بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 91
Bagi Orang-orang
Kafir Al-Quran Tidak Menambah
Kecuali Kerugian & Al-Quran Kitab Suci Paling Sempurna
yang Senantiasa “Up to Date” Dalam
Berbagai Seginya
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai persamaan fungsi “neraka jahannam” dengan “rahim
ibu” sehubungan dengan makna ayat: وَ اَمَّا مَنۡ
خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ -- Dan
adapun orang yang ringan timbangan amalnya فَاُمُّہٗ ہَاوِیَۃٌ -- maka
ibunya inangnya adalah Hāwiyah, وَ مَاۤ
اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ -- dan apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah itu? نَارٌ حَامِیَۃٌ -- Yaitu api yang menyala-nyala!” (Al-Qāri’ah
[101]:9-12).
Hubungan orang-orang berdosa dengan neraka akan serupa dengan hubungan bayi dengan ibunya, karena seperti halnya mudighah (janin) tumbuh
melalui berbagai tingkat perkembangan di dalam rahim ibu hingga pada akhimya ia lahir dalam bentuk manusia
utuh (QS.23:12-15), demikian pulalah keadaan orang-orang bersalah yang akan melalui berbagai tingkat siksaan batin dalam neraka hingga pada akhirnya ruh mereka menjadi sama sekali bersih
dari noda dosa dan memperoleh kelahiran baru.
Jadi, azab
neraka itu dimaksudkan membuat orang-orang jahat bertobat dari dosa-dosa
mereka dan memperbaiki diri
mereka sendiri. Menurut pandangan Islam (Al-Quran) neraka merupakan suatu panti
asuhan: وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ -- Dan
adapun orang yang ringan timbangan amalnya فَاُمُّہٗ ہَاوِیَۃٌ --
maka ibunya inangnya
adalah Hāwiyah, وَ مَاۤ
اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ -- dan apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah itu? نَارٌ حَامِیَۃٌ -- yaitu api yang menyala-nyala!” (Al-Qāri’ah
[101]:9-12).
Berulangnya Nubuatan
Dalam Kisah Para Rasul Allah
Kembali
kepada tuduhan orang-orang kafir
berkenaan Al-Quran yang diturunkan
kepada Nabi Besar Muhammad saw. sebagai “kumpulan
dongeng kaum purbakala” (Al-Furqān [25]:5-10), sekali pun dalam
kenyataannya sangat banyak para Rasul
Allah yang diutus di kalangan kaum-kaum
purbakala sebelum Bani Israil dan
Bani Ismail (QS.10:48;
QS.13:8; QS.16:37; QS.35:25),
tetapi Allah Swt. dalam Al-Quran hanya menceritakan beberapa orang rasul Allah yang diutus
kepada kaum-kaum purbakala mulai zaman Nabi
Adam a.s. sampai dengan Rasul Allah
di Akhir Zaman ini yang
ditunggu-tunggu kedatangannya oleh semua umat
beragama yakni Al-Masih Mau’ud a.s. (QS.7:35-37;
QS.43:58; QS.62:3-5; QS.77:12-20).
Di antara kisah para rasul Allah dan kaum-kaum
purbakala yang penuh dengan petunjuk,
hikmah serta berbagai informasi gaib lainnya contohnya adalah
kisah Nabi Ibrahim a.s., dan kisah
Nabi Musa a.s.. Dalam kisah Nabi
Ibrahim a.s. begitu banyak petunjuk, hikmah dan informasi gaib
– bahkan doa-doa yang terbukti dikabulkan Allah Swt. -- yang terkandung
di dalamnya (QS.2:125-141 & 259 & 261; QS.6:75-85 & 162-164;
QS.11:70-77 & 75-77; QS.14:36-42;
QS.19:42-51; QS.21:52-74; QS.22:27-34 &78-79; QS.26:70-90; QS.37:84-114; QS.53:38; QS.57:27-28;
QS.60:5-7; QS.87:15-20).
Bahkan ada Surah-surah Al-Quran yang bukan
saja diberi nama beberapa nama para Rasul Allah – seperti Surah Nuh, Surah Hud, Surah Yusuf, Surah Yunus, Surah Luqman dan Surah Muhammad -- dan juga yang bukan Rasul Allah yakni Surah Maryam,
sehingga anggapan bahwa pemuatan kisah para Rasul Allah lainnya -- secara
berulang-ulang dalam Al-Quran merupakan “kumpulan
kisah kaum purbakala” sama sekali tidak
benar, sebagaimana firman-Nya:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا فِیۡ ہٰذَا
الۡقُرۡاٰنِ لِیَذَّکَّرُوۡا ؕ
وَ مَا
یَزِیۡدُہُمۡ اِلَّا نُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan sungguh
Kami benar-benar telah menerangkan segala
sesuatu berulang-ulang dalam Al-Quran
ini supaya mereka mengambil pelajaran,
tetapi sama sekali tidaklah Al-Quran
itu menambah bagi mereka, kecuali kebencian
(Bani
Israil [17]:42). Lihat pula QS.17:90; QS.18:55.
Untuk suatu Kitab suci yang harus memecahkan segala masalah dan persoalan yang penting-penting, adalah wajar dan menjadi keharusan Kitab suci tersebut berulang kali mengupas kembali hal-hal
yang bertalian erat dengan suatu masalah pokok.
Bila pengulangan itu
dimaksudkan untuk mengupas suatu
masalah dari sudut pandang yang baru atau untuk membantah suatu tuduhan baru, maka tiada orang yang waras otaknya lagi cerdas
pikirannya dapat mengemukakan keberatan
terhadap hal demikian, benarlah firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ قُلۡ
جَآءَ الۡحَقُّ وَ زَہَقَ الۡبَاطِلُ ؕ اِنَّ الۡبَاطِلَ کَانَ
زَہُوۡقًا ﴿﴾ وَ نُنَزِّلُ مِنَ
الۡقُرۡاٰنِ مَا ہُوَ شِفَآءٌ وَّ رَحۡمَۃٌ
لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۙ وَ لَا یَزِیۡدُ الظّٰلِمِیۡنَ اِلَّا
خَسَارًا ﴿﴾
Dan
katakanlah: ”Haq yakni kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap, sesungguhnya kebatil-an itu pasti lenyap.”
Dan Kami
menurunkan dari Al-Quran
suatu penyembuh dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman, وَ لَا یَزِیۡدُ
الظّٰلِمِیۡنَ اِلَّا خَسَارًا -- tetapi tidak menambah kepada orang-orang yang zalim melainkan kerugian (Bani Israil [17]:82-83).
Firman-Nya
lagi:
وَ اِذَا قَرَاۡتَ الۡقُرۡاٰنَ جَعَلۡنَا بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ
حِجَابًا مَّسۡتُوۡرًا﴿ۙ﴾
Dan apabila engkau membaca Al-Quran, Kami menjadikan antara engkau dan orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat suatu penghalang yang tersembunyi
(Bani
Israil [17]:46).
Menambah Kerugian Bagi
Orang-orang Kafir & Orang-orang yang Mampu “Menyentuh” Khazanah Ruhani Al-Quran
Pernyataan-pernyataan Allah Swt. dalam ayat-ayat Al-Quran tersebut membuktikan kebenaran pernyataan Allah Swt. mengenai orang-orang kafir yang tidak akan memperoleh manfaat apa pun dari kesempurnaan
agama Islam (Al-Quran), firman-Nya:
اِنَّ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا سَوَآءٌ عَلَیۡہِمۡ
ءَاَنۡذَرۡتَہُمۡ اَمۡ لَمۡ تُنۡذِرۡہُمۡ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
خَتَمَ اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ وَ عَلٰی سَمۡعِہِمۡ ؕ وَ عَلٰۤی اَبۡصَارِہِمۡ غِشَاوَۃٌ ۫ وَّ
لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ٪﴿﴾
Sesungguhnya
orang-orang kafir sama
saja bagi mereka, apakah engkau
memperingatkan mereka atau pun engkau
tidak memperingatkan mereka, mereka tidak akan beriman. خَتَمَ اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ وَ
عَلٰی سَمۡعِہِمۡ -- Allah telah mencap hati mereka dan pendengaran mereka, sedangkan pada
penglihatan mereka ada tutupan, وَّ لَہُمۡ عَذَابٌ
عَظِیۡمٌ -- dan bagi
mereka ada siksaan yang amat besar (Al-Baqarah
[2]:7-8).
Ayat 7
membicarakan orang-orang kafir, yang
sama sekali tidak mengindahkan kebenaran
dan keadaan mereka tetap sama, baik mereka itu mendapat peringatan atau pun tidak. Mengenai orang-orang semacam itu
dinyatakan bahwa selama keadaan
mereka tetap demikian mereka tidak akan
beriman.
Ayat selanjutnya menjelaskan akibat buruk yang pasti terjadi -- sesuai hukum
Ilahi -- bahwa bagian
tubuh manusia yang tidak digunakan
untuk waktu yang lama, berangsur-angsur menjadi merana dan tak berguna.
Orang-orang kafir yang disebut di sini menolak
penggunaan hati dan telinga
mereka untuk memahami kebenaran.
Akibatnya daya pendengaran dan daya tangkap mereka hilang.
Apa yang dinyatakan dalam anak kalimat خَتَمَ اللّٰہُ -- Allah telah mencap, hanya merupakan akibat wajar dari sikap mereka sendiri yang sengaja
tidak mau mempedulikan. Karena semua hukum datang dari Allah Swt. dan tiap-tiap sebab diikuti oleh akibatnya yang
wajar menurut kehendak Allah Swt. maka pencapan
(pemeteraian/penyegelan) hati dan telinga orang-orang kafir itu, dikaitkan
(dinisbahkan) kepada Allah Swt..
Dengan demikian benarlah pernyataan
Allah Swt. berikut ini mengenai orang-orang yang mendapat karunia dapat “menyentuh” khazanah
ruhani Al-Quran yang tak terhingga,
firman-Nya:
فَلَاۤ
اُقۡسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾ وَ اِنَّہٗ لَقَسَمٌ
لَّوۡ تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ اِنَّہٗ
لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ فِیۡ کِتٰبٍ
مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾ لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ
رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ اَفَبِہٰذَا الۡحَدِیۡثِ
اَنۡتُمۡ مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ تَجۡعَلُوۡنَ
رِزۡقَکُمۡ اَنَّکُمۡ
تُکَذِّبُوۡنَ ﴿﴾
Maka Aku
benar-benar bersumpah demi bintang-bintang
berjatuhan. Dan sesungguhnya itu benar-benar kesaksian
agung, seandainya kamu mengetahui, Sesungguhnya itu benar-benar Al-Quran yang mulia, dalam suatu kitab yang sangat terpelihara, لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ -- yang tidak dapat menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan. Wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam. Maka apakah terhadap firman ini kamu menganggap sepele? Dan bahwa kamu
dengan mendustakannya kamu menjadikannya sebagai rezeki kamu? (Al-Wāqi’ah [56]:76-83).
Pemeliharaan Al-Quran
Sebagai Kitab Suci yang “Up To Date”
Huruf lā dalam ayat فَلَاۤ اُقۡسِمُ
بِمَوٰقِعِ النُّجُوۡمِ -- “Maka Aku benar-benar ber-sumpah demi
bintang-bintang berjatuhan” pada umumnya dipergunakan untuk memberikan tekanan arti pada suatu sumpah,
yang berarti, bahwa hal yang akan diterangkan lebih lanjut adalah begitu jelas,
sehingga tidak diperlukan memanggil sesuatu yang lain untuk memberikan kesaksian atas kebenarannya. Bila yang dimaksudkan ialah sanggahan terhadap suatu praduga
(hipotesa) tertentu, maka lā itu
dipergunakan untuk menyatakan bahwa apa yang tersebut sebelumnya tidak benar dan yang benar ialah yang berikutnya.
Ayat 76
bersumpah dengan dan berpegang
kepada nujum yang berarti
bagian-bagian Al-Quran (Lexicon
Lane), sebagai bukti untuk
mendukung pengakuan bahwa Al-Quran
luar-biasa cocoknya untuk memenuhi tujuan
besar di balik kejadian
(penciptaan) manusia (QS.51:57),
demikian pula untuk membuktikan keberasalan
Al-Quran sendiri dari Allah Swt..
Jika kata mawāqi’ dalam ayat بِمَوٰقِعِ النُّجُوۡمِ diambil dalam arti tempat-tempat dan waktu bintang-bintang berjatuhan, maka ayat
ini bermakna bahwa telah merupakan hukum
Ilahi yang tidak pernah salah, bahwa pada saat ketika seorang mushlih rabbani (reformer) atau seorang nabi Allah muncul maka terjadi gejala meteorik yang luar biasa berupa bintang-bintang
berjatuhan dalam jumlah luar biasa banyaknya, dan yang demikian itu telah
terjadi juga di masa Nabi Besar Muhammad
saw..
Pernyataan dalam ayat اِنَّہٗ لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ -- “Sesungguhnya
itu benar-benar Al-Quran yang mulia, فِیۡ
کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ --
dalam suatu kitab yang sangat terpelihara,” bahwa Al-Quran
itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara dan terjaga baik, merupakan tantangan
terbuka kepada seluruh dunia, tetapi selama 14 abad, dan tantangan itu tetap tidak terjawab atau tidak mendapat sambutan.
Tidak ada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk mencela kemurnian teks Al-Quran. Tetapi semua daya upaya ke arah ini telah membawa kepada satu-satunya hasil yang tidak terelakkan – walaupun tidak enak dirasakan oleh musuh-musuh –
bahwa kitab yang disodorkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. kepada dunia lebih dari 14 abad yang lalu, telah sampai kepada
kita di Akhir Zaman ini tanpa
perubahan barang satu huruf pun (Sir Williams Muir), firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ
وَ اِنَّا لَہٗ
لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya
”Kami-lah Yang menurunkan
peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah
pemeliharanya. (Al-Hijr
[15]:10).
Pengakuan Para Kritikus Non-Muslim
Janji mengenai perlindungan dan penjagaan Al-Quran yang diberikan dalam ayat ini telah genap dengan
cara yang sangat menakjubkan,
sehingga sekalipun andaikata tidak ada bukti-bukti lainnya, kenyataan ini saja
niscaya sudah cukup membuktikan bahwa Al-Quran itu berasal dari Allah Swt..
Surah Al-Hijr diturunkan di Mekkah
(Noldeke pun mengakuinya), ketika kehidupan Nabi Besar Muhammad saw. beserta para pengikut beliau saw. sangat
morat-marit keadaannya, dan musuh-musuh
dengan mudah dapat menghancurkan agama
yang baru (Islam) itu. Ketika itulah orang-orang kafir ditantang untuk mengerahkan segenap tenaga mereka guna menghancurkan Islam.
Tetapi mereka diperingatkan bahwa Allah Swt. akan menggagalkan segala tipu-daya
mereka, sebab Dia Sendirilah Penjaganya.
Tantangan itu terbuka dan tidak samar-samar, sedangkan keadaan musuh kuat lagi
kejam, kendatipun demikian Al-Quran
tetap selamat dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan,
serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan
yang sempurna. Keistimewaan Al-Quran
yang demikian itu tidak dimiliki oleh
Kitab-kitab lainnya yang diwahyukan sebelumnya.
Sir William Muir, sarjana ahli
kritik yang tersohor, karena sikapnya memusuhi Islam, berkata: “Kita dapat menetapkan berdasarkan dugaan
yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam Al-Quran itu asli dan merupakan
gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengalami perubahan ......................
Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Al-Quran maupun dari luar, bahwa kita
memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan pergunakan
...................... Membandingkan teks asli mereka yang tidak mengalami
perubahan itu dengan berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah
membandingkan hal-hal yang antaranya tidak ada persamaan (“Introduction to “The Life of Mohammad”).
Prof. Noldeke, ahli ketimuran besar yang
berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para sarjana Eropa untuk membuktikan adanya
sisipan-sisipan dalam Al-Quran di masa kemudian, telah gagal” (Encyclopaedia
Britannica.).
Kebalikannya,
kegagalan mutlak dari Dr. Mingana, beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari kelemahan dalam kemurnian teks Al-Quran, membuktikan
dengan pasti kebenaran da'wa kitab
itu, bahwa di antara semua kitab suci
yang diwahyukan, hanya Al-Quran sajalah yang seluruhnya tetap kebal dari penyisipan atau campur-tangan
manusia.
Al-Quran disebut dzikr karena: (a)
Al-Quran mengemukakan dan mengulang-ulangi asas-asas
dan ajaran-ajarannya dalam berbagai bentuk
-- termasuk berupa kisah-kisah
kaum purbakala dan berbagai perumpamaaan
-- dengan demikian membuat manusia terus
mengingat asas-asas serta ajaran-ajarannya; (b) Al-Quran mengingatkan manusia akan ajaran-ajaran mulia yang pernah
diturunkan di dalam Kitab-kitab Suci
terdahulu; dan (c) dengan beramal
atas ajaran-ajarannya manusia dapat
menaiki puncak-puncak keluhuran ruhani sebab dzikr berarti pula kehormatan (QS.21:11).
Al-Quran adalah Kitab yang begitu menakjubkan, ternyata tidak ada satu pun
di antara kebenaran-kebenaran, asas-asas, dan cita-cita agung yang diuraikan oleh Al-Quran pernah disangkal atau ditentang oleh ajaran-ajaran
zaman dahulu ataupun oleh ilmu
pengetahuan modern.
Kitab yang Terpelihara di
Alam Semesta dan Dalam Fitrat Manusia
Jadi, kembali kepada pernyataan Allah Swt. dalam Surah Al-Wāqi’ah ayat 76-83,
firman-Nya:
فَلَاۤ
اُقۡسِمُ بِمَوٰقِعِ النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾ وَ
اِنَّہٗ لَقَسَمٌ لَّوۡ
تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ اِنَّہٗ
لَقُرۡاٰنٌ کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾ فِیۡ کِتٰبٍ
مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾ لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾ تَنۡزِیۡلٌ مِّنۡ
رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ اَفَبِہٰذَا الۡحَدِیۡثِ
اَنۡتُمۡ مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ تَجۡعَلُوۡنَ
رِزۡقَکُمۡ اَنَّکُمۡ
تُکَذِّبُوۡنَ ﴿﴾
Maka Aku
benar-benar bersumpah demi bintang-bintang
berjatuhan. Dan sesungguhnya itu benar-benar kesaksian
agung, seandainya kamu mengetahui, Sesungguhnya itu benar-benar Al-Quran yang mulia, dalam suatu kitab yang sangat terpelihara, لَّا
یَمَسُّہٗۤ اِلَّا
الۡمُطَہَّرُوۡنَ -- yang tidak dapat menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan. Wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam. Maka apakah terhadap firman ini kamu menggap sepele? Dan bahwa kamu
dengan mendustakannya kamu menjadikannya sebagai rezeki kamu? (Al-Wāqi’ah [56]:76-83).
Makna ayat فِیۡ کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ -- “dalam suatu kitab yang sangat terpelihara” bahwa Al-Quran
adalah sebuah Kitab yang sangat terpelihara dalam pengertian bahwa hanya orang-orang beriman yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan
dalam ayat berikutnya: لَّا یَمَسُّہٗۤ
اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ
-- yang tidak dapat menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan” (ayat 80).
Ayat فِیۡ کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ -- “dalam suatu kitab yang sangat terpelihara” ini pun dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran
itu tercantum di dalam kitab alam,
yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam.
Seperti hukum alam, cita-cita dan asas-asas itu juga kekal dan tidak berubah
serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman.
Atau, ayat فِیۡ کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ -- “dalam suatu kitab yang sangat terpelihara” ini dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara
dalam fitrat yang telah dianugerahkan
Allah Swt. kepada manusia (QS.30:31). Fitrat
insani berlandaskan pada hakikat-hakikat
dasar dan telah dilimpahi kemampuan
untuk sampai kepada keputusan yang benar.
Orang yang secara jujur bertindak
sesuai dengan naluri atau fitratnya ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.
Makna ayat selanjutnya: لَّا یَمَسُّہٗۤ
اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ
-- “yang tidak dapat menyentuhnya
kecuali orang-orang yang disucikan”, bahwa hanya orang
yang bernasib baik sajalah yang
diberi pengertian mengenai dan dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara
menjalani kehidupan bertakwa lalu
meraih kebersihan hati dan dimasukkan
ke dalam alam rahasia ruhani makrifat
Ilahi, yang tertutup bagi
orang-orang yang hatinya tidak bersih
(QS.3:8). Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara
keadaan fisik kita tidak bersih.
“Menjual” Al-Quran Demi Meraih Keuntungan Duniawi
Makna ayat selanjutnya: اَفَبِہٰذَا الۡحَدِیۡثِ اَنۡتُمۡ
مُّدۡہِنُوۡنَ -- “Maka apakah terhadap firman
ini kamu menggap sepele? وَ تَجۡعَلُوۡنَ رِزۡقَکُمۡ اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ -- Dan bahwa kamu dengan mendustakannya kamu menjadikannya sebagai rezeki kamu?” (Al-Wāqi’ah [56]: 82-83).
Orang-orang kafir takut kalau-kalau mereka menerima kebenaran akan dijauhkan dari
sumber-sumber kehidupan duniawi mereka.
Jadi, demi memperoleh keuntungan kotor itulah maka mereka menolak seruan Ilahi; atau, ayat ini dapat diartikan bahwa
orang-orang kafir menolak kebenaran
sebagai sesuatu yang seakan-akan kehidupan
mereka bergantung padanya saja.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 1 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar