بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 99
Hubungan Kabar
Gembira dan Peringatan Allah Swt. Kepada Manusia dengan Peran Rajā (Harapan) dan Khauf (Takut) Berkenaan Kemajuan
Manusia Dalam Urusan Duniawi dan Ruhani
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai makna rantai sepanjang
70 hasta yang akan dikalungkan sekeliling leher penghuni
neraka, yang secara visual menampilkan
hasrat-hasrat duniawi -- yang mengekangnya
dari melaksanakan kewajibannya kepada
Allah Swt. dan terhadap sesama makhluk-Nya
-- maka hasrat-hasrat
itulah yang akan mengambil bentuk belenggu
di akhirat.
Demikian pula keterikatan pada kehidupan
dunia yang fatamorgana
ini akan nampak sebagai belenggu kaki.
Begitu juga terbakarnya hati oleh gejolak hawa-nafsu
(syahwat) duniawi (QS.3:15) -- di dunia pun nampak seperti lidah api yang berkobar-kobar.
Batas umur manusia pada
umumnya dapat ditetapkan 70 tahun, tanpa mencakup masa
kanak-kanak dan masa tua-renta. Usia 70 tahun itu dibuang percuma oleh orang-orang
kafir durjana dalam jerat godaan dunia
dan dalam pemuasan ajakan hawa nafsunya (QS.102:1-9).
Ia tidak berusaha membebaskan diri dari ikatan rantai nafsu, dan karena itu di
akhirat, rantai nafsu yang selama 70 tahun ia bergelimang di dalamnya,
akan diwujudkan rantai sepanjang 70 hasta, setiap hasta menampilkan satu tahun,
yang dengan itu si jahat itu akan dibelenggu, firman-Nya:
وَ اَمَّا مَنۡ
اُوۡتِیَ کِتٰبَہٗ بِشِمَالِہٖ ۬ۙ فَیَقُوۡلُ یٰلَیۡتَنِیۡ لَمۡ
اُوۡتَ کِتٰبِیَہۡ ﴿ۚ﴾ وَ
لَمۡ اَدۡرِ مَا حِسَابِیَہۡ ﴿ۚ﴾ یٰلَیۡتَہَا کَانَتِ الۡقَاضِیَۃَ ﴿ۚ﴾ مَاۤ اَغۡنٰی عَنِّیۡ مَالِیَہۡ ﴿ۚ﴾ ہَلَکَ عَنِّیۡ
سُلۡطٰنِیَہۡ ﴿ۚ﴾ خُذُوۡہُ فَغُلُّوۡہُ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ
الۡجَحِیۡمَ صَلُّوۡہُ ﴿ۙ﴾ ثُمَّ فِیۡ
سِلۡسِلَۃٍ ذَرۡعُہَا سَبۡعُوۡنَ ذِرَاعًا
فَاسۡلُکُوۡہُ ﴿ؕ﴾ اِنَّہٗ کَانَ
لَا یُؤۡمِنُ بِاللّٰہِ
الۡعَظِیۡمِ ﴿ۙ﴾ وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ ﴿ؕ﴾ فَلَیۡسَ لَہُ
الۡیَوۡمَ ہٰہُنَا حَمِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ وَّ لَا طَعَامٌ
اِلَّا مِنۡ غِسۡلِیۡنٍ ﴿ۙ﴾ لَّا
یَاۡکُلُہٗۤ اِلَّا
الۡخَاطِـُٔوۡنَ ﴿٪﴾
Tetapi barangsiapa
diberikan kitabnya di tangan kirinya,
maka ia berkata: “Aduhai kiranya aku tidak diberi kitabku. Dan aku tidak mengetahui apa perhitunganku
itu, ٰلَیۡتَہَا کَانَتِ الۡقَاضِیَۃَ -- Aduhai sekiranya kematianku mengakhiri
hidupku! Sekali-kali tidak
bermanfaat bagiku hartaku. Hilang
lenyap dariku kekuasaanku.” خُذُوۡہُ
فَغُلُّوۡہُ -- “Tangkaplah dia dan belenggulah
dia,” ثُمَّ الۡجَحِیۡمَ
صَلُّوۡہُ -- “Kemudian masukkanlah
dia ke dalam Jahannam,” ثُمَّ فِیۡ سِلۡسِلَۃٍ ذَرۡعُہَا سَبۡعُوۡنَ ذِرَاعًا
فَاسۡلُکُوۡہُ -- “Lalu ikatlah
dia dengan rantai yang panjangnya
tujuh puluh hasta. اِنَّہٗ کَانَ لَا
یُؤۡمِنُ بِاللّٰہِ الۡعَظِیۡمِ -- “Sesungguhnya ia dahulu tidak beriman kepada Allah
Yang Maha Besar, وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ -- “Dan ia
tidak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin. فَلَیۡسَ لَہُ الۡیَوۡمَ ہٰہُنَا حَمِیۡمٌ -- “Maka tidak ada baginya pada hari ini di sana seorang sahabat karib. وَّ لَا
طَعَامٌ اِلَّا مِنۡ غِسۡلِیۡنٍ -- “Dan tidak
ada makanan kecuali bekas cucian luka, لَّا
یَاۡکُلُہٗۤ اِلَّا
الۡخَاطِـُٔوۡنَ -- “Tidak ada yang memakannya
kecuali orang-orang berdosa.” (Al-Hāqqah
[69]:26-38).
Penyebab Munculnya Akibat
Buruk di Akhirat & Keberuntungan
Para Penyembah Tauhid Ilahi
Dalam Surah
berikut ini Allah Swt. menjelaskan mengenai penyebab munculnya
semua berbagai akibat
buruk yang dialami manusia dalam neraka
jahannam tersebut, yaitu berlebihan
dalam kecintaan terhadap segala sesuatu selain Allah Swt., firman-Nya:
زُیِّنَ
لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ
الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ
الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ
الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾ قُلۡ اَؤُنَبِّئُکُمۡ بِخَیۡرٍ مِّنۡ ذٰلِکُمۡ ؕ
لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا وَ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ وَّ رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ بِالۡعِبَادِ ﴿ۚ﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diingini yaitu: perempuan-perempuan, anak-anak,
kekayaan yang berlimpah berupa emas dan perak, kuda pilihan, binatang
ternak dan sawah ladang. Yang
demikian itu adalah perlengkapan hidup
di dunia, dan Allah, di sisi-Nya-lah sebaik-baik tempat kembali. Katakanlah: “Maukah kamu aku beri tahu sesuatu yang lebih baik daripada yang
demikian itu?” Bagi orang-orang yang
bertakwa, di sisi Rabb (Tuhan)
mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya
mengalir sungai-sungai, mereka kekal
di dalamnya, dan jodoh-jodoh suci serta keridhaan
dari Allah, dan Allah Maha Melihat
akan hamba-hamba-Nya (Âli
‘Imran [3]:15-16).
Islam tidak melarang mempergunakan atau mencari barang-barang yang baik dari dunia ini, tetapi tentu saja Islam mencela mereka yang menyibukkan diri dalam urusan
duniawi dan menjadikannya satu-satunya tujuan
hidup mereka, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾
اَلۡہٰکُمُ التَّکَاثُرُ ۙ﴿﴾ حَتّٰی زُرۡتُمُ الۡمَقَابِرَ ؕ﴿﴾ کَلَّا سَوۡفَ
تَعۡلَمُوۡنَ ۙ﴿﴾ ثُمَّ کَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ؕ﴿﴾ کَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عِلۡمَ الۡیَقِیۡنِ ؕ﴿﴾ لَتَرَوُنَّ
الۡجَحِیۡمَ ۙ﴿﴾ ثُمَّ
لَتَرَوُنَّہَا عَیۡنَ الۡیَقِیۡنِ ۙ﴿﴾ ثُمَّ لَتُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَئِذٍ عَنِ النَّعِیۡمِ ٪﴿﴾
Aku baca
dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Dalam upaya memperbanyak kekayaan telah
melalaikan kamu, hingga kamu sampai kuburan. Sekali-kali tidak, segera kamu akan mengetahui. Kemudian, sekali-kali tidak demikian, segera kamu
akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui
hakikat itu dengan ilmu yakin,
niscaya kamu akan melihat Jahannam,
kemudian kamu
niscaya akan melihatnya dengan mata
yakin. Kemudian pada
hari itu kamu pasti akan ditanya
mengenai kenikmatan (At-Takatstsūr [102]:1-9).
Sebaliknya dengan kenyataan pahit
yang dialami orang-orang yang mempersekutukan
Allah Swt. tersebut, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ اللّٰہُ
یَدۡعُوۡۤا اِلٰی دَارِ
السَّلٰمِ ؕ وَ یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ اِلٰی صِرَاطٍ
مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾ لِلَّذِیۡنَ اَحۡسَنُوا
الۡحُسۡنٰی وَ زِیَادَۃٌ ؕ وَ لَا یَرۡہَقُ وُجُوۡہَہُمۡ قَتَرٌ وَّ لَا ذِلَّۃٌ ؕ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ
الۡجَنَّۃِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan Allah
menyeru manusia ke rumah
keselamatan dan memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. لِلَّذِیۡنَ اَحۡسَنُوا الۡحُسۡنٰی وَ زِیَادَۃٌ -- Bagi orang-orang yang berbuat ihsan ada balasan yang lebih baik serta tambahan-tambahan yang lain. وَ لَا یَرۡہَقُ وُجُوۡہَہُمۡ قَتَرٌ وَّ لَا ذِلَّۃٌ -- Dan wajah mereka tidak akan ditutupi debu hitam dan
tidak pula kehinaan, اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡجَنَّۃِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- mereka itu penghuni surga, mereka akan
kekal di dalam-nya (Yunus [10]:26-27).
Gambaran Ringkas Kenikmatan yang Dialami Para Penghuni Surga
Makna salām
dalam ayat وَ اللّٰہُ یَدۡعُوۡۤا اِلٰی دَارِ السَّلٰمِ -- “Dan
Allah menyeru manusia ke rumah keselamatan” berarti: keselamatan, keamanan, kekekalan atau
kebebasan dari kesalahan-kesalahan kekurangan-kekurangan cacat-cacat noda-noda
keburukan-keburukan; atau berarti pula: kedamaian, kepatuhan; surga. Salam
adalah salah satu nama Sifat Allah
Swt. juga
(Lexicon Lane).
Berhubung al-husna berarti kesudahan
yang menggembirakan; kemenangan; kecerdasan dan kegesitan,
maka anak kalimat لِلَّذِیۡنَ اَحۡسَنُوا الۡحُسۡنٰی وَ زِیَادَۃٌ : (1) bahwa orang-orang beriman akan sampai kepada kesudahan yang menyenangkan; (2) bahwa mereka akan mencapai sukses dan (3)
bahwa Allah swt. akan
menjadikan mereka cerdas dan terampil.
Sedangkan kata ziyādah (tambahan lebih
banyak lagi) mengandung arti bahwa
orang-orang beriman akan mendapatkan Allah Swt. sendiri sebagai ganjarannya, dan kata al-husna -- yang berarti juga penglihatan kepada Tuhan -- menguatkan kesimpulan itu, selanjutnya
Allah Swt. berfirman mengenai mereka:v وَ لَا یَرۡہَقُ وُجُوۡہَہُمۡ قَتَرٌ وَّ لَا ذِلَّۃٌ -- Dan wajah mereka tidak akan ditutupi debu hitam dan
tidak pula kehinaan, اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡجَنَّۃِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ -- mereka itu penghuni surga, mereka akan
kekal di dalam-nya (Yunus [10]:27).
Semua kenikmatan
surgawi yang akan dialami oleh para penghuni surga tersebut secara ringkas digambarkan dalam firman-Nya
berikut ini:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا وَ رَضُوۡا بِالۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ
اطۡمَاَنُّوۡا بِہَا وَ الَّذِیۡنَ ہُمۡ
عَنۡ اٰیٰتِنَا غٰفِلُوۡنَ ۙ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ مَاۡوٰىہُمُ النَّارُ بِمَا کَانُوۡا
یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾ اِنَّ الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ یَہۡدِیۡہِمۡ رَبُّہُمۡ بِاِیۡمَانِہِمۡ ۚ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ الۡاَنۡہٰرُ فِیۡ جَنّٰتِ
النَّعِیۡمِ ﴿﴾ دَعۡوٰىہُمۡ فِیۡہَا سُبۡحٰنَکَ اللّٰہُمَّ وَ
تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ ۚ وَ اٰخِرُ دَعۡوٰىہُمۡ اَنِ الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya
orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami
dan telah merasa senang dengan kehidupan
dunia ini serta merasa puas
dengannya, dan orang-orang yang lalai terhadap Tanda-tanda Kami, اُولٰٓئِکَ مَاۡوٰىہُمُ النَّارُ بِمَا
کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ -- Mereka itulah yang tempat tinggalnya Api, disebabkan apa yang senantiasa mereka usahakan. Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan beramal saleh,
mereka akan diberi petunjuk oleh Rabb
(Tuhan) mereka karena keimanan
mereka. تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہِمُ الۡاَنۡہٰرُ فِیۡ جَنّٰتِ
النَّعِیۡمِ -- Di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam kebun-kebun kenikmatan. دَعۡوٰىہُمۡ فِیۡہَا سُبۡحٰنَکَ
اللّٰہُمَّ وَ تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ -- Seruan mereka di dalamnya: “Mahasuci Engkau, ya Allah!
وَ
تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ -- Dan ucapan salam
mereka satu sama lain
di dalamnya: “Selamat sejahtera”, وَ اٰخِرُ دَعۡوٰىہُمۡ اَنِ الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ -- sedangkan akhir
seruan mereka: “Se-gala puji bagi
Allah, Rabb (Tuhan) seluruh
alam.” (Yunus [10]:8-11).
Peran Adanya Rajā (Harapan) dan Khauf
(Takut) Bagi Kemajuan Manusia
Makna kata rajā (harapan) dalam ayat اِنَّ الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ
لِقَآءَنَا -- “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami“,
penyelidikan tentang fitrat manusia membuka kenyataan penting, bahwa
semua kemajuan manusia itu
berhubungan erat dengan naluri-naluri harapan (rajā) dan ketakutan
(khauf).
Usaha manusia yang terbaik diilhami oleh salah satu dari
kedua naluri itu. Sebagian orang bekerja dan memeras keringat karena didorong oleh harapan akan memperoleh kekayaan
dan kemuliaan, sebagian lain oleh rasa takut. Ayat ini berseru kepada kedua golongan manusia itu dengan menggunakan
kata rajā, yang sekaligus berarti: “ia
mengharapkan, ia takut” (Lexicon
Lane).
Kata taht (di bawah) dalam
ayat berikutnya: تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہِمُ الۡاَنۡہٰرُ فِیۡ جَنّٰتِ
النَّعِیۡمِ -- “di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam kebun-kebun kenikmatan,” digunakan dalam ayat ini dalam arti kiasan,
yang menyatakan pembawahan atau penguasaan. Dalam pengertian ini
ungkapan di bawah mereka akan berarti, bahwa para penghuni surga akan menjadi penguasa
dan pemilik “sungai-sungai” itu, dan
bukan hanya semata-mata menggunakannya sebagai penyewa atau pemakai.
Dalam ayat selanjutnya dikemukakan
semua kenikmatan surgawi yang
dialami oleh para penghuninya, bahwa mereka di surga itu akan bertasbih
kepada Allah Swt. atas kemauannya
sendiri dan secara naluri, sebab di
sana hakikat benda-benda itu akan nampak kepada manusia dan mereka akan menyadari bahwa setiap pekerjaan Allah Swt. dilandasi oleh kebijaksanaan yang mendalam.
Kesadaran itu akan menyebabkan mereka secara naluri dan dengan serta
merta berseru: سُبۡحٰنَکَ
اللّٰہُمَّ -- Mahasuci
Engkau, ya Allah! Ayat ini menegaskan juga, bahwa kesudahan orang-orang
yang beriman itu senantiasa senang-bahagia.
Mereka itu melahirkan kegembiraannya
dengan menyanjung kemuliaan Allah
Swt.. itulah makna ayat: دَعۡوٰىہُمۡ فِیۡہَا سُبۡحٰنَکَ اللّٰہُمَّ وَ تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ -- Seruan mereka di dalamnya: “Mahasuci Engkau, ya Allah!
وَ
تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ -- Dan ucapan salam
mereka satu sama lain
di dalamnya: “Selamat sejahtera”, وَ اٰخِرُ دَعۡوٰىہُمۡ اَنِ الۡحَمۡدُ لِلّٰہِ رَبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ -- sedangkan akhir
seruan mereka: “Se-gala puji bagi
Allah, Rabb (Tuhan) seluruh
alam.”
Berbagai kesenangan hidup
dalam surga itulah yang sampai batas tertentu harus berusaha diwujudkan di dunia ini -- terutama oleh pihak pemerintah duniawi (negara) –
sehingga kedudukan manusia
sebagai Khalifah Allah di bumi
benar-benar terwujud,
sehubungan dengan hal tersebut berikut firman-Nya berkenaan dengan kesuksesan
duniawi yang diraih kaum
Saba di wilayah Yaman, tetapi
mereka tidak bersyukur kepada Allah Swt.:
لَقَدۡ
کَانَ لِسَبَاٍ فِیۡ مَسۡکَنِہِمۡ اٰیَۃٌ
ۚ جَنَّتٰنِ عَنۡ یَّمِیۡنٍ وَّ شِمَالٍ ۬ؕ کُلُوۡا مِنۡ رِّزۡقِ رَبِّکُمۡ وَ
اشۡکُرُوۡا لَہٗ ؕ بَلۡدَۃٌ طَیِّبَۃٌ وَّ رَبٌّ غَفُوۡرٌ ﴿﴾ فَاَعۡرَضُوۡا
فَاَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِمۡ سَیۡلَ الۡعَرِمِ وَ بَدَّلۡنٰہُمۡ بِجَنَّتَیۡہِمۡ
جَنَّتَیۡنِ ذَوَاتَیۡ اُکُلٍ خَمۡطٍ وَّ
اَثۡلٍ وَّ شَیۡءٍ مِّنۡ سِدۡرٍ قَلِیۡلٍ ﴿﴾ ذٰلِکَ جَزَیۡنٰہُمۡ
بِمَا کَفَرُوۡا ؕ وَ ہَلۡ نُجٰزِیۡۤ اِلَّا الۡکَفُوۡرَ ﴿﴾
Sungguh bagi
kaum Saba' benar-benar
terdapat satu Tanda besar di tanah air
mereka, yaitu dua kebun di sebelah kanan dan di kiri sungai. Kami berfirman: کُلُوۡا مِنۡ رِّزۡقِ رَبِّکُمۡ وَ
اشۡکُرُوۡا لَہٗ -- “Makanlah rezeki dari Rabb (Tuhan) kamu dan berterima kasihlah kepada-Nya. بَلۡدَۃٌ طَیِّبَۃٌ وَّ رَبٌّ غَفُوۡرٌ -- Negeri yang indah dan Rabb (Tuhan) Maha
Pengampun.” فَاَعۡرَضُوۡا فَاَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِمۡ سَیۡلَ الۡعَرِمِ -- Tetapi
mereka itu berpaling maka Kami kirimkan kepada mereka banjir dahsyat
yang membinasakan. وَ بَدَّلۡنٰہُمۡ
بِجَنَّتَیۡہِمۡ جَنَّتَیۡنِ ذَوَاتَیۡ
اُکُلٍ خَمۡطٍ وَّ اَثۡلٍ وَّ شَیۡءٍ مِّنۡ سِدۡرٍ قَلِیۡلٍ -- Dan
Kami menganti kedua kebun mereka itu
dengan dua kebun yang berbuah buah-buahan pahit, dan pohon
cemara serta sedikit pohon bidara.
ذٰلِکَ جَزَیۡنٰہُمۡ بِمَا کَفَرُوۡا ؕ -- Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena mereka tidak bersyukur, وَ ہَلۡ نُجٰزِیۡۤ اِلَّا الۡکَفُوۡرَ -- dan
tidaklah Kami membalas seperti
itu kecuali kepada orang-orang yang sangat
tidak bersyukur (Sabā
[34]:16-18).
Pentingnya Mencukupi
Kebutuhan “Sandang, Pangan, dan Papan” Masyarakat
Jadi, kembali kepada firman Allah
Swt. mengenai tempat tinggal Nabi Adam a.s. dan istrinya atau kaumnya yang disebut “jannah” (kebun):
وَ اِذۡ
قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا اِلَّاۤ
اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی ﴿﴾ فَقُلۡنَا
یٰۤـاٰدَمُ اِنَّ ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ لِزَوۡجِکَ فَلَا
یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی ﴿﴾ اِنَّ لَکَ
اَلَّا تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی ﴿﴾ۙ وَ اَنَّکَ لَا تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah yakni tunduk patuhlah kamu kepada Adam," maka mereka sujud kecuali iblis, ia menolak. Lalu Kami berfirman: "Hai Adam, sesungguhnya
orang ini adalah musuh bagi
engkau dan bagi istri engkau,
maka ia jangan sampai mengeluarkan kamu berdua dari kebun maka kamu
menderita kesulitan. اِنَّ لَکَ
اَلَّا تَجُوۡعَ فِیۡہَا وَ لَا تَعۡرٰی -- Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak
pula engkau akan telanjang, وَ اَنَّکَ لَا
تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی -- dan sesungguhnya engkau
tidak akan kehausan di dalamnya dan tidak
pula akan disengat panas matahari (Thā Hā [20]:117-120).
Dua ayat (119-120) ini mengisyaratkan kepada
kenyataan bahwa penyediaan pangan, sandang, dan papan (perumahan) bagi rakyat — yang merupakan sarana-sarana keperluan hidup yang pokok — merupakan tugas utama bagi suatu pemerintah beradab, dan bahwa suatu masyarakat baru dapat dikatakan masyarakat beradab, bila semua
warga masyarakat itu dicukupi
keperluan-keperluan tersebut di atas.
Mengapa demikian? Sebab umat manusia akan terus menderita
dari pergolakan-pergolakan sosial dan
warna akhlak masyarakat umat manusia
tidak akan mengalami perbaikan hakiki,
selama kepincangan yang parah di
bidang ekonomi — yaitu sebagian
lapisan masyarakat berkecimpung dalam
kekayaan, sedang sebagian lainnya mati kelaparan — tidak dihilangkan.
Nabi Adam a.s. diberitahukan dalam
ayat-ayat tersebut, bahwa beliau akan tinggal di sebuah tempat (wilayah) di mana kesenangan
dan keperluan hidup akan tersedia dengan secukupnya bagi semua penduduknya, sebab wilayah tersebut secara alami memiliki SDA (sumber daya alam) yang melimpah-ruah, yang dalam Al-Quran
digambarkan sebagai “jannah” (kebun)
yang di bawahnya atau di dalamnya mengalir sungai, sehingga kesuburan
wilayah tersebut dapat bertahan, karena
itu Allah Swt. telah menjadikan sebagaidan
dijadikan perumpamaan surga,
firman-Nya:
وَ بَشِّرِ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ
تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ کُلَّمَا
رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا
مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ
مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira orang-orang
yang beriman dan beramal saleh
bahwa sesungguhnya untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai
rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka
berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada
kami sebelumnya”, وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا -- akan
diberikan kepada mereka yang serupa
dengannya, dan bagi mereka di
dalamnya ada jodoh-jodoh yang suci, dan
mereka akan kekal di dalamnya (Al-Baqarah [2]:26).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,11 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar