Sabtu, 11 Juli 2015

Berbagai Macam Makna "As-Saa'ah" (Kiamat) & Tuduhan Orang-orang Kafir: "Mengapa Rasul Allah Berjalan di Pasar-pasar?"




                                                                                                                               
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 97   

Berbagai Macam Makna As-Sā’ah (Kiamat)   &    Tuduhan Orang-orang Kafir: “Mengapa Rasul Allah Berjalan di Pasar-pasar?
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai kengerian dari segi kejiwaan  ketika manusia menghadapi suatu malapetaka, yakni manusia bersedia pisah dari segala sesuatu, bahkan bersedia mengorbankan orang-orang yang paling karib dan tersayang sekalipun, asalkan saja dengan berbuat demikian ia dapat menyelamatkan dirinya sendiri, firman-Nya:    
 بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِۙ﴿﴾  سَاَلَ  سَآئِلٌۢ  بِعَذَابٍ  وَّاقِعٍ ۙ﴿﴾  لِّلۡکٰفِرِیۡنَ لَیۡسَ لَہٗ  دَافِعٌ ۙ﴿﴾  مِّنَ اللّٰہِ  ذِی الۡمَعَارِجِ ؕ﴿﴾  تَعۡرُجُ  الۡمَلٰٓئِکَۃُ  وَ الرُّوۡحُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗ  خَمۡسِیۡنَ اَلۡفَ سَنَۃٍ ۚ﴿﴾  فَاصۡبِرۡ  صَبۡرًا  جَمِیۡلًا ﴿﴾  اِنَّہُمۡ  یَرَوۡنَہٗ  بَعِیۡدًا ۙ﴿﴾  وَّ  نَرٰىہُ  قَرِیۡبًا ؕ﴿﴾  یَوۡمَ  تَکُوۡنُ  السَّمَآءُ  کَالۡمُہۡلِ ۙ﴿﴾  وَ تَکُوۡنُ  الۡجِبَالُ کَالۡعِہۡنِ  ۙ﴿﴾  وَ لَا یَسۡـَٔلُ  حَمِیۡمٌ حَمِیۡمًا ﴿ۚۖ﴾  یُّبَصَّرُوۡنَہُمۡ ؕ یَوَدُّ  الۡمُجۡرِمُ لَوۡ  یَفۡتَدِیۡ مِنۡ عَذَابِ یَوۡمِئِذٍۭ بِبَنِیۡہِ ﴿ۙ﴾  وَ صَاحِبَتِہٖ وَ اَخِیۡہِ ﴿ۙ﴾  وَ فَصِیۡلَتِہِ الَّتِیۡ تُــٔۡوِیۡہِ ﴿ۙ﴾  وَ مَنۡ  فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا ۙ ثُمَّ  یُنۡجِیۡہِ ﴿ۙ﴾  کَلَّا ؕ اِنَّہَا  لَظٰی ﴿ۙ﴾  نَزَّاعَۃً   لِّلشَّوٰی  ﴿ۚۖ﴾ تَدۡعُوۡا  مَنۡ  اَدۡبَرَ  وَ تَوَلّٰی ﴿ۙ﴾  وَ  جَمَعَ   فَاَوۡعٰی ﴿﴾  
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.  سَاَلَ  سَآئِلٌۢ  بِعَذَابٍ  وَّاقِعٍ --  Seorang penanya  menanyakan mengenai  azab yang akan terjadi,  لِّلۡکٰفِرِیۡنَ لَیۡسَ لَہٗ  دَافِعٌ -- untuk orang-orang kafir, yang seorang pun dapat   menghindarkannya.  مِّنَ اللّٰہِ  ذِی الۡمَعَارِجِ  -- Azab itu dari Allah Yang memiliki  tempat-tempat naik. تَعۡرُجُ  الۡمَلٰٓئِکَۃُ  وَ الرُّوۡحُ  اِلَیۡہِ  فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ مِقۡدَارُہٗ  خَمۡسِیۡنَ اَلۡفَ سَنَۃٍ ۚ  --   Malaikat-malaikat dan ruh itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang ukurannya lima puluh ribu tahun.  فَاصۡبِرۡ  صَبۡرًا  جَمِیۡلًا --   Maka bersabarlah dengan sabar yang baik.   اِنَّہُمۡ  یَرَوۡنَہٗ  بَعِیۡدًا   -- Sesungguhnya mereka memandang hari itu sangat jauh,  mustahil,  وَّ  نَرٰىہُ  قَرِیۡبًا --  Sedangkan Kami melihatnya dekat, pasti terjadi. یَوۡمَ  تَکُوۡنُ  السَّمَآءُ  کَالۡمُہۡلِ  --  Pada hari langit akan menjadi seperti cairan tembaga, وَ تَکُوۡنُ  الۡجِبَالُ کَالۡعِہۡنِ --  Dan gunung-gunung akan menjadi seperti bulu domba yang dihamburkan. وَ لَا یَسۡـَٔلُ  حَمِیۡمٌ حَمِی  --            Dan tidak akan bertanya  sahabat karib kepada sahabat karib lainnya.  یُّبَصَّرُوۡنَہُمۡ ؕ یَوَدُّ  الۡمُجۡرِمُ لَوۡ  یَفۡتَدِیۡ مِنۡ عَذَابِ یَوۡمِئِذٍۭ بِبَنِیۡہِ  --  Hari itu akan diperlihatkan dengan jelas kepada mereka.  Orang berdosa ingin seandainya  dia dapat menebus dirinya dari azab hari itu dengan anak-anaknya,  وَ صَاحِبَتِہٖ وَ اَخِیۡہِ --   dan isterinya serta  saudara-nya, وَ فَصِیۡلَتِہِ الَّتِیۡ تُــٔۡوِیۡہِ  --  dan kaum kerabatnya yang melindunginya. وَ مَنۡ  فِی الۡاَرۡضِ جَمِیۡعًا ۙ ثُمَّ  یُنۡجِیۡہِ  --  Dan  bahkan  semua orang yang ada di bumi kemudian  menyelamatkannya. کَلَّا ؕ اِنَّہَا  لَظٰی  --             Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya  itu nyala api, نَزَّاعَۃً   لِّلشَّوٰی      --   yang melucuti kulit  kepala. تَدۡعُوۡا  مَنۡ  اَدۡبَرَ  وَ تَوَلّٰی  --         Yang memanggil orang yang membelakangi dan yang  berpaling,  وَ  جَمَعَ   فَاَوۡعٰی  -- dan menimbun harta serta menahannya (Al-Ma’ārij [70]:1-19).

Berbagai Makna As-Sā’ah (Kiamat)  &  Akibat Mengerikan Radiasi Nuklir Perang Nuklir

          Mengisyaratkan kepada kengerian dari segi kejiwaan  itu pulalah firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ اتَّقُوۡا رَبَّکُمۡ ۚ اِنَّ  زَلۡزَلَۃَ  السَّاعَۃِ  شَیۡءٌ  عَظِیۡمٌ ﴿﴾  یَوۡمَ تَرَوۡنَہَا تَذۡہَلُ کُلُّ مُرۡضِعَۃٍ عَمَّاۤ اَرۡضَعَتۡ وَ تَضَعُ کُلُّ ذَاتِ حَمۡلٍ حَمۡلَہَا وَ تَرَی النَّاسَ سُکٰرٰی وَ مَا ہُمۡ  بِسُکٰرٰی وَ لٰکِنَّ عَذَابَ اللّٰہِ شَدِیۡدٌ ﴿﴾
Aku baca dengan nama  Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Hai manusia, bertakwalah kepada  Rabb (Tuhan) kamu, sesungguhnya  kegoncangan Saat itu sesuatu yang sangat dahsyat. Pada hari ketika engkau melihatnya,  setiap perempuan  yang menyusui akan lupa kepada yang disusuinya dan setiap perempuan  yang  mengandung akan menggugurkan kandungannya, dan engkau akan melihat manusia mabuk,  padahal mereka itu tidak mabuk  tetapi azab Allah sungguh sangat keras  (Al-Hājj [22]:1-3).
       As-Sā’ah (Saat), atau al-Qiyāmat dipergunakan dalam 3 pengertian: (a) Kematian seorang pribadi yang besar dan ternama (assā’at ashshughra); (b) suatu bencana nasional (assā’at alwustha); (c) Hari Peradilan (assā’at alkubra). Kata itu telah dipergunakan dalam Al-Quran dengan kedua pengertian yang disebut terakhir. Letaknya menunjukkan bahwa di sini kata itu dipergunakan dalam pengertian bencana nasional yang menggoncangkan sendi-sendi kekuatan suatu kaum.
       Kata itu dapat pula menunjuk secara khusus kepada nasib yang ketika itu sedang mengancam orang-orang Arab, ketika Mekkah benteng kekuasaan politik mereka akan jatuh serta kekuasaan politik dan sistem kemasyarakatan mereka akan patah dan ambruk; atau kata itu dapat menunjuk kepada suatu bencana amat dahsyat yang akan menimpa umat manusia berupa rangkaian Perang Dunia, dan sebagai akibatnya akan mendatangkan perubahan-perubahan yang amat dahsyat, yakni munculnya  tatanan “langit baru dan bumi baru  (QS.14:48-53) melalui perjuangan suci Rasul Akhir Zaman (QS.61:10).
      Ayat 1-3 Surah Al Hājj ini jika dibaca bersama-sama dengan QS.2:213, memberikan lagi dukungan kepada kesimpulan bahwa kata-kata as-Sā’ah atau yaumal-qiyāmah yang dipergunakan dalam Al-Quran pada umumnya menunjuk kepada suatu bencana nasional besar yang menimpa sesuatu kaum seluruhnya.
         Ayat 3  telah memakai 3  perumpamaan atau tamsil untuk menyatakan sangat kerasnya “gempa bumi Saat itu” yang disebut dalam ayat sebelumnya. Tidak ada yang lebih dicintai oleh seorang ibu selain bayi yang ia susui, dan tidak ada kengerian yang lebih menakutkan akibatnya, selain kengerian yang membuat   seorang perempuan gugur kandungannya dan membuat kaum laki-laki jadi kalap.
       Namun demikian, ayat ini mengatakan, bahwa sekonyong-konyong dan hebatnya kengerian yang ditimbulkan oleh kejadian yang amat dahsyat, begitu tidak terpikirkan sehingga kaum ibu akan meninggalkan bayi-bayi yang sedang disusuinya serta perempuan-perempuan hamil akan menggugurkan kandungannya dan orang-orang akan menjadi gila oleh rasa takutnya dan seperti orang mabuk tidak akan menguasai perbuatannya.

Pengulangan Terjadinya  Kehancuran Kota-kota di Akhir Zaman

        Dalam Surah Al-Ma’ārij  ayat selanjutnya kembali dikemukakan gambaran mengerikan yang ditimbulkan radiasi nuklir akibat   perang nuklir, baik pengaruh buruknya bagi tubuh jasmani mau pun bagi kejiwaan, firman-Nya: کَلَّا ؕ اِنَّہَا  لَظٰی  --   Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya  itu nyala api, نَزَّاعَۃً   لِّلشَّوٰی    --   yang melucuti kulit  kepala. تَدۡعُوۡا  مَنۡ  اَدۡبَرَ  وَ تَوَلّٰی  -- Yang memanggil orang yang membelakangi dan yang  berpaling,  وَ  جَمَعَ   فَاَوۡعٰی  -- dan menimbun harta serta menahannya (Al-Ma’ārij [70]:16-19).
        Semua itu menjadi  bukti yang tidak dapat dibantah bahwa Al-Quran  bersumber dari Allah Swt. yang diwahyukan-Nya kepada  Nabi Besar Muhammad saw., bukan gubahan beliau saw. sebagaimana tuduhan  orang-orang kafir (QS.25:1-10), dan betapa peringatan dan nubuatan dalam firman-Nya berikut ini, Insya Allah, akan kembali terulang di Akhir Zaman ini:
فَکَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اَہۡلَکۡنٰہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ  فَہِیَ خَاوِیَۃٌ عَلٰی عُرُوۡشِہَا وَ بِئۡرٍ  مُّعَطَّلَۃٍ   وَّ  قَصۡرٍ  مَّشِیۡدٍ ﴿﴾ اَفَلَمۡ یَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ  اَوۡ اٰذَانٌ یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا ۚ فَاِنَّہَا لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ  وَ لٰکِنۡ  تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ ﴿﴾ وَ  یَسۡتَعۡجِلُوۡنَکَ بِالۡعَذَابِ وَ لَنۡ یُّخۡلِفَ اللّٰہُ وَعۡدَہٗ ؕ وَ اِنَّ یَوۡمًا عِنۡدَ رَبِّکَ  کَاَلۡفِ  سَنَۃٍ   مِّمَّا  تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾ وَ کَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اَمۡلَیۡتُ لَہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ  ثُمَّ اَخَذۡتُہَا ۚ وَ اِلَیَّ الۡمَصِیۡرُ ﴿٪﴾
Dan berapa banyak kota yang Kami telah  membinasakannya, yang penduduknya sedang berbuat zalim  lalu  dinding-dindingnya  jatuh atas atapnya, dan sumur yang telah ditinggalkan dan istana yang menjulang tinggi.   اَفَلَمۡ یَسِیۡرُوۡا فِی الۡاَرۡضِ فَتَکُوۡنَ لَہُمۡ قُلُوۡبٌ یَّعۡقِلُوۡنَ بِہَاۤ  اَوۡ اٰذَانٌ یَّسۡمَعُوۡنَ بِہَا  --  Maka apakah mereka tidak berpesiar di bumi, lalu  menjadikan hati mereka memahami dengannya   atau menjadikan telinga  mereka mendengar dengannya? فَاِنَّہَا لَا تَعۡمَی الۡاَبۡصَارُ  وَ لٰکِنۡ  تَعۡمَی الۡقُلُوۡبُ الَّتِیۡ فِی الصُّدُوۡرِ --  Maka sesungguhnya bukan mata yang buta  tetapi yang buta adalah hati yang ada dalam dada. وَ  یَسۡتَعۡجِلُوۡنَکَ بِالۡعَذَابِ وَ لَنۡ یُّخۡلِفَ اللّٰہُ وَعۡدَہٗ   --    Dan mereka meminta kepada engkau untuk mempercepat azab, tetapi Allah  tidak akan pernah mengingkari janji-Nya.  وَ اِنَّ یَوۡمًا عِنۡدَ رَبِّکَ  کَاَلۡفِ  سَنَۃٍ   مِّمَّا  تَعُدُّوۡنَ -- Dan sesungguhnya satu hari di sisi Rabb (Tuhan) engkau  seperti seribu tahun menurut perhitungan ka-mu.  وَ کَاَیِّنۡ مِّنۡ قَرۡیَۃٍ  اَمۡلَیۡتُ لَہَا وَ ہِیَ ظَالِمَۃٌ    --    Dan berapa banyaknya kota telah Aku memberi tangguh baginya padahal dia berlaku zalim, ثُمَّ اَخَذۡتُہَا ۚ وَ اِلَیَّ الۡمَصِیۡرُ   --  kemudian Aku menangkapnya dan kepada Aku-lah kembali mereka.  (Al-Hājj [22]:46-49).
        Jadi, kembali kepada alasan orang-orang  Mekkah tidak mau beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran, firman-Nya: وَ قَالُوۡۤا اِنۡ نَّتَّبِعِ الۡہُدٰی مَعَکَ نُتَخَطَّفۡ مِنۡ  اَرۡضِنَا  --  Dan mereka berkata: “Jika  kami mengikuti petunjuk bersama engkau  tentu  kami akan diusir  dari negeri kami  (Al-Qashash [28]:58).
         Jawaban Allah Swt. atas alasan mereka yang  menunjukkan kecintaan mereka kepada kehidupan duniawi  tersebut, firman-Nya:   اَوَ لَمۡ نُمَکِّنۡ لَّہُمۡ حَرَمًا اٰمِنًا یُّجۡبٰۤی  اِلَیۡہِ  ثَمَرٰتُ  کُلِّ شَیۡءٍ رِّزۡقًا مِّنۡ لَّدُنَّا وَ لٰکِنَّ  اَکۡثَرَہُمۡ  لَا  یَعۡلَمُوۡنَ   -- Katakanlah: “Bukankah   Kami telah menempatkan mereka pada tempat suci yang aman,  yang didatangkan kepadanya segala macam buah-buahan, sebagai rezeki dari sisi Kami?” Akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui” (Al-Qashash [28]:58).
        Mengisyaratkan kepada kenyataan itulah firman Allah Swt. selanjutnya:       وَ کَمۡ  اَہۡلَکۡنَا مِنۡ قَرۡیَۃٍۭ  بَطِرَتۡ مَعِیۡشَتَہَا ۚ فَتِلۡکَ مَسٰکِنُہُمۡ لَمۡ تُسۡکَنۡ مِّنۡۢ  بَعۡدِہِمۡ  اِلَّا قَلِیۡلًا  --  Dan berapa banyak  kota yang  telah Kami binasakan yang bersenang-senang dalam kehidupannya, maka itulah tempat kediaman mereka yang tidak  didiami lagi sesudah mereka, kecuali sedikit, وَ کُنَّا نَحۡنُ  الۡوٰرِثِیۡنَ  --   dan Kami-lah Yang  menjadi pewarisnya” (Al-Qashash [28]:59).

Hikmah Diabadikan-Nya Doa-doa Para Rasul Allah   Dalam Al-Quran & Doa Istri ‘Imran

          Jadi, betapa doa-doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim a.s.  – termasuk doa-doa para Rasul Allah yang lainnya --  adalah benar-benar telah dipanjatkan oleh para Rasul Allah  yang diutus kepada kaum-kaum sebelum umat Islam, dan semua doa para Rasul Allah tersebut dikabulkan Allah Swt., itulah sebabnya Allah Swt. mengabadikan  doa-doa para rasul Allah tersebut  dalam Al-Quran,  bahkan mengabadikan doa-doa orang yang bukan rasul Allah, misalnya   doa  istri ‘Imran atau ibu Maryam binti ‘Imran, firman-Nya:
اِذۡ  قَالَتِ امۡرَاَتُ عِمۡرٰنَ رَبِّ اِنِّیۡ نَذَرۡتُ لَکَ مَا فِیۡ بَطۡنِیۡ مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلۡ مِنِّیۡ ۚ اِنَّکَ اَنۡتَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾  فَلَمَّا وَضَعَتۡہَا قَالَتۡ رَبِّ اِنِّیۡ وَضَعۡتُہَاۤ  اُنۡثٰی ؕ وَ اللّٰہُ اَعۡلَمُ بِمَا وَضَعَتۡ ؕ وَ لَیۡسَ الذَّکَرُ  کَالۡاُنۡثٰی ۚ وَ اِنِّیۡ سَمَّیۡتُہَا مَرۡیَمَ وَ اِنِّیۡۤ  اُعِیۡذُہَا بِکَ وَ ذُرِّیَّتَہَا مِنَ الشَّیۡطٰنِ  الرَّجِیۡمِ ﴿﴾  فَتَقَبَّلَہَا رَبُّہَا بِقَبُوۡلٍ حَسَنٍ وَّ اَنۡۢبَتَہَا نَبَاتًا حَسَنًا ۙ وَّ کَفَّلَہَا زَکَرِیَّا ۚؕ کُلَّمَا دَخَلَ عَلَیۡہَا زَکَرِیَّا الۡمِحۡرَابَ ۙ وَجَدَ عِنۡدَہَا رِزۡقًا ۚ قَالَ یٰمَرۡیَمُ اَنّٰی لَکِ ہٰذَا ؕ قَالَتۡ ہُوَ مِنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ ﴿﴾  ہُنَالِکَ دَعَا زَکَرِیَّا رَبَّہٗ ۚ قَالَ رَبِّ ہَبۡ لِیۡ مِنۡ لَّدُنۡکَ ذُرِّیَّۃً طَیِّبَۃً ۚ اِنَّکَ سَمِیۡعُ  الدُّعَآءِ ﴿﴾
Ingatlah, ketika perempuan ‘Imran berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), se-sungguhnya apa yang ada dalam kandunganku   aku bebaskan sebagai nazar bagi Engkau,  maka terimalah dia dariku, sesungguhnya Engkau benar-benar Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” Maka tatkala ia yakni istri ’Imran telah melahirkannya ia berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya bayi yang kulahirkan ini seorang perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu,  sedangkan  anak lelaki yang diharapkannya itu tidaklah sama baiknya seperti anak perempuan ini; dan bahwa aku menamainya Maryam, dan sesungguhnya aku memohon perlindungan Engkau untuknya dan keturunannya  dari syaitan yang terkutuk.” فَتَقَبَّلَہَا رَبُّہَا بِقَبُوۡلٍ حَسَنٍ وَّ اَنۡۢبَتَہَا نَبَاتًا حَسَنًا ۙ وَّ کَفَّلَہَا زَکَرِیَّا  --  Maka Rabb-nya (Tuhan-nya) telah menerimanya dengan penerimaan yang sa-ngat baik, dan menumbuhkannya dengan pertumbuhan yang sangat baik dan menyerahkan pemeliharaannya kepada Zakaria. کُلَّمَا دَخَلَ عَلَیۡہَا زَکَرِیَّا الۡمِحۡرَابَ ۙ    --  Setiap kali Zakaria datang menemuinya di mihrab وَجَدَ عِنۡدَہَا رِزۡقًا ۚ قَالَ یٰمَرۡیَمُ اَنّٰی لَکِ ہٰذَا --  didapatinya ada rezeki padanya. Ia berkata: “Hai Maryam,  dari manakah engkau mendapatkan rezeki ini?” قَالَتۡ ہُوَ مِنۡ عِنۡدِ اللّٰہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ یَرۡزُقُ مَنۡ یَّشَآءُ بِغَیۡرِ حِسَابٍ  -- Ia berkata: “Rezeki itu dari sisi Allah.”  Sesungguhnya Allah memberi rezeki ke-pada siapa yang Dia kehendaki tanpa hisab.  ہُنَالِکَ دَعَا زَکَرِیَّا رَبَّہٗ ۚ قَالَ رَبِّ ہَبۡ لِیۡ مِنۡ لَّدُنۡکَ ذُرِّیَّۃً طَیِّبَۃً ۚ اِنَّکَ سَمِیۡعُ  الدُّعَآءِ  --   Di sanalah Zakaria berdoa kepada Rabb-nya (Tuhan-nya), dia berkata: a”Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), anugerahilah aku juga  dari sisi Engkau keturunan yang suci, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa” (Ali ‘Imran [3]:36-39).

Jawaban Tuduhan  Mengapa Rasul Allah “Berjalan-jalan di Pasar-pasar

     Kembali  kepada  tuduhan dusta orang-orang kafir terhadap  Nabi Besar Muhammad saw.:  وَ قَالُوۡۤا اَسَاطِیۡرُ الۡاَوَّلِیۡنَ اکۡتَتَبَہَا فَہِیَ تُمۡلٰی عَلَیۡہِ  بُکۡرَۃً   وَّ اَصِیۡلًا  -- “Dan mereka berkata: ”Al-Quran adalah dongengan-dongengan orang-orang dahulu, dimintanya supaya dituliskan lalu itu dibacakan kepadanya pagi dan petang” (Al-Furqān [25]:6).
          Terbukti bahwa kisah-kisah para Rasul Allah yang diutus kepada kaum-kaum purbakala yang  terdapat dalam Al-Quran   -- mulai dari zaman Nabi Adam a.s. sampai dengan pengutusan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.   – bukanlah “kumpulan dongeng kaum purbakala” melainkian merupakan bagian  dari petunjuk, hikmah dan juga nubuatan yang akan kembali berulang di zaman Nabi Besar Muhammad saw.,  yang merupakan himpunan pribadi terpuji para Rasul Allah tersebut,  termasuk di Akhir Zaman ini (QS.62:3-5; QS.77:12).
        Dalam ayat 8 surah  Al-Furqān selanjutnya dikemukakan tuduhan selanjutnya yang mereka ada-adakan, ketika mereka menyadari bahwa tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan  sebelumnya sangat lemah:   وَ قَالُوۡا مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ  فِی الۡاَسۡوَاقِ ؕ لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا -- Dan mereka berkata: “Rasul macam apakah ini, ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?  Mengapa  tidak diturunkan   malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya?”
        Makna   ayat  مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ    selain    Rasul macam apakah ini?” adalah “Apakah gerangan yang terjadi dengan rasul itu?”  یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ  فِی الۡاَسۡوَاقِ  --  ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?” لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا  -- “Mengapa  tidak diturunkan  malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya?”
        Semakin jauh suatu umat beragama dari masa kenabian   maka berbagai persepsi  tentang profil  seorang rasul Allah  akan semakin berkembang ke arah gambaran yang khayali dan melampaui batas,  sehingga ketika Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka benar-benar datang (QS.7:35-37) maka mereka akan mendustakan dan menentangnya, karena bertentangan dengan presepsi  khayali mereka yang sudah melantur jauh dari kenyataannya, firman-Nya: مَالِ ہٰذَا الرَّسُوۡلِ    --    Rasul macam apakah ini?”    یَاۡکُلُ الطَّعَامَ وَ یَمۡشِیۡ  فِی الۡاَسۡوَاقِ  --  ia makan makanan dan berjalan di pasar-pasar?” لَوۡ لَاۤ اُنۡزِلَ اِلَیۡہِ مَلَکٌ فَیَکُوۡنَ مَعَہٗ نَذِیۡرًا  -- “Mengapa  tidak diturunkan  malaikat kepadanya supaya ia menjadi seorang pemberi peringatan bersama-sama dengannya?” (Al-Furqān [25]:8).

Kecurangan yang Dilakukan Kaum Midian Dalam Bidang Ekonomi

         Salah satu bentuk kerusakan yang terjadi di kalangan umat manusia   dalam hal akhlak dan ruhani atau keimanan kepada Tauhid Ilahi sangat berkaitan dengan masalah pasar, karena di “pasar” – yakni dalam  masalah ekonomi (perdagangan/jual-beli) -- merupakan tempat  terjadinya  berbagai bentuk kecurangan  dan perbuatan haram lainnya  dalam) sehubungan dengan masalah sandang, pangan, dan papan” (QS.2:169-174; QS.5:1-6 & 89; QS.6:117-122 & 142-147; QS.7:32-34; QS.8:42 & 70;QS.16:115-117;   QS.23:52; QS.7:32-34). 
        Di  kalangan kaum purbakala yang melakukan kecurangan dalam masalah ekonomi  yang diabadikan dalam Al-Quran adalah kaum Midian, yang kepada mereka Allah Swt. telah mengutus Nabi Syu’aib a.s., yakni  mereka biasa mengurangi timbangan dan sukatan (takaran)   dalam transaksi perdagangan  (QS.7:86-87; QS.11:85-88; QS.26:177--192).
        Sehubungan dengan terjadinya berbagai bentuk kecurangan dalam bidang ekonomi tersebut, Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa sebaik-baiknya tempat di dunia ini adalah masjid dan seburuk-buruknya tempat   adalah pasar:
Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Tempat yang paling dicintai oleh Allah di negeri-negeri adalah masjid-masjid, dan tempat yang paling dibenci oleh Allah di negeri-negeri adalah pasar-pasarnya." HR. Muslim, Shahih no.665; Ibnu Hibban, Shahih no.1600.  
   Sehubungan dengan pentingnya memperhatikan kebutuhan masyarakat berkenaan dengan masalah sandang, pangan dan papan, Allah  Swt. berfirman dalam  kisah monumental “Adam, Malaikat dan Iblis:
وَ اِذۡ  قُلۡنَا لِلۡمَلٰٓئِکَۃِ اسۡجُدُوۡا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوۡۤا   اِلَّاۤ   اِبۡلِیۡسَ ؕ اَبٰی ﴿﴾  فَقُلۡنَا یٰۤـاٰدَمُ  اِنَّ  ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ لِزَوۡجِکَ فَلَا یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی  ﴿﴾ اِنَّ  لَکَ  اَلَّا  تَجُوۡعَ  فِیۡہَا وَ لَا  تَعۡرٰی ﴿﴾ۙ  وَ اَنَّکَ لَا  تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی ﴿﴾
Dan ingatlah  ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah yakni tunduk patuhlah kamu kepada Adam," maka mereka  sujud kecuali iblis, ia menolak. Lalu Kami berfirman: "Hai Adam,  sesungguhnya orang ini adalah musuh bagi engkau dan bagi istri engkau, maka  ia jangan  sampai  mengeluarkan kamu berdua dari kebun  maka kamu menderita kesulitan. اِنَّ  لَکَ  اَلَّا  تَجُوۡعَ  فِیۡہَا وَ لَا  تَعۡرٰی  --   Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalam­nya  dan tidak pula engkau akan telanjang, وَ اَنَّکَ لَا  تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی -- dan sesungguhnya engkau tidak akan kehausan di dalamnya dan tidak pula akan disengat panas matahari (Thā Hā [20]:117-120).

Pentingnya Mencukupi Kebutuhan “Sandang, Pangan, dan Papan” Masyarakat

     Nabi Adam a.s.  diperingatkan bahwa jika beliau menyerah kepada bujukan syaitan (iblis – QS.7:21-23) dan menerima nasihatnya yang penuh tipuan beliau akan menjadi  luput  dari jannah (surga/kebun) yaitu  kehidupan berbahagia dan ketenteraman ruhani yang sebelumnya telah beliau nikmati. Itulah makna ayat:  فَقُلۡنَا یٰۤـاٰدَمُ  اِنَّ  ہٰذَا عَدُوٌّ لَّکَ وَ لِزَوۡجِکَ فَلَا یُخۡرِجَنَّکُمَا مِنَ الۡجَنَّۃِ فَتَشۡقٰی     -- “Lalu Kami berfirman: "Hai Adam,  sesungguhnya orang ini adalah musuh bagi engkau dan bagi istri engkau, maka  ia jangan  sampai  mengeluarkan kamu berdua dari kebun  maka kamu menderita kesulitan.”
  Isyarat dalam ayat selanjutnya: اِنَّ  لَکَ  اَلَّا  تَجُوۡعَ  فِیۡہَا وَ لَا  تَعۡرٰی –Sesungguhnya engkau tidak akan kelaparan di dalam­nya  dan tidak pula engkau akan telanjang, وَ اَنَّکَ لَا  تَظۡمَؤُا فِیۡہَا وَ لَا تَضۡحٰی  --  “dan sesungguhnya engkau tidak akan kehausan di dalamnya dan tidak pula akan disengat panas matahari,“ ayat ini dan dalam ayat sebelumnya, nampaknya ditujukan kepada kemudahan dan kesenangan yang tidak terpisahkan dari kehidupan beradab di dunia ini.
  Dua ayat ini mengisyaratkan kepada kenyataan bahwa penyediaan pangan, sandang, dan papan (perumahan) bagi rakyat — yang merupakan sarana-sarana keperluan hidup yang pokok — merupakan tugas utama bagi suatu pemerintah beradab, dan bahwa suatu masyarakat  baru dapat dikatakan masyarakat beradab, bila semua warga masyarakat itu dicukupi keperluan-keperluan tersebut di atas.
  Mengapa demikian? Sebab umat manusia akan terus menderita dari pergolakan-pergolakan sosial dan warna akhlak masyarakat umat manusia tidak akan mengalami perbaikan hakiki, selama kepincangan yang parah di bidang ekonomi — yaitu sebagian lapisan masyarakat berkecimpung dalam kekayaan, sedang sebagian lainnya mati kelaparan — tidak dihilangkan.
 Nabi Adam a.s. diberitahukan dalam ayat-ayat tersebut, bahwa beliau akan tinggal di sebuah tempat (wilayah) di mana kesenangan dan keperluan hidup akan tersedia dengan secukupnya bagi semua penduduknya,  sebab wilayah tersebut secara alami memiliki SDA (sumber daya alam) yang melimpah-ruah, yang dalam Al-Quran digambarkan sebagai “jannah” (kebun) yang di bawahnya atau di dalamnya mengalir sungai, sehingga kesuburan wilayah tersebut dapat bertahan, dan  dijadikan perumpamaan  surga, firman-Nya:
وَ بَشِّرِ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ ؕ  کُلَّمَا رُزِقُوۡا مِنۡہَا مِنۡ ثَمَرَۃٍ رِّزۡقًا ۙ قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ ۙ وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا ؕ وَ لَہُمۡ فِیۡہَاۤ اَزۡوَاجٌ مُّطَہَّرَۃٌ ٭ۙ وَّ ہُمۡ فِیۡہَا خٰلِدُوۡنَ ﴿﴾
Dan berilah kabar gembira  orang-orang yang beriman dan beramal saleh bahwa sesungguhnya  untuk mereka ada kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Setiap kali diberikan kepada mereka buah-buahan dari kebun itu sebagai rezeki, قَالُوۡا ہٰذَا الَّذِیۡ رُزِقۡنَا مِنۡ قَبۡلُ -- mereka berkata: “Inilah yang telah direzekikan kepada kami sebelumnya”, وَ اُتُوۡا بِہٖ مُتَشَابِہًا --  akan diberikan kepada mereka yang serupa dengannya, dan bagi mereka di dalamnya ada  jodoh-jodoh yang suci, dan mereka akan kekal di dalamnya  (Al-Baqarah [2]:26).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 8  Juli  2015      



Tidak ada komentar:

Posting Komentar