بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 109
Keteraturan Hukum yang
Meliputi Tatanan Alam Semesta Membuktikan Kebenaran Tauhid Ilahi dan Menentang Kemusyrikan
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai ketidak-terbatasan ilmu Allah Swt. berkenaan alam semesta, demikian juga seperti halnya alam semesta jasmani, Al-Quran pun merupakan alam semesta keruhanian yang di dalamnya tersembunyi khazanah-khazanah ilmu keruhanian tak
terhingga, yang dibukakan Allah Swt.
kepada manusia sesuai dengan keperluan
zaman, firman-Nya:
وَ لَوۡ
اَنَّ مَا فِی الۡاَرۡضِ مِنۡ شَجَرَۃٍ
اَقۡلَامٌ وَّ الۡبَحۡرُ
یَمُدُّہٗ مِنۡۢ بَعۡدِہٖ
سَبۡعَۃُ اَبۡحُرٍ مَّا نَفِدَتۡ
کَلِمٰتُ اللّٰہِ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Dan seandainya
pohon-pohon di bumi ini menjadi pena dan laut ditambahkan kepadanya sesudahnya
tujuh laut menjadi tinta, kalimat
Allah sekali-kali tidak akan habis. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana. (Luqman [31]:28). Bilangan “7” dan “70” digunakan dalam bahasa
Arab adalah menyatakan jumlah besar,
dan bukan benar-benar “tujuh” dan “tujuh puluh” sebagai angka-angka bilangan
lazim. Firman-Nya lagi:
قُلۡ لَّوۡ
کَانَ الۡبَحۡرُ مِدَادًا لِّکَلِمٰتِ رَبِّیۡ لَنَفِدَ
الۡبَحۡرُ قَبۡلَ اَنۡ تَنۡفَدَ کَلِمٰتُ رَبِّیۡ وَ
لَوۡ جِئۡنَا بِمِثۡلِہٖ مَدَدًا ﴿﴾
Katakanlah:
"'Seandainya lautan menjadi tinta
untuk menuliskan kalimat-kalimat Rabb-ku (Tuhan-ku), niscaya lautan
itu akan habis sebelum kalimat-kalimat
Rabb-ku (Tuhan-ku) habis dituliskan, sekalipun Kami datangkan sebanyak itu lagi sebagai tambahannya (Al-Kahf [18]:110).
Bangsa-bangsa Kristen dari barat membanggakan diri atas penemuan-penemuan dan hasil-hasil mereka yang besar dalam ilmu pengetahuan, dan nampaknya mereka
dikuasai anggapan keliru bahwa mereka telah berhasil mengetahui seluk-beluk rahasia-rahasia
takhliq (penciptaan) itu sendiri. Hal itu hanya pembualan yang sia-sia belaka.
Kesempurnaan Tatanan Alam Semesta
Rahasia-rahasia Allah
Swt, dan ciptaan-Nya berupa alam
semesta dan segala sisinya tidak ada habisnya dan tidak dapat diselami sehingga apa yang
telah mereka temukan sampai sekarang,
dan apa yang nanti akan ditemukan
dengan segala susah-payah, jika dibandingkan dengan rahasia-rahasia Allah Swt. belumlah merupakan setitik pun air dalam samudera,
sebagaimana firman-Nya berikut ini
mengenai kesempurnaan penciptaan tatanan alam
semesta dalam berbagai seginya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾
تَبٰرَکَ الَّذِیۡ بِیَدِہِ الۡمُلۡکُ ۫ وَ ہُوَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرُۨ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ الۡحَیٰوۃَ لِیَبۡلُوَکُمۡ
اَیُّکُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا ؕ وَ
ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡغَفُوۡرُ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡ خَلَقَ
سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا ؕ مَا تَرٰی فِیۡ خَلۡقِ الرَّحۡمٰنِ
مِنۡ تَفٰوُتٍ ؕ فَارۡجِعِ الۡبَصَرَ ۙ ہَلۡ تَرٰی مِنۡ فُطُوۡرٍ ﴿﴾ ثُمَّ
ارۡجِعِ الۡبَصَرَ
کَرَّتَیۡنِ یَنۡقَلِبۡ اِلَیۡکَ الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ حَسِیۡرٌ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang. تَبٰرَکَ الَّذِیۡ بِیَدِہِ
الۡمُلۡکُ -- Maha Berbarkat Dia Yang di Tangan-Nya kerajaan وَ ہُوَ
عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرُۨ -- dan Dia
Maha Kuasa atas segala sesuatu, الَّذِیۡ خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ
الۡحَیٰوۃَ -- Yang menciptakan
kematian dan kehidupan,
لِیَبۡلُوَکُمۡ
اَیُّکُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا -- supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang terbaik amalnya, وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡغَفُوۡرُ
-- dan Dia
Maha Perkasa, Maha Pengampun, الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا -- Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi. مَا تَرٰی فِیۡ خَلۡقِ الرَّحۡمٰنِ
مِنۡ تَفٰوُتٍ
-- Engkau
tidak akan melihat ketidak selarasan
di dalam ciptaan Tuhan Yang Maha
Pemurah, فَارۡجِعِ الۡبَصَرَ ۙ ہَلۡ تَرٰی مِنۡ فُطُوۡرٍ
-- maka lihatlah berulang-ulang,
apakah engkau melihat sesuatu cacat? ثُمَّ
ارۡجِعِ الۡبَصَرَ
کَرَّتَیۡنِ یَنۡقَلِبۡ اِلَیۡکَ الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ حَسِیۡ -- Kemudian pandanglah
untuk kedua kali, penglihatan engkau akan kembali kepada
engkau dengan tunduk dan ia
letih. (Al-Mulk [67]:1-5).
Makna ayat: الَّذِیۡ خَلَقَ الۡمَوۡتَ وَ
الۡحَیٰوۃَ --
Yang menciptakan kematian dan
kehidupan, لِیَبۡلُوَکُمۡ اَیُّکُمۡ اَحۡسَنُ عَمَلًا -- supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang terbaik amalnya”, hukum hidup
dan mati berlaku di seluruh alam.
Tiap-tiap makhluk-hidup tunduk kepada
kehancuran dan kematian, sebab yang kekal
hanyalah Allah Swt. (QS.55:27-28). Kata
“kematian” di sini seperti juga dalam
ayat QS.2:29 dan QS.53:45, disebut sebelum kata “kehidupan.”
Alasannya ialah, rupa-rupanya kematian
atau tanpa-wujud itu merupakan
keadaan sebelum ada kehidupan; atau
mungkin karena “mati” itu lebih penting dan lebih besar artinya daripada
“hidup,” karena kematian membukakan
kepada manusia pintu gerbang kehidupan
kekal dan kemajuan ruhani yang
tidak berhingga bagi manusia, sedang kehidupan
di dunia ini hanyalah suatu tempat persinggahan sementara dan merupakan
suatu persiapan bagi kehidupan kekal lagi abadi di balik kubur,
yakni alam akhirat yang jauh lebih
baik daripada kehidupan dunia (QS.87:15-20; QS.93:5-6).
Kata thibāq dalam ayat 4: الَّذِیۡ خَلَقَ سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا -- Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi”
itu bersamaan arti dengan thabāq dan dengan jamaknya athbāq.
Orang mengatakan sesuatu ini thabāq atau thibāq bagi sesuatu itu, yakni “sesuatu ini berpasangan dengan itu” atau “sejenis
itu dalam ukuran atau mutunya”, dan sebagainya. Thibāq berarti juga
tingkat (Lexicon Lane).
Membuktikan Keberadaan Satu Tuhan Pencipta
Sungguh menakjubkan ciptaan Allah Swt. itu. Tatasurya yang di dalamnya bumi ada manusia hanya merupakan anggota
kecil itu sangat luas, bermacam-macam dan teratur susunannya, namun
demikian tatasurya itu hanyalah
merupakan salah satu dari ratusan juta
tatasurya yang beberapa di antaranya jauh lebih besar lagi daripada tatasurya kita ini.
Namun jutaan matahari dan bintang itu begitu rupa diatur dan disebar dalam hubungan satu sama lain sehingga di mana-mana
menimbulkan keserasian dan keindahan, sekali pun tidak memiliki tiang penunjang yang dapat dilihat mata jasmani, firman-Nyaq:
اَللّٰہُ
الَّذِیۡ رَفَعَ السَّمٰوٰتِ بِغَیۡرِ عَمَدٍ تَرَوۡنَہَا ثُمَّ اسۡتَوٰی عَلَی الۡعَرۡشِ وَ سَخَّرَ الشَّمۡسَ
وَ الۡقَمَرَ ؕ کُلٌّ یَّجۡرِیۡ لِاَجَلٍ مُّسَمًّی ؕ یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ یُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ
لَعَلَّکُمۡ بِلِقَآءِ رَبِّکُمۡ تُوۡقِنُوۡنَ ﴿﴾
Allah, Dia-lah Yang telah meninggikan seluruh langit tanpa
suatu tiang pun yang kamu melihatnya, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arasy. Dan Dia telah menundukkan bagi kamu
matahari dan bulan, masing-masing beredar menurut arah
perjalanannya hingga suatu masa yang telah ditetapkan. یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ
یُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ بِلِقَآءِ رَبِّکُمۡ تُوۡقِنُوۡنَ -- Dia mengatur segala urusan dan Dia menjelaskan Tanda-tanda itu, supaya
kamu berkeyakinan teguh mengenai pertemuan dengan Rabb (Tuhan) kamu (Ar-R’ād [13]:3). Lihat pula QS.31:11.
Kata-kata itu berarti: اَللّٰہُ الَّذِیۡ رَفَعَ السَّمٰوٰتِ
بِغَیۡرِ عَمَدٍ تَرَوۡنَہَا -- “Allah, Dia-lah Yang telah meninggikan seluruh langit tanpa
suatu tiang pun yang kamu melihatnya”: (1) Kamu melihat bahwa seluruh langit berdiri tanpa
tiang-tiang; (2) bahwa seluruh
langit berdiri tidak atas tiang-tiang yang dapat kamu lihat; artinya, seluruh
langit itu mempunyai pendukung, tetapi kamu tidak dapat melihatnya.
Secara
harfiah ayat itu berarti bahwa seluruh langit berdiri tanpa ditunjang oleh tiang-tiang. Secara
kiasan ayat itu berarti, bahwa seluruh langit atau benda-benda langit memang memerlukan penopang, tetapi penopang-penopang
itu tidak nampak kepada mata manusia,
umpamanya daya tarik atau tenaga magnetis atau gerakan-gerakan khusus planit-planit atau
cara-cara lain, yang ilmu pengetahuan telah
menemukannya hingga saat ini atau yang mungkin akan ditemukan lagi di hari
depan.
Kata ‘Arsy
(singgasana) dalam ayat selanjutnya: یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ
یُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ لَعَلَّکُمۡ بِلِقَآءِ رَبِّکُمۡ تُوۡقِنُوۡنَ -- Dia mengatur segala urusan dan Dia menjelaskan Tanda-tanda itu, supaya
kamu berkeyakinan teguh mengenai pertemuan dengan Rabb (Tuhan) kamu” telah dipakai dalam Al-Quran untuk menyatakan
proses membawa hukum-hukum ruhani atau jasmani
kepada kesempurnaannya. Penggunaan
ungkapan itu selaras dengan kebiasaan raja-raja dunia, mereka itu menyatakan proklamasi-proklamasi penting “dari
singgasana”.
Tertib (keteraturan) yang
menutupi dan meliputi seluruh alam itu,
jelas nampak kepada mata tanpa bantuan alat apa pun, dan tersebar jauh melewati
jangkauan pandangan yang dibantu oleh segala macam alat dan perkakas (telescope)
yang dunia ilmu dan teknik telah mampu menciptakannya.
Keteraturan Alam Semesta Menolak
Kemusyrikan
Dengan semakin berkembangnya kemajuan iptek
(ilmu pengetahuan dan teknologi) yang dikembangkan manusia dalam bidang
optic berupa telescope
maka semakin takjub pulalah manusia menyaksikan
berbagai pemandangan baru yang muncul
di hadapannya, demikian seterusnya, sehingga sangat tepat pernyataan Allah Swt.
dalam ayat 4-5:
الَّذِیۡ خَلَقَ
سَبۡعَ سَمٰوٰتٍ طِبَاقًا ؕ مَا تَرٰی فِیۡ خَلۡقِ الرَّحۡمٰنِ
مِنۡ تَفٰوُتٍ ؕ فَارۡجِعِ الۡبَصَرَ ۙ ہَلۡ تَرٰی مِنۡ فُطُوۡرٍ ﴿﴾ ثُمَّ
ارۡجِعِ الۡبَصَرَ
کَرَّتَیۡنِ یَنۡقَلِبۡ اِلَیۡکَ الۡبَصَرُ خَاسِئًا وَّ ہُوَ حَسِیۡرٌ ﴿﴾
Yang telah menciptakan tujuh tingkat langit dengan serasi. Engkau tidak akan melihat ketidak selarasan di
dalam ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah, maka lihatlah berulang-ulang, apakah engkau melihat sesuatu cacat? Kemudian pandanglah
untuk kedua kali, penglihatan engkau akan kembali kepada engkau dengan tunduk dan ia letih
(Al-Mulk [67]:4-5).
Kenyataan
tersebut membuktikan bahwa hanya ada satu
Tuhan Pencipta tatanan alam
semesta yakni Allah
Swt., -- Rabb-al-‘ālamīn (Tuhan Pencipta dan Pemelihara seluruh alam - QS.1:2) -- sebab jika ada tuhan-tuhan pencipta lainnya selain Allah Swt. maka tatanan alam semesta ini akan kacau-balau, seperti kacau-balaunya kemusyrikan, firman-Nya:
لَوۡ کَانَ فِیۡہِمَاۤ اٰلِہَۃٌ
اِلَّا اللّٰہُ لَفَسَدَتَا ۚ فَسُبۡحٰنَ
اللّٰہِ رَبِّ الۡعَرۡشِ عَمَّا
یَصِفُوۡنَ ﴿﴾ لَا
یُسۡـَٔلُ عَمَّا یَفۡعَلُ
وَ ہُمۡ یُسۡـَٔلُوۡنَ ﴿﴾
Seandainya di dalam keduanya yakni langit
dan bumi ada tuhan-tuhan selain Allah pasti binasalah
kedua-duanya, maka Maha
Suci Allah Tuhan ‘Arasy itu, jauh di
atas segala yang mereka sifatkan. لَا
یُسۡـَٔلُ عَمَّا یَفۡعَلُ
وَ ہُمۡ یُسۡـَٔلُوۡنَ -- Dia tidak akan ditanya mengenai apa yang Dia kerjakan, sedangkan mereka akan ditanya (Al-Anbiya [21]:23-24).
Ayat 23 merupakan dalil
yang jitu dan pasti untuk menolak kemusyrikan.
Bahkan mereka yang tidak percaya kepada
Tuhan pun tidak dapat menolak, bahwa suatu tertib yang sempurna melingkupi dan meliputi seluruh alam raya. Tertib ini menunjukkan bahwa ada hukum yang seragam mengaturnya, dan keseragaman
hukum-hukum membuktikan ke-Esa-an Sang Pencipta dan Pengatur
alam raya, yakni Allah Swt..
Seandainya ada Tuhan lebih
dari satu tentu lebih dari satu hukum akan mengatur alam — sebab
adalah perlu bagi suatu wujud tuhan untuk menciptakan
alam-semesta dengan peraturan-peraturannya
yang khusus pula — dan dengan demikian
sebagai akibatnya kekalutan dan kekacauan niscaya akan terjadi yang
tidak dapat dielakkan, serta seluruh alam
akan menjadi hancur berantakan.
Karena itu – berkenaan dengan “Trinitas” -- sungguh janggal mengatakan bahwa tiga
tuhan yang sama-sama sempurna
dalam segala segi, bersama-sama
merupakan pencipta dan pengawas bagi alam raya, padahal sebelum
Yesus dilahirkan Maryam binti ‘Imran, keberadaan tatanan
alam semesta dengan segala
keteraturan hukum-hukumnya
telah ada.
Kesaksian Ruh (Fitrat)
Manusia Mengenai Tauhid Ilahi & Ketidak-kekalan Kehidupan Duniawi
Ayat selanjutnya: لَا
یُسۡـَٔلُ عَمَّا یَفۡعَلُ
وَ ہُمۡ یُسۡـَٔلُوۡنَ -- “ Dia tidak akan ditanya mengenai apa yang Dia
kerjakan, sedangkan mereka akan ditanya”, menunjuk kepada sempurnanya dan lengkapnya tata-tertib
alam raya, sebab itu mengisyaratkan kepada kesempurnaan Pencipta dan Pengaturnya,
yakni Allah Swt., dan mengisyaratkan
pula kepada ke-Esa-an-Nya.
Ayat ini berarti pula bahwa kekuasaan
Allah Swt. mengatasi segala sesuatu, sedang semua wujud dan barang lainnya
tunduk kepada kekuasaan-Nya. Hal ini
merupakan dalil lain yang menentang kemusyrikan, sebagaimana firman-Nya
dalam Surah Al-Ankabūt sebelum ini:
وَ لَئِنۡ سَاَلۡتَہُمۡ مَّنۡ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَ
الۡاَرۡضَ وَ سَخَّرَ الشَّمۡسَ وَ الۡقَمَرَ لَیَقُوۡلُنَّ اللّٰہُ ۚ فَاَنّٰی یُؤۡفَکُوۡنَ ﴿﴾ اَللّٰہُ یَبۡسُطُ
الرِّزۡقَ لِمَنۡ یَّشَآءُ مِنۡ عِبَادِہٖ
وَ یَقۡدِرُ لَہٗ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمٌ ﴿﴾ وَ لَئِنۡ سَاَلۡتَہُمۡ
مَّنۡ نَّزَّلَ مِنَ السَّمَآءِ مَآءً
فَاَحۡیَا بِہِ الۡاَرۡضَ مِنۡۢ بَعۡدِ مَوۡتِہَا لَیَقُوۡلُنَّ اللّٰہُ ؕ
قُلِ الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ ؕ بَلۡ
اَکۡثَرُہُمۡ لَا یَعۡقِلُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan jika engkau
bertanya kepada mereka: “Siapakah
yang telah menciptakan seluruh langit
dan bumi serta menundukkan
matahari dan bulan?” Niscaya mereka akan berkata, “Allah.” Maka ke manakah mereka dipalingkan? Allah
melapangkan rezeki bagi siapa yang
Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya,
dan menyempitkan baginya, sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. Dan jika engkau
bertanya kepada mereka: “Siapakah
yang menurunkan air dari awan lalu
dengannya menghidupkan bumi setelah matinya?” Niscaya mereka akan berkata: “Allah.” Katakanlah: “Segala
puji bagi Allah.” Tetapi kebanyakan
mereka tidak mau mengerti (Al-Ankabūt [29]:62-64).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kefanaan atau ketidak-kekalan
kehidupan duniawi:
وَ مَا ہٰذِہِ
الۡحَیٰوۃُ الدُّنۡیَاۤ اِلَّا لَہۡوٌ وَّ لَعِبٌ ؕ وَ اِنَّ الدَّارَ
الۡاٰخِرَۃَ لَہِیَ الۡحَیَوَانُ ۘ
لَوۡ کَانُوۡا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ فَاِذَا رَکِبُوۡا فِی الۡفُلۡکِ دَعَوُا اللّٰہَ
مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۚ فَلَمَّا
نَجّٰہُمۡ اِلَی الۡبَرِّ اِذَا
ہُمۡ یُشۡرِکُوۡنَ ﴿ۙ﴾ لِیَکۡفُرُوۡا بِمَاۤ اٰتَیۡنٰہُمۡ
ۚۙ وَ لِیَتَمَتَّعُوۡا ٝ فَسَوۡفَ یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan tidak
lain kehidupan di dunia ini
melainkan pengisi waktu serta permainan. Dan sesungguhnya rumah di akhirat itulah kehidupan yang
hakiki, seandainya mereka
mengetahui! Maka apabila mereka menaiki bahtera, mereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, tetapi tatkala Dia telah menyelamatkan mereka sampai ke darat tiba-tiba mereka mulai mempersekutukan-Nya,
supaya mereka mengingkari apa-apa yang telah Kami berikan kepada mereka, dan supaya mereka bersenang-senang sementara waktu,
maka mereka segera akan mengetahui (Al-Ankabūt [29]:65-67).
Hidup
tanpa menanggung jerih payah dan kesusahan demi suatu tujuan agung, dan tanpa pengurbanan-pengurbanan sebagai bakti kepada Allah Swt., adalah “hanya pelengah waktu dan permainan”; suatu keadaan yang tidak berguna
dan tidak bertujuan. Itulah makna ayat: وَ مَا ہٰذِہِ
الۡحَیٰوۃُ الدُّنۡیَاۤ اِلَّا لَہۡوٌ وَّ لَعِبٌ -- “Dan tidak lain
kehidupan di dunia ini melainkan pengisi waktu serta permainan.”
Kehidupan
yang padat tujuan ialah yang ditempuh
demi mencapai tujuan agung serta mulia, dan untuk mengadakan persiapan guna kehidupan yang kekal abadi,
yang untuk kehidupan itu Tuhan telah menciptakan manusia,
firman-Nya: وَ اِنَّ الدَّارَ
الۡاٰخِرَۃَ لَہِیَ الۡحَیَوَانُ ۘ
لَوۡ کَانُوۡا یَعۡلَمُوۡنَ
-- “Dan sesungguhnya rumah di
akhirat itulah kehidupan yang hakiki, seandainya
mereka mengetahui! ”
Ketidak-konsekwenan Orang-orang Musyrik
Ayat selanjutnya mengemukakan
sikap buruk dan ketidak-konsekwenan
orang-orang musyrik terhadap kemusyrikannya
ketika menghadapi bencana yang mereka
anggap akan menghabisi mereka: فَاِذَا
رَکِبُوۡا فِی الۡفُلۡکِ دَعَوُا اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۚ فَلَمَّا نَجّٰہُمۡ اِلَی الۡبَرِّ اِذَا
ہُمۡ یُشۡرِکُوۡنَ
-- “Maka apabila mereka menaiki
bahtera, mereka berdoa kepada Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya,
tetapi tatkala Dia telah menyelamatkan
mereka sampai ke darat tiba-tiba mereka
mulai mempersekutukan-Nya. ” Senada dengan ayat tersebut dalam Surah lain
Allah Swt. berfirman mengenai mereka:
ہُوَ الَّذِیۡ یُسَیِّرُکُمۡ فِی
الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ ؕ حَتّٰۤی اِذَا کُنۡتُمۡ فِی
الۡفُلۡکِ ۚ وَ جَرَیۡنَ بِہِمۡ بِرِیۡحٍ طَیِّبَۃٍ وَّ فَرِحُوۡا بِہَا جَآءَتۡہَا رِیۡحٌ عَاصِفٌ
وَّ جَآءَہُمُ
الۡمَوۡجُ مِنۡ کُلِّ
مَکَانٍ وَّ ظَنُّوۡۤا اَنَّہُمۡ اُحِیۡطَ بِہِمۡ ۙ دَعَوُا
اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۚ لَئِنۡ اَنۡجَیۡتَنَا مِنۡ ہٰذِہٖ لَنَکُوۡنَنَّ مِنَ
الشّٰکِرِیۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّاۤ اَنۡجٰہُمۡ اِذَا ہُمۡ یَبۡغُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ بِغَیۡرِ الۡحَقِّ ؕ
یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اِنَّمَا
بَغۡیُکُمۡ عَلٰۤی اَنۡفُسِکُمۡ ۙ
مَّتَاعَ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۫ ثُمَّ اِلَیۡنَا
مَرۡجِعُکُمۡ فَنُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ
تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dia-lah Yang memperjalankan kamu melalui daratan dan lautan, hingga apabila kamu telah ada di kapal-kapal, dan meluncurlah kapal-kapal itu dengan mereka berkat angin yang baik
dan mereka pun bergembira karenanya lalu datang angin badai melandanya dan gelombang
pun mendatangi mereka dari setiap
tempat serta mereka yakin bahwa
sesungguhnya mereka telah terkepung, دَعَوُا اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ -- mereka berseru kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dan
berkata, لَئِنۡ اَنۡجَیۡتَنَا مِنۡ ہٰذِہٖ لَنَکُوۡنَنَّ مِنَ الشّٰکِرِیۡنَ -- “Jika Engkau
benar-be-nar menyelamatkan kami
dari bahaya ini, niscaya kami
akan termasuk orang-orang yang bersyukur.”
فَلَمَّاۤ اَنۡجٰہُمۡ اِذَا ہُمۡ یَبۡغُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ بِغَیۡرِ الۡحَقِّ -- Tetapi tatkala Dia
menyelamatkan mereka itu tiba-tiba mereka berbuat durhaka di muka bumi
tanpa haq. اِنَّمَا بَغۡیُکُمۡ عَلٰۤی اَنۡفُسِکُمۡ ۙ مَّتَاعَ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۫ -- Hai manusia,
sesungguhnya aki-bat kedurhakaan kamu mengejar
kesenangan hidup di dunia akan menimpa kamu, ثُمَّ اِلَیۡنَا مَرۡجِعُکُمۡ فَنُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ -- kemudian kepada Kami-lah tempat kamu kembali, lalu Kami memberitahukan kepadamu mengenai apa yang
senantiasa kamu kerjakan (Yunus [10]:23-24).
Seperti angin sepoi-sepoi basah kadang-kadang berubah menjadi taufan yang
dahsyat dan membawa kehancuran
yang sangat luas jangkauannya, begitu pula kelonggaran
dan penangguhan yang diberikan Allah
Swt. kepada orang-orang kafir mungkin dapat merupakan pendahuluan dari kehancurannya.
Untuk menyadarkan orang-orang
kafir mengenai kebenaran yang
nyata ini, maka perhatian mereka ditarik kepada kenikmatan-kenikmatan dan kemudahan
maupun bahaya dalam perjalanan di laut. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اِنَّمَا
مَثَلُ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا کَمَآءٍ اَنۡزَلۡنٰہُ مِنَ
السَّمَآءِ
فَاخۡتَلَطَ بِہٖ نَبَاتُ الۡاَرۡضِ مِمَّا
یَاۡکُلُ
النَّاسُ وَ الۡاَنۡعَامُ ؕ حَتّٰۤی اِذَاۤ اَخَذَتِ الۡاَرۡضُ
زُخۡرُفَہَا وَ ازَّیَّنَتۡ وَ
ظَنَّ اَہۡلُہَاۤ اَنَّہُمۡ قٰدِرُوۡنَ عَلَیۡہَاۤ ۙ اَتٰہَاۤ اَمۡرُنَا لَیۡلًا اَوۡ نَہَارًا
فَجَعَلۡنٰہَا حَصِیۡدًا کَاَنۡ لَّمۡ تَغۡنَ بِالۡاَمۡسِ ؕ کَذٰلِکَ نُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ
لِقَوۡمٍ یَّتَفَکَّرُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
perumpamaan kehidupan dunia adalah seperti air yang Kami menurunkannya dari langit, lalu bercampur dengannya tumbuh-tumbuhan bumi, yang darinya
manusia dan binatang ternak makan,
حَتّٰۤی اِذَاۤ اَخَذَتِ الۡاَرۡضُ زُخۡرُفَہَا وَ ازَّیَّنَتۡ وَ ظَنَّ اَہۡلُہَاۤ اَنَّہُمۡ قٰدِرُوۡنَ عَلَیۡہَاۤ -- sehingga apabila bumi telah memakai perhiasannya serta nampak keindahannya, dan pemilik-pemiliknya
pun yakin bahwa sesungguhnya mereka berkuasa atasnya, اَتٰہَاۤ اَمۡرُنَا لَیۡلًا اَوۡ نَہَارًا فَجَعَلۡنٰہَا حَصِیۡدًا
کَاَنۡ لَّمۡ تَغۡنَ بِالۡاَمۡسِ -- lalu datang kepadanya perintah Kami di waktu malam atau siang, maka Kami menjadi-kannya laksana ladang yang
telah disabit, seakan-akan ctidak
pernah ada kemarin. کَذٰلِکَ نُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ لِقَوۡمٍ یَّتَفَکَّرُوۡنَ -- Demikianlah Kami mem-bentangkan Tanda-tanda Kami bagi orang-orang yang berpikir (Yunus [10]:25).
Maksud perumpamaan itu ialah bahwa bila bangsa-bangsa menjadi congkak serta manja, dan hidup di dunia ini dipandang gampang dan ringan, maka detik-detik kemunduran mulai tiba kepada
bangsa-bangsa itu dan mereka ditimpa
oleh nasib yang malang.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,28 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar