بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 32
Tenggelamnya Anak Nabi Nuh a.s. yang Kafir
Oleh Hantaman Ombak Besar & Pembuatan
“Bahtera Nuh” di Akhir
Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas adanya kesejajaran dalam Sunnatullah mengenai
hubungan “air hujan” dengan naik dan turunnya posisi permukaan air
dalam tanah (bumi), sebab Allah Swt. telah
menciptakan segala sesuatu “berpasangan”
(berjodoh-jodoh), firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡ
خَلَقَ الۡاَزۡوَاجَ کُلَّہَا مِمَّا تُنۡۢبِتُ الۡاَرۡضُ وَ مِنۡ اَنۡفُسِہِمۡ
وَ مِمَّا لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Maha Suci Dzat Yang menciptakan
segala sesuatu berpasang-pasangan baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka sendiri, mau pun dari apa yang tidak mereka ketahui. (Yā Sīn
[36]:37).
Ilmu pengetahuan telah
menemukan kenyataan bahwa pasangan-pasangan
terdapat dalam segala sesuatu — dalam alam
nabati, dan malahan dalam zat
anorganik. Bahkan yang disebut unsur-unsur
pun tidak terwujud dengan sendirinya. Unsur-unsur
itu pun bergantung pada zat-zat lain
untuk dapat mengambil wujud.
Kebenaran ilmiah ini berlaku juga
untuk kecerdasan manusia. Sebelum nur-nur samawi -- berupa wahyu atau
ilham Ilahi turun -- manusia tidak dapat memperoleh ilmu sejati yang lahir dari perpaduan wahyu Ilahi dan kecerdasan otak (akal) manusia.
Pentingnya Kesinambungan Turunnya Wahyu Ilahi Sebagai Jodoh (Pasangan) Akal Manusia
Itulah sebabnya jika keberlangsungan
turunnya wahyu Ilahi terhenti pada masa fatrah
(masa jeda) pengutusan Rasul
Allah dari kalangan Bani Adam
(QS.7:35-37) maka di kalangan umat manusia akan terjadi musim kemarau panjang ruhani yang akibat buruknya
dikemukakan dalam firman Allah Swt. sebelum ini:
اَلَمۡ
یَاۡنِ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡ
تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ لِذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ مَا نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ ۙ وَ
لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ مِّنۡہُمۡ
فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾ اِعۡلَمُوۡۤا
اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ
الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah
belum sampai waktu bagi orang-orang yang
beriman, bahwa hati mereka tunduk
untuk mengingat Allah dan mengingat kebenaran
yang telah turun kepada mereka, dan mereka
tidak menjadi seperti orang-orang yang
diberi kitab sebelumnya, فَطَالَ
عَلَیۡہِمُ الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ
قُلُوۡبُہُمۡ -- maka zaman
kesejahteraan menjadi panjang
atas mereka lalu hati
mereka menjadi keras, وَ کَثِیۡرٌ
مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?
اِعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ
مَوۡتِہَا -- Ketahuilah, bahwasanya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya.
قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ تَعۡقِلُوۡنَ
-- Sungguh Kami telah menjelaskan
Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu
mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
Mengisyaratkan kepada telah mengerasnya hati umat manusia serta
semakin durhakanya mereka kepada Allah Swt. dan kepada para Rasul Allah itulah firman Allah Swt.
berikut ini menjelang pengutusan Nabi Besar Muhammad saw., firman-Nya:
ظَہَرَ الۡفَسَادُ
فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی النَّاسِ
لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا
لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ
کَانَ عَاقِبَۃُ الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ
کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾ فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ
اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya dirasakan
kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurhakaannya. Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan lihatlah
bagaimana buruknya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.”
فَاَقِمۡ
وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ لَّا
مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ
یَّصَّدَّعُوۡنَ
-- Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang
dari Allah hari yang tidak dapat dihindarkan, pada hari
itu orang-orang beriman dan kafir
akan terpisah. (Ar-Rūm
[30]:42-44).
Peringatan dari Peristiwa “Banjir Dahsyat” di Zaman Nabi Nuh a.s.
Kembali kepada masalah terjadinya banjir dahsyat disertai badai
pada zaman Nabi Nuh a.s., selaras dengan hukum
alam tersebut pada masa Nabi Nuh
a.s. ketika hujan turun bagaikan
dicurahkan dari langit -- dan sejauh mata memandang hanya air dan
air belaka yang nampak -- maka seperti umumnya terjadi waktu hujan lebat maka air
pun mulai keluar pula dari dalam tanah, dan mata-mata air serta air-air
mancur mulai menyembur, dan
dengan demikian air dari langit dan air dari bumi kedua-duanya membanjiri dan menggenangi seluruh
negeri. Nabi Nuh a.s. dan kaum beliau tinggal di negeri pegunungan yang terdapat banyak
sekali mata air, firman-Nya:
کَذَّبَتۡ
قَبۡلَہُمۡ قَوۡمُ نُوۡحٍ فَکَذَّبُوۡا عَبۡدَنَا وَ قَالُوۡا
مَجۡنُوۡنٌ وَّ ازۡدُجِرَ ﴿﴾ فَدَعَا رَبَّہٗۤ
اَنِّیۡ مَغۡلُوۡبٌ فَانۡتَصِرۡ ﴿﴾ فَفَتَحۡنَاۤ
اَبۡوَابَ السَّمَآءِ
بِمَآءٍ مُّنۡہَمِرٍ ﴿۫ۖ﴾ وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی
الۡمَآءُ عَلٰۤی اَمۡرٍ قَدۡ
قُدِرَ ﴿ۚ﴾ وَ حَمَلۡنٰہُ
عَلٰی ذَاتِ اَلۡوَاحٍ وَّ دُسُرٍ
﴿ۙ﴾ تَجۡرِیۡ
بِاَعۡیُنِنَا ۚ جَزَآءً لِّمَنۡ
کَانَ کُفِرَ ﴿﴾ وَ لَقَدۡ
تَّرَکۡنٰہَاۤ اٰیَۃً فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾ فَکَیۡفَ کَانَ عَذَابِیۡ وَ
نُذُرِ ﴿﴾ وَ لَقَدۡ
یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ لِلذِّکۡرِ فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾
Sebelum
mereka pun kaum Nuh telah mendustakan, lalu mereka
mendustakan hamba Kami dan mereka berkata: مَجۡنُوۡنٌ وَّ ازۡدُجِرَ -- “Ia orang
gila dan terusir.” فَدَعَا رَبَّہٗۤ اَنِّیۡ
مَغۡلُوۡبٌ فَانۡتَصِر -- Maka ia berdoa kepada Rabb-nya (Tuhan-nya): “Sesungguhnya aku dikalahkan, maka tolonglah
aku.” فَفَتَحۡنَاۤ اَبۡوَابَ السَّمَآءِ بِمَآءٍ
مُّنۡہَمِرٍ -- Maka Kami
membukakan pintu-pintu awan dengan air
yang tercurah deras. وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا
فَالۡتَقَی الۡمَآءُ عَلٰۤی اَمۡرٍ قَدۡ
قُدِرَ -- maka Kami
memancarkan sumber-sumber air di bumi
lalu kedua air itu bertemu
untuk suatu perintah yang telah
ditentukan. وَ حَمَلۡنٰہُ
عَلٰی ذَاتِ اَلۡوَاحٍ وَّ دُسُرٍ -- Dan Kami
mengangkut dia di atas sesuatu yang terbuat
dari papan dan paku, تَجۡرِیۡ بِاَعۡیُنِنَا ۚ جَزَآءً لِّمَنۡ کَانَ کُفِرَ
-- yang berlayar di bawah pengawasan Kami sebagai ganjaran bagi orang yang senantiasa
diingkari. Dan
sungguh Kami benar-benar telah meninggalkan peristiwa itu sebagai
Tanda, maka apakah ada yang mengambil peringatan? Maka betapa
dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku! وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ لِلذِّکۡرِ
فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ
-- Dan sesungguhnya Kami telah mempermudah Al-Quran untuk diingat, maka apakah ada orang yang mengambil peringatan? (Al-Qamar [54]:10-18).
Kata-kata “dari setiap jenis”
dalam ayat قُلۡنَا احۡمِلۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلٍّ زَوۡجَیۡنِ اثۡنَیۡنِ -- Kami berfirman, ”Naikkanlah
ke atas bahtera itu sepasang
dari setiap jenis jantan
dan betina”, tidak berarti semua binatang, melainkan semua binatang yang diperlukan oleh Nabi Nuh a.s., karena bahtera itu pasti tidak cukup besar untuk memuat segala macam
binatang di dunia. Tambahan kata “dua”
pun menunjukkan, bahwa binatang yang
dibawa hanya sebanyak yang benar-benar diperlukan.
Tenggelamnya Anak Nabi
Nuh a.s. yang Kafir Oleh Hantaman Ombak Besar
Jawaban anak Nabi Nuh a.s. dalam ayat
قَالَ سَاٰوِیۡۤ
اِلٰی جَبَلٍ یَّعۡصِمُنِیۡ مِنَ
الۡمَآءِ -- Ia menjawab: “Aku segera akan
mencari sendiri perlindungan ke
sebuah gunung yang akan menjagaku dari air itu” menunjukkan bahwa tempat Nabi Nuh a.s. tinggal
dikelilingi oleh pegunungan, di
antaranya adalah pegunungan Ararat,
firman-Nya:
حَتّٰۤی اِذَا
جَآءَ اَمۡرُنَا وَ فَارَ التَّنُّوۡرُ ۙ قُلۡنَا احۡمِلۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلٍّ
زَوۡجَیۡنِ اثۡنَیۡنِ وَ اَہۡلَکَ اِلَّا مَنۡ سَبَقَ عَلَیۡہِ الۡقَوۡلُ وَ مَنۡ
اٰمَنَ ؕ وَ مَاۤ اٰمَنَ مَعَہٗۤ
اِلَّا قَلِیۡلٌ ﴿﴾ وَ قَالَ ارۡکَبُوۡا
فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَجۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا ؕ اِنَّ رَبِّیۡ لَغَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿﴾ وَ ہِیَ تَجۡرِیۡ بِہِمۡ فِیۡ مَوۡجٍ
کَالۡجِبَالِ ۟ وَ نَادٰی نُوۡحُۨ ابۡنَہٗ وَ کَانَ فِیۡ مَعۡزِلٍ یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ مَّعَنَا وَ لَا
تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾ قَالَ
سَاٰوِیۡۤ اِلٰی جَبَلٍ
یَّعۡصِمُنِیۡ مِنَ الۡمَآءِ ؕ قَالَ لَا
عَاصِمَ الۡیَوۡمَ مِنۡ
اَمۡرِ اللّٰہِ اِلَّا مَنۡ
رَّحِمَ ۚ وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ
فَکَانَ مِنَ الۡمُغۡرَقِیۡنَ ﴿﴾ وَ قِیۡلَ یٰۤاَرۡضُ
ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ الۡمَآءُ وَ قُضِیَ الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی
الۡجُوۡدِیِّ وَ قِیۡلَ بُعۡدًا
لِّلۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ﴿﴾
Hingga
apabila datang perintah Kami dan sumber mata air telah menyembur Kami berfirman: ”Naikkanlah ke atas bahtera itu sepasang dari setiap jenis
jantan dan betina, dan keluarga engkau, kecuali orang yang telah terdahulu
ditetapkan keputusan terhadapnya, dan mereka yang telah beriman. Dan sama
sekali tidak ada yang beriman kepadanya kecuali sedikit jumlahnya. وَ قَالَ
ارۡکَبُوۡا فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَجۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا -- Dan ia (Nuh) berkata: “Naiklah
ke atasnya, dengan nama Allah
berlayarnya dan berlabuhnya, اِنَّ رَبِّیۡ لَغَفُوۡرٌ
رَّحِیۡمٌ -- sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha
Pengampun, Maha Penyayang.” وَ ہِیَ تَجۡرِیۡ بِہِمۡ فِیۡ مَوۡجٍ کَالۡجِبَالِ -- Dan
bahtera itu melaju dengan membawa mereka di tengah ombak seperti
gunung, وَ نَادٰی نُوۡحُۨ
ابۡنَہٗ وَ کَانَ فِیۡ مَعۡزِلٍ
یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ مَّعَنَا -- dan Nuh
berseru kepada anaknya yang senantiasa berada di tempat terpisah: “Hai anakku,
naiklah beserta kami وَ لَا تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ -- dan janganlah
engkau termasuk orang-orang kafir.” قَالَ
سَاٰوِیۡۤ اِلٰی جَبَلٍ
یَّعۡصِمُنِیۡ مِنَ الۡمَآءِ Ia menjawab: “Aku segera akan mencari sendiri perlindungan ke sebuah gunung yang akan menjagaku dari air itu.” قَالَ لَا
عَاصِمَ الۡیَوۡمَ مِنۡ
اَمۡرِ اللّٰہِ اِلَّا مَنۡ
رَّحِمَ -- Ia, Nuh berkata: “Tidak ada tempat berlindung pada hari ini bagi seorang pun
dari perintah Allah, kecuali bagi orang yang Dia kasihani.” وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ
فَکَانَ مِنَ الۡمُغۡرَقِیۡنَ -- Lalu ombak menjadi penghalang di antara
keduanya maka jadilah ia termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. وَ قِیۡلَ یٰۤاَرۡضُ ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ
الۡمَآء -- Dan difirmankan: “Hai bumi,
telanlah airmu, dan hai langit, hentikanlah hujan.” Maka air pun surut وَ قُضِیَ
الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ
-- dan perintah
itu selesai, dan bahtera itu pun berlabuh di atas Al-Judi. وَ قِیۡلَ بُعۡدًا لِّلۡقَوۡمِ
الظّٰلِمِیۡنَ -- dan
dikatakan: “Kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim!” (Hūd [11]:41-45).
“Bahtera” Nabi Nuh a.s.
Berlabuh di Tempat Tinggi
& Para Penentang Nabi Nuh a.s. Mati
Dalam Kehinaan dan
Kerendahan
Kata jabal yang dipakai sebagai nama jenis (dan bukan al-jabal)
menunjukkan kepada kenyataan bahwa ada rangkaian
gunung, yang pada salah sebuah di antaranya anak Nabi Nuh a.s. mungkin
telah mencari perlindungan. Pada
hakikatnya daerah itu mungkin suatu lembah dengan gunung-gunung menjulang di sekitarnya. Bahwa daerah demikian
menjadi cepat tergenang air karena hujan lebat bukan merupakan hal yang
luar biasa.
Pegunungan Al-Judi yang disinggung dalam ayat وَ قُضِیَ
الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ
-- “dan perintah
itu selesai, dan bahtera itu pun berlabuh di atas Al-Judi” menurut
Yaqut-al-Hamwi, merupakan rangkaian
gunung pada sebelah timur sungai Tigris
(Dajlah) di provinsi Mosul (Mu’jam).
Menurut
Sale “Al-Judi” adalah salah
sebuah dari gunung-gunung yang di selatan
memisahkan Armenia dari Mesopotamia dan dari bagian Assiria yang didiami oleh kaum Kurdi, yang darinya gunung itu
memperoleh nama Kardu atau Gardu,
tetapi orang-orang Yunani mengubahnya menjadi Gordyoei .... Riwayat yang
menyatakan bahwa bahtera itu telah
terdampar dan berada di gunung itu tentu sangat tua karena hal itu merupakan
riwayat turun temurun kaum Chaldea
sendiri (Borosus, apud Yosef,
Antiq.....).
Reruntuhan bahtera itu dapat
disaksikan di sana di zaman Epiphanius — dan kepada kita diceritakan bahwa Kaisar
Heraclius berangkat dari kota Tamanin ke gunung Al-Judi dan mengunjungi tempat bahtera
itu. Di sana dahulu ada pula sebuah biara terkenal yang disebut “Biara Bahtera”. Di atas salah sebuah
dari pegunungan itu kaum Nestoria lazim
merayakan hari raya di tempat yang
menurut anggapan mereka bahtera itu
bersandar, tetapi pada tahun 776 M biara itu hancur karena petir.” (Sale, hlm. 179-180)....
“Judi adalah gugusan gunung tinggi di distrik Bohtan, kira-kira 5
mil di timurt-laut Jazirah Ibn ‘Umar pada posisi 37o30’ LU (Lintang
Utara). Judi mendapat kemasyhuran itu
dari sejarah Mesopotamia, yang disebut sebagai tempat di mana bahtera Nuh itu telah bersandar dan
bukan gunung Ararat...Keterangan-keterangan
dari Kitab-kitab suci yang lebih tua menetapkan gunung yang sekarang disebut Judi itu, atau menurut sumber-sumber
Kristen, pegunungan Ordyene — sebagai tampat terdamparnya bahtera Nuh” (Encyclopaedia
Of Islam jld. I, hlm.
1059). Sejarah Babil pun menetapkan letaknya
gunung Al-Judi itu di Armenia
(Jewish Encyclopaedia Pada
“Ararat”) dan Bible mengakui bahwa Babil
(Babylonia) adalah tempat keturunan
Nabi Nuh a.s. pernah tinggal (Kejadian 11:9).
Kembali kepada firman-Nya mengenai pembuatan “bahtera” oleh Nabi Nuh a.s., pembangunan
bahtera tersebut benar-benar bukan
saja sesuai dengan petunjuk wahyu Allah Swt. juga akan mendapat perlindungan Allah Swt.,
sehingga bagaimana pun hebatnya gelombang
serta badai yang akan menerpanya
tidak mampu menenggelamkan “bahtera” tersebut.
Nabi Nuh a.s. serta orang-orang beriman yang beserta naik ke dalam “Bahtera” -- yang sebelumnya oleh kaumnya dicemoohkan serta dianggap orang-orang
bodoh -- telah mendapat kehormatan dari Allah Swt. karena “bahtera” yang ditumpanginya berkabuh di tempat
yang tinggi yakni di gunung Al-Judi.
Sebaliknya, kaum Nabi Nuh a.s. yang takabbur
serta merasa bangga akan status sosial mereka tetapi hidup mereka diakhiri dengan cara yang
sangat hina, yakni mati berserakan terkubur
dalam lumpur bekas banjir dahsyat tanpa ada yang menangisi -- baik
di langit mau pun di bumi
-- berikut firman-Nya mengenai Fir’aun dan para pembesarnya yang mati tenggelam
di laut:
فَمَا بَکَتۡ عَلَیۡہِمُ السَّمَآءُ
وَ الۡاَرۡضُ وَ مَا کَانُوۡا مُنۡظَرِیۡنَ ﴿٪﴾
Maka sekali-kali tidak menangisi mereka langit dan bumi, dan mereka
sekali-kali tidak pula diberi tangguh
(Ad-Dukhān [44]:30).
Mereka
menjumpai nasib malang mereka dalam keaiban dan kehinaan, tidak diratapi,
tanpa penghormatan dan tanpa sanjungan. Raja bernasib malang yang dalam kesombongannya menyebut dirinya "tuhan" itu (QS.79:22-27) tenggelam
ke dalam laut dengan
mengucapkan kata-kata yang terkenangkan, "Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, Yang kepada-Nya Bani
Israil beriman." (QS.10:91-93)
“Bahtera Nuh”
Akhir Zaman
Ada pun yang sangat menakjubkan adalah, Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s., telah menulis sebuah buku terkenal lainnya
yang diberi judul Kisyti Nuh (Bahtera Nuh). Pada awal bukunya beliau mencantumkan
wahyu Ilahi berupa pengulangan beberapa wahyu Al-Quran mengenai perintah pembuatan “bahtera” kepada Nabi Nuh a.s. dan
masalah pentingnya melakukan baiat
kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Kisyti
Nuh
(BAHTERA NUH)
Juduk Kedua
Da’watul
Iman
(DAKWAH
KEIMANAN)
Judul Ketiga
Taqwiyatul
Iman
(PENGUKUH KEIMANAN)
وَ اصۡنَعِ الۡفُلۡکَ بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا .... اِنَّ
الَّذِیۡنَ یُبَایِعُوۡنَکَ
اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ اللّٰہَ ؕ یَدُ اللّٰہِ فَوۡقَ
اَیۡدِیۡہِمۡ
“Buatlah bahtera dengan pengawasan petunjuk wahyu
Kami…. Barangsiapa yang baiat kepada engkau, sesungguhnya mereka baiat kepada
Allah. Tangan Allah ada di atas tangan mereka.”
Ayat-ayat itu wahyu Ilahi dalam Quran Syarif yang turun kepadaku.
Risalah ini merupakan seperti suntikan samawi yang dipersiapkan bagi Jemaatku berkaitan dengan wabah tha’un
(pes).
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ
اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا
“Mengapa Allah akan menyiksa kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui” (QS. An-Nisā [4]:148).
ارۡکَبُوۡا فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَجۡؔرٖىہَا
وَ مُرۡسٰىہَا ؕ .... لَا عَاصِمَ الۡیَوۡمَ
مِنۡ اَمۡرِ اللّٰہِ اِلَّا مَنۡ رَّحِمَ
“Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan
menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Tiada yang dapat
melindungi hari ini dari perintah Ilahi selain Allah Yang Maha Penyayang”.
Qadian, 5 Oktober 1902
Selanjutnya
beliau menulis dalam buku tersebut:
RISALAH
BAHTERA NUH
Taqwiyatul
Iman
(PENGUKUH
KEIMANAN)
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Nahmaduhu wa nushalli ‘alā Rasūlihil- karim wa ‘alā Masihil mau’ud
SUNTIKAN
THA’UN
قُلۡ لَّنۡ یُّصِیۡبَنَاۤ اِلَّا مَا
کَتَبَ اللّٰہُ لَنَا ۚ ہُوَ مَوۡلٰىنَا ۚ وَ عَلَی اللّٰہِ فَلۡیَتَوَکَّلِ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ
“[Katakanlah]:
Tidak akan pernah menimpa musibah kepada kami kecuali apa yang telah ditetapkan
Allah bagi kami. Dia Pelindung kami dan hanya kepada Allah hendaknya
orang-orang mukmin bertawakkal” (At
Taubah, 51).
Patut
bersyukur, bahwa karena rasa kasihan
kepada rakyatnya, dalam rangka usaha membasmi wabah tha’un (pes),
pemerintah Inggris[1] telah merencanakan gerakan suntikan untuk
kedua kalinya. Dan demi kesejahteraan umat Tuhan pemerintah telah memikul sejumlah biaya yang meliputi
beratus-ratus ribu rupees.
Sesungguhnya tiap warganegara yang bijaksana berkewajiban untuk menyambut gerakan
itu dengan rasa terima kasih. Dan
mereka yang berprasangka terhadap gerakan suntikan itu sungguh
amat bodoh dan sebenarnya memusuhi dirinya sendiri. Sebab telah berkali-kali
terbukti di dalam pengalaman, bahwa
pemerintah sangat berhati-hati, tidak mau melancarkan suatu cara pengobatan
yang berbahaya, bahkan pemerintah
selamanya memperkenalkan suatu usaha yang terbukti benar-benar berfaedah,
apabila sudah mengadakan banyak kali eksperimen di dalam usaha-usaha seperti
itu.
Adalah suatu sikap yang jauh dari kewajaran
dan peri kemanusiaan jika orang
mengadakan penilaian terhadap tindakan pemerintah -- yang dengan tulus ikhlas
telah mengeluarkan beratus-ratus ribu
rupees untuk tujuan itu -- sebagai tindakan yang mempunyai latar-belakang tujuan tertentu untuk kepentingan
sendiri. Alangkah malang nasib mereka yang mempunyai sangka-buruk sejauh
itu.
Sedikit pun tidak diragukan, bahwa sampai
sekarang upaya setinggi-tingginya dan semaksimal-maksimalnya yang dapat
dilakukan oleh pemerintah di alam serba kebendaan ini ialah upaya kebendaan
itulah, yakni melancarkan gerakan suntikan. Bagaimana pun tidak dapat
orang ingkari, bahwa upaya itu terbukti bermanfaat. Oleh karena itu wajib
bagi semua warganegara untuk memperhatikan sarana itu dan membantu melepaskan beban pemerintah yang bermaksud
hendak menyelamatkan jiwa rakyat.
Semata-mata
Mentaati Perintah Allah Ta’ala &
Kehebatan Daya Binasa Wabah Pes di Hindustan
Akan tetapi dengan segala hormat, kami ingin mengatakan kepada pemerintah yang
baik hati itu, bahwa seandainya tidak ada rintangan samawi (langit),[2] maka kamilah yang pertama-tama di antara semua
warganegara yang akan minta disuntik. Rintangan samawi (langit)
itu ialah karena Tuhan menghendaki
untuk memperlihatkan suatu Tanda
kasih-sayang dari langit di zaman ini kepada umat manusia. Oleh
karena itu Dia berfirman kepadaku, bahwa Dia akan menyelamatkanku dari
wabah pes beserta semua orang yang tinggal di
dalam dinding tembok rumahku,
yaitu orang-orang yang melupakan diri
dan menyatukan diri dengan diriku seraya patuh dan taat secara
sempurna disertai ketakwaan yang setulus-tulusnya. Dan ini
akan menjadi Tanda Ilahi di zaman mutakhir ini, yang dengannya Dia
memperlihatkan perbedaan di antara suatu kaum dengan kaum yang lain.
Akan tetapi orang yang tidak mematuhi secara
sempurna mereka itu bukan dariku, mereka itu tidak usah dihiraukan. Demikianlah perintah
Ilahi. Oleh sebab itu, bagi diriku
dan bagi semua orang yang tinggal di dalam dinding tembok rumahku
tidak perlu suntikan, karena sebagaimana tadi telah aku terangkan, Tuhan Yang memiliki langit dan bumi,
semenjak dahulu telah menurunkan wahyu kepadaku, bahwa Dia akan menyelamatkan
dari kematian karena wabah
pes, setiap orang yang tinggal di dalam dinding tembok rumahku.
Tetapi dengan syarat, bahwa mereka melepaskan semua kehendak untuk melawan, lalu masuk ke dalam lingkungan
orang-orang yang baiat dengan penuh keikhlasan, ketaatan,
dan kerendahan diri. Lagi dengan syarat bahwa mereka dengan cara
apa pun tidak bersikap takabbur,
melawan, sombong, lalai, congkak, dan tinggi hati di hadapan perintah-perintah Ilahi dan Utusan-Nya
(Rasul-Nya), dan akan bertingkah-laku sesuai dengan ajaran-Nya.
Tuhan berfirman kepadaku bahwa pada
umumnya wabah pes yang menghancur-luluhkan itu
– dan karenanya orang-orang akan mati
terhampar bagaikan anjing, dan
karena derita kesedihan dan kebingungan orang-orang menjadi gila --
tidak akan melanda Qadian.
Lagi pada umumnya semua orang dalam Jemaatku – betapa pun banyak bilangannya – dibandingkan
dengan orang-orang yang menentangku,
akan terpelihara dari wabah pes.
Namun demikian, wabah
pes dapat menjangkiti di antara mereka yang tidak
menepati janji mereka dengan sepenuh-penuhnya, atau karena sebab lain
yang tersembunyi tentang mereka, dan hanya Allah yang mengetahui. Akan
tetapi pada akhirnya orang akan mengakui dengan pandangan takjub bahwa -- secara relatif dan komparatif
-- pertolongan Tuhan ada di
samping golongan ini. Dan demikian rupa Dia telah menyelamatkan mereka itu
dengan rahmat-Nya yang istimewa sehingga tidak ada tara bandingannya.
Mengenai hal ini sebagian orang yang
bodoh akan tercengang, dan sebagian lagi akan menertawakan, sedangkan sebagian
lagi akan menyebutku orang gila. Sebagian lagi akan merasa heran bahwa apakah
ada Tuhan serupa itu, Yang tanpa menggunakan sarana-sarana kebendaan
pun dapat menurunkan rahmat-Nya?
Keajaiban Kekuasaan Sempurna Allah Ta’ala
Jawabannya ialah, tidak diragukan lagi bahwa Tuhan Yang Maha
Kuasa serupa itu ada. Seandainya
Tuhan serupa itu tidak ada, maka orang-orang yang mempunyai ikatan
silaturahmi (perhubungan khusus) dengan Dia pasti akan binasa di
dalam kehidupan ini. Wujud Yang Maha
Kuasa itu ajaib (menakjubkan),
dan kekuasaan-kekuasaan-Nya yang qudus
pun ajaib pula. Pada satu pihak Dia
membiarkan orang-orang yang menentang
leluasa menggagahi teman-teman-Nya bagaikan terhadap anjing-anjing, sedang pada pihak lain
Dia memperintahkan para malaikat untuk mengkhidmati mereka itu (QS.2:31-36; QS.7:12;
QS.21:104; QS.41:31-33).
Demikian pula apabila kegusaran-Nya
bangkit dan bersimaharajalela di seluruh
dunia, dan kemurkaan-Nya
bergejolak terhadap orang-orang aniaya,
maka mata-Nya memberikan perlindungan
kepada orang-orang-Nya yang tertentu. Jika tidak demikian keadaan-Nya
maka tugas orang-orang suci akan menjadi kacau-balau, dan tidak ada seorang pun yang dapat mengenal-Nya.
Kekuasaan-kekuasaan-Nya tidak terbatas, akan tetapi kekuasaan-kekuasaan tersebut tampak kepada orang-orang menurut kadar
keyakinan mereka masing-masing. Terhadap mereka yang dianugerahi keyakinan
serta kecintaan, dan yang memutuskan
segala hubungan kecuali dengan Dia, dan yang dijauhkan dari
kebiasaan-kebiasaan memanjakan hawa-nafsu mereka, kekuasaan-kekuasaan
tersebut nampak secara luar biasa.
Tuhan berbuat apa yang Dia kehendaki.
Akan tetapi kehendak untuk memperlihatkan kekuasaan-kekuasaan-Nya
secara luar biasa itu, hanya bagi mereka yang mau merobek-robek
kebiasaan-kebiasaan mereka demi mementingkan Dia. Pada zaman ini sangat
sedikit orang-orang yang mengenal Dia dan percaya kepada kekuasaan-Nya
yang ajaib itu. Kebalikannya, terdapat banyak orang yang sama sekali tidak
percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Suara-Nya didengar oleh
segala sesuatu, Yang bagi-Nya tiada sesuatu yang mustahil.
Hendaknya
diingat, bahwa walaupun tidak berdosa berobat untuk melawan penyakit pes
dan penyakit lainnya, bahkan
tercantum dalam sebuah Hadits, bahwa tidak ada sesuatu penyakit pun
melainkan bagi penyakit tersebut
Tuhan telah menciptakan obatnya. Akan tetapi, aku menganggap diriku berdosa jika aku meragukan Tanda
Tuhan -- apabila melakukan suntikan
-- yang Dia ingin tampakkan kepada kita dengan sejelas-jelasnya di atas muka bumi ini.
Aku
tidak ingin mencemari kehormatan Tanda-tanda-Nya yang benar dan janji-Nya
yang benar dengan mengambil
faedah dari suntikan. Jika aku berbuat demikian niscaya aku patut dituntut karena dosa itu, sebab
aku tidak mempercayai janji Tuhan yang
telah diberikan kepadaku. Dan seandainya demikian maka semestinya aku berterimakasih
kepada sang dokter yang telah menemukan serum suntikan ini, dan
bukan bersyukur kepada Tuhan Yang telah berjanji kepadaku, bahwa
tiap-tiap orang yang tinggal di dalam rumahku akan diselamatkan oleh Dia.”
Ketika wabah tha’un (pes) tersebut merebak di wilayah Hindustan sesuai nubuatan Al-Masih Mau’ud a.s.,
telah memakan korban ratusan ribu orang dari berbagai golongan manusia dan umat beragama, sedang orang-orang yang beriman kepada Al-Masih Mau’ud a.s. – yakni para anggota Jemaat Muslim Ahmadiyah --
sangat sedikit yang terkena wabah tha’un
(pes) tersebut, sesuai janji pemeliharaan
dari Allah Swt. kepada beliau melalui
wahyu:
“Inny
uhāfizhu kulla man fid-dār”
“Aku akan
memelihara setiap orang yang berada di dalam rumah engkau”
yakni “rumah ruhani” beliau yang merupakan “Bahtera Nuh” di Akhir Zaman ini.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 18 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar