَجۡرِیۡ  بِاَعۡیُنِنَا ۚ جَزَآءً  لِّمَنۡ کَانَ کُفِرَ  --  yang berlayar di bawah  pengawasan Kami sebagai ganjaran bagi orang yang senantiasa diingkari.   Dan  sungguh  Kami benar-benar telah meninggalkan peristiwa itu sebagai Tanda, maka apakah ada yang mengambil peringatan?   Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku!  وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ  لِلذِّکۡرِ  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ   -- Dan sesungguhnya Kami telah mempermudah Al-Quran untuk diingat,  maka apakah ada orang yang mengambil peringatan? (Al-Qamar [54]:10-18).
     Air hujan yang tercurah dengan deras dari angkasa (langit) dan air yang menyembur dari dalam tanah, “kedua air itu” menyebabkan banjir raksasa yang menenggelamkan seluruh negeri, dan dengan demikian menjadi genaplah takdir Ilahi menghancurkan kaum Nabi Nuh a.s., itulah makna ayat:  فَفَتَحۡنَاۤ  اَبۡوَابَ السَّمَآءِ  بِمَآءٍ  مُّنۡہَمِرٍ   -- Maka Kami membukakan pintu-pintu awan dengan air yang tercurah deras. وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی الۡمَآءُ عَلٰۤی  اَمۡرٍ  قَدۡ  قُدِرَ   --  maka  Kami memancarkan  sumber-sumber air di bumi lalu kedua air itu  bertemu untuk suatu perintah yang telah ditentukan.”  
   Al-Quran telah dipermudah pula dalam artian bahwa Kitab itu meliputi semua ajaran kekal abadi dan tidak termusnahkan yang terdapat di dalam Kitab-kitab wahyu lainnya, dengan banyak ajaran yang perlu sekali sebagai petunjuk bagi manusia hingga Hari Kiamat (QS.98:4).

Khazanah Sumber Mata Air Ruhani Al-Quran yang Tak  terbatas

      Khazanah-khazanah makrifat Ilahi dan rahasia-rahasia gaib yang tersembunyi di dalam Al-Quran, hanya dapat dijangkau oleh sedikit bilangan hamba Allah yang bertakwa yang dilimpahi pengertian ruhani istimewa dan yang telah menaiki jenjang ketinggian perhubungan dengan Dzat Ilahi dan telah disucikan oleh Allah Swt., firman-Nya:
اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾   لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾   اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾   لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia, فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ  --  dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ  -- Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan.   Wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam. اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ  -- Maka apakah terhadap  firman  ini kamu menganggap sepele?    وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ   --  Dan bahwa kamu dengan men-dustakannya  kamu menjadikannya sebagai rezekimu?     (Al-Wāqi’ah [56]:78-83).
         Bahwa Al-Quran itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara dan terjaga baik (QS.15:10) merupakan tantangan terbuka kepada seluruh dunia, tetapi selama 14 abad, tantangan itu tetap tidak terjawab atau tidak mendapat sambutan. Tidak ada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk mencela kemurnian teksnya.
     Tetapi semua daya upaya ke arah ini telah membawa kepada satu-satunya hasil yang tidak terelakkan – walaupun tidak enak dirasakan oleh musuh-musuh – bahwa kitab yang disodorkan oleh Nabi Besar Muhammad saw.   kepada dunia empat belas abad yang lalu, telah sampai kepada kita tanpa perubahan barang satu huruf pun (Williams Muir).
     Al-Quran adalah sebuah Kitab yang sangat terpelihara  dalam pengertian bahwa hanya orang-orang beriman yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan dalam ayat berikutnya:  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ  -- Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan.”    
    Ayat اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ  -- Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia, فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ  --  dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara,”     ini pun dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam. Seperti hukum alam, cita-cita dan asas-asas itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman.
    Atau, ayat tersebut  dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Allah Swt.  kepada manusia (QS.30:31). Fitrat insani berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar dan telah dilimpahi kemampuan untuk sampai kepada keputusan yang benar. Orang yang secara jujur bertindak sesuai dengan naluri atau fitratnya  ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.

Para “Penyentuh” Khazanah Ruhani Al-Quran yang Hakiki & Penolakan Kebenaran” Sebagai Sumber Rezaki Duniawi

   Makna ayat لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ  -- Yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan,”     hanya  orang yang bernasib baik sajalah yang  diberi pengertian  mengenai dan   dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih. Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara keadaan fisik kita tidak bersih.
 Makna ayat  اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ  -- Maka apakah terhadap  firman  ini kamu menganggap sepele?    وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ   --  Dan bahwa kamu dengan men-dustakannya  kamu menjadikannya sebagai rezekimu?”  Orang-orang kafir takut kalau-kalau mereka  menerima kebenaran akan dijauhkan dari sumber-sumber kehidupan mereka. Jadi, demi memperoleh keuntungan kotor itulah maka mereka menolak seruan Ilahi.
   Atau, ayat ini dapat diartikan bahwa orang-orang kafir menolak kebenaran sebagai sesuatu yang seakan-akan kehidupan  atau sumber rezeki duniawi mereka bergantung padanya saja, karena itu bagimana jua pun keadaannya, mereka tidak akan menerima kebenaran,   berikut adalah firman-Nya mengenai alasan penolak  kaum kafir Quraisy Mekkah  terhadap pendakwaan Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran:
وَ قَالُوۡۤا اِنۡ نَّتَّبِعِ الۡہُدٰی مَعَکَ نُتَخَطَّفۡ مِنۡ  اَرۡضِنَا ؕ اَوَ لَمۡ نُمَکِّنۡ لَّہُمۡ حَرَمًا اٰمِنًا یُّجۡبٰۤی  اِلَیۡہِ  ثَمَرٰتُ  کُلِّ شَیۡءٍ رِّزۡقًا مِّنۡ لَّدُنَّا وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَہُمۡ  لَا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan mereka berkata: “Jika  kami mengikuti petunjuk bersama engkau  tentu  kami akan diusir  dari negeri kami.” Katakanlah: “Bukankah   Kami telah menempatkan mereka pada tempat suci yang aman,  yang didatangkan kepadanya segala macam buah-buahan, sebagai rezeki dari sisi Kami?” Akan tetapi kebanyakan me-reka tidak mengetahui. (Al-Qashash [28]:58).
         Ayat ini berarti bahwa tidak beralasan untuk takut bahwa bila syariat baru itu diterima maka orang-orang akan menyerang kota Mekkah dan merampas dari kaum Mekkah hak milik dan kemerdekaan mereka. Ayat ini bermaksud mengatakan, bahwa dari zaman purbakala Mekkah (yang kini akan menjadi pusat agama baru itu) tetap merupakan tempat suci yang aman, dan mereka yang pernah coba-coba mengganggu kesuciannya, mereka sendiri jugalah yang menemui kehancuran dan kebinasaan, contohnya kehancuran pasukan gajah yang dipimpin Abrahah Asram – Raja muda di Yaman, wakil Negus, raja kerajaan Kristen   Abessinia --   Kristen Abbessinia, yang bermaksud untuk menghancurkan Ka’bah QS.105:1-6).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 16  April   2015


Tidak ada komentar:

Posting Komentar