بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 92
Ketidak-bersyukuran Penduduk Mekkah Kepada Allah Swt., Pemilik Baitullah (Ka'bah) &
Hakikat Kehancuran Makar Buruk Abrahah dan Tentara Gajahnya
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai makna ayat: لَّا یَمَسُّہٗۤ
اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ
-- “yang tidak dapat menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan” (QS.56:80), bahwa hanya orang
yang bernasib baik sajalah yang
diberi pengertian mengenai dan dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara
menjalani kehidupan bertakwa lalu
meraih kebersihan hati dan dimasukkan
ke dalam alam rahasia ruhani makrifat
Ilahi, yang tertutup bagi
orang-orang yang hatinya tidak bersih
(QS.3:8).
Sebaliknya, kesempurnaan Al-Quran bagi orang-orang kafir sekali pun Allah Swt. memberikan kesempatan kepada mereka untuk melihat Tanda-tanda Allah Swt. yang mendukung pendakwaan Nabi Besar Muhammad saw. berupa
mengalami rukya atau kasyaf (terbuka hijab), tetapi mereka tetap akan mensalah-tafsirkan hal-hal tersebut, firman-Nya:
وَ لَوۡ
فَتَحۡنَا عَلَیۡہِمۡ بَابًا مِّنَ السَّمَآءِ فَظَلُّوۡا فِیۡہِ یَعۡرُجُوۡنَ ﴿ۙ﴾ لَقَالُوۡۤا اِنَّمَا سُکِّرَتۡ اَبۡصَارُنَا بَلۡ
نَحۡنُ قَوۡمٌ مَّسۡحُوۡرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan
seandainya Kami membukakan bagi mereka
sebuah pintu langit ruhani dan mereka
terus saja naik melaluinya,
pasti mereka akan berkata: اِنَّمَا
سُکِّرَتۡ اَبۡصَارُنَا بَلۡ نَحۡنُ قَوۡمٌ
مَّسۡحُوۡرُوۡنَ -- “Mata
kami saja yang dikaburkan, bahkan kami
orang-orang yang kena sihir” (Al-Hijr
[15]:15-16).
Ayat
ini dapat diartikan, bahwa jika Allah Swt. berkenan membukakan pintu-pintu gerbang rahmat-Nya dan menjauhkan siksaan, maka dari menghadap
kepada Dia, orang-orang kafir itu malahan menjadi sibuk dalam mengejar kesejahteraan dan kesenangan duniawi.
Orang-orang kafir tersebut telah menjadi
demikian rupa terasing dari urusan-urusan ruhani, sehingga seandainya pun mereka menikmati pengalaman-pengalaman ruhani yang telah
dialami oleh Nabi Besar Muhammad saw. dan karenanya memperoleh beberapa kasyaf (penglihatan gaib dalam keadaan
sadar) mengenai ketinggian keruhanian
yang telah dicapai oleh beliau saw. mereka juga tidak akan percaya dan hanya akan berkata bahwa mereka telah
menjadi korban sihir atau tenung.
Sangat Tidak Menghargai Al-Quran
& Lebih Mementingkan Keuntungan Dunia
Makna ayat selanjutnya: اَفَبِہٰذَا الۡحَدِیۡثِ اَنۡتُمۡ
مُّدۡہِنُوۡنَ -- “Maka apakah terhadap firman
ini kamu menggap sepele? وَ تَجۡعَلُوۡنَ رِزۡقَکُمۡ اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ -- Dan bahwa kamu dengan mendustakannya kamu menjadikannya sebagai rezeki kamu?” (Al-Wāqi’ah [56]: 82-83).
Orang-orang kafir takut kalau-kalau mereka menerima kebenaran akan dijauhkan dari
sumber-sumber kehidupan duniawi mereka.
Jadi, demi memperoleh keuntungan kotor itulah maka mereka menolak seruan Ilahi; atau, ayat ini dapat diartikan bahwa
orang-orang kafir menolak kebenaran
sebagai sesuatu yang seakan-akan kehidupan
mereka bergantung padanya saja. Bagaimana
jua pun keadaannya, mereka tidak akan menerima kebenaran, sebagaimana firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
اِنَّکَ لَا
تَہۡدِیۡ مَنۡ اَحۡبَبۡتَ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ ۚ وَ ہُوَ اَعۡلَمُ بِالۡمُہۡتَدِیۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤا اِنۡ
نَّتَّبِعِ الۡہُدٰی مَعَکَ نُتَخَطَّفۡ مِنۡ
اَرۡضِنَا ؕ اَوَ لَمۡ نُمَکِّنۡ لَّہُمۡ حَرَمًا اٰمِنًا یُّجۡبٰۤی اِلَیۡہِ
ثَمَرٰتُ کُلِّ شَیۡءٍ رِّزۡقًا
مِّنۡ لَّدُنَّا وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا مِنۡ قَرۡیَۃٍۭ بَطِرَتۡ مَعِیۡشَتَہَا ۚ فَتِلۡکَ
مَسٰکِنُہُمۡ لَمۡ تُسۡکَنۡ مِّنۡۢ
بَعۡدِہِمۡ اِلَّا قَلِیۡلًا ؕ وَ
کُنَّا نَحۡنُ الۡوٰرِثِیۡنَ ﴿﴾ وَ مَا کَانَ رَبُّکَ مُہۡلِکَ الۡقُرٰی حَتّٰی
یَبۡعَثَ فِیۡۤ اُمِّہَا رَسُوۡلًا
یَّتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِنَا ۚ وَ مَا کُنَّا مُہۡلِکِی الۡقُرٰۤی اِلَّا وَ اَہۡلُہَا ظٰلِمُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَاۤ
اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنۡ شَیۡءٍ فَمَتَاعُ
الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتُہَا ۚ وَ مَا عِنۡدَ اللّٰہِ خَیۡرٌ وَّ
اَبۡقٰی ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ
﴿٪﴾
Sesungguhnya
engkau tidak dapat memberi petunjuk
kepada siapa yang engkau cintai,
tetapi Allah memberi petunjuk kepada
siapa yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. وَ قَالُوۡۤا اِنۡ نَّتَّبِعِ
الۡہُدٰی مَعَکَ نُتَخَطَّفۡ مِنۡ
اَرۡضِنَا -- Dan mereka berkata: “Jika kami
mengikuti petunjuk bersama engkau tentu kami
akan diusir dari negeri kami.”
اَوَ لَمۡ
نُمَکِّنۡ لَّہُمۡ حَرَمًا اٰمِنًا یُّجۡبٰۤی
اِلَیۡہِ ثَمَرٰتُ کُلِّ شَیۡءٍ رِّزۡقًا مِّنۡ لَّدُنَّا وَ
لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ -- Katakanlah:
“Bukankah Kami telah menempatkan mereka pada tempat suci yang aman, yang didatangkan kepadanya segala macam buah-buahan, sebagai rezeki dari sisi Kami?” Akan tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui. وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا مِنۡ
قَرۡیَۃٍۭ بَطِرَتۡ مَعِیۡشَتَہَا ۚ
فَتِلۡکَ مَسٰکِنُہُمۡ لَمۡ تُسۡکَنۡ مِّنۡۢ
بَعۡدِہِمۡ اِلَّا قَلِیۡلًا -- Dan berapa banyak kota yang telah Kami binasakan yang bersenang-senang
dalam kehidupannya, maka itulah tempat
kediaman mereka yang tidak didiami lagi sesudah mereka, kecuali sedikit, وَ کُنَّا
نَحۡنُ الۡوٰرِثِیۡنَ -- dan Kami-lah
Yang menjadi pewarisnya. -- وَ مَا کَانَ
رَبُّکَ مُہۡلِکَ الۡقُرٰی حَتّٰی یَبۡعَثَ فِیۡۤ
اُمِّہَا رَسُوۡلًا یَّتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِنَا Dan Rabb (Tuhan) engkau
sekali-kali tidak akan membinasakan
kota-kota hingga Dia membangkitkan
di ibu-kotanya seorang rasul yang membacakan kepada mereka Ayat-ayat Kami, وَ مَا
کُنَّا مُہۡلِکِی الۡقُرٰۤی اِلَّا وَ
اَہۡلُہَا ظٰلِمُوۡنَ -- dan
Kami sekali-kali tidak akan membinasakan
kota-kota kecuali penduduknya
orang-orang zalim. وَ مَاۤ اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنۡ شَیۡءٍ فَمَتَاعُ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتُہَا ۚ وَ مَا
عِنۡدَ اللّٰہِ خَیۡرٌ وَّ اَبۡقٰی ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ -- Dan apa pun yang diberikan kepada kamu adalah kesenangan sementara dari kehidupan duniawi dan perhiasannya, sedangkan apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal maka tidakkah
kamu menggunakan akal? (Al-Qashash [28]:57-61).
Menerima “Kebenaran” Dianggap Musibah
Jadi,
bagi para pecinta kehidupan dan kehormatan duniawi, jika mereka beriman
kepada Rasul Allah yang kedatangannya
dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37)
dianggap sebagai “musibah” bagi
mereka, itulah sebabnya setiap
pengutusan Rasul Allah senantiasa mendapat perlawanan keras dari orang-orang
duniawi, termasuk di Akhir Zaman ini.
(QS.15:11-14; QS.36:31-32; QS.43:8-9). makna Surah Al-Wāqi’ah ayat:
اَفَبِہٰذَا
الۡحَدِیۡثِ اَنۡتُمۡ مُّدۡہِنُوۡنَ -- “Maka apakah terhadap firman ini kamu menggap sepele? وَ
تَجۡعَلُوۡنَ رِزۡقَکُمۡ اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ -- Dan bahwa kamu dengan mendustakannya kamu menjadikannya sebagai rezeki kamu?” (Al-Wāqi’ah [56]: 82-83).
Orang-orang kafir takut kalau-kalau mereka menerima kebenaran akan dijauhkan dari
sumber-sumber kehidupan duniawi mereka. Jadi, demi memperoleh keuntungan kotor itulah maka mereka menolak seruan Ilahi; atau, ayat ini
dapat diartikan bahwa orang-orang kafir menolak
kebenaran sebagai sesuatu yang seakan-akan kehidupan mereka bergantung
padanya saja. Bagaimana jua pun keadaannya mereka tidak akan menerima kebenaran, sehubungan dengan hal
tersebut Allah Swt. berfirman kepada
Nabi Besar Muhammad saw.:
اِنَّکَ لَا
تَہۡدِیۡ مَنۡ اَحۡبَبۡتَ وَ لٰکِنَّ
اللّٰہَ یَہۡدِیۡ مَنۡ یَّشَآءُ ۚ وَ ہُوَ اَعۡلَمُ بِالۡمُہۡتَدِیۡنَ ﴿﴾ وَ قَالُوۡۤا اِنۡ
نَّتَّبِعِ الۡہُدٰی مَعَکَ نُتَخَطَّفۡ مِنۡ
اَرۡضِنَا ؕ اَوَ لَمۡ نُمَکِّنۡ لَّہُمۡ حَرَمًا اٰمِنًا یُّجۡبٰۤی اِلَیۡہِ
ثَمَرٰتُ کُلِّ شَیۡءٍ رِّزۡقًا
مِّنۡ لَّدُنَّا وَ لٰکِنَّ
اَکۡثَرَہُمۡ لَا یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾ وَ کَمۡ
اَہۡلَکۡنَا مِنۡ قَرۡیَۃٍۭ
بَطِرَتۡ مَعِیۡشَتَہَا ۚ فَتِلۡکَ مَسٰکِنُہُمۡ لَمۡ تُسۡکَنۡ مِّنۡۢ بَعۡدِہِمۡ
اِلَّا قَلِیۡلًا ؕ وَ کُنَّا نَحۡنُ
الۡوٰرِثِیۡنَ ﴿﴾ وَ مَا کَانَ
رَبُّکَ مُہۡلِکَ الۡقُرٰی حَتّٰی یَبۡعَثَ فِیۡۤ
اُمِّہَا رَسُوۡلًا یَّتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِنَا ۚ وَ مَا کُنَّا
مُہۡلِکِی الۡقُرٰۤی اِلَّا وَ اَہۡلُہَا
ظٰلِمُوۡنَ ﴿﴾ وَ مَاۤ
اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنۡ شَیۡءٍ فَمَتَاعُ
الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتُہَا ۚ وَ مَا عِنۡدَ اللّٰہِ خَیۡرٌ وَّ
اَبۡقٰی ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ
﴿٪﴾
Sesungguhnya
engkau tidak dapat memberi petunjuk
kepada siapa yang engkau cintai,
tetapi Allah memberi petunjuk kepada
siapa yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. وَ قَالُوۡۤا اِنۡ
نَّتَّبِعِ الۡہُدٰی مَعَکَ نُتَخَطَّفۡ مِنۡ
اَرۡضِنَا -- Dan mereka berkata: “Jika kami
mengikuti petunjuk bersama engkau tentu kami
akan diusir dari negeri kami.”
اَوَ لَمۡ
نُمَکِّنۡ لَّہُمۡ حَرَمًا اٰمِنًا یُّجۡبٰۤی
اِلَیۡہِ ثَمَرٰتُ کُلِّ شَیۡءٍ رِّزۡقًا مِّنۡ لَّدُنَّا وَ
لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ لَا
یَعۡلَمُوۡنَ -- Katakanlah:
“Bukankah Kami telah menempatkan mereka pada tempat suci yang aman, yang didatangkan kepadanya segala macam buah-buahan, sebagai rezeki dari sisi Kami?” Akan tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui. وَ کَمۡ اَہۡلَکۡنَا مِنۡ
قَرۡیَۃٍۭ بَطِرَتۡ مَعِیۡشَتَہَا ۚ
فَتِلۡکَ مَسٰکِنُہُمۡ لَمۡ تُسۡکَنۡ مِّنۡۢ
بَعۡدِہِمۡ اِلَّا قَلِیۡلًا -- Dan berapa banyak kota yang telah Kami binasakan yang bersenang-senang
dalam kehidupannya, maka itulah tempat
kediaman mereka yang tidak didiami lagi sesudah mereka, kecuali sedikit, وَ کُنَّا
نَحۡنُ الۡوٰرِثِیۡنَ -- dan Kami-lah
Yang menjadi pewarisnya. -- وَ مَا کَانَ
رَبُّکَ مُہۡلِکَ الۡقُرٰی حَتّٰی یَبۡعَثَ فِیۡۤ
اُمِّہَا رَسُوۡلًا یَّتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِنَا Dan Rabb (Tuhan) engkau
sekali-kali tidak akan membinasakan
kota-kota hingga Dia membangkitkan
di ibu-kotanya seorang rasul yang membacakan kepada mereka Ayat-ayat Kami, وَ مَا
کُنَّا مُہۡلِکِی الۡقُرٰۤی اِلَّا وَ
اَہۡلُہَا ظٰلِمُوۡنَ -- dan
Kami sekali-kali tidak akan membinasakan
kota-kota kecuali penduduknya
orang-orang zalim. وَ مَاۤ اُوۡتِیۡتُمۡ مِّنۡ شَیۡءٍ فَمَتَاعُ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا وَ زِیۡنَتُہَا ۚ وَ مَا
عِنۡدَ اللّٰہِ خَیۡرٌ وَّ اَبۡقٰی ؕ اَفَلَا تَعۡقِلُوۡنَ -- Dan apa pun yang diberikan kepada kamu adalah kesenangan sementara dari kehidupan duniawi dan perhiasannya, sedangkan apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal maka tidakkah
kamu menggunakan akal? (Al-Qashash [28]:57-61).
Jadi,
bagi para pecinta kehidupan dan kehormatan duniawi, jika mereka beriman
kepada Rasul Allah yang kedatangannya
dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37)
dianggap sebagai “musibah” bagi
mereka, itulah sebabnya setiap
pengutusan Rasul Allah senantiasa mendapat perlawanan keras dari orang-orang
duniawi, termasuk di Akhir Zaman ini.
(QS.15:11-14; QS.36:31-32; QS.43:8-9).
Alasan penolakan
penduduk kota Mekkah untuk beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran,
firman-Nya: وَ قَالُوۡۤا اِنۡ نَّتَّبِعِ الۡہُدٰی مَعَکَ نُتَخَطَّفۡ مِنۡ اَرۡضِنَا -- Dan
mereka berkata: “Jika kami mengikuti petunjuk bersama engkau tentu
kami akan diusir dari negeri kami” (Al-Qashash
[28]:58).
Jawaban Allah Swt. Kepada Helah
Orang-orang Kafir Quraisy Mekkah & Pengabulan
Doa Nabi Ibrahim a.s.
Jawaban Allah Swt. atas
alasan mereka yang menunjukkan kecintaan
mereka kepada kehidupan duniawi tersebut, firman-Nya: اَوَ لَمۡ نُمَکِّنۡ لَّہُمۡ حَرَمًا
اٰمِنًا یُّجۡبٰۤی اِلَیۡہِ ثَمَرٰتُ
کُلِّ شَیۡءٍ رِّزۡقًا مِّنۡ لَّدُنَّا وَ لٰکِنَّ اَکۡثَرَہُمۡ
لَا یَعۡلَمُوۡنَ -- Katakanlah:
“Bukankah Kami telah menempatkan mereka pada tempat suci yang aman, yang didatangkan kepadanya segala macam buah-buahan, sebagai rezeki dari sisi Kami?” Akan tetapi kebanyakan
mereka tidak mengetahui” (Al-Qashash [28]:58).
Jawaban Allah Swt. tersebut erat
hubungannya dengan doa Nabi Ibrahim
a.s. ketika bersama Nabi Isma’il a.s. mendirikan
kembali Ka’bah (Baitullah) yang hanya
tersisa fondasinya saja (QS.2:127-130; QS.3:97-98), firman-Nya:
وَ اِذۡ
جَعَلۡنَا الۡبَیۡتَ مَثَابَۃً لِّلنَّاسِ
وَ اَمۡنًا ؕ وَ اتَّخِذُوۡا مِنۡ مَّقَامِ
اِبۡرٰہٖمَ مُصَلًّی ؕ وَ عَہِدۡنَاۤ اِلٰۤی اِبۡرٰہٖمَ وَ اِسۡمٰعِیۡلَ اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ
الرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ ﴿﴾ وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ
الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ
وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ
مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ
النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ
الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan
ingatlah ketika Kami jadikan Rumah
(Ka’bah) itu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman, dan
jadikanlah maqām Ibrahim sebagai
tempat shalat. Dan telah Kami
perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il: اَنۡ طَہِّرَا بَیۡتِیَ لِلطَّآئِفِیۡنَ وَ الۡعٰکِفِیۡنَ وَ الرُّکَّعِ السُّجُوۡدِ -- “Sucikanlah
rumah-Ku itu untuk orang-orang yang tawaf,
yang ‘itikaf, yang rukuk dan yang sujud.” وَ اِذۡ قَالَ اِبۡرٰہٖمُ رَبِّ
اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ --
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), jadikanlah tempat ini kota yang aman dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya dari antara mereka yang beriman kepada
Allah dan Hari Kemudian.”
قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ
النَّارِ -- Dia berfirman: “Dan orang yang kafir pun maka
Aku akan memberi sedikit kesenangan
kepadanya kemudian akan Aku paksa ia masuk ke
dalam azab Api, وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ -- dan itulah seburuk-buruk tempat kembali” (Al-Baqarah [2]:126-127).
Matsabah berarti
suatu tempat yang apabila orang mengunjunginya
ia berhak memperoleh pahala; atau
tempat yang sering dikunjungi dan
menjadi tempat berkumpul (Al-Mufradat).
Ka’bah, menurut beberapa riwayat — dan juga diisyaratkan oleh Al-Quran
sendiri — mula-mula didirikan oleh Adam a.s. (QS.3:97) dan buat beberapa waktu
merupakan pusat peribadatan para keturunannya. Lalu dalam perjalanan masa
umat manusia menjadi terpisah sehingga menjadi berbagai
golongan masyarakat dan mengambil pusat-pusat
peribadatan yang berbeda.
Kemudian ketika dengan berlalunya
waktu yang panjang Ka’bah menjadi hanya tinggal fondasinya
saja, atas perintah Allah Swt. Nabi Ibrahim a.s. bersama Nabi Isma’il a.s..
mendirikannya lagi, dan tempat itu tetap menjadi pusat ibadah untuk keturunannya
dengan perantaraan puteranya, Nabi Isma’il a.s.
Dengan pergantian waktu tempat itu secara alamiah (praktis) diubah
menjadi tempat berhala yang jumlahnya
sebanyak 360 — hampir sama dengan jumlah
hari dalam satu tahun. Tetapi pada masa
Nabi Besar Muhammad saw. tempat
itu dijadikan lagi pusat beribadah
segala bangsa, karena beliau saw. diutus sebagai Rasul kepada seluruh umat
manusia (QS.7:159; QS.21:108;
QS.25:2; QS.34:29) untuk mempersatukan
mereka yang telah cerai-berai sesudah
Nabi Adam a.s. menjadi suatu persaudaraan seluruh umat
manusia.
Ka’bah -- dan karenanya maka kota Mekkah juga
dinyatakan menjadi tempat keamanan
dan ketenteraman -- padahal kerajaan-kerajaan yang gagah-perkasa telah runtuh dan daerah-daerah yang membentang luas telah menjadi belantara sejak permulaan sejarah,
tetapi keamanan Mekkah secara
lahiriah tidak pernah terganggu.
Kegagalan Total Makar Buruk
Abrahah Terhadap Ka’bah (Baitullah)
Pusat-pusat keagamaan agama-agama
lain tidak pernah menyatakan, dan pada hakikatnya tidak pernah menikmati keamanan demikian dan kekebalan terhadap bahaya, tetapi Mekkah –
yang di dalamnya terdapat Ka’bah
(Baitullah) -- senantiasa merupakan tempat yang aman dan tenteram. Tiada penakluk asing pernah memasukinya
-- termasuk Abrahah yang memiliki tentara bergajah dari Yaman yang
beragama Kristen -- tempat itu senantiasa tetap ada di tangan mereka yang menjunjung-muliakannya, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿۱﴾ اَلَمۡ تَرَ کَیۡفَ فَعَلَ
رَبُّکَ بِاَصۡحٰبِ الۡفِیۡلِ ؕ﴿﴾ اَلَمۡ
یَجۡعَلۡ کَیۡدَہُمۡ فِیۡ تَضۡلِیۡلٍ ۙ﴿﴾ وَّ اَرۡسَلَ
عَلَیۡہِمۡ طَیۡرًا اَبَابِیۡلَ ۙ﴿﴾ تَرۡمِیۡہِمۡ بِحِجَارَۃٍ مِّنۡ سِجِّیۡلٍ ۪ۙ﴿﴾ فَجَعَلَہُمۡ کَعَصۡفٍ مَّاۡکُوۡلٍ ٪﴿﴾
Aku baca
dengan
nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Tidakkah engkau
memperhatikan bagaimana Rabb
(Tuhan) engkau memperlakukan para
pemilik gajah? Tidakkah
Dia menjadikan rencana buruk mereka gagal?
4 Dan Dia mengirimkan kepada
mereka sekawanan burung yang
memakan bangkai mereka, sambil memukul-mukulkan
bangkai mereka di atas batu-batu dari tanah
keras, maka Dia
menjadikan mereka seperti daun-daun
yang dimakan ulat. (Al-Fīl
[105]:1-6).
Abraha Asram, Raja muda di Yaman, wakil Negus dari Abbessinia (Habasyah),
menyerang Mekkah dengan sepasukan lasykar besar pada tahun 570 Masehi, tahun
kelahiran Nabi Besar Muhammad saw. dengan maksud hendak menghancurkan Ka’bah. Ia membawa serta
sejumlah besar gajah. Tetapi tha’un atau wabah semacam cacar memusnahkan sama sekali tentaranya
dan tubuh mereka yang membusuk itu dimakan habis oleh kawanan-kawanan burung pemakan bangkai.
Menurut
beberapa sumber abābīl itu kata jamak dari ibbaul, yang
berarti bagian terpisah atau tersendiri
dari sekawanan burung atau kuda atau unta, yang terbang atau berjalan beruntun yang satu di belakang
yang lain. Kata-kata thairan abābīl berarti burung-burung dalam kawanan-kawanan
(kelompok-kelompok) terpisah-pisah, atau burung-burung
dalam formasi berkelompok datang dari jurusan ini atau itu, atau beruntun yang
satu mengikut di belakang yang lain, sekawan demi sekawan (Lexicon Lane).
Pada ayat ini kami menterjemahkan berbeda dengan
kata asli bahasa Arabnya sebagaimana dulu peribahasa: “Talang air berjalan atau sungai berjalan”, padahal bukan sungai yang berjalan atau talang yang berjalan. Yang sebenarnya
adalah air yang berjalan. Itulah sebabnya kami tidak menterjemahkan disini: “Burung-burung melemparkan batu di atas para
pemilik gajah.” Bahkan yang diterjemahkan adalah: “Daging-daging mereka dipukulkan ke batu-batu yang keras dan
dipatuk-patukkan” karena disini tarmīhim bi hijāratin yang di dalam
bahasa Arab ba berarti ‘ala. Jadi secara harfiah dari segi bahasa
Arab terjemahnya akan menjadi: “Burung-burung
itu memukul-mukulkan mereka di atas batu-batu”, dan inilah yang kami
terjemahkan.
Burung-burung pemakan bangkai ketika memakan
daging orang-orang yang mati, cara memakannya seperti ini: Mula-mula
burung-burung itu membawa sepotong daging orang yang mati kemudian berdiri di
atas batu. Lalu daging pada paruhnya tersebut dipukul-pukulkannya di atas batu
berkali-kali, baru dimakannya. Kurang-lebih inilah sebabnya bahwa jika pasir
atau tanah dan lain-lain lengket pada
potongan daging itu maka dengan cara itu
burung-burung akan menghilangkan kotoran (pasir dan kerikkil) tersebut.
Tidak bersyukur Kepada Allah Swt., Pemilik Ka’bah (Baitullah)
Mengisyaratkan kepada adanya jaminan khusus Allah Swt. terhadap kota
Mekkah -- yang di dalamnya terdapat Ka’bah (Baitullah) – itu pulalah
firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾ لِاِیۡلٰفِ قُرَیۡشٍ ۙ﴿﴾ اٖلٰفِہِمۡ
رِحۡلَۃَ الشِّتَآءِ وَ الصَّیۡفِ ۚ﴿﴾ فَلۡیَعۡبُدُوۡا
رَبَّ ہٰذَا الۡبَیۡتِ ۙ﴿﴾ الَّذِیۡۤ
اَطۡعَمَہُمۡ مِّنۡ جُوۡعٍ ۬ۙ وَّ
اٰمَنَہُمۡ مِّنۡ خَوۡفٍ ٪﴿﴾
Aku baca
dengan nama
Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.
Tuhan
engkau membinasakan para pemilik gajah untuk melekatkan hati orang-orang
Quraisy. Untuk melekatkan
kecintaan mereka pada perjalanans
di musim dingin dan musim panas. Maka sebagai tanda syukur hendaklah mereka menyembah Rabb (Tuhan) Pemilik Rumah ini, Yang telah memberi mereka makan di waktu lapar dan telah memberi mereka keamanan di waktu ketakutan (Al-Quraisy [106]:1-5)
Ada penjelasan lain mengenai ayat ini,
barangkali lebih cocok dalam hubungan ini yang kira-kira sebagai berikut: “Hai
Muhammad, Rabb (Tuhan) engkau telah membinasakan
para pemilik gajah supaya hati orang-orang Quraisy melekat pada kegemaran mereka berkelana bebas bagi mereka.”
Penjelasan ini sangat dapat diterima oleh
akal, sebab seandainya Abraha tidak dibinasakan Allah Swt. niscaya orang-orang Quraisy tidak akan suka
bepergian ke tempat-tempat itu, dan perjalanan-perjalanan
niaga mereka pun tidak akan aman.
Jadi, kebinasaan
Abraha selain membuka jalan untuk perjalanan-perjalanan
niaga bagi kaum Quraisy, juga Ka’bah
nampak lebih suci dan lebih keramat lagi dalam pandangan orang-orang Arab, tempat yang bagi
mereka sebelumnya pun telah merupakan tempat
ziarah berbagai bangsa Arab di sekitarnya. Adanya para peziarah ke Ka’bah tersebut pada gilirannya
menambah dorongan kepada peningkatan perdagangan
(ekonomi) kaum Quraisy.
Ayat ini dapat pula berarti, “Tuhan engkau
menghancurkan para pemilik gajah sebagai tindak
pemeliharaan bagi kaum Quraisy.” Orang-orang Quraisy dianugerahi jaminan keselamatan dan kebebasan dari ketakutan, sedang keadaan sekitar
mereka seluruhnya dicekam oleb rasa
ketakutan dan ketidak-amanan.
Di samping itu, sepanjang tahun mereka
mempunyai persediaan segala macam buah-buahan dan makanan. Kesemuanya itu bukan hanya secara kebetulan belaka. Hal demikian itu sesuai dengan rencana Ilahi dan memenuhi nubuatan, yang disampaikan oleh Nabi
Ibrahim a.s. 2.500 tahun yang
telah silam (QS.2:127, 130 dan QS.14:36, 38) sehubungan dengan kemunculan Nabi
Besar Muhammad saw., seorang Rasul Allah
untuk seluruh umat manusia (QS.7:159;
QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29), yang
mebawa syariat terakhir dan tersempurna (QS.5:4).
Surah ini memberikan pengertian kepada kaum Quraisy akan kesalahan sikap ketidak-bersyukuran mereka, dengan
memberitahukan, bahwa mereka telah memilih penyembahan
kepada tuhan-tuhan (berhala-berhala) terbuat
dari kayu dan batu, daripada menyembah
kepada Allah Swt., Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha
Penyayang, Yang telah menganugerahkan kepada mereka karunia-karunia besar dan jaminan keamanan, keselamatan dan dari ketakutan
serta kelaparan.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 2 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar