Senin, 13 Juli 2015

Hubungan "Kabar Gembira" dan "Peringatan" Allah Swt. Kepada Manusia dengan Peran "Rajaa" (Harapan) dan "Khauf" (Takut) Berkenaan Kemajuan Manusia Dalam Urusan Duniawi dan Ruhani



                                                                                                                            
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 99   

Hubungan Kabar Gembira dan Peringatan Allah Swt. Kepada Manusia dengan  Peran Rajā (Harapan) dan Khauf (Takut)  Berkenaan  Kemajuan Manusia Dalam Urusan Duniawi dan Ruhani
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai makna rantai sepanjang 70 hasta yang akan dikalungkan sekeliling leher penghuni neraka, yang secara visual menampilkan hasrat-hasrat duniawi   -- yang mengekangnya dari melaksanakan kewajibannya kepada Allah  Swt. dan terhadap sesama makhluk-Nya --  maka  hasrat-hasrat itulah yang akan mengambil bentuk belenggu di akhirat.
        Demikian pula keterikatan pada kehidupan dunia  yang fatamorgana ini akan nampak sebagai belenggu kaki.   Begitu juga terbakarnya hati oleh gejolak hawa-nafsu (syahwat) duniawi  (QS.3:15) -- di dunia pun nampak seperti lidah api yang berkobar-kobar.
  Batas umur manusia pada umumnya  dapat ditetapkan 70 tahun, tanpa mencakup masa kanak-kanak dan masa tua-renta. Usia 70 tahun itu dibuang percuma oleh orang-orang kafir durjana dalam jerat godaan dunia dan dalam pemuasan ajakan hawa nafsunya (QS.102:1-9).
   Ia tidak berusaha membebaskan diri dari ikatan rantai nafsu, dan karena itu di akhirat, rantai nafsu yang selama 70 tahun ia bergelimang di dalamnya, akan diwujudkan rantai sepanjang 70 hasta, setiap hasta menampilkan satu tahun, yang dengan itu si jahat itu akan dibelenggu, firman-Nya:
 وَ اَمَّا مَنۡ  اُوۡتِیَ کِتٰبَہٗ بِشِمَالِہٖ ۬ۙ فَیَقُوۡلُ یٰلَیۡتَنِیۡ  لَمۡ  اُوۡتَ کِتٰبِیَہۡ  ﴿ۚ﴾ وَ  لَمۡ  اَدۡرِ  مَا حِسَابِیَہۡ ﴿ۚ﴾  یٰلَیۡتَہَا کَانَتِ الۡقَاضِیَۃَ ﴿ۚ﴾ مَاۤ  اَغۡنٰی عَنِّیۡ  مَالِیَہۡ ﴿ۚ﴾  ہَلَکَ عَنِّیۡ  سُلۡطٰنِیَہۡ ﴿ۚ﴾  خُذُوۡہُ  فَغُلُّوۡہُ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  الۡجَحِیۡمَ  صَلُّوۡہُ ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  فِیۡ سِلۡسِلَۃٍ  ذَرۡعُہَا سَبۡعُوۡنَ  ذِرَاعًا  فَاسۡلُکُوۡہُ ﴿ؕ﴾  اِنَّہٗ  کَانَ  لَا  یُؤۡمِنُ بِاللّٰہِ الۡعَظِیۡمِ ﴿ۙ﴾  وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ ﴿ؕ﴾  فَلَیۡسَ لَہُ  الۡیَوۡمَ ہٰہُنَا حَمِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  وَّ لَا طَعَامٌ   اِلَّا مِنۡ غِسۡلِیۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یَاۡکُلُہٗۤ  اِلَّا الۡخَاطِـُٔوۡنَ ﴿٪﴾
Tetapi barangsiapa diberikan kitabnya di tangan kirinya, maka ia berkata: “Aduhai  kiranya aku tidak diberi kitabku. Dan aku tidak mengetahui apa perhitunganku itu, ٰلَیۡتَہَا کَانَتِ الۡقَاضِیَۃَ  --  Aduhai sekiranya kematianku mengakhiri hidupku! Sekali-kali tidak bermanfaat bagiku hartaku.     Hilang lenyap dariku kekuasaanku.”  خُذُوۡہُ  فَغُلُّوۡہُ --   Tangkaplah dia dan belenggulah dia,” ثُمَّ  الۡجَحِیۡمَ  صَلُّوۡہُ --   “Kemudian masukkanlah dia ke dalam Jahannam,” ثُمَّ  فِیۡ سِلۡسِلَۃٍ  ذَرۡعُہَا سَبۡعُوۡنَ  ذِرَاعًا  فَاسۡلُکُوۡہُ  --   “Lalu ikatlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. اِنَّہٗ  کَانَ  لَا  یُؤۡمِنُ بِاللّٰہِ الۡعَظِیۡمِ  -- “Sesungguhnya ia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar, وَ لَا یَحُضُّ عَلٰی طَعَامِ الۡمِسۡکِیۡنِ --  “Dan ia tidak menganjurkan untuk memberi makan kepada orang miskin.  فَلَیۡسَ لَہُ  الۡیَوۡمَ ہٰہُنَا حَمِیۡمٌ --    “Maka tidak ada baginya pada hari ini di sana seorang sahabat karib.  وَّ لَا طَعَامٌ   اِلَّا مِنۡ غِسۡلِیۡنٍ  -- “Dan tidak ada makanan kecuali bekas  cucian luka,   لَّا  یَاۡکُلُہٗۤ  اِلَّا الۡخَاطِـُٔوۡنَ   -- “Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang berdosa.” (Al-Hāqqah [69]:26-38).

Penyebab Munculnya Akibat Buruk di Akhirat & Keberuntungan Para Penyembah Tauhid Ilahi

        Dalam Surah berikut ini Allah Swt. menjelaskan mengenai penyebab  munculnya  semua  berbagai  akibat buruk yang dialami manusia dalam neraka jahannam tersebut, yaitu berlebihan dalam kecintaan  terhadap segala sesuatu selain Allah Swt., firman-Nya:
زُیِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ  الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ ﴿﴾  قُلۡ اَؤُنَبِّئُکُمۡ بِخَیۡرٍ مِّنۡ ذٰلِکُمۡ ؕ لِلَّذِیۡنَ اتَّقَوۡا عِنۡدَ رَبِّہِمۡ جَنّٰتٌ  تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا وَ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ وَّ رِضۡوَانٌ مِّنَ اللّٰہِ ؕ وَ اللّٰہُ بَصِیۡرٌۢ  بِالۡعِبَادِ ﴿ۚ﴾
Ditampakkan indah bagi manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diingini yaitu: perempuan-perempuan,  anak-anak, kekayaan yang berlimpah berupa emas dan perak,  kuda pilihan,  binatang ternak dan sawah ladang. Yang demikian itu adalah perlengkapan hidup  di dunia, dan Allah, di sisi-Nya-lah  sebaik-baik tempat kembali.  Katakanlah: “Maukah kamu aku beri tahu sesuatu  yang lebih baik daripada yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa, di sisi Rabb (Tuhan) mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan   jodoh-jodoh suci serta  keridhaan dari Allah, dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya    (Âli ‘Imran [3]:15-16).
         Islam tidak melarang mempergunakan atau mencari barang-barang yang baik dari dunia ini, tetapi tentu saja Islam mencela mereka yang menyibukkan diri dalam urusan duniawi dan menjadikannya satu-satunya tujuan hidup mereka, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ اَلۡہٰکُمُ  التَّکَاثُرُ ۙ﴿﴾  حَتّٰی زُرۡتُمُ  الۡمَقَابِرَ ؕ﴿﴾  کَلَّا  سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ۙ﴿﴾  ثُمَّ  کَلَّا سَوۡفَ تَعۡلَمُوۡنَ ؕ﴿﴾  کَلَّا لَوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عِلۡمَ  الۡیَقِیۡنِ ؕ﴿﴾  لَتَرَوُنَّ  الۡجَحِیۡمَ ۙ﴿﴾  ثُمَّ لَتَرَوُنَّہَا عَیۡنَ الۡیَقِیۡنِ ۙ﴿﴾  ثُمَّ لَتُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَئِذٍ عَنِ النَّعِیۡمِ ٪﴿﴾

Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.     Dalam  upaya memperbanyak kekayaan    telah melalaikan kamu,   hingga kamu sampai kuburan.    Sekali-kali tidak, segera kamu akan mengetahui.    Kemudian, sekali-kali tidak demikian, segera kamu akan mengetahui.  Sekali-kali tidak! Jika kamu mengetahui hakikat itu dengan ilmu yakin, niscaya kamu akan melihat Jahannam,   kemudian kamu niscaya  akan melihatnya  dengan mata yakin. Kemudian pada hari itu kamu pasti akan ditanya  mengenai kenikmatan  (At-Takatstsūr [102]:1-9).
     Sebaliknya dengan kenyataan pahit yang dialami orang-orang yang mempersekutukan Allah Swt. tersebut, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ اللّٰہُ یَدۡعُوۡۤا اِلٰی دَارِ السَّلٰمِ ؕ وَ یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ  اِلٰی صِرَاطٍ مُّسۡتَقِیۡمٍ ﴿﴾ لِلَّذِیۡنَ اَحۡسَنُوا الۡحُسۡنٰی وَ زِیَادَۃٌ ؕ وَ لَا یَرۡہَقُ وُجُوۡہَہُمۡ قَتَرٌ وَّ لَا ذِلَّۃٌ ؕ اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡجَنَّۃِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan  Allah menyeru manusia ke rumah keselamatan  dan memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. لِلَّذِیۡنَ اَحۡسَنُوا الۡحُسۡنٰی وَ زِیَادَۃٌ  --    Bagi orang-orang yang berbuat ihsan ada balasan yang lebih baik  serta tambahan-tambahan   yang lain.  وَ لَا یَرۡہَقُ وُجُوۡہَہُمۡ قَتَرٌ وَّ لَا ذِلَّۃٌ --  Dan  wajah  mereka tidak akan ditutupi debu hitam dan tidak pula kehinaan, اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡجَنَّۃِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  -- mereka itu penghuni surga, mereka akan kekal  di dalam-nya (Yunus [10]:26-27).

Gambaran Ringkas Kenikmatan yang Dialami Para Penghuni Surga

        Makna salām dalam ayat  وَ اللّٰہُ یَدۡعُوۡۤا اِلٰی دَارِ السَّلٰمِ  -- “Dan  Allah menyeru manusia ke rumah keselamatan” berarti: keselamatan, keamanan, kekekalan atau kebebasan dari kesalahan-kesalahan kekurangan-kekurangan cacat-cacat noda-noda keburukan-keburukan; atau berarti pula: kedamaian, kepatuhan; surga. Salam adalah salah satu nama Sifat Allah Swt.    juga  (Lexicon Lane).
      Berhubung al-husna berarti kesudahan yang menggembirakan; kemenangan; kecerdasan dan kegesitan, maka anak kalimat لِلَّذِیۡنَ اَحۡسَنُوا الۡحُسۡنٰی وَ زِیَادَۃٌ  :     (1) bahwa orang-orang beriman akan sampai kepada kesudahan yang menyenangkan; (2) bahwa mereka akan mencapai sukses dan (3) bahwa Allah swt.   akan menjadikan mereka cerdas dan terampil.
        Sedangkan kata ziyādah (tambahan lebih banyak lagi) mengandung arti  bahwa orang-orang beriman akan mendapatkan Allah Swt.   sendiri sebagai ganjarannya, dan kata al-husna   -- yang berarti juga penglihatan kepada Tuhan  -- menguatkan kesimpulan itu, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai mereka:v وَ لَا یَرۡہَقُ وُجُوۡہَہُمۡ قَتَرٌ وَّ لَا ذِلَّۃٌ --  Dan  wajah  mereka tidak akan ditutupi debu hitam dan tidak pula kehinaan, اُولٰٓئِکَ اَصۡحٰبُ الۡجَنَّۃِ ۚ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ  -- mereka itu penghuni surga, mereka akan kekal  di dalam-nya (Yunus [10]:27).
        Semua kenikmatan surgawi  yang akan dialami oleh para penghuni surga tersebut secara ringkas digambarkan dalam firman-Nya berikut ini:
اِنَّ الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا وَ رَضُوۡا بِالۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ اطۡمَاَنُّوۡا بِہَا وَ الَّذِیۡنَ  ہُمۡ عَنۡ  اٰیٰتِنَا غٰفِلُوۡنَ ۙ﴿﴾  اُولٰٓئِکَ مَاۡوٰىہُمُ النَّارُ بِمَا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ ﴿﴾  اِنَّ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ یَہۡدِیۡہِمۡ رَبُّہُمۡ بِاِیۡمَانِہِمۡ ۚ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ  الۡاَنۡہٰرُ  فِیۡ  جَنّٰتِ  النَّعِیۡمِ ﴿﴾  دَعۡوٰىہُمۡ فِیۡہَا سُبۡحٰنَکَ اللّٰہُمَّ وَ تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ ۚ وَ اٰخِرُ  دَعۡوٰىہُمۡ اَنِ  الۡحَمۡدُ  لِلّٰہِ  رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿٪﴾
Sesungguhnya  orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami dan telah merasa senang dengan kehidupan dunia ini serta merasa puas dengannya, dan orang-orang  yang lalai terhadap Tanda-tanda Kami,  اُولٰٓئِکَ مَاۡوٰىہُمُ النَّارُ بِمَا کَانُوۡا یَکۡسِبُوۡنَ --   Mereka itulah yang tempat tinggalnya Api, disebabkan apa yang senantiasa mereka usahakan.   Sesungguhnya orang-orang  yang beriman dan beramal saleh, mereka akan diberi petunjuk oleh Rabb (Tuhan) mereka  karena  keimanan mereka.   تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ  الۡاَنۡہٰرُ  فِیۡ  جَنّٰتِ  النَّعِیۡمِ  -- Di bawah   mereka mengalir sungai-sungai di dalam kebun-kebun kenikmatan. دَعۡوٰىہُمۡ فِیۡہَا سُبۡحٰنَکَ اللّٰہُمَّ وَ تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ  -- Seruan mereka di dalamnya: “Mahasuci Engkau, ya  Allah! وَ تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ  -- Dan ucapan salam  mereka satu sama lain di dalamnya: “Selamat sejahtera”, وَ اٰخِرُ  دَعۡوٰىہُمۡ اَنِ  الۡحَمۡدُ  لِلّٰہِ  رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ  --  sedangkan  akhir seruan mereka: “Se-gala puji bagi Allah, Rabb (Tuhan) seluruh alam.” (Yunus [10]:8-11).

Peran Adanya Rajā (Harapan) dan Khauf (Takut) Bagi Kemajuan Manusia

        Makna kata rajā (harapan) dalam ayat   اِنَّ الَّذِیۡنَ لَا یَرۡجُوۡنَ لِقَآءَنَا --  “Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami“, penyelidikan tentang fitrat manusia membuka kenyataan penting, bahwa semua kemajuan manusia itu berhubungan erat dengan naluri-naluri harapan (rajā) dan ketakutan (khauf).
        Usaha manusia  yang terbaik diilhami oleh salah satu dari kedua naluri itu. Sebagian orang bekerja dan memeras keringat karena didorong oleh harapan akan memperoleh kekayaan dan kemuliaan, sebagian lain oleh rasa takut. Ayat ini berseru kepada kedua  golongan manusia itu dengan menggunakan kata rajā, yang sekaligus berarti: “ia mengharapkan, ia takut” (Lexicon Lane).
          Kata taht (di bawah) dalam  ayat berikutnya: تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہِمُ  الۡاَنۡہٰرُ  فِیۡ  جَنّٰتِ  النَّعِیۡمِ  -- “di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam kebun-kebun kenikmatan,”  digunakan dalam ayat ini  dalam arti kiasan, yang menyatakan pembawahan atau penguasaan. Dalam pengertian ini ungkapan di bawah mereka akan berarti, bahwa para penghuni surga akan menjadi penguasa dan pemilik “sungai-sungai” itu, dan bukan hanya semata-mata menggunakannya sebagai penyewa atau pemakai.
         Dalam ayat selanjutnya dikemukakan  semua  kenikmatan  surgawi  yang  dialami oleh para penghuninya, bahwa mereka di surga itu   akan bertasbih kepada  Allah Swt.   atas kemauannya sendiri dan secara naluri, sebab di sana hakikat benda-benda itu akan nampak kepada manusia dan mereka akan menyadari  bahwa setiap pekerjaan  Allah Swt.  dilandasi oleh kebijaksanaan yang mendalam.
        Kesadaran itu akan menyebabkan mereka secara naluri dan dengan serta merta berseru:  سُبۡحٰنَکَ اللّٰہُمَّ  -- Mahasuci Engkau, ya Allah! Ayat ini menegaskan juga, bahwa kesudahan orang-orang yang beriman itu senantiasa senang-bahagia. Mereka itu melahirkan kegembiraannya dengan menyanjung kemuliaan  Allah Swt.. itulah makna ayat: دَعۡوٰىہُمۡ فِیۡہَا سُبۡحٰنَکَ اللّٰہُمَّ وَ تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ  -- Seruan mereka di dalamnya: “Mahasuci Engkau, ya  Allah! وَ تَحِیَّتُہُمۡ فِیۡہَا سَلٰمٌ  -- Dan ucapan salam  mereka satu sama lain di dalamnya: “Selamat sejahtera”, وَ اٰخِرُ  دَعۡوٰىہُمۡ اَنِ  الۡحَمۡدُ  لِلّٰہِ  رَبِّ  الۡعٰلَمِیۡنَ  --  sedangkan  akhir seruan mereka: “Se-gala puji bagi Allah, Rabb (Tuhan) seluruh alam.”    
         Berbagai kesenangan hidup dalam surga itulah yang sampai batas tertentu harus berusaha diwujudkan di dunia ini  -- terutama oleh pihak pemerintah duniawi (negara) – sehingga kedudukan  manusia sebagai  Khalifah Allah  di bumi benar-benar terwujud, sehubungan dengan hal tersebut berikut firman-Nya berkenaan  dengan kesuksesan duniawi   yang diraih  kaum Saba di wilayah Yaman, tetapi mereka tidak bersyukur  kepada Allah Swt.:
لَقَدۡ کَانَ لِسَبَاٍ  فِیۡ مَسۡکَنِہِمۡ اٰیَۃٌ ۚ جَنَّتٰنِ عَنۡ یَّمِیۡنٍ وَّ شِمَالٍ ۬ؕ کُلُوۡا مِنۡ رِّزۡقِ رَبِّکُمۡ وَ اشۡکُرُوۡا لَہٗ ؕ بَلۡدَۃٌ طَیِّبَۃٌ   وَّ  رَبٌّ غَفُوۡرٌ ﴿﴾ فَاَعۡرَضُوۡا فَاَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِمۡ سَیۡلَ الۡعَرِمِ وَ بَدَّلۡنٰہُمۡ بِجَنَّتَیۡہِمۡ جَنَّتَیۡنِ ذَوَاتَیۡ  اُکُلٍ خَمۡطٍ وَّ اَثۡلٍ وَّ شَیۡءٍ مِّنۡ سِدۡرٍ قَلِیۡلٍ ﴿﴾  ذٰلِکَ جَزَیۡنٰہُمۡ  بِمَا کَفَرُوۡا ؕ وَ ہَلۡ نُجٰزِیۡۤ   اِلَّا الۡکَفُوۡرَ ﴿﴾

Sungguh  bagi kaum Saba'  benar-benar terdapat satu Tanda besar di tanah air mereka, yaitu dua kebun  di sebelah kanan dan di kiri sungai.  Kami berfirman:  کُلُوۡا مِنۡ رِّزۡقِ رَبِّکُمۡ وَ اشۡکُرُوۡا لَہٗ  -- Makanlah rezeki dari Rabb (Tuhan) kamu dan berterima kasihlah kepada-Nya.   بَلۡدَۃٌ طَیِّبَۃٌ   وَّ  رَبٌّ غَفُوۡرٌ -- Negeri yang indah dan Rabb (Tuhan)  Maha Pengampun.”  فَاَعۡرَضُوۡا فَاَرۡسَلۡنَا عَلَیۡہِمۡ سَیۡلَ الۡعَرِمِ  --  Tetapi mereka itu berpaling maka Kami kirimkan kepada mereka banjir dahsyat yang membinasakan. وَ بَدَّلۡنٰہُمۡ بِجَنَّتَیۡہِمۡ جَنَّتَیۡنِ ذَوَاتَیۡ  اُکُلٍ خَمۡطٍ وَّ اَثۡلٍ وَّ شَیۡءٍ مِّنۡ سِدۡرٍ قَلِیۡلٍ --    Dan Kami menganti kedua kebun mereka itu dengan dua kebun yang   berbuah buah-buahan pahit, dan  pohon cemara serta sedikit pohon bidara.  ذٰلِکَ جَزَیۡنٰہُمۡ  بِمَا کَفَرُوۡا ؕ --  Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena mereka tidak bersyukur, وَ ہَلۡ نُجٰزِیۡۤ   اِلَّا الۡکَفُوۡرَ    -- dan tidaklah Kami membalas seperti itu kecuali kepada orang-orang yang sangat tidak bersyukur  (Sabā [34]:16-18).

Pentingnya Mencukupi Kebutuhan “Sandang, Pangan, dan Papan” Masyarakat

        Jadi, kembali kepada firman Allah Swt. mengenai  tempat tinggal Nabi Adam a.s. dan istrinya atau kaumnya  yang disebut “jannah” (kebun):
وَ اِذۡ  قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا   اِلَّاۤ   اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی ﴿﴾  فَقُلۡنَا یٰۤـاٰدَمُ  اِنَّ  ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ لِزَوۡجِکَ فَلَا یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی  ﴿﴾ اِنَّ  لَکَ  اَلَّا  تَجُوۡعَ  فِیۡہَا وَ لَا  تَعۡرٰی ﴿﴾ۙ  وَ اَنَّکَ لَا  تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی ﴿﴾
Dan ingatlah  ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah yakni tunduk patuhlah kamu kepada Adam," maka mereka  sujud kecuali iblis, ia menolak. Lalu Kami berfirman: "Hai Adam,  sesungguhnya orang ini adalah musuh bagi engkau dan bagi istri engkau, maka  ia jangan  sampai  mengeluarkan kamu berdua dari kebun  maka kamu menderita kesulitan. اِنَّ  لَکَ  اَلَّا  تَجُوۡعَ  فِیۡہَا وَ لَا  تَعۡرٰی  --   Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalam­nya  dan tidak pula engkau akan telanjang, وَ اَنَّکَ لَا  تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی -- dan sesungguhnya engkau tidak akan kehausan di dalamnya dan tidak pula akan disengat panas matahari (Thā Hā [20]:117-120).
  Dua ayat (119-120) ini mengisyaratkan kepada kenyataan bahwa penyediaan pangan, sandang, dan papan (perumahan) bagi rakyat — yang merupakan sarana-sarana keperluan hidup yang pokok — merupakan tugas utama bagi suatu pemerintah beradab, dan bahwa suatu masyarakat  baru dapat dikatakan masyarakat beradab, bila semua warga masyarakat itu dicukupi keperluan-keperluan tersebut di atas.
  Mengapa demikian? Sebab umat manusia akan terus menderita dari pergolakan-pergolakan sosial dan warna akhlak masyarakat umat manusia tidak akan mengalami perbaikan hakiki, selama kepincangan yang parah di bidang ekonomi — yaitu sebagian lapisan masyarakat berkecimpung dalam kekayaan, sedang sebagian lainnya mati kelaparan — tidak dihilangkan.
 Nabi Adam a.s. diberitahukan dalam ayat-ayat tersebut, bahwa beliau akan tinggal di sebuah tempat (wilayah) di mana kesenangan dan keperluan hidup akan tersedia dengan secukupnya bagi semua penduduknya,  sebab wilayah tersebut secara alami memiliki SDA (sumber daya alam) yang melimpah-ruah, yang dalam Al-Quran digambarkan sebagai “jannah” (kebun) yang di bawahnya atau di dalamnya mengalir sungai, sehingga kesuburan wilayah tersebut dapat bertahan,  karena itu Allah Swt. telah menjadikan sebagaidan  dijadikan perumpamaan  surga, firman-Nya:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا --  akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci, dan mereka akan kekal di dalamnya  (Al-Baqarah [2]:26).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,11 Juli  2015      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar