بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 100
Pengulangan
Kecurangan Kaum Midian (Madyan) di Akhir Zaman Berupa Pengurangan
Timbangan dan Sukatan (Takaran) Serta Dampak Buruknya yang Sangat Luas &
Pembangunan “Mesjid Dhirat” di Akhir
Zaman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai tempat tinggal Nabi
Adam a.s. dan istrinya atau kaumnya
yang disebut “jannah” (kebun):
وَ اِذۡ
قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا اِلَّاۤ
اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی ﴿﴾ فَقُلۡنَا
یٰۤـاٰدَمُ اِنَّ ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ لِزَوۡجِکَ فَلَا
یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی ﴿﴾ اِنَّ لَکَ
اَلَّا تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی ﴿﴾ۙ وَ اَنَّکَ لَا تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah yakni tunduk patuhlah kamu kepada Adam," maka mereka sujud kecuali iblis, ia menolak. Lalu Kami berfirman: "Hai Adam, sesungguhnya
orang ini adalah musuh bagi
engkau dan bagi istri engkau,
maka ia jangan sampai mengeluarkan kamu berdua dari kebun maka kamu
menderita kesulitan. اِنَّ لَکَ
اَلَّا تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی -- Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak
pula engkau akan telanjang, وَ اَنَّکَ لَا
تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی -- dan sesungguhnya engkau
tidak akan kehausan di dalamnya dan tidak
pula akan disengat panas matahari (Thā Hā [20]:117-120).
Dua ayat (119-120) ini mengisyaratkan kepada
kenyataan bahwa penyediaan pangan, sandang, dan papan (perumahan) bagi rakyat — yang merupakan sarana-sarana keperluan hidup yang pokok — merupakan tugas utama bagi suatu pemerintah beradab, dan bahwa suatu masyarakat baru dapat dikatakan masyarakat beradab, bila semua
warga masyarakat itu dicukupi
keperluan-keperluan tersebut di atas.
Mengapa demikian? Sebab umat manusia akan terus menderita
dari pergolakan-pergolakan sosial dan
warna akhlak masyarakat umat manusia
tidak akan mengalami perbaikan hakiki,
selama kepincangan yang parah di
bidang ekonomi — yaitu sebagian
lapisan masyarakat berkecimpung dalam
kekayaan, sedang sebagian lainnya mati kelaparan — tidak dihilangkan.
Nabi
Adam a.s. diberitahukan dalam ayat-ayat tersebut, bahwa beliau akan tinggal
di sebuah tempat (wilayah) di mana kesenangan dan keperluan hidup akan tersedia
dengan secukupnya bagi semua penduduknya, sebab wilayah tersebut secara alami memiliki SDA (sumber daya alam) yang melimpah-ruah, yang dalam Al-Quran
digambarkan sebagai “jannah” (kebun)
yang di bawahnya atau di dalamnya mengalir sungai, sehingga kesuburan
wilayah tersebut dapat bertahan, karena
itu Allah Swt. telah menjadikan sebagaidan
dijadikan perumpamaan surga,
firman-Nya:
وَ بَشِّرِ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ کُلَّمَا
رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا
مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira orang-orang
yang beriman dan beramal saleh
bahwa sesungguhnya untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka
berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada
kami sebelumnya”, وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا -- akan
diberikan kepada mereka yang serupa
dengannya, dan bagi mereka di
dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan
mereka akan kekal di dalamnya (Al-Baqarah [2]:26).
Berbagai
Perbuatan Buruk Kaum Midian (Madyan)
Dalam
Bab sebelumnya pun telah dijelaskan pula
kecurangan dalam bidang ekonomi
yang dilakukan oleh kaum Nabi Syu’aib
a.s. yaitu kaum Midian (Madyan) berupa
pengurangan timbangan dan sukatan
(takaran), berikut firman-Nya mengenai hal tersebut:
وَ اِلٰی
مَدۡیَنَ اَخَاہُمۡ شُعَیۡبًا ؕ قَالَ یٰقَوۡمِ اعۡبُدُوا اللّٰہَ مَا لَکُمۡ مِّنۡ
اِلٰہٍ غَیۡرُہٗ ؕ قَدۡ جَآءَتۡکُمۡ بَیِّنَۃٌ مِّنۡ رَّبِّکُمۡ
فَاَوۡفُوا الۡکَیۡلَ وَ الۡمِیۡزَانَ وَ لَا تَبۡخَسُوا النَّاسَ اَشۡیَآءَہُمۡ
وَ لَا تُفۡسِدُوۡا فِی الۡاَرۡضِ بَعۡدَ
اِصۡلَاحِہَا ؕ ذٰلِکُمۡ خَیۡرٌ لَّکُمۡ
اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ ﴿ۚ﴾ وَ لَا تَقۡعُدُوۡا بِکُلِّ صِرَاطٍ تُوۡعِدُوۡنَ وَ
تَصُدُّوۡنَ عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ مَنۡ
اٰمَنَ بِہٖ وَ تَبۡغُوۡنَہَا عِوَجًا ۚ وَ اذۡکُرُوۡۤا اِذۡ کُنۡتُمۡ قَلِیۡلًا
فَکَثَّرَکُمۡ ۪ وَ انۡظُرُوۡا کَیۡفَ
کَانَ عَاقِبَۃُ الۡمُفۡسِدِیۡنَ
﴿﴾
Dan
Kami utus pula kepada Madyan
saudara mereka Syu’aib. Ia berkata: “Hai kaumku sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu kecuali
Dia. Sungguh telah datang kepadamu Tanda yang nyata dari Rabb (Tuhan) kamu, فَاَوۡفُوا
الۡکَیۡلَ وَ الۡمِیۡزَانَ وَ لَا تَبۡخَسُوا النَّاسَ اَشۡیَآءَہُمۡ -- maka penuhilah sukatan dan
timbangan, janganlah kamu merugikan manusia
atas barang-barang mereka, وَ لَا تُفۡسِدُوۡا
فِی الۡاَرۡضِ بَعۡدَ اِصۡلَاحِہَا -- dan janganlah kamu
menimbulkan kerusakan di muka bumi ini setelah diperbaiki keadaannya, ذٰلِکُمۡ خَیۡرٌ لَّکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ مُّؤۡمِنِیۡنَ -- hal demikian itu lebih baik bagi kamu, jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman. وَ لَا تَقۡعُدُوۡا
بِکُلِّ صِرَاطٍ تُوۡعِدُوۡنَ وَ تَصُدُّوۡنَ عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ مَنۡ
اٰمَنَ بِہٖ وَ تَبۡغُوۡنَہَا عِوَجًا -- Dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan mengancam dan menghalang-halangi dari jalan Allah orang-orang yang beriman kepada-Nya, dan kamu menginginkannya bengkok. وَ اذۡکُرُوۡۤا اِذۡ
کُنۡتُمۡ قَلِیۡلًا فَکَثَّرَکُمۡ ۪ وَ انۡظُرُوۡا کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ الۡمُفۡسِدِیۡنَ -- Dan
ingatlah ketika kamu dahulu
sedikit lalu Dia memperbanyak kamu, dan lihatlah
bagaimana akibat buruk orang-orang yang berbuat kerusakan itu! (Al-A’rāf [7]:86-87).
Kecurangan Canggih di Akhir Zaman Dalam Masalah Pengurangan Timbangan
dan Sukatan (Takaran)
Walau pun yang disinggung Nabi Syu’aib a.s. dalam
firman Allah Swt. tersebut masalah pentingnya menegakkan timbangan dan memenuhi
sukatan (takaran), tetapi kecurangan
yang biasa dilakukan oleh kaum Midian dalam masalah timbangan
(mizan) dan sukatan (takaran) pada zamannya tersebut, di Akhir Zaman ini kecurangan
yang terjadi sangat luas jangkauannya,
karena tidak hanya berhubungan
dengan kecurangan dalam hal volume
atau kuantitas barang,
tetapi juga kecurangan
tersebut meliputi kualitas barang, yang bahkan
membahayakan kesehatan dan jiwa manusia. Contohnya maraknya penggunaan formalin dan pewarna tekstil sebagai pengawet
makanan dan pewarna makanan.
Semakin
mutakhir iptek (ilmu
pengetahuan dan teknologi) yang dikuasai
oleh seseorang atau suatu bangsa, maka dalam melakukan kecurangan
atau penipuan pun akan semakin mutakhir pula, karena itu mengapa misi
suci para rasul Allah pun –
terutama Nabi besar Muhammad saw. --
meliputi berbagai hal yang berhubungan
dengan pasar pula, sebagaimana tuduhan
orang-orang kafir kepada beliau saw.
firman-Nya: firman-Nya: مَالِ ہٰذَا
الرَّسُوۡلِ -- “Rasul
macam apakah ini?” یَاۡکُلُ الطَّعَامَ
وَ یَمۡشِیۡ فِی الۡاَسۡوَاقِ -- “ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?” لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ
اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا
-- “Mengapa tidak diturunkan malaikat
kepadanya supaya ia menjadi seorang
pemberi peringatan bersama-sama dengannya?” (Al-Furqān [25]:8).
Sehubungan
dengan terjadinya berbagai bentuk kecurangan
dalam bidang ekonomi tersebut, Nabi
Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa sebaik-baiknya tempat di dunia ini adalah masjid dan seburuk-buruknya tempat
adalah pasar:
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Tempat yang paling dicintai oleh Allah di
negeri-negeri adalah masjid-masjid, dan tempat yang paling dibenci oleh Allah
di negeri-negeri adalah pasar-pasarnya." HR. Muslim, Shahih no.665; Ibnu
Hibban, Shahih no.1600.
Namun dalam kenyataannya di Akhir Zaman ini bukan hanya
pasar, bahkan masjid pun
telah dimanfaatkan oleh orang-orang tidak bertanggungjawab untuk menimbulkan
kerugian serta kerusakan di dunia akibat fatwa-fatwa sesat yang muncul dari
dalamnya, sehingga timbul persengketaan
dan peperangan
di kalangan sesama Muslim, contohnya
di wilayah Timur Tengah.
Pembangunan “Mesjid
Dhirar” di Akhir Zaman
Pada hakikatnya di dunia ini tidak ada tempat yang buruk, karena
orang-orang yang berada di dalamnya itulah yang kemudian
menjadikan suatu tempat -- termasuk pasar dan mesjid -- menjadi tempat
yang dibenci atau dicintai
Allah Swt., berikut firman Allah Swt. mengenai mesjid:
وَ
الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مَسۡجِدًا ضِرَارًا وَّ کُفۡرًا وَّ تَفۡرِیۡقًۢا بَیۡنَ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ اِرۡصَادًا لِّمَنۡ حَارَبَ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ مِنۡ قَبۡلُ ؕ وَ لَیَحۡلِفُنَّ اِنۡ اَرَدۡنَاۤ اِلَّا الۡحُسۡنٰی ؕ وَ اللّٰہُ
یَشۡہَدُ اِنَّہُمۡ لَکٰذِبُوۡنَ ﴿﴾ لَا تَقُمۡ فِیۡہِ اَبَدًا ؕ لَمَسۡجِدٌ اُسِّسَ عَلَی
التَّقۡوٰی مِنۡ اَوَّلِ یَوۡمٍ
اَحَقُّ اَنۡ تَقُوۡمَ فِیۡہِ ؕ فِیۡہِ رِجَالٌ یُّحِبُّوۡنَ اَنۡ یَّتَطَہَّرُوۡا ؕ
وَ اللّٰہُ یُحِبُّ الۡمُطَّہِّرِیۡنَ ﴿﴾
Dan orang-orang yang telah membuat
masjid untuk kemudaratan Islam, membantu kekafiran, menyebabkan
perpecahan di kalangan orang-orang yang
beriman, dan membuat tempat untuk
memata-matai orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sebelum ini, وَ لَیَحۡلِفُنَّ -- dan
niscaya mereka akan bersumpah:
اِنۡ اَرَدۡنَاۤ اِلَّا الۡحُسۡنٰی -- “Tidak lain maksud kami kecuali kebaikan”, وَ اللّٰہُ
یَشۡہَدُ اِنَّہُمۡ لَکٰذِبُوۡنَ -- tetapi Allah
menyaksikan sesung-guhnya mereka itu benar-benar para pendusta. لَا
تَقُمۡ فِیۡہِ اَبَدًا -- Janganlah engkau berdiri untuk shalat di dalamnya selama-lamanya. لَمَسۡجِدٌ اُسِّسَ عَلَی التَّقۡوٰی مِنۡ اَوَّلِ یَوۡمٍ اَحَقُّ اَنۡ تَقُوۡمَ فِیۡہِ -- Masjid
yang benar-benar telah didirikan atas dasar takwa sejak hari permulaan, engkau
lebih berhak berdiri untuk shalat di dalamnya. فِیۡہِ رِجَالٌ یُّحِبُّوۡنَ اَنۡ
یَّتَطَہَّرُوۡا -- Di dalamnya ada orang-orang yang mencintai pensucian diri, وَ اللّٰہُ یُحِبُّ الۡمُطَّہِّرِیۡنَ -- dan Allah
mencintai orang-orang yang mensucikan
dirinya. (At-Taubah [9]:107-108).
Ayat 107 dapat
mengacu kepada suatu komplotan yang
direncanakan oleh seorang bernama Abu
‘Amir, seorang rahib Nasrani,
seorang musuh Islam berkaliber besar.
Sesudah samasekali gagal dalam rencana-rencana jahatnya melawan Islam, dan dilihatnya Islam telah berdiri kokoh di tanah Arab sesudah Perang Hunain, ia melarikan diri ke Siria lalu merencanakan untuk memperoleh bantuan
orang-orang Bizantina (Romawi Timur) untuk
melawan Nabi Besar Muhammad saw..
Dari
sana ia mengirim pesan kepada orang-orang munafik di Medinah agar
mereka mendirikan sebuah masjid di
pinggiran kota Medinah yang bakal merupakan tempat
persembunyian bagi dia dan di sana mereka memikirkan siasat-siasat serta merencanakan komplotan-komplotan.
Tetapi Abu
‘Amir tidak cukup lama hidupnya untuk melihat rencananya terwujud dalam bentuk kenyataan, dan ia mati di Kunnisrin sebagai orang malang yang patah hati. Kakitangan-kakitangannya mendirikan suatu masjid seperti direncanakan olehnya dan
mengundang Nabi Besar Muhammad saw. untuk memberkatinya dengan melakukan shalat
di dalamnya. Tetapi beliau saw. dilarang -- dengan perantaraan wahyu Ilahi -- memenuhi undangan mereka. Beliau saw. menyuruh supaya masjid yang mendapat nama Masjid
Dhirat (mesjid mudharat) itu dibakar dan diratakan dengan tanah.
Dikatakan bahwa yang dimaksudkan ayat لَمَسۡجِدٌ اُسِّسَ عَلَی
التَّقۡوٰی مِنۡ اَوَّلِ یَوۡمٍ
اَحَقُّ اَنۡ تَقُوۡمَ فِیۡہِ -- Masjid yang benar-benar telah didirikan atas dasar takwa sejak hari permulaan, engkau
lebih berhak berdiri untuk shalat di dalamnya”, ialah masjid
di Quba, yang telah didirikan di
tempat Nabi Besar Muhammad saw. pernah singgah
sebelum memasuki Medinah pada hari
beliau tiba dari Mekkah. Tetapi
menurut beberapa sumber yang dimaksudkan ialah masjid yang dibangun Nabi
Besar Muhammad saw. sendiri di Medinah dan kemudian dikenal sebagai “Masjid-un-Nabi.”
“Makar Buruk” yang Dikemas “Kebaikan”
yang Dusta (Bathil)
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
kesia-siakan makar buruk yang
dikemas dalam bentuk “kebaikan” yang dusta (bathil) seperti itu:
اَفَمَنۡ
اَسَّسَ بُنۡیَانَہٗ عَلٰی تَقۡوٰی مِنَ اللّٰہِ وَ رِضۡوَانٍ خَیۡرٌ اَمۡ مَّنۡ
اَسَّسَ بُنۡیَانَہٗ عَلٰی شَفَا جُرُفٍ ہَارٍ فَانۡہَارَ بِہٖ فِیۡ نَارِ
جَہَنَّمَ ؕ وَ اللّٰہُ لَا یَہۡدِی
الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِیۡنَ ﴿﴾ لَا یَزَالُ
بُنۡیَانُہُمُ الَّذِیۡ بَنَوۡا رِیۡبَۃً
فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ اِلَّاۤ اَنۡ تَقَطَّعَ قُلُوۡبُہُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ
عَلِیۡمٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾٪
Maka apakah yang baik itu orang yang mendirikan
bangunannya atas dasar takwa kepada Allah dan keridhaan-Nya, اَمۡ مَّنۡ اَسَّسَ بُنۡیَانَہٗ عَلٰی شَفَا جُرُفٍ ہَارٍ فَانۡہَارَ بِہٖ
فِیۡ نَارِ جَہَنَّمَ -- ataukah orang
yang mendirikan bangunannya di atas tebing yang terkikis air lagi mau runtuh
lalu jatuh besertanya ke dalam Api Jahannam? وَ اللّٰہُ لَا یَہۡدِی
الۡقَوۡمَ الظّٰلِمِیۡنَ -- Dan Allah tidak memberi petunjuk kaum yang zalim. لَا یَزَالُ
بُنۡیَانُہُمُ الَّذِیۡ بَنَوۡا رِیۡبَۃً
فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ -- Niscaya bangunan-bangunan
mereka yang telah mereka dirikan senantiasa akan menjadi sumber kegelisahan
dalam hati mereka, اِلَّاۤ اَنۡ تَقَطَّعَ قُلُوۡبُہُمۡ -- kecuali bila
hati mereka itu terpotong-potong, ؕ وَ اللّٰہُ عَلِیۡمٌ حَکِیۡمٌ -- dan
Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana (At-Taubah [9]:109-110).
Pembuatan “bangunan-bangunan” seperti “mesjid Dhirat” (mesjid mudharat)
seperti itu kembali marak terjadi di Akhir Zaman
ini guna membendung missi
suci Rasul Akhir Zaman atau Al-Masih
Mau’ud a.s. yang atas perintah
Allah Swt. akan mewujudkan kejayaan Islam yang kedua kali,
firman-Nya:
ہُوَ الَّذِیۡۤ اَرۡسَلَ رَسُوۡلَہٗ
بِالۡہُدٰی وَ دِیۡنِ الۡحَقِّ
لِیُظۡہِرَہٗ عَلَی الدِّیۡنِ کُلِّہٖ وَ
لَوۡ کَرِہَ الۡمُشۡرِکُوۡنَ ٪﴿﴾
Dia-lah Yang mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk
dan dengan agama yang benar supaya Dia memenangkannya atas semua agama, walaupun orang musyrik tidak menyukai (Ash-Shaf [10]:10).
Kebanyakan ahli
tafsir Al-Quran sepakat bahwa ayat ini kena untuk Al-Masih yang dijanjikan (Al-Masih Mau’ud a.s.) sebab di zaman
beliau semua agama muncul dan keunggulan Islam di atas semua agama akan menjadi kepastian.
Jadi, betapa yang
membuat suatu tempat menjadi dibenci
atau pun dicintai Allah Swt.
adalah orang-orang yang berkecimpung
di dalamnya, sehingga pasar pun akan berubah menjadi tempat melakukan amal shaleh jika para pelaku ekonomi – yakni pihak produsen dan konsumen -- di dalamnya, keadaan mereka sebagaimana yang
dikemukakan firman Allah Swt. berikut ini:
اَللّٰہُ
نُوۡرُ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضِ ؕ مَثَلُ نُوۡرِہٖ کَمِشۡکٰوۃٍ فِیۡہَا مِصۡبَاحٌ ؕ اَلۡمِصۡبَاحُ فِیۡ زُجَاجَۃٍ
ؕ اَلزُّجَاجَۃُ کَاَنَّہَا کَوۡکَبٌ دُرِّیٌّ یُّوۡقَدُ مِنۡ شَجَرَۃٍ
مُّبٰرَکَۃٍ زَیۡتُوۡنَۃٍ لَّا شَرۡقِیَّۃٍ وَّ لَا غَرۡبِیَّۃٍ ۙ یَّکَادُ زَیۡتُہَا
یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ ؕ نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ ؕ یَہۡدِی
اللّٰہُ لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ
یَضۡرِبُ اللّٰہُ الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ ؕ وَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿ۙ﴾
Allah adalah Nur (Cahaya) seluruh
langit dan bumi. Perumpamaan nur-Nya seperti sebuah
relung yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu ada dalam semprong kaca. Semprong kaca
itu seperti bintang yang gemerlapan. Pelita itu dinyalakan dengan minyak dari sebatang pohon kayu yang diberkati, yaitu po-hon
zaitun yang bukan di timur dan bukan di barat, یَّکَادُ زَیۡتُہَا یُضِیۡٓءُ وَ لَوۡ
لَمۡ تَمۡسَسۡہُ نَارٌ -- minyaknya hampir-hampir bercahaya
walaupun api tidak menyentuhnya. نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ -- Nur
di atas nur (Cahaya di atas cahaya). یَہۡدِی اللّٰہُ لِنُوۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ -- Allah memberi bimbingan menuju nur-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki, وَ یَضۡرِبُ اللّٰہُ
الۡاَمۡثَالَ لِلنَّاسِ -- dan
Allah mengemukakan tamsil-tamsil
untuk manusia, وَ اللّٰہُ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ -- dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu (An-Nūr [24]:36).
Pengaruh Baik-Buruknya
Akhlak dan Ruhani Manusia
Terhadap Pasar dan Mesjid
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai
para pengikut sejati Nabi Besar Muhammad saw. – نُوۡرٌ عَلٰی نُوۡرٍ (Nur di
atas nur) -- tersebut:
فِیۡ بُیُوۡتٍ اَذِنَ اللّٰہُ اَنۡ تُرۡفَعَ وَ یُذۡکَرَ فِیۡہَا اسۡمُہٗ ۙ
یُسَبِّحُ لَہٗ فِیۡہَا بِالۡغُدُوِّ وَ
الۡاٰصَالِ ﴿ۙ﴾ رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ تِجَارَۃٌ وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ اِقَامِ الصَّلٰوۃِ وَ
اِیۡتَآءِ الزَّکٰوۃِ ۪ۙ یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ
الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ ﴿٭ۙ﴾ لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ
فَضۡلِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ
بِغَیۡرِ حِسَابٍ ﴿﴾
Di
dalam rumah-rumah yang Allah telah mengizinkan supaya ditinggikan
dan nama-Nya diingat di dalamnya, bertasbih
kepada-Nya di dalamnya pada waktu pagi
dan petang, رِجَالٌ ۙ لَّا تُلۡہِیۡہِمۡ
تِجَارَۃٌ وَّ لَا بَیۡعٌ عَنۡ ذِکۡرِ
اللّٰہِ وَ اِقَامِ الصَّلٰوۃِ وَ اِیۡتَآءِ
الزَّکٰوۃِ -- Orang-orang
lelaki, yang tidak melalaikan mereka dari mengingat
Allah perniagaan dan tidak pula jual-beli, dan mendirikan shalat serta membayar zakat, یَخَافُوۡنَ یَوۡمًا
تَتَقَلَّبُ فِیۡہِ الۡقُلُوۡبُ وَ الۡاَبۡصَارُ
-- mereka takut akan
hari ketika di dalamnya hati dan mata berubah-ubah, لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ اَحۡسَنَ مَا عَمِلُوۡا
-- supaya Allah
memberi mereka ganjaran yang sebaik-baik-nya atas apa yang telah mereka kerjakan, وَ یَزِیۡدَہُمۡ مِّنۡ فَضۡلِہٖ -- dan Allah
akan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. اللّٰہُ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ -- Dan Allah
memberi rezeki kepada siapa yang Dia
kehendaki tanpa perhitungan (An-Nūr
[24]:37-38).
Ayat 37 berisikan suatu bukti dan juga suatu nubuatan.
Ayat ini menubu-atkan bahwa rumah-rumah
yang disinari oleh cahaya yang
terdapat dalam Al-Quran akan dimuliakan dan para penghuninya senantiasa akan mengirim persembahan sanjung-puji kepada Allah Swt.. Ini akan merupakan bukti bahwa rumah-rumah itu disinari oleh nur Ilahi.
Ayat 38 merupakan pengakuan
agung terhadap ketakwaan dan kebaikan sahabat-sahabat Nabi Besar
Muhammad saw. dan terhadap kecintaan
mereka kepada Allah Swt.. Mereka itu orang-orang
— demikian kata ayat itu — yang berdaging
dan bertulang. Mereka pun mempunyai kemauan-kemauan dan keinginan-keinginan duniawi, pekerjaan-pekerjaan,
dan kesibukan-kesibukan.
Selanjutnya ayat tersebut menerangkan bahwa mereka itu bukan rahib-rahib atau pertapa-pertapa yang telah memutuskan
hubungan dengan dunia -- karena Islam tidak pernah mengajarkan rahbaniyah
yang dibuat-buat tersebut (QS.57:28) -- namun
di tengah-tengah segala kesibukan dan
perjuangan dalam urusan dunianya itu mereka tidak lalai menjalankan kewajiban-kewajiban mereka kepada Allah
Swt. (Haququllāh) dan manusia (haququl ibād).
Pendek
kata, keadaan orang-orang yang
berkecimpung di dalamnya itulah yang membuat tempat-tempat -- baik pasar
atau pun mesjid -- akan menjadi tempat-tempat yang dibenci
Allah Swt. atau pun dicintai Allah
Swt., dimana Nabi Besar Muhammad saw. telah melarang
keras di dalam mesjid melakukan “transaksi”
(jual beli) apa pun yang bersifat duniawi
– baik yang dilakukan secara terang-terangan
mau pun secara terselubung -- seperti yang marak terjadi di Akhir Zaman ini.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,13 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar