Minggu, 19 April 2015

Tenggelamnya Anak Nabi Nuh a.s. yang Kafir oleh Hantaman Ombak Besar & Pembuatan "Bahtera Nuh" Akhir Zaman






بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 32

    Tenggelamnya Anak Nabi Nuh a.s.  yang Kafir  Oleh Hantaman Ombak Besar   &  Pembuatan   Bahtera Nuh” di    Akhir Zaman
 

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas    adanya kesejajaran  dalam Sunnatullah  mengenai  hubungan  air hujan” dengan   naik dan turunnya posisi permukaan air dalam tanah (bumi), sebab Allah Swt. telah menciptakan segala sesuatu “berpasangan” (berjodoh-jodoh), firman-Nya:
سُبۡحٰنَ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡاَزۡوَاجَ کُلَّہَا مِمَّا تُنۡۢبِتُ الۡاَرۡضُ وَ مِنۡ اَنۡفُسِہِمۡ وَ  مِمَّا لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Maha Suci Dzat Yang menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan  baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan  dari diri mereka sendiri, mau pun  dari apa yang  tidak mereka ketahui. (Yā Sīn [36]:37).
      Ilmu pengetahuan telah menemukan kenyataan bahwa pasangan-pasangan terdapat dalam segala sesuatu — dalam alam nabati, dan malahan dalam zat anorganik. Bahkan yang disebut unsur-unsur pun tidak terwujud dengan sendirinya. Unsur-unsur itu pun bergantung pada zat-zat lain untuk dapat mengambil wujud. Kebenaran ilmiah ini berlaku juga untuk kecerdasan manusia. Sebelum nur-nur samawi -- berupa  wahyu atau ilham Ilahi turun   -- manusia tidak dapat memperoleh ilmu sejati yang lahir dari perpaduan wahyu Ilahi dan kecerdasan otak (akal)  manusia.

Pentingnya Kesinambungan Turunnya Wahyu Ilahi  Sebagai  Jodoh  (Pasangan) Akal Manusia

        Itulah sebabnya jika keberlangsungan turunnya wahyu Ilahi terhenti  pada masa fatrah (masa jeda)  pengutusan  Rasul Allah dari kalangan Bani Adam (QS.7:35-37) maka   di kalangan umat manusia  akan terjadi musim kemarau panjang ruhani  yang akibat  buruknya  dikemukakan dalam firman Allah Swt. sebelum ini: 
اَلَمۡ یَاۡنِ  لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا  اَنۡ  تَخۡشَعَ قُلُوۡبُہُمۡ  لِذِکۡرِ اللّٰہِ  وَ مَا  نَزَلَ مِنَ الۡحَقِّ  ۙ  وَ لَا یَکُوۡنُوۡا کَالَّذِیۡنَ اُوۡتُوا الۡکِتٰبَ مِنۡ قَبۡلُ فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ ﴿﴾  اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا ؕ قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ ﴿﴾
Apakah belum sampai waktu bagi orang-orang yang beriman, bahwa hati mereka tunduk untuk mengingat Allah dan mengingat  kebenaran yang telah turun kepada mereka, dan mereka tidak  menjadi seperti orang-orang yang diberi kitab sebelumnya,  فَطَالَ عَلَیۡہِمُ  الۡاَمَدُ فَقَسَتۡ قُلُوۡبُہُمۡ   -- maka  zaman kesejahteraan menjadi panjang atas mereka lalu   hati mereka menjadi keras, وَ کَثِیۡرٌ  مِّنۡہُمۡ فٰسِقُوۡنَ  -- dan kebanyakan dari mereka menjadi durhaka?    اِعۡلَمُوۡۤا  اَنَّ اللّٰہَ یُحۡیِ الۡاَرۡضَ بَعۡدَ مَوۡتِہَا -- Ketahuilah, bahwasanya  Allah  menghidupkan bumi sesudah matinya.  قَدۡ بَیَّنَّا لَکُمُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ  تَعۡقِلُوۡنَ  -- Sungguh Kami telah menjelaskan Tanda-tanda kepada kamu supaya kamu mengerti. (Al-Hadīd [57]:17-18).
        Mengisyaratkan kepada telah mengerasnya hati umat manusia serta semakin durhakanya mereka kepada Allah Swt. dan kepada para Rasul Allah itulah firman Allah Swt. berikut ini  menjelang pengutusan Nabi Besar Muhammad  saw., firman-Nya:
 ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی  النَّاسِ  لِیُذِیۡقَہُمۡ بَعۡضَ الَّذِیۡ عَمِلُوۡا  لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾  قُلۡ سِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَانۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ  الَّذِیۡنَ مِنۡ قَبۡلُ ؕ کَانَ اَکۡثَرُہُمۡ  مُّشۡرِکِیۡنَ ﴿﴾  فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ ﴿﴾
Kerusakan telah meluas di daratan dan di lautan  disebabkan perbuatan tangan manusia,  supaya dirasakan kepada mereka akibat sebagian perbuatan yang mereka lakukan, supaya mereka kembali dari kedurhakaannya. Katakanlah: ”Berjalanlah di bumi dan lihatlah bagaimana buruknya akibat bagi orang-orang sebelum kamu ini. Kebanyakan mereka itu orang-orang musyrik.” فَاَقِمۡ وَجۡہَکَ لِلدِّیۡنِ الۡقَیِّمِ مِنۡ قَبۡلِ اَنۡ یَّاۡتِیَ یَوۡمٌ  لَّا  مَرَدَّ لَہٗ مِنَ اللّٰہِ یَوۡمَئِذٍ  یَّصَّدَّعُوۡنَ  --    Maka hadapkanlah wajah engkau kepada agama yang lurus, sebelum datang dari Allah hari yang tidak dapat dihindarkan,  pada hari itu orang-orang beriman  dan kafir akan terpisah. (Ar-Rūm [30]:42-44).

Peringatan dari Peristiwa “Banjir Dahsyat” di Zaman Nabi Nuh a.s.

         Kembali kepada masalah terjadinya banjir dahsyat   disertai badai pada zaman Nabi Nuh a.s., selaras dengan hukum alam tersebut  pada masa Nabi Nuh a.s. ketika hujan turun bagaikan dicurahkan dari langit   -- dan sejauh mata memandang hanya air dan air belaka yang nampak   -- maka  seperti umumnya terjadi waktu hujan lebat  maka air pun mulai keluar pula dari dalam tanah, dan mata-mata air serta air-air mancur mulai menyembur, dan dengan demikian air dari langit dan air dari bumi kedua-duanya membanjiri dan menggenangi seluruh negeri. Nabi Nuh a.s. dan kaum beliau tinggal di negeri pegunungan yang terdapat banyak sekali mata air, firman-Nya:
کَذَّبَتۡ قَبۡلَہُمۡ  قَوۡمُ نُوۡحٍ  فَکَذَّبُوۡا عَبۡدَنَا وَ  قَالُوۡا  مَجۡنُوۡنٌ  وَّ ازۡدُجِرَ ﴿﴾  فَدَعَا رَبَّہٗۤ  اَنِّیۡ  مَغۡلُوۡبٌ  فَانۡتَصِرۡ ﴿﴾  فَفَتَحۡنَاۤ  اَبۡوَابَ السَّمَآءِ  بِمَآءٍ  مُّنۡہَمِرٍ ﴿۫ۖ﴾  وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی الۡمَآءُ عَلٰۤی  اَمۡرٍ  قَدۡ  قُدِرَ ﴿ۚ﴾  وَ  حَمَلۡنٰہُ  عَلٰی ذَاتِ اَلۡوَاحٍ  وَّ دُسُرٍ ﴿ۙ﴾  تَجۡرِیۡ  بِاَعۡیُنِنَا ۚ جَزَآءً  لِّمَنۡ کَانَ کُفِرَ ﴿﴾  وَ لَقَدۡ  تَّرَکۡنٰہَاۤ  اٰیَۃً  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾  فَکَیۡفَ کَانَ عَذَابِیۡ  وَ  نُذُرِ ﴿﴾  وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ  لِلذِّکۡرِ  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ ﴿﴾
Sebelum mereka pun kaum Nuh   telah  mendustakan,  lalu mereka mendustakan hamba Kami dan mereka berkata:  مَجۡنُوۡنٌ  وَّ ازۡدُجِرَ -- “Ia  orang gila dan terusir.”  فَدَعَا رَبَّہٗۤ  اَنِّیۡ  مَغۡلُوۡبٌ  فَانۡتَصِر     -- Maka ia berdoa kepada Rabb-nya (Tuhan-nya): “Sesungguhnya aku dikalahkan, maka  tolonglah aku.”    فَفَتَحۡنَاۤ  اَبۡوَابَ السَّمَآءِ  بِمَآءٍ  مُّنۡہَمِرٍ   -- Maka Kami membukakan pintu-pintu awan dengan air yang tercurah deras. وَّ فَجَّرۡنَا الۡاَرۡضَ عُیُوۡنًا فَالۡتَقَی الۡمَآءُ عَلٰۤی  اَمۡرٍ  قَدۡ  قُدِرَ   --           maka  Kami memancarkan  sumber-sumber air di bumi lalu kedua air itu  bertemu untuk suatu perintah yang telah ditentukan.  وَ  حَمَلۡنٰہُ  عَلٰی ذَاتِ اَلۡوَاحٍ  وَّ دُسُرٍ --  Dan  Kami mengangkut dia di atas sesuatu yang terbuat dari papan dan paku, تَجۡرِیۡ  بِاَعۡیُنِنَا ۚ جَزَآءً  لِّمَنۡ کَانَ کُفِرَ  --  yang berlayar di bawah  pengawasan Kami sebagai ganjaran bagi orang yang senantiasa diingkari.   Dan  sungguh  Kami benar-benar telah meninggalkan peristiwa itu sebagai Tanda, maka apakah ada yang mengambil peringatan?  Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku!  وَ لَقَدۡ یَسَّرۡنَا الۡقُرۡاٰنَ  لِلذِّکۡرِ  فَہَلۡ مِنۡ مُّدَّکِرٍ   -- Dan sesungguhnya Kami telah  mempermudah Al-Quran untuk diingat,  maka apakah ada orang yang mengambil peringatan? (Al-Qamar [54]:10-18).
       Kata-kata “dari setiap jenis” dalam ayat  قُلۡنَا احۡمِلۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلٍّ زَوۡجَیۡنِ اثۡنَیۡنِ -- Kami berfirman, ”Naikkanlah ke atas bahtera itu sepasang dari setiap jenis jantan dan betina”, tidak berarti semua binatang, melainkan semua binatang yang diperlukan oleh Nabi Nuh a.s., karena bahtera itu pasti tidak cukup besar untuk memuat segala macam binatang di dunia. Tambahan kata “dua” pun menunjukkan, bahwa binatang yang dibawa hanya sebanyak yang benar-benar diperlukan.

Tenggelamnya Anak Nabi Nuh a.s. yang Kafir  Oleh Hantaman Ombak   Besar

       Jawaban anak Nabi Nuh a.s. dalam ayat    قَالَ سَاٰوِیۡۤ  اِلٰی جَبَلٍ یَّعۡصِمُنِیۡ  مِنَ الۡمَآءِ  -- Ia menjawab: “Aku segera akan mencari sendiri perlindungan ke sebuah gunung yang akan menjagaku dari air itu   menunjukkan bahwa tempat Nabi Nuh a.s. tinggal dikelilingi oleh pegunungan, di antaranya adalah pegunungan Ararat, firman-Nya:
 حَتّٰۤی اِذَا جَآءَ اَمۡرُنَا وَ فَارَ التَّنُّوۡرُ ۙ قُلۡنَا احۡمِلۡ فِیۡہَا مِنۡ کُلٍّ زَوۡجَیۡنِ اثۡنَیۡنِ وَ اَہۡلَکَ اِلَّا مَنۡ سَبَقَ عَلَیۡہِ الۡقَوۡلُ وَ مَنۡ اٰمَنَ ؕ وَ مَاۤ  اٰمَنَ  مَعَہٗۤ   اِلَّا قَلِیۡلٌ ﴿﴾  وَ قَالَ ارۡکَبُوۡا فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَ‍‍جۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا ؕ اِنَّ رَبِّیۡ لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ  ﴿﴾ وَ ہِیَ تَجۡرِیۡ بِہِمۡ فِیۡ مَوۡجٍ کَالۡجِبَالِ ۟  وَ نَادٰی نُوۡحُۨ  ابۡنَہٗ وَ کَانَ فِیۡ  مَعۡزِلٍ یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ مَّعَنَا وَ لَا تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾  قَالَ سَاٰوِیۡۤ  اِلٰی جَبَلٍ یَّعۡصِمُنِیۡ  مِنَ الۡمَآءِ ؕ قَالَ لَا عَاصِمَ  الۡیَوۡمَ  مِنۡ  اَمۡرِ اللّٰہِ  اِلَّا مَنۡ رَّحِمَ ۚ وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ  فَکَانَ  مِنَ  الۡمُغۡرَقِیۡنَ  ﴿﴾ وَ قِیۡلَ یٰۤاَرۡضُ ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ الۡمَآءُ       وَ قُضِیَ الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ  وَ قِیۡلَ بُعۡدًا لِّلۡقَوۡمِ  الظّٰلِمِیۡنَ﴿﴾
Hingga apabila datang perintah Kami dan sumber mata air telah menyembur Kami berfirman:  Naikkanlah ke atas bahtera itu sepasang dari setiap jenis jantan dan betina, dan keluarga engkau, kecuali orang yang telah terdahulu ditetapkan keputusan  terhadapnya, dan mereka yang telah beriman. Dan sama sekali tidak ada yang beriman kepadanya kecuali sedikit jumlahnya. وَ قَالَ ارۡکَبُوۡا فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَ‍‍جۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا  --  Dan ia (Nuh)  berkata: “Naiklah ke atasnya, dengan nama Allah berlayarnya dan berlabuhnya,  اِنَّ رَبِّیۡ لَغَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ    -- sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Pengampun, Maha Penyayang.” وَ ہِیَ تَجۡرِیۡ بِہِمۡ فِیۡ مَوۡجٍ کَالۡجِبَالِ  --  Dan bahtera itu melaju dengan  membawa mereka di tengah ombak seperti gunung, وَ نَادٰی نُوۡحُۨ  ابۡنَہٗ وَ کَانَ فِیۡ  مَعۡزِلٍ یّٰـبُنَیَّ ارۡکَبۡ مَّعَنَا  -- dan Nuh berseru kepada anaknya  yang senantiasa berada di tempat terpisah: “Hai anakku, naiklah beserta kami وَ لَا تَکُنۡ مَّعَ الۡکٰفِرِیۡنَ  -- dan janganlah engkau termasuk orang-orang kafir.” قَالَ سَاٰوِیۡۤ  اِلٰی جَبَلٍ یَّعۡصِمُنِیۡ  مِنَ الۡمَآءِ  Ia menjawab: “Aku segera akan mencari sendiri perlindungan ke sebuah gunung yang akan menjagaku dari air itu.”  قَالَ لَا عَاصِمَ  الۡیَوۡمَ  مِنۡ  اَمۡرِ اللّٰہِ  اِلَّا مَنۡ رَّحِمَ --  Ia, Nuh berkata: “Tidak ada tempat berlindung pada hari ini bagi seorang pun dari perintah Allah, kecuali bagi orang yang Dia kasihani.” وَ حَالَ بَیۡنَہُمَا الۡمَوۡجُ  فَکَانَ  مِنَ  الۡمُغۡرَقِیۡنَ  --  Lalu ombak menjadi penghalang di antara keduanya  maka jadilah ia termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. وَ قِیۡلَ یٰۤاَرۡضُ ابۡلَعِیۡ مَآءَکِ وَ یٰسَمَآءُ اَقۡلِعِیۡ وَ غِیۡضَ الۡمَآء --   Dan difirmankan:  “Hai bumi, telanlah airmu, dan hai langit, hentikanlah hujan.” Maka air pun  surut وَ قُضِیَ الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ    --  dan perintah itu selesai,   dan bahtera itu pun berlabuh di atas Al-Judi.   وَ قِیۡلَ بُعۡدًا لِّلۡقَوۡمِ  الظّٰلِمِیۡنَ  -- dan dikatakan: “Kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim!”  (Hūd [11]:41-45).

 Bahtera” Nabi Nuh a.s.  Berlabuh di Tempat Tinggi &  Para Penentang Nabi Nuh a.s. Mati Dalam Kehinaan  dan Kerendahan

        Kata jabal yang dipakai sebagai nama jenis (dan bukan al-jabal) menunjukkan kepada kenyataan bahwa ada rangkaian gunung, yang pada salah sebuah di antaranya anak Nabi Nuh a.s.  mungkin telah mencari perlindungan. Pada hakikatnya daerah itu  mungkin suatu lembah dengan gunung-gunung menjulang di sekitarnya. Bahwa daerah demikian menjadi cepat tergenang air  karena hujan lebat bukan merupakan hal yang luar biasa.
         Pegunungan Al-Judi yang disinggung dalam ayat وَ قُضِیَ الۡاَمۡرُ وَ اسۡتَوَتۡ عَلَی الۡجُوۡدِیِّ    --  “dan perintah itu selesai,   dan bahtera itu pun berlabuh di atas Al-Judi   menurut  Yaqut-al-Hamwi, merupakan rangkaian gunung pada sebelah timur sungai Tigris (Dajlah) di provinsi Mosul (Mu’jam).
         Menurut  Sale “Al-Judi” adalah salah sebuah dari gunung-gunung yang di selatan memisahkan Armenia dari Mesopotamia dan dari bagian Assiria yang didiami oleh kaum Kurdi, yang darinya gunung itu memperoleh nama Kardu atau Gardu, tetapi orang-orang Yunani mengubahnya menjadi Gordyoei .... Riwayat yang menyatakan bahwa bahtera itu telah terdampar dan berada di gunung itu tentu sangat tua karena hal itu merupakan riwayat turun temurun  kaum Chaldea sendiri (Borosus, apud Yosef, Antiq.....).
          Reruntuhan bahtera itu dapat disaksikan di sana di zaman Epiphanius —  dan kepada kita diceritakan bahwa Kaisar Heraclius berangkat dari kota Tamanin ke gunung Al-Judi dan mengunjungi tempat bahtera itu. Di sana dahulu ada pula sebuah biara terkenal yang disebut “Biara Bahtera”. Di atas salah sebuah dari  pegunungan itu kaum Nestoria lazim merayakan hari raya di tempat  yang menurut anggapan mereka bahtera itu bersandar, tetapi pada tahun 776 M biara  itu hancur karena petir.” (Sale, hlm. 179-180)....
          “Judi adalah gugusan gunung tinggi di distrik Bohtan, kira-kira 5 mil di timurt-laut Jazirah Ibn ‘Umar pada posisi 37o30’ LU (Lintang Utara). Judi mendapat kemasyhuran itu dari sejarah Mesopotamia, yang disebut sebagai tempat di mana bahtera Nuh itu telah bersandar dan bukan gunung Ararat...Keterangan-keterangan dari Kitab-kitab suci yang lebih tua menetapkan gunung yang sekarang disebut Judi itu, atau menurut sumber-sumber Kristen, pegunungan Ordyene — sebagai tampat terdamparnya bahtera Nuh” (Encyclopaedia  Of Islam jld. I, hlm. 1059). Sejarah Babil pun menetapkan letaknya  gunung Al-Judi itu di Armenia (Jewish Encyclopaedia Pada “Ararat”) dan Bible mengakui bahwa Babil (Babylonia) adalah tempat keturunan Nabi Nuh a.s. pernah tinggal (Kejadian 11:9).
           Kembali kepada firman-Nya mengenai  pembuatan “bahtera” oleh Nabi Nuh a.s., pembangunan bahtera tersebut benar-benar bukan saja sesuai dengan petunjuk wahyu Allah Swt. juga  akan mendapat perlindungan  Allah Swt., sehingga bagaimana pun hebatnya gelombang serta badai yang akan menerpanya tidak mampu menenggelamkanbahtera” tersebut.
        Nabi Nuh a.s. serta orang-orang beriman yang beserta naik ke dalam “Bahtera   -- yang sebelumnya oleh kaumnya  dicemoohkan serta dianggap orang-orang bodoh   -- telah mendapat kehormatan dari Allah Swt. karena “bahtera” yang ditumpanginya berkabuh di   tempat  yang tinggi yakni di gunung Al-Judi.
        Sebaliknya, kaum Nabi Nuh a.s.  yang takabbur serta merasa bangga akan status sosial mereka  tetapi  hidup mereka diakhiri dengan cara yang sangat  hina, yakni  mati  berserakan terkubur dalam lumpur bekas banjir dahsyat tanpa ada yang menangisi  --  baik di langit mau pun di bumi  --  berikut firman-Nya mengenai Fir’aun dan para pembesarnya yang mati tenggelam di laut:
فَمَا بَکَتۡ عَلَیۡہِمُ السَّمَآءُ  وَ الۡاَرۡضُ وَ مَا کَانُوۡا مُنۡظَرِیۡنَ ﴿٪﴾
Maka sekali-kali tidak  menangisi mereka langit dan bumi, dan  mereka sekali-kali tidak pula   diberi tangguh  (Ad-Dukhān [44]:30).
  Mereka menjumpai nasib malang mereka dalam keaiban dan kehinaan, tidak diratapi, tanpa penghormatan dan tanpa sanjungan. Raja bernasib malang yang dalam kesombongannya menyebut dirinya "tuhan" itu (QS.79:22-27) tenggelam ke dalam laut   dengan mengucapkan kata-kata yang terkenangkan, "Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan selain Dia, Yang kepada-Nya Bani Israil beriman." (QS.10:91-93)

Bahtera Nuh” Akhir Zaman
     
   Ada pun yang sangat menakjubkan adalah, Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad a.s., telah menulis sebuah buku terkenal lainnya yang diberi judul Kisyti Nuh (Bahtera Nuh). Pada awal bukunya beliau mencantumkan wahyu Ilahi berupa pengulangan  beberapa  wahyu Al-Quran mengenai perintah pembuatan “bahtera” kepada Nabi Nuh a.s. dan  masalah pentingnya melakukan baiat kepada Nabi Besar Muhammad saw.:

بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Kisyti Nuh
(BAHTERA NUH)

Juduk Kedua 
Da’watul Iman
 (DAKWAH KEIMANAN)

Judul Ketiga
Taqwiyatul Iman
(PENGUKUH KEIMANAN)

 وَ اصۡنَعِ الۡفُلۡکَ بِاَعۡیُنِنَا وَ وَحۡیِنَا .... اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُبَایِعُوۡنَکَ  اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ اللّٰہَ ؕ یَدُ اللّٰہِ  فَوۡقَ  اَیۡدِیۡہِمۡ

Buatlah bahtera dengan pengawasan petunjuk wahyu Kami…. Barangsiapa yang baiat kepada engkau, sesungguhnya mereka baiat kepada Allah. Tangan Allah ada di atas tangan mereka.”
Ayat-ayat itu wahyu Ilahi dalam Quran Syarif yang turun kepadaku.
      Risalah ini merupakan seperti suntikan samawi yang dipersiapkan bagi Jemaatku berkaitan dengan wabah tha’un (pes).
مَا یَفۡعَلُ اللّٰہُ بِعَذَابِکُمۡ  اِنۡ شَکَرۡتُمۡ وَ اٰمَنۡتُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ شَاکِرًا عَلِیۡمًا
 Mengapa Allah akan menyiksa kamu jika kamu bersyukur dan beriman? Sesungguhnya Allah adalah Maha Mensyukuri, Maha Mengetahui” (QS. An-Nisā  [4]:148).

 ارۡکَبُوۡا فِیۡہَا بِسۡمِ اللّٰہِ مَ‍‍جۡؔرٖىہَا وَ مُرۡسٰىہَا ؕ .... لَا عَاصِمَ  الۡیَوۡمَ  مِنۡ  اَمۡرِ اللّٰہِ  اِلَّا مَنۡ رَّحِمَ   
Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allah di waktu berlayar dan berlabuhnya. Tiada yang dapat melindungi hari ini dari perintah Ilahi selain Allah Yang Maha Penyayang”.

                                                                                                       Qadian, 5 Oktober 1902

Selanjutnya beliau menulis dalam buku tersebut:

RISALAH BAHTERA NUH

Taqwiyatul Iman
(PENGUKUH KEIMANAN)
 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
 Nahmaduhu wa nushalli  ‘alā  Rasūlihil- karim wa ‘alā   Masihil mau’ud

SUNTIKAN THA’UN

قُلۡ لَّنۡ یُّصِیۡبَنَاۤ اِلَّا مَا کَتَبَ اللّٰہُ  لَنَا ۚ ہُوَ مَوۡلٰىنَا ۚ وَ عَلَی اللّٰہِ  فَلۡیَتَوَکَّلِ  الۡمُؤۡمِنُوۡنَ
“[Katakanlah]: Tidak akan pernah menimpa musibah kepada kami kecuali apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dia Pelindung kami dan hanya kepada Allah hendaknya orang-orang mukmin bertawakkal” (At Taubah, 51).
  
Patut bersyukur, bahwa karena rasa kasihan  kepada rakyatnya, dalam rangka usaha membasmi wabah tha’un (pes), pemerintah Inggris[1] telah merencanakan gerakan suntikan untuk kedua kalinya. Dan demi kesejahteraan umat Tuhan pemerintah  telah memikul sejumlah biaya yang meliputi beratus-ratus ribu rupees.
         Sesungguhnya tiap warganegara yang bijaksana berkewajiban untuk menyambut gerakan itu dengan  rasa terima kasih. Dan mereka yang berprasangka terhadap gerakan suntikan itu sungguh amat bodoh dan sebenarnya memusuhi dirinya sendiri. Sebab telah berkali-kali terbukti di dalam  pengalaman, bahwa pemerintah sangat berhati-hati, tidak mau melancarkan suatu cara pengobatan yang berbahaya, bahkan  pemerintah selamanya memperkenalkan suatu usaha yang terbukti benar-benar berfaedah, apabila sudah mengadakan banyak kali eksperimen di dalam usaha-usaha seperti itu.
         Adalah suatu sikap yang jauh dari kewajaran dan peri kemanusiaan jika orang mengadakan penilaian terhadap tindakan pemerintah -- yang dengan tulus ikhlas telah mengeluarkan  beratus-ratus ribu rupees untuk tujuan itu -- sebagai tindakan yang mempunyai latar-belakang tujuan tertentu untuk kepentingan sendiri. Alangkah malang nasib mereka yang mempunyai sangka-buruk sejauh itu.
      Sedikit pun tidak diragukan, bahwa sampai sekarang upaya setinggi-tingginya dan semaksimal-maksimalnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah di alam serba kebendaan ini ialah upaya kebendaan itulah, yakni melancarkan gerakan suntikan. Bagaimana pun tidak dapat orang ingkari, bahwa upaya itu terbukti bermanfaat. Oleh karena itu wajib bagi semua warganegara untuk memperhatikan sarana itu dan membantu  melepaskan beban pemerintah yang bermaksud hendak menyelamatkan   jiwa rakyat.

Semata-mata Mentaati Perintah Allah Ta’ala &
Kehebatan Daya Binasa Wabah Pes di Hindustan

     Akan tetapi  dengan segala hormat,  kami ingin mengatakan kepada pemerintah yang baik hati itu, bahwa seandainya tidak ada rintangan samawi (langit),[2] maka kamilah yang pertama-tama di antara semua warganegara yang akan minta disuntik. Rintangan samawi (langit) itu ialah karena Tuhan menghendaki untuk memperlihatkan suatu Tanda kasih-sayang dari langit di zaman ini kepada umat manusia. Oleh karena itu Dia berfirman kepadaku, bahwa Dia akan menyelamatkanku dari wabah  pes  beserta semua orang yang tinggal di dalam  dinding tembok   rumahku, yaitu orang-orang  yang melupakan diri dan menyatukan diri dengan diriku seraya patuh dan taat secara sempurna disertai ketakwaan yang setulus-tulusnya. Dan ini akan menjadi Tanda Ilahi di zaman mutakhir ini, yang dengannya Dia memperlihatkan perbedaan di antara suatu kaum  dengan kaum yang lain. 
       Akan tetapi  orang yang tidak mematuhi secara sempurna mereka itu bukan dariku,  mereka itu tidak usah dihiraukan. Demikianlah perintah Ilahi.  Oleh sebab itu, bagi diriku dan bagi semua orang yang tinggal di dalam  dinding tembok   rumahku tidak perlu suntikan, karena sebagaimana tadi telah aku  terangkan, Tuhan Yang memiliki langit dan bumi, semenjak dahulu telah menurunkan wahyu kepadaku, bahwa Dia akan menyelamatkan dari kematian karena wabah  pes,  setiap orang yang tinggal di dalam dinding tembok   rumahku.
       Tetapi dengan syarat, bahwa mereka melepaskan semua kehendak untuk melawan, lalu masuk ke dalam lingkungan orang-orang yang baiat dengan penuh keikhlasan, ketaatan, dan kerendahan diri. Lagi dengan syarat bahwa mereka dengan cara apa  pun tidak  bersikap takabbur, melawan, sombong, lalai, congkak, dan tinggi hati di hadapan perintah-perintah Ilahi dan Utusan-Nya (Rasul-Nya), dan akan bertingkah-laku sesuai dengan  ajaran-Nya.
     Tuhan berfirman kepadaku bahwa pada umumnya wabah  pes  yang menghancur-luluhkan itu – dan karenanya orang-orang akan mati terhampar bagaikan anjing, dan karena derita kesedihan dan kebingungan orang-orang menjadi gila --  tidak akan melanda  Qadian. Lagi pada umumnya semua orang dalam Jemaatku  – betapa pun banyak bilangannya – dibandingkan dengan orang-orang yang menentangku,   akan terpelihara dari wabah pes.
        Namun demikian,  wabah pes  dapat menjangkiti di antara mereka yang tidak menepati janji mereka dengan sepenuh-penuhnya, atau karena sebab lain yang tersembunyi tentang mereka, dan hanya Allah yang mengetahui. Akan tetapi pada akhirnya orang akan mengakui dengan pandangan takjub  bahwa -- secara relatif dan komparatif --  pertolongan Tuhan ada di samping golongan ini. Dan demikian rupa Dia telah menyelamatkan mereka itu dengan rahmat-Nya yang istimewa sehingga tidak ada tara bandingannya.
           Mengenai hal ini sebagian orang yang bodoh akan tercengang, dan sebagian lagi akan menertawakan, sedangkan sebagian lagi akan menyebutku orang gila. Sebagian lagi akan merasa heran bahwa apakah ada Tuhan serupa itu, Yang tanpa menggunakan sarana-sarana kebendaan pun dapat menurunkan  rahmat-Nya?

Keajaiban Kekuasaan Sempurna Allah Ta’ala  

      Jawabannya ialah,  tidak diragukan lagi bahwa Tuhan Yang Maha Kuasa serupa itu   ada. Seandainya Tuhan serupa itu tidak ada, maka orang-orang yang mempunyai ikatan silaturahmi (perhubungan khusus) dengan Dia pasti akan binasa di dalam kehidupan ini.  Wujud Yang Maha Kuasa  itu ajaib (menakjubkan), dan kekuasaan-kekuasaan-Nya yang qudus    pun ajaib pula. Pada satu pihak Dia membiarkan orang-orang yang menentang leluasa menggagahi teman-teman-Nya bagaikan terhadap anjing-anjing, sedang pada pihak lain Dia memperintahkan para malaikat untuk mengkhidmati  mereka itu (QS.2:31-36; QS.7:12; QS.21:104; QS.41:31-33).
       Demikian pula apabila kegusaran-Nya bangkit dan  bersimaharajalela di seluruh   dunia,  dan kemurkaan-Nya bergejolak terhadap orang-orang aniaya, maka mata-Nya memberikan perlindungan kepada orang-orang-Nya yang tertentu. Jika tidak demikian keadaan-Nya maka tugas orang-orang suci akan menjadi kacau-balau, dan tidak ada seorang pun yang dapat mengenal-Nya.
        Kekuasaan-kekuasaan-Nya tidak terbatas, akan tetapi kekuasaan-kekuasaan tersebut tampak kepada orang-orang menurut kadar keyakinan mereka masing-masing. Terhadap mereka yang dianugerahi keyakinan serta kecintaan, dan yang memutuskan segala hubungan kecuali dengan Dia, dan yang dijauhkan dari kebiasaan-kebiasaan memanjakan hawa-nafsu mereka, kekuasaan-kekuasaan tersebut nampak secara luar biasa.
     Tuhan berbuat apa yang Dia kehendaki. Akan tetapi kehendak untuk memperlihatkan kekuasaan-kekuasaan-Nya secara luar biasa itu, hanya bagi mereka yang mau merobek-robek kebiasaan-kebiasaan mereka demi mementingkan Dia. Pada zaman ini sangat sedikit orang-orang yang mengenal Dia dan percaya kepada kekuasaan-Nya yang ajaib itu. Kebalikannya, terdapat banyak orang yang sama sekali tidak percaya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Yang Suara-Nya didengar oleh segala sesuatu, Yang bagi-Nya tiada sesuatu yang mustahil.
        Hendaknya diingat, bahwa walaupun tidak berdosa berobat untuk melawan penyakit  pes  dan penyakit lainnya, bahkan tercantum dalam sebuah Hadits, bahwa tidak ada sesuatu penyakit pun melainkan bagi penyakit tersebut Tuhan telah menciptakan obatnya. Akan tetapi, aku menganggap diriku  berdosa jika aku meragukan Tanda Tuhan  -- apabila melakukan suntikan -- yang Dia ingin tampakkan kepada kita dengan sejelas-jelasnya di atas  muka bumi ini.
        Aku tidak ingin mencemari kehormatan Tanda-tanda-Nya yang benar dan janji-Nya yang benar dengan mengambil  faedah dari suntikan. Jika aku berbuat demikian niscaya aku  patut dituntut karena dosa itu, sebab aku  tidak mempercayai janji Tuhan yang telah diberikan kepadaku. Dan seandainya demikian maka semestinya aku berterimakasih kepada sang dokter  yang telah menemukan serum suntikan ini, dan bukan bersyukur kepada Tuhan Yang telah berjanji kepadaku, bahwa tiap-tiap  orang yang tinggal di dalam rumahku  akan diselamatkan oleh Dia.”
        Ketika wabah tha’un (pes) tersebut merebak di wilayah Hindustan sesuai nubuatan Al-Masih Mau’ud a.s.,     telah memakan korban ratusan ribu orang dari berbagai golongan manusia dan umat beragama, sedang  orang-orang yang beriman kepada Al-Masih Mau’ud a.s.    – yakni para anggota Jemaat Muslim Ahmadiyah  -- sangat sedikit yang terkena wabah tha’un (pes) tersebut, sesuai janji pemeliharaan dari Allah Swt. kepada beliau melalui  wahyu:
Inny uhāfizhu kulla  man fid-dār”  
“Aku akan memelihara setiap orang yang berada di dalam rumah engkau” 
yakni “rumah ruhani” beliau yang merupakan “Bahtera Nuh” di Akhir Zaman ini.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 18  April   2015




[1] Pada waktu  risalah ini ditulis India masih dijajah  oleh Inggris (Pent.)
[2]  Samawi (langit)  dalam makna  kiasan mengisyaratkan hal-hal yang berhubungan dengan masalah  Ketuhanan  atau masalah keruhanian,   bukan berarti bahwa Allah Ta’ala berada di  langit (Pent.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar