بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 107
Berbagai Tujuan Mulia Dizinkan-Nya Melakukan Perang
Dalam Ajaran Islam (Al-Quran) &
Ganjaran Besar Bagi Para Pelaku Hijrah dan Jihad di Jalan Allah
dengan Harta dan Jiwa Mereka
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai Surah An-Nisa ayat
76: وَ مَا
لَکُمۡ لَا تُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ
الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ -- Dan mengapakah
kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang-orang
lemah, laki-laki, perempuan-perempuan dan anak-anak, yang mengatakan: رَبَّنَاۤ اَخۡرِجۡنَا مِنۡ ہٰذِہِ
الۡقَرۡیَۃِ الظَّالِمِ اَہۡلُہَا -- “Wahai Rabb (Tuhan) kami, keluarkanlah
kami dari negeri ini yang penduduknya kejam, وَ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ
وَلِیًّا -- dan jadikanlah
bagi kami pelindung dari sisi Engkau, وَّ اجۡعَلۡ لَّنَا
مِنۡ لَّدُنۡکَ نَصِیۡرًا -- dan jadikanlah
bagi kami penolong dari sisi Engkau.”
Alasan Pemberian Izin
Berperang
Ayat tersebut merupakan satu
bukti yang jelas bahwa orang-orang Muslim
tidak pernah mengawali permusuhan. Mereka
hanya berperang membela diri demi melindungi agama mereka dan menolong para ikhwan (saudara seagama)
mereka yang lebih lemah dan
mereka diperlakukan secara zalim,
sebagaimana firman-Nya:
اُذِنَ
لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ
اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ
بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ
لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ
بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ
لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi orang-orang yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan
sesungguhnya Allah berkuasa menolong mereka.
الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ
دِیَارِہِمۡ بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ
اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ -- Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa
haq hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah.” وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ
صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ
کَثِیۡرًا -- dan
seandainya Allah tidak menangkis sebagian
manusia oleh sebagian yang lain
niscaya akan hancur biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah
ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ
یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ -- dan
Allah pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa (Al-Hājj
[22]:40-41).
Menurut kesepakatan di antara para ulama, ayat
inilah yang merupakan ayat pertama, yang memberi
izin kepada Muslim (orang-orang
Islam) untuk mengangkat senjata guna membela diri. Ayat ini menetapkan asas-asas yang menurut itu, orang-orang Islam
(Muslim) boleh (diizinkan) mengadakan
perang untuk membela diri, dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya
mengemukakan alasan-alasan yang
membawa orang-orang Islam yang amat
sedikit jumlahnya itu — tanpa persenjataan
dan alat-alat duniawi lainnya — untuk
berperang membela diri.
Hal itu mereka lakukan sesudah mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan selama bertahun-tahun di
Mekkah, dan sesudah mereka dikejar-kejar sampai ke Medinah dengan kebencian yang tidak ada reda-redanya
dan di sini pun mereka diusik dan diganggu
juga.
Berbagai Tujuan Mulia
Pemberian Izin Melakukan Perang
Alasan pertama yang dikemukakan dalam ayat ini yaitu bahwa mereka diperlakukan secara zalim, yakni semata-mata karena mereka telah beriman
kepada Allah Swt. dan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan (QS.7:35-37): الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ
دِیَارِہِمۡ بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ
اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ -- Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa
haq hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah.”
Ayat
ini memberi alasan kedua, yaitu bahwa orang-orang
Islam telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang adil dan sah,
satu-satunya “kesalahan mereka” – menurut para penentangnya -- ialah hanya karena mereka beriman kepada Tuhan Yang
Maha Esa, yang diajarkan Rasul Allah
yang mereka telah beriman kepadanya
(QS.3:191-196; QS.85:1-23).
Bertahun-tahun lamanya orang-orang Islam
(Muslim) ditindas di Mekkah, kemudian
mereka diusir dari sana (QS.8:31), dan
tidak pula dibiarkan hidup dengan aman
di tempat pembuangan mereka di Medinah. Islam diancam dengan kemusnahan total oleh suatu serangan
gabungan suku-suku Arab di sekitar
Medinah, yang terhadapnya orang Quraisy
mempunyai pengaruh yang besar,
mengingat kedudukan mereka sebagai penjaga Ka’bah. Kota Medinah sendiri
menjadi sarang kekacauan dan pengkhianatan. Orang-orang Yahudi bersatu-padu memusuhi Nabi Besar Muhammad saw. bersama-sama dengan orang-orang munafik pimpinan Abdullah
bin Ubay.
Kesulitan Nabi Besar Muhammad saw. di Madinah
bukan berkurang, bahkan makin bertambah
juga dengan hijrah itu. Di
tengah-tengah keadaan yang amat tidak
menguntungkan itulah orang-orang Islam
(Muslim) terpaksa mengangkat senjata
untuk menyelamatkan diri mereka, agama mereka, dan wujud Nabi Besar Muhammad saw. dari kemusnahan.
Jika
ada suatu kaum yang pernah mempunyai alasan yang sah untuk berperang, maka
kaum itu adalah Nabi Besar Muhammad saw. dan para sahabat beliau, namun para kritisi
Islam yang tidak mau mempergunakan
akal telah menuduh, bahwa beliau saw.
melancarkan peperangan agresi untuk memaksakan agama beliau saw. kepada orang-orang yang tidak menghendakinya.
Sesudah
memberikan alasan-alasan, mengapa
orang-orang Islam terpaksa mengangkat
senjata, ayat selanjutnya mengemukakan tujuan dan maksud pepe-rangan yang dilancarkan oleh umat
Islam. Tujuannya sekali-kali bukan untuk merampas
hak orang-orang lain atas rumah
dan milik mereka, atau merampas kemerdekaan mereka serta memaksa mereka tunduk kepada kekuasaan
asing, atau untuk menjajagi pasar-pasar yang baru atau memperoleh tanah-tanah jajahan baru, seperti telah
diusahakan oleh kekuasaan negara-negara kuat dari barat.
Umat Islam harus Menjadi Pengayom
Kebebasan Beriman dan Beragama
Yang dimaksudkan ialah mengadakan perang semata-mata untuk membela diri dan untuk menyelamatkan Islam dari kemusnahan, dan
untuk menegakkan kebebasan berpikir;
begitu juga untuk membela tempat-tempat
peribadatan yang dimiliki oleh agama-agama lain — gereja-gereja,
rumah-rumah peribadatan Yahudi, kuil-kuil, biara-biara, dan sebagainya
(QS.2:194; QS.2:257; QS.8:40 dan QS.8:73).
Jadi tujuan pertama dan terutama dari perang-perang yang dilancarkan oleh Islam di masa yang lampau, dan selamanya di masa yang akan datang
pun ialah, menegakkan kebebasan beragama
dan beribadah serta berperang membela negeri, kehormatan, dan kemerdekaan terhadap serangan tanpa
dihasut. Apakah ada alasan untuk berperang yang lebih baik daripada ini?
Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اَلَّذِیۡنَ اِنۡ مَّکَّنّٰہُمۡ فِی الۡاَرۡضِ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا
الزَّکٰوۃَ وَ اَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ
نَہَوۡا عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لِلّٰہِ
عَاقِبَۃُ الۡاُمُوۡرِ ﴿﴾
Orang-orang
yang jika Kami meneguhkannya di bumi
mereka mendirikan shalat, membayar zakat, menyuruh berbuat kebaikan dan melarang dari keburukan. Dan
kepada Allah-lah kembali segala urusan
(Al-Hājj
[22]:42).
Ayat ini mengandung perintah bagi orang-orang Islam
(Muslim), bahwa manakala mereka
memperoleh kekuasaan, maka mereka tidak boleh mempergunakannya untuk kemajuan bagi kepentingan diri mereka sendiri, melainkan harus digunakan untuk memperbaiki nasib orang-orang miskin dan
orang-orang tertindas serta untuk menegakkan keamanan dan keselamatan di daerah-daerah kekuasaan
mereka, dan bahwa mereka harus menghargai
dan melindungi tempat-tempat peribadatan semua umat beragama, tanpa kecuali.
Kenyataan tersebut merupakan kebenaran pernyataan Allah Swt.
bahwa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. dan
diturunkan-Nya agama Islam (Al-Quran) benar-benar
merupakan “rahmat bagi seluruh alam” (QS.21:108), sesuai
dengan kedudukan umat Islam sebagai “umat
terbaik” yang dijadikan bagi kemanfaatan
seluruh umat manusia (QS.2:144;
QS.3:111).
Kembali kepada firman-Nya sebelum ini
mengenai pentingnya orang-orang beriman
– guna mempertahankan keimanannya dan mengamalkan ajaran agama Islam (Al-Quran) – untuk hijrah:
اِنَّ الَّذِیۡنَ تَوَفّٰہُمُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ
ظَالِمِیۡۤ اَنۡفُسِہِمۡ قَالُوۡا فِیۡمَ کُنۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا کُنَّا
مُسۡتَضۡعَفِیۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ قَالُوۡۤا اَلَمۡ تَکُنۡ اَرۡضُ اللّٰہِ
وَاسِعَۃً فَتُہَاجِرُوۡا فِیۡہَا ؕ فَاُولٰٓئِکَ مَاۡوٰىہُمۡ جَہَنَّمُ ؕ وَ
سَآءَتۡ مَصِیۡرًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا
الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ لَا
یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ حِیۡلَۃً وَّ لَا یَہۡتَدُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿ۙ﴾ فَاُولٰٓئِکَ عَسَی اللّٰہُ اَنۡ یَّعۡفُوَ عَنۡہُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
عَفُوًّا غَفُوۡرًا ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang para
malaikat mewafatkan mereka dalam keadaan zalim terhadap dirinya, mereka yakni para malaikat berkata: “Bagaimana keadaan kamu dahulu?” Mereka menjawab: “Kami dahulu dipandang lemah di muka bumi.” قَالُوۡۤا اَلَمۡ تَکُنۡ اَرۡضُ
اللّٰہِ وَاسِعَۃً فَتُہَاجِرُوۡا فِیۡہَا -- Mereka yakni para
malaikat berkata: “Tidakkah bumi
Allah itu luas untuk kamu berhijrah
di dalamnya?” فَاُولٰٓئِکَ
مَاۡوٰىہُمۡ جَہَنَّمُ ؕ وَ سَآءَتۡ مَصِیۡرًا -- Maka mereka inilah yang tempat tinggalnya Jahannam dan sangat buruk tempat kembali itu. اِلَّا الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ
الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ حِیۡلَۃً وَّ لَا
یَہۡتَدُوۡنَ سَبِیۡلًا -- Kecuali orang-orang
lemah di antara laki-laki, perempuan dan anak-anak
yang tidak mampu berdaya-upaya dan tidak pula mendapatkan suatu jalan, فَاُولٰٓئِکَ عَسَی اللّٰہُ اَنۡ
یَّعۡفُوَ عَنۡہُمۡ -- maka
mengenai mereka ini boleh jadi Allah akan
memaafkan mereka, وَ
کَانَ اللّٰہُ عَفُوًّا غَفُوۡرًا -- dan Allah benar-benar Maha Pemaaf, Maha Pengampun
(An-Nisa [4]:98-100).
Makna
Penggunaan Kata ‘Asā Dalam Al-Quran
Kata ‘asā
dalam ayat: فَاُولٰٓئِکَ عَسَی
اللّٰہُ اَنۡ یَّعۡفُوَ عَنۡہُمۡ -- “maka
mengenai mereka ini boleh jadi Allah akan
memaafkan mereka, وَ
کَانَ اللّٰہُ عَفُوًّا غَفُوۡرًا -- dan Allah benar-benar Maha Pemaaf, Maha Pengampun
(An-Nisa [4]:100), tidak menunjukkan keraguan pihak Allah Swt., melainkan digunakan untuk membiarkan orang-orang beriman yang dibahas di sini dalam keadaan terkatung
— antara harap dan cemas — supaya mereka tidak akan lalai dalam shalat dan beramal shalih. Tujuan ungkapan itu adalah untuk menerbitkan sinar harapan tanpa menimbulkan perasaan aman semu atau keadaan berpuas diri. Selanjutnya Allah Swt.
berfirman:
وَ مَنۡ یُّہَاجِرۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ یَجِدۡ فِی
الۡاَرۡضِ مُرٰغَمًا کَثِیۡرًا وَّ سَعَۃً ؕ وَ مَنۡ یَّخۡرُجۡ مِنۡۢ بَیۡتِہٖ
مُہَاجِرًا اِلَی اللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ
ثُمَّ یُدۡرِکۡہُ الۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ
اَجۡرُہٗ عَلَی اللّٰہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾٪
Dan barangsiapa berhijrah
di jalan Allah pasti akan memperoleh banyak
tempat perlindungan dan kelapangan
di muka bumi. Dan barangsiapa keluar
dari rumahnya dengan maksud berhijrah
kepada Allah dan Rasul-Nya,
kemudian kematian mencapainya maka
sungguh telah tersedia ganjarannya pada Allah, dan Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang (An-Nisa [4]:98-101).
Islam tak menerima dalih atau alasan apa pun
dari orang-orang beriman untuk tinggal dalam lingkungan hidup yang tidak
bersahabat kepada agama mereka
jika mereka berkemampuan meninggalkan
tempat-tempat seperti itu, tidak ada pilihan lain bagi orang-orang yang
benar-benar lebih mencintai Allah
Swt. dan Rasul-Nya daripada siapa pun dan
apa pun (QS.58:23; QS.9:23) atau
lebih mencintai kehidupan akhirat
daripada kehidupan duniawi,
sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat Nabi Besar Muhammad saw., sehingga Allah Swt. telah menyatakan mereka
sebagai orang-orang yang ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha
kepada mereka (QS.5:120; 9:100;
QS.58:23; QS.89:28-31; QS.98:8-9).
Ganjaran Besar Bagi Penderitaan Melakukan Hijrah
dan Jihad di Allah Allah Swt.
Dalam Surah lainnya Allah Swt. berfirman
mengenai alasan mengapa – guna mempertahankan serta memperteguh keimanannya – orang-orang yang beriman
kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya harus
melakukan hijrah dan berjihad di jalan
Allah dengan harta dan jiwa mereka:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰہَ وَ کُوۡنُوۡا مَعَ الصّٰدِقِیۡنَ ﴿﴾ مَا کَانَ لِاَہۡلِ الۡمَدِیۡنَۃِ وَ مَنۡ حَوۡلَہُمۡ
مِّنَ الۡاَعۡرَابِ اَنۡ یَّتَخَلَّفُوۡا عَنۡ رَّسُوۡلِ اللّٰہِ وَ لَا یَرۡغَبُوۡا بِاَنۡفُسِہِمۡ عَنۡ
نَّفۡسِہٖ ؕ ذٰلِکَ بِاَنَّہُمۡ لَا
یُصِیۡبُہُمۡ ظَمَاٌ وَّ لَا نَصَبٌ وَّ لَا مَخۡمَصَۃٌ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ لَا یَطَـُٔوۡنَ
مَوۡطِئًا یَّغِیۡظُ الۡکُفَّارَ وَ لَا یَنَالُوۡنَ مِنۡ عَدُوٍّ نَّیۡلًا اِلَّا
کُتِبَ لَہُمۡ بِہٖ عَمَلٌ صَالِحٌ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَا یُضِیۡعُ
اَجۡرَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿﴾ۙ وَ لَا یُنۡفِقُوۡنَ نَفَقَۃً صَغِیۡرَۃً وَّ لَا
کَبِیۡرَۃً وَّ لَا یَقۡطَعُوۡنَ وَادِیًا
اِلَّا کُتِبَ لَہُمۡ لِیَجۡزِیَہُمُ اللّٰہُ
اَحۡسَنَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan hendaklah kamu senantiasa beserta
orang-orang yang benar. Sekali-kali tidak patut bagi penduduk
Medinah dan orang-orang Arab gurun
di sekitarnya bahwa mereka tinggal di belakang Rasul Allah, dan tidak patut pula mementingkan diri mereka sendiri di atas
dirinya yakni Rasul Allah. Hal demikian itu karena sesungguhnya mereka tidak akan ditimpa dahaga, tidak
kelelahan, tidak kelaparan di jalan Allah, tidak
akan menginjak tempat berpijak yang menggusarkan orang-orang
kafir, dan tidak pula mereka
meraih suatu kemenangan dari musuh, melainkan akan dituliskan bagi mereka suatu amal saleh mengenainya. Sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan ganjaran orang-orang yang berbuat ihsan. Dan tidaklah mereka membelanjakan suatu nafkah yang kecil
maupun besar, dan tidak pula mereka melintasi suatu lembah melainkan
dituliskan bagi mereka, supaya Allah
memberi mereka ganjaran yang terbaik untuk apa pun yang senantiasa mereka kerjakan (At-Taubah
[9]:119-121).
Oleh karena itu betapa jauh perbedaan martabat dan ganjaran antara orang-orang
beriman yang duduk di belakang --
tanpa uzur -- dengan orang-orang beriman yang melakukan hijrah
dan jihad di jalan Allah Swt. bersama
Rasul Allah dengan hartanya
dan jiwanya tersebut,
sebagaimana firman Allah Swt. dalam
Surah Al-Ankabūt sebelum ini:
یٰعِبَادِیَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّ اَرۡضِیۡ
وَاسِعَۃٌ فَاِیَّایَ فَاعۡبُدُوۡنِ ﴿﴾ کُلُّ نَفۡسٍ ذَآئِقَۃُ الۡمَوۡتِ ۟ ثُمَّ اِلَیۡنَا تُرۡجَعُوۡنَ ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
لَنُبَوِّئَنَّہُمۡ مِّنَ الۡجَنَّۃِ غُرَفًا تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ
خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ نِعۡمَ اَجۡرُ الۡعٰمِلِیۡنَ ﴿٭ۖ﴾ الَّذِیۡنَ صَبَرُوۡا وَ عَلٰی رَبِّہِمۡ
یَتَوَکَّلُوۡنَ ﴿﴾
Hai hamba-hamba-Ku yang beriman,
sesungguhnya bumi-Ku sangat luas maka hanya
kepada Aku sajalah kamu menyembah. Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati,
kemudian kepada Kami-lah kamu akan
dikembalikan. Dan orang-orang
yang beriman dan beramal saleh,
niscaya Ka-mi akan menempatkan mereka di surga pada
kamar-kamar yang tinggi, yang
di bawahnya mengalir sungai-sungai,
mereka kekal di dalamnya, sebaik-baik ganjaran bagi orang-orang yang beramal. Yaitu orang-orang yang sabar, dan
kepada Rabb-nya ( Tuhan-nya) mereka
berta-wakkal (Al-Ankabūt [29]:57-60).
Firman-Nya
lagi:
وَ مَنۡ
یُّہَاجِرۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ یَجِدۡ فِی الۡاَرۡضِ مُرٰغَمًا کَثِیۡرًا وَّ
سَعَۃً ؕ وَ مَنۡ یَّخۡرُجۡ مِنۡۢ بَیۡتِہٖ مُہَاجِرًا اِلَی اللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ ثُمَّ یُدۡرِکۡہُ الۡمَوۡتُ فَقَدۡ وَقَعَ اَجۡرُہٗ
عَلَی اللّٰہِ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿﴾٪
Dan barangsiapa berhijrah di jalan Allah
pasti akan memperoleh banyak tempat
perlindungan dan kelapangan di muka bumi. Dan barang-siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian mencapainya
maka sungguh telah tersedia ganjarannya pada Allah, dan Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang (An-Nisa [4]:101).
Makna “Banyak
tempat Perlindungan” dan “Bumi Allah Luas” Bagi Pelaku Hijrah dan Jihad di Jalan Allah
Makna ayat وَ مَنۡ یُّہَاجِرۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ
یَجِدۡ فِی الۡاَرۡضِ مُرٰغَمًا کَثِیۡرًا وَّ سَعَۃً -- “Dan barangsiapa
berhijrah di jalan Allah pasti akan memperoleh banyak tempat perlindungan dan kelapangan
di muka bumi,” Islam tak
menerima dalih atau alasan apa pun dari orang-orang beriman untuk
tinggal dalam lingkungan hidup yang tidak
bersahabat kepada agama mereka
jika mereka berkemampuan meninggalkan
tempat-tempat seperti itu.
Dalam
mendukung jaminan-Nya kepada orang-orang beriman yang melakukan hijrah dan jihad di jalan Allah Swt. dengan harta dan jiwanya
tersebut, selanjutnya Allah Swt. berfirman:
وَ کَاَیِّنۡ مِّنۡ دَآبَّۃٍ لَّا
تَحۡمِلُ رِزۡقَہَا ٭ۖ اَللّٰہُ
یَرۡزُقُہَا وَ اِیَّاکُمۡ ۫ۖ وَ
ہُوَ السَّمِیۡعُ الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾
Dan alangkah
banyaknya hewan-hewan yang tidak
membawa perbekalannya! Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepada
kamu. Dan Dia
Maha Mendengar, Maha
Mengetahui (Al-Ankabūt [29]:57-61).
Kalau sekalipun binatang-binatang di tanah dan di udara tidak dibiarkan hidup
tanpa jaminan makanan, maka tidaklah
masuk akal bahwa manusia —sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia dan merupakan puncak segala kejadian makhluk -- harus mati kelaparan. Dalam Surah
lain Allah Swt. berfirman:
وَ مَا مِنۡ دَآبَّۃٍ فِی الۡاَرۡضِ اِلَّا عَلَی اللّٰہِ رِزۡقُہَا وَ
یَعۡلَمُ مُسۡتَقَرَّہَا وَ مُسۡتَوۡدَعَہَا ؕ کُلٌّ فِیۡ
کِتٰبٍ مُّبِیۡنٍ ﴿﴾
Dan sekali-kali tidak
ada seekor binatang merayap pun di bumi,
melainkan Allah-lah yang menanggung
rezekinya. Dan Dia mengetahui tempat tinggalnya yang sementara
dan tempat tinggalnya yang tetap,
semuanya tercatat dalam Kitab yang nyata (Hūd [11]:7).
Allah Swt. telah menyediakan bagi semua makhluk-Nya,
bahkan Dia telah menyediakan bahan-bahan
kehidupan bagi cacing dan binatang melata yang tinggal di lubang-lubang bumi sekalipun. Akal manusia tak sampai untuk memahami bagaimana dan dari mana cacing dan serangga yang
begitu banyak terdapat di permukaan dan di dalam bumi memperoleh makanannya.
Manusia merasa telah memecahkan rahasia-rahasia alam semesta, tetapi
sebenarnya masih belum mengenal sepenuhnya segala bentuk kehidupan mereka. Tetapi Allah Swt. telah memberikan perbekalan hidup lebih dari cukup kepada semua makhluk itu.
Makna “Tempat Tinggal Sementara” dan “Tempat
Tinggal Tetap”
Makna
ayat وَ یَعۡلَمُ
مُسۡتَقَرَّہَا وَ مُسۡتَوۡدَعَہَا -- “Dan Dia mengetahui
tempat tinggalnya yang sementara dan tempat
tinggalnya yang tetap, کُلٌّ
فِیۡ کِتٰبٍ مُّبِیۡنٍ -- semuanya tercatat dalam Kitab yang nyata,” ayat ini menegaskan bahwa Allah Swt. yang telah menyediakan keperluan jasmani bagi makhluk-Nya yang
paling sederhana itu, pasti tidak
akan mengabaikan untuk memberikan perbekalan
hidup yang sepadan bagi kepentingan
akhlak dan ruhani manusia, yang
merupakan puncak bagi ciptaan-Nya karena telah dijadikan untuk beribadah kepada-Nya (QS.51:57).
Ayat
ini bukan hanya menunjuk kepada tempat
tinggal sementara dan tempat tinggal
abadi tiap-tiap wujud yang hidup, melainkan menunjuk pula kepada batas sejauh mana wujud-wujud itu dapat mengembangkan kemampuan-kemampuannya.
Mustaqarr
dan mustauda’ bukan saja berarti tempat permukiman dan tempat tinggal
yang tetap, melainkan juga batas terakhir atau batas yang telah ditetapkan bagi sesuatu benda bertalian dengan waktu ataupun tempat; waktu yang telah ditetapkan; akhir perjalanan seseorang (Lexicon Lane).
Demikian juga halnya dengan manusia, Allah Swt. Maha Mengetahui sejauh
mana manusia dapat mengembangkan kemampuan-kemampuan
jasmani dan ruhaninya, karena
Allah Swt. telah menciptakan insan
(manusia) dalam sebaik-baik penciptaan (QS.95:5), semua itu
terpulang kepada tekad dan upaya manusia
itu sendiri, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الۡاِنۡسَانُ اِنَّکَ کَادِحٌ اِلٰی رَبِّکَ کَدۡحًا فَمُلٰقِیۡہِ ۚ﴿﴾ فَاَمَّا مَنۡ
اُوۡتِیَ کِتٰبَہٗ بِیَمِیۡنِہٖ ۙ﴿﴾ فَسَوۡفَ یُحَاسَبُ حِسَابًا یَّسِیۡرًا ۙ﴿﴾ وَّ
یَنۡقَلِبُ اِلٰۤی اَہۡلِہٖ مَسۡرُوۡرًا ؕ﴿﴾ وَ اَمَّا مَنۡ اُوۡتِیَ کِتٰبَہٗ
وَرَآءَ ظَہۡرِہٖ ﴿ۙ﴾ فَسَوۡفَ
یَدۡعُوۡا ثُبُوۡرًا ﴿ۙ﴾ وَّ یَصۡلٰی
سَعِیۡرًا ﴿ؕ﴾ اِنَّہٗ
کَانَ فِیۡۤ اَہۡلِہٖ مَسۡرُوۡرًا ﴿ؕ﴾ اِنَّہٗ ظَنَّ
اَنۡ لَّنۡ یَّحُوۡرَ ﴿ۚۛ﴾ بَلٰۤی ۚۛ
اِنَّ رَبَّہٗ کَانَ بِہٖ بَصِیۡرًا ﴿ؕ﴾
Hai insan (manusia),
sesungguhnya engkau bekerja keras
dengan sungguh-sungguh menuju Rabb (Tuhan)
engkau, maka engkau
akan bertemu dengan-Nya. Lalu adapun orang yang di-berikan
kitabnya di tangan kanannya, maka ia segera akan dihisab dengan perhitungan
yang mudah; dan ia
akan kembali kepada keluarganya dengan gembira. Dan adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang punggungnya,
maka ia segera akan memang-gil
kebinasaan, dan
ia akan masuk ke dalam Api yang menyala-nyala. Sesungguhnya ia dahulu bergembira di tengah keluarganya. Sesungguhnya
ia menyangka bahwa ia tidak akan pernah kembali kepada Tuhan-nya. Bahkan,
sesungguhnya Rabb-nya (Tuhan-nya) selalu melihatnya. (Al-Insyiqāq [84]:7-16).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,24 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar