Minggu, 05 April 2015

Pentingnya Melakukan Bai'at Kepada Rasul Allah yang Dijanjikan & Persamaan Derajat Perempuan Dengan Laki-laki Dalam Islam Kecuali Meraih Derajat Kenabian





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 20

     Pentingnya Melakukan Bai’at Kepada Rasul Allah yang Dijanjikan   &  Persamaan Derajat Perempuan   dengan Laki-laki Dalam Islam Kecuali   Meraih  Derajat  Kenabian
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai  larangan melakukan pernikahan dengan “perempuan-perempuan musyrik” yang  erat hubungannya dengan masalah peperangan, sebab selama berlangsung peperanganlah orang-orang beriman  --  karena meninggalkan rumah selama waktu yang cukup panjang  -- mungkin akan tergoda dan ingin menikah dengan perempuan-perempuan serupa itu. Hal itu jelas dilarang oleh Al-Quran, seperti juga dilarang menikahkan perempuan-perempuan beriman  kepada pria musyrik, firman-Nya:
وَ لَا تَنۡکِحُوا الۡمُشۡرِکٰتِ حَتّٰی یُؤۡمِنَّ ؕ وَ لَاَمَۃٌ مُّؤۡمِنَۃٌ  خَیۡرٌ مِّنۡ مُّشۡرِکَۃٍ  وَّ لَوۡ اَعۡجَبَتۡکُمۡ ۚ وَ لَا تُنۡکِحُوا الۡمُشۡرِکِیۡنَ حَتّٰی یُؤۡمِنُوۡا ؕ وَ لَعَبۡدٌ مُّؤۡمِنٌ خَیۡرٌ مِّنۡ مُّشۡرِکٍ وَّ لَوۡ اَعۡجَبَکُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ یَدۡعُوۡنَ  اِلَی النَّارِ ۚۖ وَ اللّٰہُ  یَدۡعُوۡۤا اِلَی الۡجَنَّۃِ وَ الۡمَغۡفِرَۃِ  بِاِذۡنِہٖ ۚ وَ یُبَیِّنُ  اٰیٰتِہٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ  یَتَذَکَّرُوۡنَ ﴿﴾٪
Dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan musyrik hingga mereka terlebih  dulu beriman, dan niscaya  hamba-sahaya perempuan yang beriman itu lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia mempesona hati kamu. Dan janganlah kamu menikahkan perempuan yang beriman dengan laki-laki musyrik hingga mereka terlebih dulu  beriman, dan niscaya  hamba-sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik, meskipun ia mempesona hati kamu. اُولٰٓئِکَ یَدۡعُوۡنَ  اِلَی النَّارِ --   Mereka mengajak ke dalam Api,  وَ اللّٰہُ  یَدۡعُوۡۤا اِلَی الۡجَنَّۃِ وَ الۡمَغۡفِرَۃِ  بِاِذۡنِہٖ  -- sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya.   وَ یُبَیِّنُ  اٰیٰتِہٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّہُمۡ  یَتَذَکَّرُوۡنَ --  dan Dia menjelaskan Tanda-tanda-Nya kepada manusia supaya mereka  mendapat nasihat. (Al-Baqarah [22]:222).

Hubungan Suami-istri Lebih Dekat Daripada Hubungan Persahabatan Lainnya

     Sehubungan pentingnya masalah pernikahan berdasarkan kesamaan iman (keimanan)  dalam rangka penciptaan “langit baru dan bumi baru  ruhani  (QS.14:49) –  selanjutnya Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا  النَّبِیُّ  اِذَا جَآءَکَ  الۡمُؤۡمِنٰتُ یُبَایِعۡنَکَ عَلٰۤی  اَنۡ  لَّا یُشۡرِکۡنَ بِاللّٰہِ شَیۡئًا وَّ لَا یَسۡرِقۡنَ وَ لَا یَزۡنِیۡنَ وَ لَا یَقۡتُلۡنَ اَوۡلَادَہُنَّ وَ  لَا یَاۡتِیۡنَ  بِبُہۡتَانٍ یَّفۡتَرِیۡنَہٗ بَیۡنَ  اَیۡدِیۡہِنَّ وَ اَرۡجُلِہِنَّ وَ لَا یَعۡصِیۡنَکَ فِیۡ  مَعۡرُوۡفٍ فَبَایِعۡہُنَّ وَ اسۡتَغۡفِرۡ لَہُنَّ اللّٰہَ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ﴿﴾
Hai Nabi, jika datang kepada  engkau perempuan-perempuan beriman  hendak bai’at kepada engkau bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, mereka tidak akan mencuri, mereka tidak akan berzina, mereka tidak akan membunuh anak-anak mereka, mereka tidak akan melemparkan suatu tuduhan yang sengaja dibuat-buat antara tangan dan kaki mereka, dan mereka tidak akan mendurhakai engkau dalam hal-hal kebaikan, maka terimalah bai’at mereka dan mintalah ampunan Allah bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al-Mumtahinah [60]:13).
       Kedekatan hubungan suami-istri melampaui kedekatan hubungan persahabatan lainnya, karena  dari pasangan suami-istri tersebut akan lahir generasi penerus  yang diharapkan memiliki  ketakwaan yang sama –   bahkan lebih baik – daripada ketakwaan kedua orang-tua mereka (QS.25:75). Itulah sebabnya selanjutnya Allah Swt. berfirman:
یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا لَا تَتَوَلَّوۡا قَوۡمًا غَضِبَ اللّٰہُ  عَلَیۡہِمۡ  قَدۡ یَئِسُوۡا مِنَ الۡاٰخِرَۃِ کَمَا یَئِسَ الۡکُفَّارُ  مِنۡ اَصۡحٰبِ  الۡقُبُوۡرِ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan sebagai sahabat kaum yang  Allah  murka atas mereka, sesungguhnya mereka telah berputus-asa mengenai akhirat sebagaimana orang-orang kafir telah berputus-asa mengenai orang-orang yang ada di dalam kubur. (Al-Mumtahinah [60]:14).
     Kata-kata sesungguhnya mereka telah berputus asa mengenai alam ukhrawi, berarti bahwa mereka tidak beriman kepada alam ukhrawi seperti halnya mereka tidak percaya bahwa orang mati akan dibangkitkan kembali. Kata “mereka” dapat secara khusus dikenakan kepada orang-orang Yahudi karena ungkapan  yang Allah telah murka atas mereka”, telah dipakai mengenai orang-orang Yahudi dalam beberapa ayat Al-Quran (QS.2:66; QS.7:167-168; QS.5:14, 61, 65, 79-80). Mengisyaratkan kepada golongan Ahli Kitab itu pulalah makna maghdhub  (orang yang dimurkai) dan dhāllīn (sesat) dalam Surah Al-Fatihah ayat 7.

Pentingnya Melakukan Bai’at Kepada Rasul Allah yang Dijanjikan & Doa Pasangan Suami-istri yang Bertakwa

   Sehubungan dengan masalah pentingnya  orang-orang beriman melakukan bai’at (sumpah-setia) kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan, Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar  Muhammad saw.:  
 اِنَّ  الَّذِیۡنَ یُبَایِعُوۡنَکَ  اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ اللّٰہَ ؕ یَدُ اللّٰہِ  فَوۡقَ  اَیۡدِیۡہِمۡ ۚ فَمَنۡ  نَّکَثَ فَاِنَّمَا یَنۡکُثُ عَلٰی نَفۡسِہٖ ۚ وَ مَنۡ  اَوۡفٰی بِمَا عٰہَدَ عَلَیۡہُ اللّٰہَ  فَسَیُؤۡتِیۡہِ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿٪﴾
Sesungguhnya orang-orang yang baiat kepada engkau  اِنَّمَا یُبَایِعُوۡنَ اللّٰہَ --  sebenarnya mereka baiat kepada  Allah. یَدُ اللّٰہِ  فَوۡقَ  اَیۡدِیۡہِمۡ   --  Tangan Allah ada di atas tangan mereka,  فَمَنۡ  نَّکَثَ فَاِنَّمَا یَنۡکُثُ عَلٰی نَفۡسِہ --  maka barangsiapa melanggar janjinya maka ia melanggar janji atas  dirinya sendiri,  وَ مَنۡ  اَوۡفٰی بِمَا عٰہَدَ عَلَیۡہُ اللّٰہَ  فَسَیُؤۡتِیۡہِ  اَجۡرًا عَظِیۡمًا  -- dan barangsiapa memenuhi apa yang telah  dia  janjikan kepada Allah maka Dia segera akan memberinya ganjaran yang besar. (Al-Fath [48]:11).
       Allah Swt. menghendaki, bahwa penikahan dalam Islam yang atas dasar persamaan dalam keimanan  (QS.2:222)   agar   pasangan suami-istri tersebut melahirkan generasi penerus  yang bertakwa, sebagaimana doa yang diajarkan Allah Swt.  berikut ini, firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَا ہَبۡ لَنَا مِنۡ اَزۡوَاجِنَا وَ ذُرِّیّٰتِنَا قُرَّۃَ اَعۡیُنٍ وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا ﴿﴾
Dan orang-orang yang mengatakan: “Ya Rabb (Tuhan) kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami menjadi penyejuk mata kami, وَّ اجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِیۡنَ اِمَامًا  -- dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-Furqān [25]:75).
        Doa  pasangan suami-istri tersebut, insya Allah, akan dikabulkan Allah Swt. jika kedua pasangan suami tersebut sejak awal berusaha  membusanai dirinya dengan “pakaian takwa” (QS.7:27), karena menurut Allah Swt. fungsi pernikahan atas dasar  persamaan iman (QS.222) akan membuat pasangan suami-istri tersebut  secara timbal-balik  akan menjadi “busana yang baik” bagi pasangannya, firman-Nya:  اُحِلَّ لَکُمۡ لَیۡلَۃَ الصِّیَامِ الرَّفَثُ اِلٰی نِسَآئِکُمۡ ؕ ہُنَّ لِبَاسٌ لَّکُمۡ وَ اَنۡتُمۡ لِبَاسٌ لَّہُنَّ   -- “dihalalkan bagi kamu bercampur dengan istri-sitri kamu waktu malam dalam bulan puasa, mereka bagaikan pakaian bagi kamu dan kamu bagaikan pakaian bagi mereka…” (Al-Baqarah [2]:188).

Persamaan Derajat Antara  Perempuan dengan Laki-laki

        Itulah sebabnya Allah Swt.  menghendaki bahwa pasangan suami-istri  melalui pernikahan yang atas dasar persamaan iman (keimanan) tersebut  ketakwaan keduanya secara bertahap mengalami perkembangan akhlak dan  ruhani   yang terus semakin sempurna sebagaimana firman-Nya berikut ini: 
اِنَّ  الۡمُسۡلِمِیۡنَ وَ الۡمُسۡلِمٰتِ وَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ الۡمُؤۡمِنٰتِ وَ الۡقٰنِتِیۡنَ وَ الۡقٰنِتٰتِ وَ الصّٰدِقِیۡنَ وَ الصّٰدِقٰتِ وَ الصّٰبِرِیۡنَ وَ الصّٰبِرٰتِ وَ الۡخٰشِعِیۡنَ وَ الۡخٰشِعٰتِ وَ الۡمُتَصَدِّقِیۡنَ وَ الۡمُتَصَدِّقٰتِ وَ الصَّآئِمِیۡنَ وَ الصّٰٓئِمٰتِ وَ الۡحٰفِظِیۡنَ فُرُوۡجَہُمۡ وَ الۡحٰفِظٰتِ وَ الذّٰکِرِیۡنَ اللّٰہَ کَثِیۡرًا وَّ الذّٰکِرٰتِ ۙ اَعَدَّ  اللّٰہُ   لَہُمۡ  مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا  عَظِیۡمًا  ﴿﴾
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang berserah diri, laki-laki  dan perempuan yang beriman,  laki-laki  dan perempuan  yang patuh,  laki-laki  dan perempuan yang benar,  laki-laki  dan perempuan yang sabar,   laki-laki  dan perempuan yang merendahkan diri, laki-laki  dan  perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah,  laki-laki  dan perempuan yang berpuasa,  laki-laki  dan perempuan yang memelihara   kesucian mereka,  laki-laki  dan perempuan yang banyak mengingat Dia, Allah telah menyediakan bagi  mereka itu ampunan dan ganjaran yang besar. (Al-Ahzāb [33]:36).
           Ayat ini mengandung sangkalan yang paling jitu terhadap tuduhan, bahwa Islam memberi kedudukan yang rendah terhadap kaum perempuan. Menurut Al-Quran, kaum perempuan berdiri sejajar dengan kaum laki-laki dan mereka dapat mencapai ketinggian-ketinggian ruhani yang dapat dicapai kaum laki-laki – kecuali menjadi  nabi  -- serta menikmati semua hak politik dan sosial yang dinikmati kaum laki-laki.
          Hanya saja karena lapangan kegiatan mereka (kaum perempuan) berbeda maka kewajiban-kewajiban mereka pun  lain. Perbedaan dalam tugas kedua golongan jenis kelamin yang berbeda inilah yang dengan keliru, atau mungkin dengan sengaja  telah disalahartikan oleh pengecam-pengecam Non-Muslim yang tidak bersahabat terhadap Islam, seolah-olah memberikan kedudukan lebih rendah kepada kaum perempuan dibandingkan dengan kaum laki-laki.
         Mengenai pentingnya masalah pernikahan atas dasar persamaan iman tersebut  (QS.2:222) selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا﴿﴾
Dan sekali-kali tidak layak bagi laki-laki  yang beriman  dan tidak pula perempuan yang beriman,  apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan sesuatu urusan bahwa mereka menjadikan pilihan sendiri dalam urusan dirinya.   وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا --   Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh  ia telah sesat  suatu kesesatan yang nyata. (Al-Ahzāb [33]:37).

Istri-istri Durhaka Nabi Nuh  a.s. dan Nabi Luth a.s. Sebagai Misal  Para Penentang Rasul Allah

         Allah Swt. telah mengemukakan contoh mengenai akibat buruk dari pernikahan yang tidak didasari oleh kesamaan dalam iman (keimanan)  yaitu  mengenai rumahtangga  Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s., sehingga Allah Swt. telah menjadikan kedua istri durhaka Rasul Allah tersebut  sebagai misal (perumpamaan) orang-orang kafir, firman-Nya:
ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  کَفَرُوا امۡرَاَتَ  نُوۡحٍ وَّ امۡرَاَتَ  لُوۡطٍ ؕ کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ   فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ ﴿﴾  وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ ۘ اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ ﴿٪﴾
Allah mengemukakan istri Nuh  dan istri Luth sebagai misal bagi orang-orang kafir.  کَانَتَا تَحۡتَ عَبۡدَیۡنِ مِنۡ عِبَادِنَا صَالِحَیۡنِ  -- Keduanya di bawah dua hamba dari hamba-hamba Kami yang saleh,  فَخَانَتٰہُمَا فَلَمۡ یُغۡنِیَا عَنۡہُمَا مِنَ اللّٰہِ شَیۡئًا  -- tetapi keduanya berbuat khianat kepada kedua suami mereka, maka mereka berdua sedikit pun tidak dapat membela kedua istri mereka itu di hadapan Allah, وَّ قِیۡلَ ادۡخُلَا  النَّارَ مَعَ الدّٰخِلِیۡنَ  --  dan dikatakan kepada mereka: Masuklah kamu berdua ke dalam Api beserta orang-orang yang masuk.”  وَ ضَرَبَ اللّٰہُ  مَثَلًا  لِّلَّذِیۡنَ  اٰمَنُوا امۡرَاَتَ  فِرۡعَوۡنَ   -- Dan Allah mengemukakan istri Fir’aun sebagai  misal bagi orang-orang beriman,   اِذۡ  قَالَتۡ رَبِّ ابۡنِ  لِیۡ عِنۡدَکَ  بَیۡتًا فِی الۡجَنَّۃِ --   ketika ia berkata: “Hai  Rabb (Tuhan), buatkanlah bagiku di sisi Engkau sebuah rumah di surga,  وَ نَجِّنِیۡ  مِنۡ فِرۡعَوۡنَ  وَ عَمَلِہٖ وَ نَجِّنِیۡ  مِنَ الۡقَوۡمِ الظّٰلِمِیۡنَ -- dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim,    وَ مَرۡیَمَ  ابۡنَتَ عِمۡرٰنَ  الَّتِیۡۤ  اَحۡصَنَتۡ فَرۡجَہَا    -- dan juga mengemukakan misal Maryam putri ‘Imran,  yang telah memelihara kesuciannya,  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ -- maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia menggenapi firman Rabb-nya ( Tuhan-nya) dan Kitab-kitab-Nya, وَ کَانَتۡ مِنَ  الۡقٰنِتِیۡنَ    -- dan ia termasuk orang-orang yang patuh. (At-Tahrīm [66]:11-13).
      Makna  orang-orang kafir diumpamakan seperti istri durhaka Nabi Nuh a.s.  dan istri  durhaka Nabi Luth a.s. adalah:
     (1) pada hakikatnya kedudukan Rasul Allah bagi kaumnya merupakan “suami ruhani” bagi mereka, tetapi karena  kaum-kaum para Rasul Allah   berlaku durhaka kepada “suami ruhani” mereka yang sangat suci tersebut, maka Allah Swt. telah menjadikan istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. sebagai misal (perumpamaman) mereka, sehingga  akibat kedurhakaan atau pengkhianatan kepada Rasul Allah  tersebut  --  baik istri-istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. mau pun kaum-kaum yang melakukan penentangan kepada Rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan mereka  --  bernasib sama  yakni  mereka menjadi penghuni neraka jahannam.
       (2) Misal (perumpamaan)  tersebut  untuk menunjukkan bahwa persahabatan dengan orang bertakwa  -- bahkan dengan Rasul Allah   sekalipun -- tidak berfaedah bagi orang-orang  yang mempunyai kecenderungan buruk menolak kebenaran, seperti yang dilakukan oleh kedua istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.
        Demikian juga keberadaan Nabi Besar Muhammad saw. yang bergelar Khātaman- Nabiyyīn (QS.33:41)  selama 13 tahun  berada di Mekkah,  tetapi Abu Jahal dan kaum Quraisy Mekkah tidak berusaha memperoleh manfaat dari  suri teladan  terbaik yang diperagakan  beliau saw.  (QS.33:22).
         Berbeda dengan kedua istri durhaka Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s.,  istri Fir’aun justru ia telah beriman kepada Nabi Musa a.s. dan Nabi Harun a.s. yang diutus kepada Fir’aun dan kaumnya, akibatnya ia memperoleh perlakuan zalim dari suaminya (Fir’aun) yang kafir, namun ia tetap mempertahankan keimanannya  karena menginginkan “rumah” di sisi Allah Swt. dalam  di surga, sekali pun selama itu ia tinggal di  dalam istana  Fir’aun yang megah.
        Atau misal istri Fir’aun tersebut menggambarkan keadaan orang-orang beriman, yang meskipun berkeinginan dan berdoa terus-menerus agar bebas dari dosa, tidak sepenuhnya dapat melepaskan diri dari pengaruh buruk keadaan nafs-al-Ammarah (QS.12:52)  --  yang dilukiskan dalam wujud Fir’aun  yang zalim -- dan setelah sampai kepada tingkat “jiwa yang menyesali diri sendiri” (nafs-al-Lawwamah  - QS.76:3), mereka  kadang-kadang gagal dan kadang-kadang tergelincir ke dalam dosa karena kelemahannya.

Hakikat Perumpamaan Siti Maryam a.s. dan Kelahiran Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. Tanpa Ayah  & Empat Martabat Ruhani

   Ada pun misal Siti Maryam, ibunda Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. melambangkan hamba-hamba Allah yang bertakwa, yang karena telah menutup segala jalan dosa  karena telah berhasil melampaui  keadaan nafs-al-Ammarah dan nafs-al-Lawwamah -- dan karena telah berdamai dengan Allah Swt.   – yakni meraih keadaan nafs-al-Muthmainnah (jiwa yang tentram – QS.89:28-31) mereka dikaruniai ilham Ilahi.
   Kata pengganti (nya) dalam fīhī  (ke dalamnya) dalam ayat  فَنَفَخۡنَا فِیۡہِ  مِنۡ  رُّوۡحِنَا وَ صَدَّقَتۡ بِکَلِمٰتِ رَبِّہَا وَ کُتُبِہٖ -- “maka Kami meniupkan ke dalamnya Ruh Kami, dan ia menggenapi firman Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Kitab-kitab-Nya” menunjuk kepada orang-orang beriman dan bertakwa yang bernasib baik serupa itu. Atau, kata pengganti   itu dapat pula menggantikan kata farj, yang secara harfiah berarti celah atau sela, artinya lubang yang dengan melaluinya dosa dapat masuk,  baik berupa  lubang kemaluan  mau pun lubang-lubang panca indera.
   Penggunaan kata qānitīn  sebutan  untuk laki-laki, padahal yang diceritakan  dalam ayat tersebut adalah perempuan  -- yakni  Siti Maryam  ibunda Nabi Isa a.s.  yang seharusnya digunakan  kata qānitāt  (perempuan-perempuan yang patuh-taat – QS.33:36) – mengisyaratkan,  bahwa sebelum derajat keruhanian yang dicapai orang-orang  yang beriman dan bertakwa sampai dengan misal Maryam binti ‘Imran di sisi Allah Swt. adalah dalam status perempuan yakni berderajat shidiq  atau  shidiqah, tetapi ketika terjadi kehamilan dan kelahiran ruhani  akibat peniupan “ruh” (wahyu) dari Allah Swt., maka kedudukan ruhani  hamba-hamba Allah tersebut bukan lagi sebagai “perempuan” (shiddiqāt/qānitāt) melainkan sebagai “laki-laki”,   sebagaimana   Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. yang dilahirkan oleh Siti Maryam a.s..  dan memperoleh martabat nabi Allah, derajat ruhani yang lebih tinggi dari derajat shidiqīn/shadiqāt ibunya (QS.4:70-71).
   Sejak diutusnya Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Khātaman Nabiyyīn (QS.33:41) dan diwahyukan-Nya agama Islam (Al-Quran) sebagai agama terakhir dan tersempurna (QS.5:4), satu-satunya cara (jalan) untuk dapat meraih nikmat  keruhanian  mulai dari martabat shalihin sampai dengan  martabat nabiyyin  harus sepenuhnya  mentaati Nabi Besar Muhammad saw. (QS.3:32; QS.4:70-71), berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
قُلۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ تُحِبُّوۡنَ اللّٰہَ فَاتَّبِعُوۡنِیۡ یُحۡبِبۡکُمُ اللّٰہُ وَ یَغۡفِرۡ لَکُمۡ ذُنُوۡبَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ﴿﴾
Katakanlah:  Jika kamu benar-benar mencintai Allah maka ikutilah  aku,  Allah pun akan mencintai kamu dan akan mengampuni dosa-dosa kamu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Âli ‘Imran [3]:32).
       Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa  sejak diutusnya Nabi Besar Muhammad saw. tujuan memperoleh kecintaan Ilahi    tidak mungkin terlaksana kecuali dengan mengikuti beliau saw.. Selanjutnya ayat ini melenyapkan kesalahpahaman yang mungkin dapat timbul dari QS.2:63 bahwa iman kepada adanya Tuhan dan alam akhirat saja sudah cukup untuk memperoleh najat (keselamatan).
          Ada pun hasil dari ketaatan kepada Allah Swt. dan Nabi Besar Muhammad saw. tersebut Allah Swt. berfirman mengenai martabat-martabat ruhani orang-orang yang mendapat kecintaan-Nya dan pengampunan-Nya tersebut:
وَ مَنۡ یُّطِعِ اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓئِکَ مَعَ الَّذِیۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا ﴿ؕ﴾  ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Dan  barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul ini maka mereka akan termasuk di antara  orang-orang  yang Allah memberi nikmat kepada mereka yakni:  مِّنَ النَّبِیّٖنَ وَ الصِّدِّیۡقِیۡنَ وَ الشُّہَدَآءِ وَ الصّٰلِحِیۡنَ ۚ  -- nabi-nabi, shiddiq-shiddiq, syahid-syahid, dan orang-orang shalih,  وَ حَسُنَ اُولٰٓئِکَ رَفِیۡقًا  -- dan mereka  itulah sahabat yang sejati. ذٰلِکَ الۡفَضۡلُ مِنَ اللّٰہِ ؕ وَ کَفٰی بِاللّٰہِ عَلِیۡمًا  --  Itulah karunia dari Allah,  dan cukuplah Allāh Yang Maha Mengetahui. (An-Nisa [4]:70-71).
          Ayat ini sangat penting sebab ia menerangkan semua jalur kemajuan ruhani yang terbuka bagi kaum Muslimin. Keempat martabat keruhanian  nabi, para shiddiq,  syuhada dan   shalih  ) —  semuanya dapat dicapai hanya dengan jalan mengikuti Nabi Besar Muhammad saw..  
          Hal ini merupakan kehormatan khusus bagi  beliau saw.   semata. Tidak ada nabi lain menyamai beliau saw. dalam perolehan nikmat ini. Kesimpulan itu lebih lanjut ditunjang oleh ayat yang membicarakan nabi-nabi secara umum dan mengatakan: “Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan para rasul-Nya, mereka adalah orang-orang shiddiq dan saksi-saksi di sisi Rabb (Tuhan) mereka” (QS.57: 20).
         Apabila kedua ayat ini dibaca bersama-sama maka kedua ayat itu berarti bahwa, kalau para pengikut nabi-nabi lainnya dapat mencapai martabat shiddiq, syahid, dan shalih dan tidak lebih tinggi dari itu, tetapi pengikut hakiki Nabi Besar Muhammad saw.   dapat naik ke martabat nabi juga, yakni nabi ummati.
        Kitab “Bahr-ul-Muhit” (jilid III, hlm. 287) menukil Al-Raghib yang mengatakan: “Tuhan telah membagi orang-orang beriman  dalam empat golongan dalam ayat ini, dan telah menetapkan bagi mereka empat tingkatan, sebagian di antaranya lebih rendah dari yang lain, dan Dia telah mendorong orang-orang beriman sejati agar jangan tertinggal dari keempat tingkatan ini.” Dan membubuhkan bahwa: “Kenabian itu ada dua macam: umum dan khusus. Kenabian khusus, yakni kenabian yang membawa syariat, sekarang tidak dapat dicapai lagi; tetapi kenabian yang umum masih tetap dapat dicapai.”
                Demikianlah penjelasan  hakikat  misal  (perumpamaan) Maryam binti ‘Imran yang  berkat “peniupan Ruh” dari Allah Swt.  yakni  wahyu Ilahi  -- kemudian melahirkan Isa Ibnu Maryam a.s. yang berpangkat nabi, derajat ruhani  yang lebih tinggi daripada  derajat shidiq atau shidiqah   yang Maryam binti Imran atau ibu Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. berada pada martabat ruhani  tersebut.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 6 April   2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar