Jumat, 03 Juli 2015

Bagi Orang-orang Kafir Al-Quran Tidak Menambah Kecuali Kerugian & Al-Quran Kitab Suci Paling Sempurna yang Senantiasa "Up to Date" Dalam Berbagai Seginya



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 91

Bagi Orang-orang Kafir Al-Quran  Tidak Menambah Kecuali Kerugian  & Al-Quran Kitab  Suci Paling Sempurna yang Senantiasa “Up to Date”  Dalam  Berbagai Seginya
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai persamaan fungsi  “neraka jahannam”  dengan “rahim ibu”  sehubungan dengan makna ayat: وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ   --  Dan adapun orang  yang ringan timbangan amalnya فَاُمُّہٗ  ہَاوِیَۃٌ  --   maka ibunya inangnya adalah Hāwiyah,     وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ   -- dan apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah itu? نَارٌ حَامِیَۃٌ  -- Yaitu api yang menyala-nyala!” (Al-Qāri’ah [101]:9-12).
        Hubungan orang-orang berdosa dengan neraka akan serupa dengan hubungan bayi dengan ibunya, karena seperti halnya mudighah (janin) tumbuh melalui berbagai tingkat perkembangan di dalam rahim ibu hingga pada akhimya ia lahir dalam bentuk manusia utuh (QS.23:12-15), demikian pulalah keadaan orang-orang bersalah yang akan melalui berbagai tingkat siksaan batin dalam neraka  hingga pada akhirnya ruh mereka menjadi sama  sekali bersih dari noda dosa dan memperoleh kelahiran baru.
      Jadi, azab neraka itu dimaksudkan membuat orang-orang jahat bertobat dari dosa-dosa mereka dan memperbaiki diri mereka sendiri. Menurut pandangan Islam (Al-Quran) neraka merupakan suatu panti asuhan: وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ   --  Dan adapun orang  yang ringan timbangan amalnya فَاُمُّہٗ  ہَاوِیَۃٌ  --   maka ibunya inangnya adalah Hāwiyah,     وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ   -- dan apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah itu? نَارٌ حَامِیَۃٌ  -- yaitu api yang menyala-nyala!” (Al-Qāri’ah [101]:9-12).

Berulangnya Nubuatan Dalam Kisah Para Rasul Allah  

   Kembali  kepada  tuduhan orang-orang kafir berkenaan Al-Quran yang diturunkan kepada  Nabi Besar Muhammad saw.  sebagai “kumpulan dongeng kaum purbakala” (Al-Furqān [25]:5-10), sekali pun dalam kenyataannya sangat banyak para Rasul Allah yang diutus di kalangan kaum-kaum purbakala sebelum Bani Israil dan Bani Ismail  (QS.10:48;  QS.13:8;  QS.16:37; QS.35:25), tetapi Allah Swt. dalam Al-Quran hanya menceritakan  beberapa orang rasul Allah   yang diutus kepada  kaum-kaum purbakala mulai zaman Nabi Adam a.s. sampai dengan Rasul Allah di Akhir Zaman ini yang ditunggu-tunggu kedatangannya oleh semua umat beragama yakni Al-Masih Mau’ud a.s. (QS.7:35-37; QS.43:58; QS.62:3-5; QS.77:12-20).
        Di antara kisah para rasul Allah dan kaum-kaum purbakala yang penuh dengan petunjuk, hikmah serta berbagai informasi gaib lainnya contohnya adalah kisah  Nabi Ibrahim a.s.,  dan kisah Nabi Musa a.s.. Dalam kisah Nabi Ibrahim a.s.  begitu banyak petunjuk, hikmah dan informasi gaib – bahkan doa-doa yang terbukti dikabulkan Allah Swt. -- yang terkandung di dalamnya (QS.2:125-141 & 259 & 261; QS.6:75-85 & 162-164; QS.11:70-77 & 75-77;  QS.14:36-42; QS.19:42-51; QS.21:52-74; QS.22:27-34 &78-79; QS.26:70-90;  QS.37:84-114; QS.53:38; QS.57:27-28; QS.60:5-7; QS.87:15-20).
    Bahkan ada Surah-surah Al-Quran yang bukan saja diberi nama   beberapa nama  para  Rasul Allah – seperti Surah Nuh, Surah Hud, Surah Yusuf, Surah Yunus, Surah Luqman dan Surah Muhammad   --  dan juga yang bukan Rasul Allah yakni Surah Maryam, sehingga anggapan bahwa pemuatan kisah para Rasul Allah lainnya -- secara  berulang-ulang dalam  Al-Quran merupakan  “kumpulan kisah kaum purbakala” sama sekali tidak benar, sebagaimana firman-Nya:
وَ لَقَدۡ صَرَّفۡنَا فِیۡ ہٰذَا  الۡقُرۡاٰنِ  لِیَذَّکَّرُوۡا ؕ وَ  مَا  یَزِیۡدُہُمۡ   اِلَّا  نُفُوۡرًا ﴿﴾
Dan  sungguh   Kami benar-benar telah menerangkan segala sesuatu berulang-ulang  dalam Al-Quran ini supaya mereka mengambil pelajaran, tetapi sama sekali tidaklah Al-Quran itu menambah bagi mereka, kecuali kebencian (Bani Israil [17]:42). Lihat pula QS.17:90; QS.18:55.
       Untuk suatu Kitab suci yang harus memecahkan segala masalah dan persoalan yang penting-penting, adalah wajar dan menjadi keharusan   Kitab suci tersebut   berulang kali mengupas kembali hal-hal yang bertalian erat dengan suatu masalah pokok.
      Bila pengulangan itu dimaksudkan untuk mengupas suatu masalah dari sudut pandang yang baru atau untuk membantah suatu tuduhan baru, maka tiada orang yang waras otaknya lagi cerdas pikirannya dapat mengemukakan keberatan terhadap hal demikian, benarlah firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ قُلۡ جَآءَ الۡحَقُّ وَ زَہَقَ الۡبَاطِلُ ؕ اِنَّ الۡبَاطِلَ  کَانَ  زَہُوۡقًا ﴿﴾  وَ نُنَزِّلُ مِنَ الۡقُرۡاٰنِ مَا ہُوَ شِفَآءٌ وَّ رَحۡمَۃٌ  لِّلۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۙ وَ لَا یَزِیۡدُ الظّٰلِمِیۡنَ   اِلَّا  خَسَارًا ﴿﴾
Dan katakanlah:  Haq yakni kebenaran telah datang dan kebatilan telah lenyap,  sesungguhnya kebatil-an itu pasti  lenyap.”   Dan  Kami  menurunkan dari Al-Quran suatu  penyembuh dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, وَ لَا یَزِیۡدُ الظّٰلِمِیۡنَ   اِلَّا  خَسَارًا  -- tetapi tidak menambah kepada orang-orang yang zalim melainkan kerugian (Bani Israil [17]:82-83).
Firman-Nya lagi:
وَ اِذَا قَرَاۡتَ الۡقُرۡاٰنَ جَعَلۡنَا بَیۡنَکَ وَ بَیۡنَ  الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِالۡاٰخِرَۃِ حِجَابًا مَّسۡتُوۡرًا﴿ۙ﴾
Dan apabila engkau membaca Al-Quran, Kami menjadikan antara engkau dan orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat suatu penghalang yang tersembunyi (Bani Israil [17]:46).

Menambah Kerugian Bagi Orang-orang Kafir & Orang-orang yang Mampu “Menyentuh” Khazanah Ruhani Al-Quran

      Pernyataan-pernyataan Allah Swt.  dalam ayat-ayat Al-Quran tersebut  membuktikan kebenaran pernyataan Allah Swt. mengenai orang-orang kafir yang tidak akan memperoleh manfaat apa pun dari kesempurnaan agama Islam (Al-Quran),  firman-Nya:
اِنَّ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا سَوَآءٌ  عَلَیۡہِمۡ ءَاَنۡذَرۡتَہُمۡ  اَمۡ  لَمۡ  تُنۡذِرۡہُمۡ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾ خَتَمَ اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ وَ عَلٰی سَمۡعِہِمۡ ؕ  وَ عَلٰۤی اَبۡصَارِہِمۡ غِشَاوَۃٌ ۫ وَّ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ ٪﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang  kafir  sama saja bagi mereka, apakah   engkau  memperingatkan mereka atau pun engkau tidak  memperingatkan mereka, mereka tidak akan beriman. خَتَمَ اللّٰہُ عَلٰی قُلُوۡبِہِمۡ وَ عَلٰی سَمۡعِہِمۡ  --   Allah  telah mencap  hati mereka dan pendengaran mereka, sedangkan pada penglihatan  mereka   ada tutupan, وَّ لَہُمۡ عَذَابٌ عَظِیۡمٌ --  dan bagi mereka ada siksaan yang amat besar  (Al-Baqarah [2]:7-8).
        Ayat 7 membicarakan orang-orang kafir, yang sama sekali tidak mengindahkan kebenaran dan keadaan mereka tetap sama, baik mereka itu mendapat peringatan atau pun tidak. Mengenai orang-orang semacam itu dinyatakan bahwa selama keadaan mereka tetap demikian mereka tidak akan beriman.
      Ayat selanjutnya menjelaskan akibat buruk yang pasti terjadi  -- sesuai hukum Ilahi   --  bahwa bagian tubuh manusia yang tidak digunakan untuk waktu yang lama, berangsur-angsur menjadi merana dan tak berguna. Orang-orang kafir yang disebut di sini menolak penggunaan hati dan telinga mereka untuk memahami kebenaran. Akibatnya daya pendengaran dan daya tangkap mereka hilang.
     Apa yang dinyatakan dalam anak kalimat خَتَمَ اللّٰہُ --  Allah telah mencap, hanya merupakan akibat wajar dari sikap mereka sendiri yang sengaja tidak mau mempedulikan. Karena semua hukum datang dari  Allah Swt.  dan tiap-tiap sebab diikuti oleh akibatnya yang wajar menurut kehendak  Allah Swt.  maka pencapan (pemeteraian/penyegelan) hati dan telinga orang-orang kafir itu, dikaitkan  (dinisbahkan) kepada  Allah Swt..
        Dengan demikian benarlah pernyataan Allah Swt. berikut ini mengenai orang-orang yang mendapat karunia dapat “menyentuh” khazanah ruhani  Al-Quran yang tak terhingga, firman-Nya:
  فَلَاۤ   اُقۡسِمُ  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾  وَ  اِنَّہٗ  لَقَسَمٌ  لَّوۡ  تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿﴾
Maka  Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan. Dan sesungguhnya itu benar-benar  kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui, Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia,   dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ  --  yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan.        Wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam.  Maka apakah terhadap  firman  ini kamu menganggap sepele? Dan bahwa kamu dengan mendustakannya  kamu menjadikannya sebagai rezeki kamu? (Al-Wāqi’ah [56]:76-83).

Pemeliharaan Al-Quran Sebagai Kitab Suci yang “Up To Date

      Huruf dalam ayat فَلَاۤ   اُقۡسِمُ  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ -- “Maka  Aku benar-benar ber-sumpah demi bintang-bintang berjatuhanpada umumnya dipergunakan untuk memberikan tekanan arti pada suatu sumpah, yang berarti, bahwa hal yang akan diterangkan lebih lanjut adalah begitu jelas, sehingga tidak diperlukan memanggil sesuatu yang lain untuk memberikan kesaksian atas kebenarannya. Bila yang dimaksudkan ialah sanggahan terhadap suatu praduga (hipotesa) tertentu, maka lā  itu dipergunakan untuk menyatakan bahwa apa yang tersebut sebelumnya tidak benar dan yang benar ialah yang berikutnya.
      Ayat 76  bersumpah dengan dan berpegang kepada nujum yang berarti  bagian-bagian Al-Quran (Lexicon Lane), sebagai bukti untuk mendukung pengakuan bahwa Al-Quran luar-biasa cocoknya untuk memenuhi tujuan besar di balik kejadian (penciptaan) manusia (QS.51:57), demikian pula untuk membuktikan keberasalan Al-Quran sendiri dari Allah Swt..
   Jika kata mawāqi’ dalam ayat  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ   diambil dalam arti tempat-tempat dan waktu bintang-bintang berjatuhan, maka ayat ini bermakna bahwa telah merupakan hukum Ilahi yang tidak pernah salah, bahwa pada saat ketika seorang mushlih rabbani (reformer) atau seorang nabi Allah muncul  maka terjadi gejala meteorik yang luar biasa berupa bintang-bintang berjatuhan dalam jumlah luar biasa banyaknya, dan yang demikian itu telah terjadi juga di masa  Nabi Besar Muhammad saw..  
    Pernyataan dalam ayat اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ -- “Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang muliaفِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ  --   dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara,”  bahwa Al-Quran itu sebuah Kitab wahyu Ilahi yang terpelihara dan terjaga baik, merupakan tantangan terbuka kepada seluruh dunia, tetapi selama 14 abad, dan tantangan itu tetap tidak terjawab atau tidak mendapat sambutan.
  Tidak ada upaya yang telah disia-siakan para pengecam yang tidak bersahabat untuk mencela kemurnian teks Al-Quran. Tetapi semua daya upaya ke arah ini telah membawa kepada satu-satunya hasil yang tidak terelakkan – walaupun tidak enak dirasakan oleh musuh-musuh – bahwa kitab yang disodorkan oleh  Nabi Besar Muhammad saw.   kepada dunia lebih dari 14  abad yang lalu, telah sampai kepada kita  di Akhir Zaman ini tanpa perubahan barang satu huruf pun (Sir Williams Muir), firman-Nya:
اِنَّا نَحۡنُ نَزَّلۡنَا الذِّکۡرَ  وَ  اِنَّا  لَہٗ  لَحٰفِظُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya  Kami-lah Yang  menurunkan peringatan ini, dan sesungguhnya Kami-lah pemeliharanya.   (Al-Hijr [15]:10).

Pengakuan Para  Kritikus Non-Muslim

         Janji mengenai perlindungan dan penjagaan Al-Quran yang diberikan dalam ayat ini telah genap dengan cara yang sangat menakjubkan, sehingga sekalipun andaikata tidak ada bukti-bukti lainnya, kenyataan ini saja niscaya sudah cukup membuktikan  bahwa Al-Quran itu berasal dari Allah Swt..  
      Surah Al-Hijr  diturunkan di Mekkah (Noldeke pun mengakuinya), ketika kehidupan Nabi Besar Muhammad saw.  beserta para pengikut beliau saw. sangat morat-marit keadaannya, dan musuh-musuh dengan mudah dapat menghancurkan agama yang baru (Islam) itu. Ketika itulah orang-orang kafir ditantang untuk mengerahkan segenap tenaga mereka guna menghancurkan Islam.
          Tetapi mereka diperingatkan bahwa Allah Swt.   akan menggagalkan segala tipu-daya mereka, sebab Dia Sendirilah Penjaganya. Tantangan itu terbuka dan tidak samar-samar, sedangkan keadaan musuh kuat lagi kejam, kendatipun demikian Al-Quran tetap selamat dari perubahan, penyisipan, dan pengurangan, serta senantiasa terus-menerus menikmati penjagaan yang sempurna. Keistimewaan Al-Quran yang demikian itu tidak dimiliki oleh Kitab-kitab lainnya yang diwahyukan sebelumnya.
           Sir William Muir, sarjana ahli kritik yang tersohor, karena sikapnya memusuhi Islam, berkata: “Kita dapat menetapkan berdasarkan dugaan yang paling keras, bahwa tiap-tiap ayat dalam Al-Quran itu asli dan merupakan gubahan Muhammad sendiri yang tidak mengalami perubahan ...................... Ada jaminan yang kuat, baik dari dalam Al-Quran maupun dari luar, bahwa kita memiliki teks yang Muhammad sendiri siarkan dan pergunakan ...................... Membandingkan teks asli mereka yang tidak mengalami perubahan itu dengan berbagai naskah kitab-kitab suci kita, adalah membandingkan hal-hal yang antaranya tidak ada persamaan (“Introduction to “The Life of Mohammad).
       Prof. Noldeke, ahli ketimuran besar yang berkebangsaan Jerman menulis sebagai berikut, “Usaha-usaha dari para sarjana Eropa untuk membuktikan adanya sisipan-sisipan dalam Al-Quran di masa kemudian, telah gagal” (Encyclopaedia  Britannica.).
       Kebalikannya, kegagalan mutlak dari Dr. Mingana, beberapa tahun berselang, untuk mencari-cari kelemahan dalam kemurnian teks Al-Quran, membuktikan dengan pasti kebenaran da'wa kitab itu, bahwa di antara semua kitab suci yang diwahyukan, hanya Al-Quran sajalah yang seluruhnya tetap kebal dari penyisipan atau campur-tangan manusia.
    Al-Quran disebut dzikr karena: (a) Al-Quran mengemukakan dan mengulang-ulangi asas-asas dan ajaran-ajarannya dalam berbagai bentuk   -- termasuk berupa kisah-kisah kaum purbakala dan berbagai perumpamaaan --  dengan demikian membuat manusia terus mengingat asas-asas serta ajaran-ajarannya; (b) Al-Quran mengingatkan manusia akan ajaran-ajaran mulia yang pernah diturunkan di dalam Kitab-kitab Suci terdahulu; dan (c) dengan beramal atas ajaran-ajarannya manusia dapat menaiki puncak-puncak keluhuran ruhani  sebab dzikr berarti pula kehormatan  (QS.21:11).
   Al-Quran adalah Kitab yang begitu menakjubkan, ternyata tidak ada satu pun di antara kebenaran-kebenaran, asas-asas, dan cita-cita agung yang diuraikan oleh Al-Quran pernah disangkal atau ditentang oleh ajaran-ajaran zaman dahulu ataupun oleh ilmu pengetahuan modern.

Kitab yang Terpelihara di Alam Semesta dan Dalam Fitrat Manusia  

   Jadi, kembali kepada pernyataan  Allah Swt. dalam Surah Al-Wāqi’ah ayat 76-83,  firman-Nya:
  فَلَاۤ   اُقۡسِمُ  بِمَوٰقِعِ  النُّجُوۡمِ ﴿ۙ﴾  وَ  اِنَّہٗ  لَقَسَمٌ  لَّوۡ  تَعۡلَمُوۡنَ عَظِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  اِنَّہٗ   لَقُرۡاٰنٌ   کَرِیۡمٌ ﴿ۙ﴾  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ ﴿ۙ﴾  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ ﴿ؕ﴾  تَنۡزِیۡلٌ  مِّنۡ  رَّبِّ الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ ﴿ۙ﴾  وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ ﴿﴾
Maka  Aku benar-benar bersumpah demi bintang-bintang berjatuhan. Dan sesungguhnya itu benar-benar  kesaksian agung, seandainya kamu mengetahui, Sesungguhnya itu  benar-benar   Al-Quran yang mulia,   dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara, لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ  --  yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan.        Wahyu yang diturunkan dari Rabb (Tuhan) seluruh alam.  Maka apakah terhadap  firman  ini kamu menggap sepele?    Dan bahwa kamu dengan mendustakannya  kamu menjadikannya sebagai rezeki kamu? (Al-Wāqi’ah [56]:76-83). 
    Makna ayat  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ  -- “dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara” bahwa  Al-Quran adalah sebuah Kitab yang sangat terpelihara  dalam pengertian bahwa hanya orang-orang beriman yang hatinya bersih dapat meraih khazanah keruhanian seperti diterangkan dalam ayat berikutnya: لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ  --  yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan” (ayat 80).
       Ayat  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ  -- “dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara” ini pun dapat berarti bahwa cita-cita dan asas-asas yang terkandung dalam Al-Quran itu tercantum di dalam kitab alam, yaitu cita-cita dan asas-asas itu sepenuhnya serasi dengan hukum alam. Seperti hukum alam, cita-cita dan asas-asas itu juga kekal dan tidak berubah serta hukum-hukumnya tidak dapat dilanggar tanpa menerima hukuman.
 Atau, ayat  فِیۡ  کِتٰبٍ مَّکۡنُوۡنٍ  -- “dalam  suatu kitab yang sangat terpelihara”      ini dapat diartikan bahwa Al-Quran dipelihara dalam fitrat yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepada manusia (QS.30:31). Fitrat insani berlandaskan pada hakikat-hakikat dasar dan telah dilimpahi kemampuan untuk sampai kepada keputusan yang benar. Orang yang secara jujur bertindak sesuai dengan naluri atau fitratnya  ia dengan mudah dapat mengenal kebenaran Al-Quran.
  Makna ayat selanjutnya:  لَّا  یَمَسُّہٗۤ  اِلَّا الۡمُطَہَّرُوۡنَ  --  yang tidak  dapat menyentuhnya kecuali orang-orang  yang disucikan”, bahwa hanya  orang yang bernasib baik sajalah yang  diberi pengertian  mengenai dan dan dapat mendalami kandungan arti Al-Quran yang hakiki, melalui cara menjalani kehidupan bertakwa lalu meraih kebersihan hati dan dimasukkan ke dalam alam rahasia ruhani makrifat Ilahi, yang tertutup bagi orang-orang yang hatinya tidak bersih (QS.3:8). Secara sambil lalu dikatakannya bahwa kita hendaknya jangan menyentuh atau membaca Al-Quran sementara keadaan fisik kita tidak bersih.

“Menjual”  Al-Quran  Demi Meraih Keuntungan Duniawi

 Makna ayat selanjutnya: اَفَبِہٰذَا  الۡحَدِیۡثِ  اَنۡتُمۡ  مُّدۡہِنُوۡنَ -- “Maka apakah terhadap firman  ini kamu menggap sepele?  وَ تَجۡعَلُوۡنَ  رِزۡقَکُمۡ  اَنَّکُمۡ تُکَذِّبُوۡنَ  -- Dan bahwa kamu dengan mendustakannya  kamu menjadikannya sebagai rezeki kamu?” (Al-Wāqi’ah [56]: 82-83).   Orang-orang kafir takut kalau-kalau mereka  menerima kebenaran akan dijauhkan dari sumber-sumber kehidupan duniawi  mereka.
  Jadi, demi memperoleh keuntungan kotor itulah maka mereka menolak seruan Ilahi; atau, ayat ini dapat diartikan bahwa orang-orang kafir menolak kebenaran sebagai sesuatu yang seakan-akan kehidupan mereka bergantung padanya saja.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 1  Juli  2015      




Tidak ada komentar:

Posting Komentar