Senin, 27 Juli 2015

Berbagai Tujuan Mulia Diizinkan-Nya Melakukan Perang Dalam Ajaran Islam (Al-Quran) & Ganjaran Besar Bagi Para Pelaku Hijrah dan Jihad di Jalan Allah dengan Harta dan Jiwa Mereka

                                                                                                                 
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 107

Berbagai Tujuan Mulia Dizinkan-Nya Melakukan Perang Dalam Ajaran Islam (Al-Quran) & Ganjaran Besar  Bagi Para Pelaku Hijrah dan Jihad di Jalan Allah dengan Harta dan Jiwa Mereka
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai Surah An-Nisa ayat 76: وَ مَا لَکُمۡ لَا تُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ  --  Dan mengapakah kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan  membela  orang-orang lemah, laki-laki, perempuan-perempuan dan anak-anak, yang mengatakan:  رَبَّنَاۤ اَخۡرِجۡنَا مِنۡ ہٰذِہِ الۡقَرۡیَۃِ الظَّالِمِ اَہۡلُہَا  -- “Wahai Rabb (Tuhan) kami, keluarkanlah kami dari negeri  ini yang penduduknya kejam,  وَ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ وَلِیًّا   --  dan jadikanlah bagi kami   pelindung dari sisi Engkau, وَّ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ نَصِیۡرًا  -- dan jadikanlah bagi kami   penolong dari sisi Engkau.

Alasan Pemberian Izin Berperang

        Ayat tersebut  merupakan satu bukti yang jelas bahwa orang-orang Muslim tidak pernah mengawali permusuhan. Mereka hanya berperang membela diri demi melindungi agama mereka dan menolong para ikhwan (saudara seagama) mereka yang lebih lemah  dan  mereka diperlakukan secara zalim, sebagaimana firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ  اللّٰہَ  عَلٰی  نَصۡرِہِمۡ  لَقَدِیۡرُۨ  ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi  orang-orang yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka.   الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ --  Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq  hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah.” وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا  --     dan seandainya Allah tidak menangkis   sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama  Allah, وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ  --   dan  Allah pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa  (Al-Hājj [22]:40-41).
       Menurut kesepakatan di antara para ulama, ayat inilah yang merupakan ayat pertama, yang memberi izin kepada Muslim (orang-orang Islam) untuk mengangkat senjata guna membela diri. Ayat ini menetapkan asas-asas yang menurut itu, orang-orang Islam (Muslim) boleh (diizinkan) mengadakan perang untuk membela diri, dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya mengemukakan alasan-alasan yang membawa orang-orang Islam yang amat sedikit jumlahnya itu — tanpa persenjataan dan alat-alat duniawi lainnya — untuk berperang membela diri.
    Hal itu mereka lakukan sesudah mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan selama bertahun-tahun di Mekkah, dan sesudah mereka dikejar-kejar sampai ke Medinah dengan kebencian yang tidak ada reda-redanya dan di sini pun mereka diusik dan diganggu juga.

Berbagai Tujuan Mulia Pemberian  Izin Melakukan Perang

     Alasan pertama yang dikemukakan dalam ayat ini  yaitu bahwa mereka diperlakukan secara zalim, yakni semata-mata karena mereka  telah beriman kepada Allah Swt. dan Rasul Allah  yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37): الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ --  Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq  hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah.”
        Ayat ini memberi alasan kedua, yaitu bahwa orang-orang Islam telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang adil dan sah, satu-satunya “kesalahan mereka” – menurut para penentangnya   --  ialah hanya karena mereka beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang diajarkan Rasul Allah yang mereka telah beriman kepadanya (QS.3:191-196; QS.85:1-23).
    Bertahun-tahun lamanya orang-orang Islam (Muslim) ditindas di Mekkah, kemudian mereka diusir dari sana (QS.8:31), dan tidak pula dibiarkan hidup dengan aman di tempat pembuangan mereka di Medinah. Islam diancam dengan kemusnahan total oleh suatu serangan gabungan suku-suku Arab di sekitar Medinah, yang terhadapnya orang Quraisy mempunyai pengaruh yang besar, mengingat kedudukan mereka sebagai penjaga Ka’bah. Kota Medinah sendiri menjadi sarang kekacauan dan pengkhianatan. Orang-orang Yahudi bersatu-padu memusuhi Nabi Besar Muhammad saw. bersama-sama dengan orang-orang munafik pimpinan Abdullah bin Ubay.   
        Kesulitan Nabi Besar Muhammad saw.  di Madinah  bukan berkurang, bahkan makin bertambah juga dengan hijrah itu. Di tengah-tengah keadaan yang amat tidak menguntungkan itulah orang-orang Islam (Muslim) terpaksa mengangkat senjata untuk menyelamatkan diri mereka, agama mereka, dan wujud Nabi Besar Muhammad saw.  dari kemusnahan.
         Jika ada suatu kaum yang pernah mempunyai alasan yang sah untuk berperang, maka kaum itu adalah Nabi Besar Muhammad saw.  dan para sahabat beliau, namun para kritisi Islam yang tidak mau mempergunakan akal telah menuduh, bahwa beliau saw. melancarkan peperangan agresi untuk memaksakan agama beliau saw. kepada orang-orang yang tidak menghendakinya.
    Sesudah memberikan alasan-alasan, mengapa orang-orang Islam terpaksa mengangkat senjata, ayat selanjutnya    mengemukakan tujuan dan maksud pepe-rangan yang dilancarkan oleh umat Islam. Tujuannya sekali-kali bukan untuk merampas hak orang-orang lain atas rumah dan milik mereka, atau merampas kemerdekaan mereka serta memaksa mereka tunduk kepada kekuasaan asing, atau untuk menjajagi pasar-pasar yang baru atau memperoleh tanah-tanah jajahan baru, seperti telah diusahakan oleh kekuasaan negara-negara kuat dari barat.

Umat Islam harus Menjadi Pengayom Kebebasan Beriman dan Beragama

       Yang dimaksudkan ialah mengadakan perang semata-mata untuk membela diri dan untuk menyelamatkan Islam dari kemusnahan, dan untuk menegakkan kebebasan berpikir; begitu juga untuk membela tempat-tempat peribadatan yang dimiliki oleh agama-agama lain — gereja-gereja, rumah-rumah peribadatan Yahudi, kuil-kuil, biara-biara, dan sebagainya (QS.2:194; QS.2:257; QS.8:40 dan QS.8:73).
       Jadi tujuan pertama dan terutama dari perang-perang yang dilancarkan oleh Islam di masa yang lampau, dan selamanya di masa yang akan datang pun ialah, menegakkan kebebasan beragama dan beribadah serta berperang membela negeri, kehormatan, dan kemerdekaan terhadap serangan tanpa dihasut. Apakah ada alasan untuk berperang yang lebih baik daripada ini? Selanjutnya Allah Swt. berfirman: 
اَلَّذِیۡنَ  اِنۡ مَّکَّنّٰہُمۡ  فِی الۡاَرۡضِ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ وَ اَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ  نَہَوۡا عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لِلّٰہِ  عَاقِبَۃُ  الۡاُمُوۡرِ ﴿﴾
Orang-orang yang jika Kami meneguhkannya di bumi mereka mendirikan shalat, membayar zakatmenyuruh berbuat kebaikan dan melarang dari keburukan. Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan (Al-Hājj [22]:42).
         Ayat ini mengandung perintah bagi orang-orang  Islam (Muslim), bahwa  manakala mereka memperoleh kekuasaan, maka mereka tidak boleh mempergunakannya untuk kemajuan bagi kepentingan diri mereka sendiri, melainkan harus digunakan untuk memperbaiki nasib orang-orang miskin dan orang-orang tertindas serta untuk menegakkan keamanan dan keselamatan di daerah-daerah kekuasaan mereka, dan bahwa mereka harus menghargai dan melindungi tempat-tempat peribadatan semua umat beragama, tanpa kecuali.
     Kenyataan tersebut merupakan kebenaran pernyataan Allah Swt. bahwa  pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. dan   diturunkan-Nya  agama Islam (Al-Quran) benar-benar merupakan “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108), sesuai dengan  kedudukan umat Islam sebagai “umat terbaik” yang dijadikan bagi kemanfaatan seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111).
       Kembali kepada firman-Nya sebelum ini mengenai pentingnya  orang-orang beriman – guna mempertahankan keimanannya  dan  mengamalkan ajaran agama Islam (Al-Quran) – untuk hijrah:
اِنَّ الَّذِیۡنَ تَوَفّٰہُمُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ ظَالِمِیۡۤ اَنۡفُسِہِمۡ قَالُوۡا فِیۡمَ کُنۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا کُنَّا مُسۡتَضۡعَفِیۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ قَالُوۡۤا اَلَمۡ تَکُنۡ اَرۡضُ اللّٰہِ وَاسِعَۃً فَتُہَاجِرُوۡا فِیۡہَا ؕ فَاُولٰٓئِکَ مَاۡوٰىہُمۡ جَہَنَّمُ ؕ وَ سَآءَتۡ مَصِیۡرًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ حِیۡلَۃً  وَّ لَا  یَہۡتَدُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿ۙ﴾  فَاُولٰٓئِکَ عَسَی اللّٰہُ اَنۡ یَّعۡفُوَ عَنۡہُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَفُوًّا غَفُوۡرًا ﴿﴾
Sesungguhnya   orang-orang yang  para malaikat mewafatkan mereka dalam keadaan zalim terhadap dirinya, mereka yakni  para malaikat berkata:  “Bagaimana keadaan kamu dahulu?” Mereka menjawab: “Kami dahulu dipandang lemah di muka bumi.” قَالُوۡۤا اَلَمۡ تَکُنۡ اَرۡضُ اللّٰہِ وَاسِعَۃً فَتُہَاجِرُوۡا فِیۡہَا --  Mereka yakni para malaikat berkata: “Tidakkah bumi Allah itu luas untuk kamu berhijrah di dalamnya?” فَاُولٰٓئِکَ مَاۡوٰىہُمۡ جَہَنَّمُ ؕ وَ سَآءَتۡ مَصِیۡرًا  --      Maka mereka inilah yang tempat tinggalnya Jahannam dan sangat buruk tempat kembali itu. اِلَّا الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ حِیۡلَۃً  وَّ لَا  یَہۡتَدُوۡنَ سَبِیۡلًا  --  Kecuali  orang-orang lemah di antara laki-laki, perempuan  dan anak-anak yang tidak mampu berdaya-upaya dan tidak pula mendapatkan suatu jalan, فَاُولٰٓئِکَ عَسَی اللّٰہُ اَنۡ یَّعۡفُوَ عَنۡہُمۡ   --   maka  mengenai  mereka ini boleh jadi  Allah akan memaafkan mereka, وَ کَانَ اللّٰہُ عَفُوًّا غَفُوۡرًا --  dan Allah benar-benar Maha Pemaaf, Maha Pengampun   (An-Nisa [4]:98-100).

Makna Penggunaan Kata ‘Asā  Dalam Al-Quran

        Kata ‘asā dalam ayat: فَاُولٰٓئِکَ عَسَی اللّٰہُ اَنۡ یَّعۡفُوَ عَنۡہُمۡ   --   “maka  mengenai  mereka ini boleh jadi  Allah akan memaafkan mereka, وَ کَانَ اللّٰہُ عَفُوًّا غَفُوۡرًا --  dan Allah benar-benar Maha Pemaaf, Maha Pengampun   (An-Nisa [4]:100),   tidak menunjukkan keraguan pihak Allah Swt.,  melainkan digunakan untuk membiarkan orang-orang beriman  yang dibahas di sini dalam keadaan terkatung — antara harap dan cemas — supaya mereka tidak akan lalai dalam shalat dan beramal shalih. Tujuan ungkapan itu adalah untuk menerbitkan sinar harapan tanpa menimbulkan perasaan aman semu atau keadaan berpuas diri. Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ مَنۡ یُّہَاجِرۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ یَجِدۡ فِی الۡاَرۡضِ مُرٰغَمًا کَثِیۡرًا وَّ سَعَۃً ؕ وَ مَنۡ یَّخۡرُجۡ مِنۡۢ بَیۡتِہٖ مُہَاجِرًا  اِلَی اللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ ثُمَّ  یُدۡرِکۡہُ الۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ اَجۡرُہٗ عَلَی اللّٰہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾٪
Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah pasti akan memperoleh banyak tempat perlindungan dan kelapangan  di muka bumi. Dan barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian  kematian  mencapainya maka sungguh  telah tersedia ganjarannya pada Allah, dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang  (An-Nisa [4]:98-101). 
        Islam tak menerima dalih atau alasan apa pun dari orang-orang beriman  untuk tinggal dalam lingkungan hidup yang tidak bersahabat kepada agama mereka jika mereka berkemampuan meninggalkan tempat-tempat seperti itu, tidak ada pilihan lain bagi orang-orang yang benar-benar lebih mencintai Allah Swt. dan Rasul-Nya daripada siapa  pun  dan apa pun (QS.58:23; QS.9:23) atau lebih mencintai kehidupan akhirat daripada kehidupan duniawi, sebagaimana  yang dilakukan oleh para sahabat Nabi Besar Muhammad saw.,  sehingga Allah Swt. telah menyatakan mereka sebagai orang-orang yang ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada mereka (QS.5:120; 9:100; QS.58:23; QS.89:28-31; QS.98:8-9).

Ganjaran Besar  Bagi Penderitaan  Melakukan Hijrah dan Jihad di Allah Allah Swt.

      Dalam Surah lainnya Allah Swt. berfirman mengenai alasan mengapa – guna mempertahankan serta memperteguh keimanannya – orang-orang  yang beriman kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya harus melakukan  hijrah dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa mereka:  
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ کُوۡنُوۡا مَعَ  الصّٰدِقِیۡنَ ﴿﴾  مَا کَانَ لِاَہۡلِ الۡمَدِیۡنَۃِ وَ مَنۡ حَوۡلَہُمۡ مِّنَ الۡاَعۡرَابِ اَنۡ یَّتَخَلَّفُوۡا عَنۡ رَّسُوۡلِ اللّٰہِ  وَ لَا یَرۡغَبُوۡا بِاَنۡفُسِہِمۡ عَنۡ نَّفۡسِہٖ ؕ  ذٰلِکَ بِاَنَّہُمۡ لَا یُصِیۡبُہُمۡ ظَمَاٌ وَّ لَا نَصَبٌ وَّ لَا مَخۡمَصَۃٌ  فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ لَا یَطَـُٔوۡنَ مَوۡطِئًا یَّغِیۡظُ الۡکُفَّارَ وَ لَا یَنَالُوۡنَ مِنۡ عَدُوٍّ نَّیۡلًا اِلَّا کُتِبَ لَہُمۡ بِہٖ عَمَلٌ صَالِحٌ ؕ اِنَّ اللّٰہَ  لَا یُضِیۡعُ  اَجۡرَ  الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿﴾ۙ  وَ لَا یُنۡفِقُوۡنَ نَفَقَۃً صَغِیۡرَۃً وَّ لَا کَبِیۡرَۃً  وَّ لَا یَقۡطَعُوۡنَ وَادِیًا اِلَّا کُتِبَ لَہُمۡ لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ  اَحۡسَنَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman,  bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah kamu senantiasa beserta orang-orang yang benar.   Sekali-kali tidak  patut bagi penduduk Medinah dan orang-orang Arab gurun di sekitarnya bahwa mereka  tinggal di belakang  Rasul Allah, dan tidak patut pula mementingkan diri mereka sendiri di atas dirinya yakni Rasul Allah. Hal demikian  itu karena sesungguhnya mereka tidak akan ditimpa dahagatidak kelelahantidak kelaparan di jalan Allah,  tidak  akan menginjak  tempat berpijak yang menggusarkan orang-orang kafir, dan tidak pula mereka meraih suatu kemenangan dari musuh, melainkan akan dituliskan bagi mereka suatu amal saleh mengenainya. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan ganjaran orang-orang yang berbuat ihsan. Dan tidaklah mereka membelanjakan suatu nafkah yang kecil maupun besar, dan tidak pula mereka melintasi suatu lembah melainkan dituliskan bagi mereka, supaya  Allah memberi mereka ganjaran yang terbaik untuk apa pun yang senantiasa mereka kerjakan (At-Taubah [9]:119-121).
        Oleh karena itu betapa jauh perbedaan martabat dan ganjaran antara orang-orang beriman yang duduk di belakang  -- tanpa uzur   -- dengan orang-orang beriman yang  melakukan hijrah  dan jihad di jalan Allah Swt. bersama Rasul Allah dengan  hartanya dan jiwanya tersebut, sebagaimana  firman Allah Swt. dalam Surah Al-Ankabūt sebelum ini:
 یٰعِبَادِیَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّ  اَرۡضِیۡ وَاسِعَۃٌ   فَاِیَّایَ  فَاعۡبُدُوۡنِ ﴿﴾  کُلُّ نَفۡسٍ ذَآئِقَۃُ  الۡمَوۡتِ ۟ ثُمَّ  اِلَیۡنَا تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَنُبَوِّئَنَّہُمۡ مِّنَ الۡجَنَّۃِ غُرَفًا تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ نِعۡمَ  اَجۡرُ  الۡعٰمِلِیۡنَ ﴿٭ۖ﴾  الَّذِیۡنَ صَبَرُوۡا وَ عَلٰی رَبِّہِمۡ یَتَوَکَّلُوۡنَ ﴿﴾
Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku sangat luas  maka hanya kepada Aku sajalah kamu menyembah.    Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati, kemudian kepada Kami-lah kamu akan dikembalikan.   Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, niscaya Ka-mi akan   menempatkan mereka di surga pada kamar-kamar yang tinggi,  yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, sebaik-baik ganjaran bagi orang-orang yang beramal.   Yaitu orang-orang yang sabar, dan  kepada Rabb-nya ( Tuhan-nya)  mereka berta-wakkal (Al-Ankabūt [29]:57-60).
Firman-Nya lagi:
وَ مَنۡ یُّہَاجِرۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ یَجِدۡ فِی الۡاَرۡضِ مُرٰغَمًا کَثِیۡرًا وَّ سَعَۃً ؕ وَ مَنۡ یَّخۡرُجۡ مِنۡۢ بَیۡتِہٖ مُہَاجِرًا  اِلَی اللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ ثُمَّ  یُدۡرِکۡہُ الۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ اَجۡرُہٗ عَلَی اللّٰہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾٪
Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah pasti akan memperoleh banyak tempat perlindungan dan kelapangan  di muka bumi. Dan barang-siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian  kematian  mencapainya maka sungguh  telah tersedia ganjarannya pada Allah, dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang  (An-Nisa [4]:101).

Makna  “Banyak tempat  Perlindungan” dan “Bumi Allah Luas” Bagi Pelaku Hijrah dan Jihad  di Jalan Allah
        Makna ayat  وَ مَنۡ یُّہَاجِرۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ یَجِدۡ فِی الۡاَرۡضِ مُرٰغَمًا کَثِیۡرًا وَّ سَعَۃً  -- “Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah pasti akan memperoleh banyak tempat perlindungan dan kelapangan  di muka bumi,” Islam tak menerima dalih atau alasan apa pun dari orang-orang beriman  untuk tinggal dalam lingkungan hidup yang tidak bersahabat kepada agama mereka jika mereka berkemampuan meninggalkan tempat-tempat seperti itu.  
      Dalam mendukung jaminan-Nya  kepada orang-orang beriman  yang melakukan hijrah dan jihad di jalan Allah Swt. dengan harta dan jiwanya tersebut, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ کَاَیِّنۡ مِّنۡ دَآبَّۃٍ  لَّا تَحۡمِلُ رِزۡقَہَا ٭ۖ اَللّٰہُ  یَرۡزُقُہَا وَ اِیَّاکُمۡ ۫ۖ  وَ ہُوَ السَّمِیۡعُ  الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾
Dan alangkah banyaknya hewan-hewan yang tidak membawa perbekalannya! Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada kamu.  Dan Dia  Maha Mendengar, Maha Mengetahui  (Al-Ankabūt [29]:57-61).
       Kalau sekalipun binatang-binatang di tanah dan di udara tidak dibiarkan hidup tanpa jaminan makanan, maka tidaklah masuk akal bahwa manusia —sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dan merupakan puncak segala kejadian makhluk -- harus mati kelaparan.  Dalam Surah lain Allah Swt. berfirman:
وَ مَا مِنۡ دَآبَّۃٍ  فِی الۡاَرۡضِ  اِلَّا عَلَی اللّٰہِ  رِزۡقُہَا وَ یَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّہَا وَ مُسۡتَوۡدَعَہَا ؕ کُلٌّ  فِیۡ  کِتٰبٍ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾
Dan sekali-kali tidak ada seekor binatang merayap pun di bumi, melainkan Allah-lah yang menanggung rezekinya.  Dan Dia mengetahui tempat tinggalnya yang sementara dan tempat tinggalnya yang tetap,  semuanya tercatat dalam Kitab yang nyata  (Hūd [11]:7).
      Allah Swt.  telah menyediakan bagi semua makhluk-Nya, bahkan Dia telah menyediakan bahan-bahan kehidupan bagi cacing dan binatang melata yang tinggal di lubang-lubang bumi sekalipun. Akal manusia tak sampai untuk memahami bagaimana dan dari mana cacing dan serangga yang begitu banyak terdapat di permukaan dan di dalam bumi memperoleh makanannya.
     Manusia merasa telah memecahkan rahasia-rahasia alam semesta, tetapi sebenarnya masih belum mengenal sepenuhnya segala bentuk kehidupan mereka. Tetapi Allah Swt.  telah memberikan perbekalan hidup lebih dari cukup kepada semua makhluk itu.

Makna “Tempat Tinggal Sementara” dan “Tempat Tinggal Tetap

       Makna ayat وَ یَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّہَا وَ مُسۡتَوۡدَعَہَا -- “Dan Dia mengetahui tempat tinggalnya yang sementara dan tempat tinggalnya yang tetap, کُلٌّ  فِیۡ  کِتٰبٍ مُّبِیۡنٍ --  semuanya tercatat dalam Kitab yang nyata,”  ayat ini menegaskan bahwa Allah Swt.   yang telah menyediakan keperluan jasmani bagi makhluk-Nya yang paling sederhana itu, pasti tidak akan mengabaikan untuk memberikan perbekalan hidup yang sepadan bagi kepentingan akhlak dan ruhani manusia, yang merupakan puncak bagi ciptaan-Nya  karena telah dijadikan untuk beribadah kepada-Nya (QS.51:57).  
      Ayat ini bukan hanya menunjuk kepada tempat tinggal sementara dan tempat tinggal abadi tiap-tiap wujud yang hidup, melainkan menunjuk pula kepada batas sejauh mana wujud-wujud itu dapat mengembangkan kemampuan-kemampuannya.
      Mustaqarr dan mustauda’ bukan saja berarti tempat permukiman dan tempat tinggal yang tetap, melainkan juga batas terakhir atau batas yang telah ditetapkan bagi sesuatu benda bertalian dengan waktu ataupun tempat; waktu yang telah ditetapkan; akhir perjalanan seseorang (Lexicon Lane).
      Demikian juga halnya dengan manusia,   Allah Swt. Maha Mengetahui   sejauh mana manusia dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan jasmani dan ruhaninya, karena Allah Swt. telah menciptakan insan (manusia)  dalam sebaik-baik penciptaan (QS.95:5), semua itu terpulang kepada  tekad dan upaya manusia itu sendiri, firman-Nya:
 یٰۤاَیُّہَا الۡاِنۡسَانُ  اِنَّکَ کَادِحٌ  اِلٰی رَبِّکَ کَدۡحًا  فَمُلٰقِیۡہِ ۚ﴿﴾  فَاَمَّا مَنۡ  اُوۡتِیَ  کِتٰبَہٗ  بِیَمِیۡنِہٖ ۙ﴿﴾  فَسَوۡفَ یُحَاسَبُ حِسَابًا یَّسِیۡرًا ۙ﴿﴾  وَّ  یَنۡقَلِبُ  اِلٰۤی  اَہۡلِہٖ مَسۡرُوۡرًا ؕ﴿﴾  وَ اَمَّا مَنۡ اُوۡتِیَ  کِتٰبَہٗ  وَرَآءَ ظَہۡرِہٖ ﴿ۙ﴾  فَسَوۡفَ یَدۡعُوۡا  ثُبُوۡرًا ﴿ۙ﴾  وَّ  یَصۡلٰی سَعِیۡرًا ﴿ؕ﴾  اِنَّہٗ  کَانَ  فِیۡۤ   اَہۡلِہٖ مَسۡرُوۡرًا ﴿ؕ﴾  اِنَّہٗ ظَنَّ  اَنۡ  لَّنۡ یَّحُوۡرَ ﴿ۚۛ﴾  بَلٰۤی ۚۛ  اِنَّ  رَبَّہٗ  کَانَ بِہٖ بَصِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Hai insan  (manusia), sesungguhnya engkau bekerja keras dengan sungguh-sungguh menuju Rabb (Tuhan) engkau, maka  engkau akan bertemu dengan-Nya.   Lalu adapun orang  yang di-berikan kitabnya di tangan kanannya,  maka ia segera akan dihisab dengan perhitungan yang mudah;   dan ia akan kembali kepada keluarganya dengan gembira. Dan adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang punggungnya, maka ia segera akan memang-gil kebinasaan, dan ia akan masuk ke dalam Api yang menyala-nyala. Sesungguhnya ia dahulu   bergembira di tengah keluarganya.  Sesungguhnya ia menyangka bahwa ia tidak akan  pernah kembali kepada Tuhan-nya.   Bahkan, sesungguhnya Rabb-nya  (Tuhan-nya) selalu melihatnya. (Al-Insyiqāq [84]:7-16).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,24 Juli  2015      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar