Selasa, 14 Juli 2015

Pengulangan Kecurangan Kaum Midian (Madyan) di Akhir Zaman Berupa Pengurangan "Timbangan" dan "Sukatan" (Takaran) serta Dampak Buruknya yang Sangat Luas & Pembangunan "Mesjid Dhirat" di Akhir Zaman



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 100   

Pengulangan Kecurangan   Kaum Midian (Madyan) di Akhir Zaman Berupa  Pengurangan Timbangan dan Sukatan (Takaran)  Serta Dampak Buruknya yang Sangat Luas & Pembangunan “Mesjid Dhirat” di Akhir Zaman
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai tempat tinggal Nabi Adam a.s. dan istrinya atau kaumnya  yang disebut “jannah” (kebun):
وَ اِذۡ  قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا   اِلَّاۤ   اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی ﴿﴾  فَقُلۡنَا یٰۤـاٰدَمُ  اِنَّ  ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ لِزَوۡجِکَ فَلَا یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی  ﴿﴾ اِنَّ  لَکَ  اَلَّا  تَجُوۡعَ  فِیۡہَا وَ لَا  تَعۡرٰی ﴿﴾ۙ  وَ اَنَّکَ لَا  تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی ﴿﴾
Dan ingatlah  ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah yakni tunduk patuhlah kamu kepada Adam," maka mereka  sujud kecuali iblis, ia menolak. Lalu Kami berfirman: "Hai Adam,  sesungguhnya orang ini adalah musuh bagi engkau dan bagi istri engkau, maka  ia jangan  sampai  mengeluarkan kamu berdua dari kebun  maka kamu menderita kesulitan. اِنَّ  لَکَ  اَلَّا  تَجُوۡعَ  فِیۡہَا وَ لَا  تَعۡرٰی  --   Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalam­nya  dan tidak pula engkau akan telanjang, وَ اَنَّکَ لَا  تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی -- dan sesungguhnya engkau tidak akan kehausan di dalamnya dan tidak pula akan disengat panas matahari (Thā Hā [20]:117-120).
  Dua ayat (119-120) ini mengisyaratkan kepada kenyataan bahwa penyediaan pangan, sandang, dan papan (perumahan) bagi rakyat — yang merupakan sarana-sarana keperluan hidup yang pokok — merupakan tugas utama bagi suatu pemerintah beradab, dan bahwa suatu masyarakat  baru dapat dikatakan masyarakat beradab, bila semua warga masyarakat itu dicukupi keperluan-keperluan tersebut di atas.
  Mengapa demikian? Sebab umat manusia akan terus menderita dari pergolakan-pergolakan sosial dan warna akhlak masyarakat umat manusia tidak akan mengalami perbaikan hakiki, selama kepincangan yang parah di bidang ekonomi — yaitu sebagian lapisan masyarakat berkecimpung dalam kekayaan, sedang sebagian lainnya mati kelaparan — tidak dihilangkan.
  Nabi Adam a.s. diberitahukan dalam ayat-ayat tersebut, bahwa beliau akan tinggal di sebuah tempat (wilayah) di mana kesenangan dan keperluan hidup akan tersedia dengan secukupnya bagi semua penduduknya,  sebab wilayah tersebut secara alami memiliki SDA (sumber daya alam) yang melimpah-ruah, yang dalam Al-Quran digambarkan sebagai “jannah” (kebun) yang di bawahnya atau di dalamnya mengalir sungai, sehingga kesuburan wilayah tersebut dapat bertahan,  karena itu Allah Swt. telah menjadikan sebagaidan  dijadikan perumpamaan  surga, firman-Nya:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا --  akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci, dan mereka akan kekal di dalamnya  (Al-Baqarah [2]:26).

Berbagai Perbuatan Buruk Kaum Midian (Madyan)

          Dalam Bab sebelumnya pun telah dijelaskan pula  kecurangan dalam  bidang ekonomi yang dilakukan oleh kaum Nabi Syu’aib a.s. yaitu kaum Midian (Madyan) berupa pengurangan  timbangan dan sukatan (takaran), berikut firman-Nya mengenai hal tersebut:
وَ اِلٰی مَدۡیَنَ اَخَاہُمۡ شُعَیۡبًا ؕ قَالَ یٰقَوۡمِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ مَا  لَکُمۡ مِّنۡ  اِلٰہٍ غَیۡرُہٗ ؕ قَدۡ جَآءَتۡکُمۡ بَیِّنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ فَاَوۡفُوا الۡکَیۡلَ وَ الۡمِیۡزَانَ وَ لَا تَبۡخَسُوا النَّاسَ اَشۡیَآءَہُمۡ وَ لَا تُفۡسِدُوۡا فِی الۡاَرۡضِ بَعۡدَ  اِصۡلَاحِہَا ؕ ذٰلِکُمۡ خَیۡرٌ لَّکُمۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿ۚ﴾  وَ لَا تَقۡعُدُوۡا بِکُلِّ صِرَاطٍ تُوۡعِدُوۡنَ وَ تَصُدُّوۡنَ عَنۡ  سَبِیۡلِ اللّٰہِ  مَنۡ  اٰمَنَ بِہٖ وَ تَبۡغُوۡنَہَا عِوَجًا ۚ وَ اذۡکُرُوۡۤا اِذۡ کُنۡتُمۡ قَلِیۡلًا فَکَثَّرَکُمۡ ۪ وَ انۡظُرُوۡا کَیۡفَ  کَانَ عَاقِبَۃُ  الۡمُفۡسِدِیۡنَ ﴿﴾
Dan Kami utus pula kepada Madyan saudara mereka Syu’aib.  Ia berkata: “Hai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu kecuali Dia. Sungguh telah datang kepadamu Tanda yang nyata dari Rabb (Tuhan) kamu, فَاَوۡفُوا الۡکَیۡلَ وَ الۡمِیۡزَانَ وَ لَا تَبۡخَسُوا النَّاسَ اَشۡیَآءَہُمۡ --  maka  penuhilah sukatan dan timbangan,  janganlah kamu merugikan manusia atas barang-barang mereka,   وَ لَا تُفۡسِدُوۡا فِی الۡاَرۡضِ بَعۡدَ  اِصۡلَاحِہَا -- dan janganlah kamu menimbulkan kerusakan di muka bumi ini setelah diperbaiki keadaannya,  ذٰلِکُمۡ خَیۡرٌ لَّکُمۡ  اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ -- hal demikian itu lebih baik bagi kamu, jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman. وَ لَا تَقۡعُدُوۡا بِکُلِّ صِرَاطٍ تُوۡعِدُوۡنَ وَ تَصُدُّوۡنَ عَنۡ  سَبِیۡلِ اللّٰہِ  مَنۡ  اٰمَنَ بِہٖ وَ تَبۡغُوۡنَہَا عِوَجًا -- Dan janganlah kamu duduk  di tiap-tiap jalan  mengancam dan  menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang beriman kepada-Nya, dan kamu menginginkannya bengkok. وَ اذۡکُرُوۡۤا اِذۡ کُنۡتُمۡ قَلِیۡلًا فَکَثَّرَکُمۡ ۪ وَ انۡظُرُوۡا کَیۡفَ  کَانَ عَاقِبَۃُ  الۡمُفۡسِدِیۡنَ  -- Dan  ingatlah ketika kamu dahulu sedikit lalu Dia memperbanyak  kamu,  dan lihatlah bagaimana akibat buruk orang-orang yang berbuat kerusakan itu!    (Al-A’rāf [7]:86-87).

Kecurangan Canggih  di Akhir Zaman Dalam Masalah Pengurangan  Timbangan dan Sukatan (Takaran)

        Walau pun yang disinggung Nabi Syu’aib a.s.  dalam firman Allah Swt. tersebut masalah pentingnya menegakkan timbangan dan memenuhi sukatan (takaran), tetapi kecurangan yang biasa dilakukan  oleh kaum Midian dalam masalah  timbangan (mizan) dan sukatan (takaran)  pada zamannya tersebut, di Akhir Zaman ini kecurangan yang terjadi  sangat luas jangkauannya,  karena  tidak hanya berhubungan dengan kecurangan dalam hal  volume atau kuantitas   barang,  tetapi juga kecurangan tersebut  meliputi kualitas  barang,  yang bahkan  membahayakan  kesehatan dan jiwa manusia. Contohnya maraknya penggunaan formalin  dan pewarna tekstil sebagai  pengawet makanan dan pewarna makanan.
       Semakin  mutakhir iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) yang dikuasai  oleh seseorang atau suatu bangsa, maka dalam melakukan  kecurangan atau penipuan pun akan semakin mutakhir pula, karena itu  mengapa misi suci para rasul Allah pun – terutama Nabi besar Muhammad saw. --  meliputi berbagai hal yang berhubungan  dengan  pasar pula, sebagaimana tuduhan orang-orang kafir kepada beliau saw. firman-Nya: firman-Nya: مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ    --    “Rasul macam apakah ini?”    یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ  فِی الۡاَسۡوَاقِ  --  “ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?” لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا  -- “Mengapa  tidak diturunkan  malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya?” (Al-Furqān [25]:8).
Sehubungan dengan terjadinya berbagai bentuk kecurangan dalam bidang ekonomi tersebut, Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa sebaik-baiknya tempat di dunia ini adalah masjid dan seburuk-buruknya tempat   adalah pasar:
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tempat yang paling dicintai oleh Allah di negeri-negeri adalah masjid-masjid, dan tempat yang paling dibenci oleh Allah di negeri-negeri adalah pasar-pasarnya." HR. Muslim, Shahih no.665; Ibnu Hibban, Shahih no.1600.  

       Namun dalam kenyataannya di Akhir Zaman ini  bukan hanya  pasar, bahkan  masjid pun telah dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab untuk menimbulkan kerugian serta kerusakan  di dunia akibat fatwa-fatwa sesat yang muncul dari dalamnya, sehingga timbul persengketaan dan  peperangan di kalangan sesama Muslim, contohnya di wilayah Timur Tengah.

Pembangunan “Mesjid Dhirar” di Akhir Zaman

        Pada hakikatnya di dunia ini tidak ada tempat yang buruk,  karena  orang-orang yang berada di dalamnya itulah yang kemudian menjadikan  suatu tempat  -- termasuk pasar dan mesjid  -- menjadi tempat yang dibenci atau  dicintai Allah Swt., berikut firman Allah Swt. mengenai mesjid:
وَ الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مَسۡجِدًا ضِرَارًا وَّ کُفۡرًا وَّ تَفۡرِیۡقًۢا بَیۡنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ اِرۡصَادًا لِّمَنۡ حَارَبَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  مِنۡ قَبۡلُ ؕ وَ لَیَحۡلِفُنَّ       اِنۡ اَرَدۡنَاۤ اِلَّا الۡحُسۡنٰی ؕ وَ اللّٰہُ یَشۡہَدُ  اِنَّہُمۡ  لَکٰذِبُوۡنَ ﴿﴾ لَا تَقُمۡ  فِیۡہِ اَبَدًا ؕ لَمَسۡجِدٌ اُسِّسَ عَلَی التَّقۡوٰی مِنۡ اَوَّلِ  یَوۡمٍ اَحَقُّ  اَنۡ تَقُوۡمَ فِیۡہِ ؕ فِیۡہِ  رِجَالٌ یُّحِبُّوۡنَ اَنۡ یَّتَطَہَّرُوۡا ؕ وَ اللّٰہُ یُحِبُّ الۡمُطَّہِّرِیۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang yang telah membuat masjid untuk kemudaratan Islam,  membantu kekafiran,   menyebabkan perpecahan di kalangan orang-orang yang beriman, dan membuat tempat untuk memata-matai orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sebelum ini, وَ لَیَحۡلِفُنَّ        -- dan  niscaya  mereka  akan bersumpah: اِنۡ اَرَدۡنَاۤ اِلَّا الۡحُسۡنٰی  --  “Tidak lain maksud kami  kecuali kebaikan”,    وَ اللّٰہُ یَشۡہَدُ  اِنَّہُمۡ  لَکٰذِبُوۡنَ --  tetapi  Allah menyaksikan sesung-guhnya mereka  itu benar-benar para pendustaلَا تَقُمۡ  فِیۡہِ اَبَدًا --  Janganlah engkau berdiri untuk shalat di dalamnya selama-lamanyaلَمَسۡجِدٌ اُسِّسَ عَلَی التَّقۡوٰی مِنۡ اَوَّلِ  یَوۡمٍ اَحَقُّ  اَنۡ تَقُوۡمَ فِیۡہِ --  Masjid yang benar-benar  telah didirikan atas dasar takwa sejak hari permulaan,  engkau lebih berhak berdiri untuk shalat di dalamnya.  فِیۡہِ  رِجَالٌ یُّحِبُّوۡنَ اَنۡ یَّتَطَہَّرُوۡا  -- Di dalamnya ada orang-orang yang  mencintai  pensucian diri, وَ اللّٰہُ یُحِبُّ الۡمُطَّہِّرِیۡنَ --  dan Allah mencintai orang-orang yang mensucikan dirinya. (At-Taubah [9]:107-108).
    Ayat 107   dapat mengacu kepada suatu komplotan yang direncanakan oleh seorang bernama Abu ‘Amir, seorang rahib Nasrani, seorang musuh Islam berkaliber besar. Sesudah samasekali gagal dalam rencana-rencana jahatnya melawan Islam, dan dilihatnya Islam telah berdiri kokoh di tanah Arab sesudah Perang Hunain, ia melarikan diri ke Siria lalu merencanakan untuk memperoleh bantuan orang-orang Bizantina (Romawi Timur) untuk melawan  Nabi Besar Muhammad saw..
  Dari sana ia mengirim pesan kepada orang-orang munafik di Medinah agar mereka mendirikan sebuah masjid di pinggiran kota Medinah yang bakal merupakan tempat persembunyian bagi dia dan di sana mereka memikirkan siasat-siasat serta merencanakan komplotan-komplotan.
    Tetapi Abu ‘Amir tidak cukup lama hidupnya untuk melihat rencananya terwujud dalam bentuk kenyataan, dan ia mati di Kunnisrin sebagai orang malang yang patah hati. Kakitangan-kakitangannya mendirikan suatu masjid seperti direncanakan olehnya dan mengundang Nabi Besar Muhammad saw.  untuk memberkatinya dengan melakukan shalat di dalamnya. Tetapi beliau saw.  dilarang -- dengan perantaraan wahyu Ilahi  -- memenuhi undangan mereka. Beliau saw. menyuruh supaya masjid yang mendapat nama Masjid Dhirat   (mesjid mudharat)  itu dibakar dan diratakan dengan tanah.
  Dikatakan bahwa yang dimaksudkan ayat  لَمَسۡجِدٌ اُسِّسَ عَلَی التَّقۡوٰی مِنۡ اَوَّلِ  یَوۡمٍ اَحَقُّ  اَنۡ تَقُوۡمَ فِیۡہِ --  Masjid yang benar-benar  telah didirikan atas dasar takwa sejak hari permulaan,  engkau lebih berhak berdiri untuk shalat di dalamnya”,   ialah masjid di Quba, yang telah didirikan di tempat  Nabi Besar Muhammad saw.  pernah singgah sebelum memasuki Medinah pada hari beliau tiba dari Mekkah. Tetapi menurut beberapa sumber yang dimaksudkan ialah masjid yang dibangun   Nabi Besar Muhammad saw.  sendiri di Medinah dan kemudian dikenal sebagai “Masjid-un-Nabi.”

Makar Buruk” yang Dikemas “Kebaikan” yang Dusta (Bathil)

  Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kesia-siakan makar buruk  yang dikemas dalam bentuk  “kebaikan”  yang dusta (bathil) seperti itu:
اَفَمَنۡ اَسَّسَ بُنۡیَانَہٗ عَلٰی تَقۡوٰی مِنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانٍ خَیۡرٌ اَمۡ مَّنۡ اَسَّسَ بُنۡیَانَہٗ عَلٰی شَفَا جُرُفٍ ہَارٍ فَانۡہَارَ بِہٖ فِیۡ نَارِ جَہَنَّمَ ؕ وَ اللّٰہُ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ  الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ لَا یَزَالُ بُنۡیَانُہُمُ الَّذِیۡ بَنَوۡا رِیۡبَۃً  فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ  اِلَّاۤ  اَنۡ تَقَطَّعَ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌ  حَکِیۡمٌ ﴿﴾٪
Maka apakah yang baik itu orang yang  mendirikan bangunannya atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya,  اَمۡ مَّنۡ اَسَّسَ بُنۡیَانَہٗ عَلٰی شَفَا جُرُفٍ ہَارٍ فَانۡہَارَ بِہٖ فِیۡ نَارِ جَہَنَّمَ  --  ataukah orang yang mendirikan bangunannya di atas tebing yang terkikis air lagi mau runtuh lalu  jatuh besertanya ke dalam Api Jahannam? وَ اللّٰہُ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ  الظّٰلِمِیۡنَ --  Dan Allah tidak memberi petunjuk kaum yang zalim. لَا یَزَالُ بُنۡیَانُہُمُ الَّذِیۡ بَنَوۡا رِیۡبَۃً  فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ     --    Niscaya bangunan-bangunan mereka yang telah mereka dirikan  senantiasa akan menjadi sumber kegelisahan dalam hati mereka, اِلَّاۤ  اَنۡ تَقَطَّعَ قُلُوۡبُہُمۡ  --  kecuali bila hati mereka itu terpotong-potong,  ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌ  حَکِیۡمٌ  --  dan Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana  (At-Taubah [9]:109-110).
   Pembuatan “bangunan-bangunan” seperti “mesjid Dhirat” (mesjid mudharat) seperti itu  kembali marak terjadi di Akhir Zaman  ini guna membendung missi suci Rasul Akhir Zaman atau Al-Masih Mau’ud a.s.  yang atas perintah Allah  Swt. akan mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali, firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ  اَرۡسَلَ  رَسُوۡلَہٗ  بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ  الۡحَقِّ لِیُظۡہِرَہٗ  عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ لَوۡ  کَرِہَ  الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang musyrik tidak menyukai  (Ash-Shaf [10]:10). 
   Kebanyakan ahli tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih Mau’ud a.s.) sebab di zaman beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.
  Jadi, betapa yang membuat   suatu tempat menjadi dibenci atau pun dicintai Allah Swt. adalah  orang-orang yang berkecimpung di dalamnya, sehingga pasar pun akan berubah menjadi tempat melakukan amal shaleh jika para pelaku ekonomi – yakni pihak produsen dan konsumen  -- di dalamnya, keadaan mereka sebagaimana yang dikemukakan firman Allah Swt. berikut ini:
 اَللّٰہُ  نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ مَثَلُ نُوۡرِہٖ کَمِشۡکٰوۃٍ  فِیۡہَا مِصۡبَاحٌ ؕ اَلۡمِصۡبَاحُ فِیۡ زُجَاجَۃٍ ؕ اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ مُّبٰرَکَۃٍ  زَیۡتُوۡنَۃٍ  لَّا شَرۡقِیَّۃٍ  وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ ۙ یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ ؕ نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی اللّٰہُ  لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Allah adalah Nur (Cahaya)  seluruh langit dan bumi. Perumpamaan nur-Nya   seperti sebuah relung  yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu ada dalam semprong kaca. Semprong kaca   itu seperti bintang yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu  po-hon zaitun yang bukan di timur dan bukan di baratیَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ --  minyaknya hampir-hampir bercahaya walaupun api tidak menyentuhnya. نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ  --  Nur di atas nur (Cahaya di atas  cahaya).  یَہۡدِی اللّٰہُ  لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ  -- Allah memberi bimbingan menuju nur-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki,  وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ  -- dan Allah mengemukakan tamsil-tamsil untuk manusia,  وَ اللّٰہُ  بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ  -- dan Allah Maha  Mengetahui segala sesuatu   (An-Nūr [24]:36).

Pengaruh  Baik-Buruknya Akhlak dan Ruhani Manusia Terhadap Pasar dan Mesjid

   Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai para pengikut sejati  Nabi Besar Muhammad saw.  –  نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ      (Nur di atas nur)  --  tersebut:
فِیۡ  بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ  اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ یُسَبِّحُ لَہٗ  فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ الۡاٰصَالِ ﴿ۙ﴾ رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ ۪ۙ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ ﴿٭ۙ﴾   لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ  اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ  بِغَیۡرِ  حِسَابٍ  ﴿﴾
Di dalam rumah-rumah yang Allah telah mengizinkan supaya ditinggikan dan nama-Nya diingat di dalamnyabertasbih kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi dan petangرِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ  وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ  اِقَامِ الصَّلٰوۃِ  وَ  اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ --       Orang-orang lelaki, yang tidak melalaikan mereka dari mengingat Allah  perniagaan dan tidak pula jual-beli, dan mendirikan shalat serta membayar zakat, یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ  -- mereka takut akan hari ketika   di dalamnya hati dan mata berubah-ubah  لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ  اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا  --   supaya  Allah memberi mereka ganjaran yang sebaik-baik-nya atas apa yang telah mereka kerjakan, وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ    -- dan Allah akan menambah kepada mereka dari karunia-Nyaاللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ  بِغَیۡرِ  حِسَابٍ  --  Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan   (An-Nūr [24]:37-38).
        Ayat 37   berisikan suatu bukti dan juga suatu nubuatan. Ayat ini menubu-atkan  bahwa rumah-rumah yang disinari oleh cahaya yang terdapat dalam Al-Quran akan dimuliakan dan para penghuninya senantiasa akan mengirim persembahan sanjung-puji kepada Allah Swt.. Ini akan merupakan bukti bahwa rumah-rumah itu disinari oleh nur Ilahi.
      Ayat 38  merupakan pengakuan agung terhadap ketakwaan dan kebaikan sahabat-sahabat  Nabi Besar Muhammad saw. dan terhadap kecintaan mereka kepada Allah Swt..  Mereka itu orang-orang — demikian kata ayat itu — yang berdaging dan bertulang. Mereka pun mempunyai kemauan-kemauan dan keinginan-keinginan duniawi, pekerjaan-pekerjaan, dan kesibukan-kesibukan.
        Selanjutnya ayat tersebut menerangkan bahwa mereka  itu bukan rahib-rahib atau pertapa-pertapa yang telah memutuskan hubungan dengan dunia   --  karena  Islam tidak pernah mengajarkan  rahbaniyah yang dibuat-buat tersebut (QS.57:28) --  namun di tengah-tengah segala kesibukan dan perjuangan dalam urusan dunianya  itu mereka tidak lalai menjalankan kewajiban-kewajiban mereka kepada Allah Swt. (Haququllāh)  dan manusia (haququl ibād).
         Pendek kata, keadaan orang-orang yang berkecimpung di dalamnya itulah yang membuat tempat-tempat  -- baik  pasar atau pun mesjid  -- akan menjadi tempat-tempat yang dibenci Allah Swt. atau pun dicintai Allah Swt., dimana Nabi Besar Muhammad saw. telah melarang keras di dalam mesjid melakukan “transaksi” (jual beli) apa pun yang bersifat duniawi – baik yang dilakukan secara terang-terangan mau pun secara terselubung  -- seperti yang marak terjadi di Akhir Zaman ini.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,13 Juli  2015      



Tidak ada komentar:

Posting Komentar