بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 102
Cara Allah Swt. Mengabadikan Kehidupan Ruhani Nabi Besar Muhammad
Saw. dan Memelihara Keabadian Ajaran Al-Quran Sebagai Kitab Suci Terakhir dan Tersempurna
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai firman Allah Swt. sehubungan
makna kata shadda (yashuddu) yang berarti: ia
menghalangi dia dari sesuatu, dan shadda (yashiddu) berarti: ia
mengajukan sanggahan (protes) (Al-Aqrab-ul-Mawarid),
Dia berfirman:
وَ لَمَّا ضُرِبَ ابۡنُ مَرۡیَمَ مَثَلًا
اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ
﴿﴾ وَ قَالُوۡۤاءَ اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ ؕ مَا
ضَرَبُوۡہُ لَکَ اِلَّا جَدَلًا ؕ بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ
﴿﴾ اِنۡ ہُوَ اِلَّا عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ
جَعَلۡنٰہُ مَثَلًا لِّبَنِیۡۤ
اِسۡرَآءِیۡلَ ﴿ؕ﴾
Dan
apabila Ibnu Maryam dikemukakan
sebagai misal (perumpamaan) اِذَا قَوۡمُکَ مِنۡہُ یَصِدُّوۡنَ -- tiba-tiba
kaum engkau meneriakkan penentangan
terhadapnya, وَ قَالُوۡۤاءَ
اٰلِہَتُنَا خَیۡرٌ اَمۡ ہُوَ -- dan mereka berkata: "Apakah tuhan-tuhan kami lebih baik ataukah dia?" مَا ضَرَبُوۡہُ لَکَ
اِلَّا جَدَلًا -- Mereka tidak menyebutkan hal itu kepada engkau melainkan perbantahan semata. بَلۡ ہُمۡ قَوۡمٌ خَصِمُوۡنَ -- Bahkan mereka adalah kaum
yang biasa berbantah. اِنۡ ہُوَ اِلَّا
عَبۡدٌ اَنۡعَمۡنَا عَلَیۡہِ وَ جَعَلۡنٰہُ
مَثَلًا لِّبَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ -- Ia tidak lain melainkan seorang hamba yang telah Kami anugerahi nikmat
kepadanya, dan Kami
menjadikan dia suatu perumpamaan
bagi Bani Israil (Az-Zukhruf [43]:58-60).
Kedatangan Rasul Akhir Zaman Sebagai Mitsal
Kedua Kali Para Rasul Allah
Kedatangan Al-Masih a.s. -- yakni Nabi Isa Ibnu Maryam a.s.
yang dilahirkan tanpa ayah -- adalah tanda bahwa orang-orang Yahudi akan dihinakan dan direndahkan serta akan kehilangan
kenabian untuk selama-lamanya,
karena itu Rasul Allah terakhir yang dibangkitkan di kalangan Bani Israil ibunya merangkap sebagai ayahnya karena itu beliau disebut Isa Ibnu Maryam (Isa anak Maryam), suatu hal yang tidak lazim, benar-benar merupakan satu bentuk
“penghinaan” Allah Swt. terhadap kaum laki-laki Bani Israil atau kaum Yahudi.
Karena matsal berarti sesuatu yang semacam dengan atau sejenis dengan yang lain (QS.6:39), ayat ini di samping arti yang
diberikan dalam ayat ini, dapat pula berarti bahwa bila kaum Nabi Besar Muhammad saw.
-- yaitu kaum Muslimin — diberitahu
bahwa orang lain seperti dan
merupakan sesama (misal/seperti) Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. akan dibangkitkan di antara mereka di Akhir
Zaman ini (QS.62:3-5) untuk memperbaharui
mereka dan mengembalikan kejayaan
ruhani mereka yang telah hilang (QS.61:10).
Tetapi
mereka bukannya bergembira
atas kabar gembira itu malah mereka berteriak mengajukan protes (yashiddūn), padahal
Allah Swt. dalam Al-Quran memerintahkan
agar umat Islam bersikap seperti para hawari
(pengikut) Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. di
masa awal, bukan bersikap buruk
seperti para pemuka kaum Yahudi yang berusaha membunuh beliau melalui penyaliban
(QS.4:158-159), firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا کُوۡنُوۡۤا اَنۡصَارَ
اللّٰہِ کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ مَنۡ اَنۡصَارِیۡۤ
اِلَی اللّٰہِ ؕ قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ اللّٰہِ فَاٰمَنَتۡ طَّآئِفَۃٌ مِّنۡۢ
بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ وَ
کَفَرَتۡ طَّآئِفَۃٌ ۚ فَاَیَّدۡنَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا عَلٰی
عَدُوِّہِمۡ فَاَصۡبَحُوۡا ظٰہِرِیۡنَ ﴿﴾
Hai orang-orang yang beriman, jadilah
kamu penolong-penolong Allah
کَمَا قَالَ عِیۡسَی ابۡنُ مَرۡیَمَ لِلۡحَوَارِیّٖنَ -- sebagaimana
Isa ibnu Maryam berkata kepada pengikut-pengikutnya,
مَنۡ
اَنۡصَارِیۡۤ اِلَی اللّٰہِ -- “Siapakah
penolong-penolongku di jalan Allah?”
قَالَ الۡحَوَارِیُّوۡنَ نَحۡنُ اَنۡصَارُ اللّٰہِ -- Pengikut-pengikut yang setia itu
berkata: “Kamilah penolong-penolong Allah.” فَاٰمَنَتۡ طَّآئِفَۃٌ مِّنۡۢ
بَنِیۡۤ اِسۡرَآءِیۡلَ وَ
کَفَرَتۡ طَّآئِفَۃٌ ۚ -- Maka segolongan dari Bani Israil beriman
sedangkan segolongan lagi kafir,
فَاَیَّدۡنَا الَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا عَلٰی عَدُوِّہِمۡ فَاَصۡبَحُوۡا
ظٰہِرِیۡنَ -- kemudian Kami
membantu orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh
mereka lalu mereka menjadi orang-orang yang menang (Ash-Shaf [61]:15).
Dari ketiga golongan agama di antara kaum Yahudi, yang terhadap mereka Nabi
Isa Ibnu Maryam a.s. menyampaikan
tablighnya – kaum Parisi, kaum Saduki, dan kaum Essenes – Nabi Isa Ibnu Maryam termasuk golongan kaum
Essenes, sebelum beliau diutus sebagai rasul
Allah terakhir di
kalangan Bani Israil.
Kaum Essenes adalah kaum yang sangat bertakwa, hidup jauh dari kesibukan
dan keramaian dunia, dan melewatkan waktu mereka dalam berzikir dan berdoa, dan
berbakti kepada sesama manusia. Dari kaum inilah berasal bagian besar dari para
pengikut beliau di masa permulaan (“The
Dead Sea Community,” oleh Kurt Schubert, dan “The Crucifixion by an Eye-Witness”). Mereka disebut “Para Penolong” oleh Eusephus.
Kata-kata penutup Surah Ash-Shaf
ini sungguh sarat dengan nubuatan.
Sepanjang zaman para pengikut Nabi Isa Ibnu Maryam telah menikmati kekuatan dan kekuasaan atas musuh abadi
mereka – kaum Yahudi. Mereka telah
menegakkan dan memerintah kerajaan-kerajaan
luas dan perkasa, sedang kaum Yahudi tetap merupakan kaum yang cerai-berai sehingga mendapat
julukan “the Wandering Jew” (“Yahudi
Pengembara”).
Jadi, Surah Az-Zukhruf
ayat 58-60 dapat dianggap mengisyaratkan kepada
kedatangan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. untuk kedua kalinya di Akhir Zaman ini yakni Pendiri
Jemaat Muslim Ahmadiyah, Mirza Ghulam
Ahmad a.s. ,yang atas perintah Allah
Swt. beliau bukan saja telah mendakwakan diri sebagai Al-Masih Mau’ud a.s., tetapi juga sebagai para Rasul Allah yang kedatangannya ditunggu-tunggu
pula oleh umat beragama lainnya
dengan nama yang berlainan, seakan-akan dalam wujud beliau para rasul Allah yang pernah diutus kepada kaum-kaum purbakala telah dibangkitkan
lagi.
Mengapa demikian? Sebab di Akhir Zaman ini pun berbagai macam perbuatan
buruk yang pernah dilakukan kaum-kaum
purbakala kembali marak terjad, seakan-akan kaum-kaum purbakala itu kembali dibangkitkan,
firman-Nya:
وَ اِذَا
الرُّسُلُ اُقِّتَتۡ ﴿ؕ﴾ لِاَیِّ یَوۡمٍ
اُجِّلَتۡ ﴿ؕ﴾ لِیَوۡمِ
الۡفَصۡلِ ﴿ۚ﴾ وَ مَاۤ
اَدۡرٰىکَ مَا یَوۡمُ الۡفَصۡلِ ﴿ؕ﴾ وَیۡلٌ
یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾ اَلَمۡ
نُہۡلِکِ الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ؕ﴾ ثُمَّ
نُتۡبِعُہُمُ الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿﴾ کَذٰلِکَ نَفۡعَلُ
بِالۡمُجۡرِمِیۡنَ ﴿﴾ وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ
لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ ﴿﴾
Dan apabila rasul-rasul
didatangkan pada waktu
yang ditentukan. Hingga hari apakah ditangguhkan? لِیَوۡمِ الۡفَصۡلِ -- Hingga Hari Keputusan. Dan apa yang engkau ketahui mengenai Hari Keputusan itu? وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ
لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ -- Celakalah pada hari itu
bagi orang-orang yang mendustakan. اَلَمۡ
نُہۡلِکِ الۡاَوَّلِیۡنَ -- Tidakkah Kami telah membi-nasakan
kaum-kaum dahulu? ثُمَّ نُتۡبِعُہُمُ الۡاٰخِرِیۡنَ -- Kemudian Kami mengikutkan mereka orang-orang yang datang kemudian. کَذٰلِکَ نَفۡعَلُ بِالۡمُجۡرِمِیۡنَ -- Demikianlah
perlakuan Kami terhadap orang-orang berdosa.
وَیۡلٌ یَّوۡمَئِذٍ لِّلۡمُکَذِّبِیۡنَ -- Celakalah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan. (Al-Mursalāt
[77]:12-19).
Dua Kali Pengutusan Nabi Besar Muhammad Saw.
Makna ayat وَ
اِذَا الرُّسُلُ اُقِّتَتۡ --
“Dan apabila rasul-rasul didatangkan
pada waktu yang ditentukan.” Yaitu zaman – yakni di Akhir Zaman ini -- ketika seorang pembaharu samawi datang dengan kekuatan
dan jiwa rasul-rasul Allah serta seolah-olah memakai jubah-jubah kenabian
mereka karena itu beliau disebut matsil
(misal/perumpamaan) dari para Rasul Allah
tersebut, termasuk sebagai misal kedatangan kedua
kali secara ruhani Nabi Besar
Muhammad saw. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.43:58), firman-Nya:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mere-ka Tanda-tanda-Nya,
dan mensucikan mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah, وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ -- walaupun sebelumnya
mereka berada dalam ke-sesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ -- Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum
bertemu dengan mereka. وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
-- Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
Makna ayat 3, babwa tugas suci Nabi Besar Muhamad saw. meliputi
penunaian keempat macam kewajiban mulia
yang disebut dalam ayat ini. Tugas agung
dan mulia itulah yang dipercayakan
kepada beliau saw., sebab untuk kedatangan beliau saw. di tengah-tengah orang-orang Arab yang buta huruf itu leluhur beliau saw., Nabi
Ibrahim a.s. telah memanjatkan
doa beberapa ribu tahun yang lampau ketika dengan disertai putranya, Nabi
Isma’il a.s., beliau mendirikan (meninggikan)
dasar (pondasi) Ka’bah (QS.2:128-130).
Pada hakikatnya tidak ada
Pembaharu ruhani yakni rasul Allah dapat benar-benar berhasil dalam misi sucinya bila ia tidak menyiapkan -- dengan contoh
mulia (suri-teladan terbaik) dan quat-qudsiahnya
(daya pensuciannya) -- suatu jemaat
yang pengikut-pengikutnya terdiri
dari orang-orang mukhlis, patuh, dan bertakwa, yang kepada mereka itu mula-mula mengajarkan cita-cita dan asas-asas ajarannya serta mengajarkan falsafah, arti, dan kepentingan cita-cita serta asas-asas ajarannya itu, kemudian beliau saw. mengirimkan pengikut-pengikutnya yang demikian itu ke luar negeri untuk mendakwahkan
ajaran itu kepada bangsa lain.
Didikan (ta’lim dan
tarbiyat) yang Nabi Besar Muhammad saw. berikan
kepada para pengikut beliau saw. di
kalangan bangsa Arab di masa awal
tersebut memperluas dan mempertajam kecerdasan mereka, dan filsafah ajaran beliau menimbulkan dalam diri mereka keyakinan iman, dan contoh
mulia beliau saw. menciptakan di dalam diri mereka kesucian hati.
Kenyataan-dasar agama itulah yang diisyaratkan oleh ayat
ini: یَتۡلُوۡا عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ
وَ یُزَکِّیۡہِمۡ وَ یُعَلِّمُہُمُ
الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ -- yang membacakan
kepada mereka Tanda-tanda-Nya, dan mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah,” sehingga mereka yang tadinya
berada dalam kesesatan yang nyata --
atau sebagai kaum yang paling jahiliyah -- mereka hanya dalam waktru 23 tahun saja telah berubah menjadi khayra ummah (umat terbaik) yang
dijadikan bagi kemanfaatan seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111),
itulah makna ayat: وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ -- walaupun sebelumnya mereka
berada dalam kesesatan yang nyata.”
Keabadian Ajaran Islam (Al-Quran)
Memang benar, sebagaimana halnya dengan para Rasul Allah semuanya
--tanpa kecuali – telah wafat,
demikian pula halnya Nabi Besar Muhammad saw. pun secara jasmani beliau saw. telah wafat (QS.3:145; QS.21:35-36).
Tetapi berbeda dengan kewafatan jasmani para Rasul Allah sebelumnya, kewafatan jasmani Nabi Besar Muhammad saw. tidak disertai dengan
kewafatan ruhani.
Mengepa demikian? Sebab
Allah Swt. telah berjanji bahwa Dia akan tetap memelihara kelestarian
Al-Quran, baik secara fisik
(tulisan) maupun secara ruhani (QS.15:10), salah satu cara Allah Swt. melestarikan kehidupan ruhani Nabi
Besar Muhammad saw. dan Al-Quran adalah dengan mengutus Rasul Akhir Zaman, yang
bukan saja merupakan putra ruhani
terbesar, tetapi juga merupakan pengutusan kedua kali beliau saw. secara
ruhani, sebagaimana diisyaratkan dalam ayat selanjutnya: وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ -- Dan juga akan
membangkitkannya pada kaum lain
dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka.”
(QS.62:4).
Karena Nabi Besar
Muhammad saw. adalah Rasul Allah
untuk seluruh umat manusia (QS.7:159;
QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29) maka ajaran
Nabi Besar Muhammad saw. -- yakni Al-Quran -- ditujukan bukan hanya kepada bangsa Arab saja, yang di
tengah-tengah bangsa itu beliau saw. dibangkitkan (QS.62:3), melainkan juga untuk seluruh bangsa
bukan-Arab juga; dan bukan hanya
kepada orang-orang sezaman beliau saw., melainkan juga kepada keturunan (generasi) demi keturunan manusia yang akan datang
hingga Kiamat.
Atau ayat وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ -- “dan juga akan
membangkitkannya pada kaum lain
dari antara mereka, yang belum bertemu dengan mereka” (QS.62:4) ini dapat juga berarti, bahwa Nabi Besar
Muhammad saw. akan dibangkitkan di
antara kaum yang belum pernah tergabung dalam para pengikut semasa hidup beliau
saw.. Isyarat di dalam ayat ini
dan di dalam hadits Nabi Besar Muhammad saw. yang termasyhur, tertuju kepada pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. untuk
kedua kali dalam wujud Al-Masih
Mau’ud a.s. di Akhir Zaman ini.
Kemuliaan Ruhani Salman
Al-Farsi r.a. dan Bilal r.a.
Sehubungan dengan hal
tersebut Abu Hurairah r.a. berkata: “Pada suatu hari kami sedang
duduk-duduk bersama Rasulullah saw.,
ketika Surah Al-Jumu’ah
diturunkan. Saya minta keterangan kepada Rasulullah saw.: “Siapakah yang
diisyaratkan oleh kata-kata وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا
یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ -- Dan Dia akan membangkitkannya pada kaum
lain dari antara mereka yang belum bertemu dengan mereka?” – Ketika itu Salman al-Farsi (Salman asal Parsi)
sedang duduk di antara kami.
Setelah saya
berulang-ulang mengajukan pertanyaan itu, Rasulullah saw. meletakkan
tangan beliau pada Salman dan
bersabda: “Bila iman telah terbang ke
Bintang Tsuraya, seorang lelaki dari mereka ini pasti akan menemukannya.” (Bukhari). Hadits Nabi saw. ini
menunjukkan bahwa ayat ini dikenakan kepada seorang
lelaki dari keturunan Parsi, yang
akan mengembalikan “keimanan yang terbang
ke bintang Tsurayya”, sebagaimana firman-Nya:
یُدَبِّرُ الۡاَمۡرَ مِنَ السَّمَآءِ
اِلَی الۡاَرۡضِ ثُمَّ یَعۡرُجُ
اِلَیۡہِ فِیۡ یَوۡمٍ کَانَ
مِقۡدَارُہٗۤ اَلۡفَ سَنَۃٍ مِّمَّا
تَعُدُّوۡنَ ﴿﴾
Dia
mengatur perintah dari langit sampai bumi, kemudian perintah itu
akan naik kepada-Nya dalam satu hari, yang hitungan lamanya seribu tahun dari apa yang kamu hitung (As-Sajdah
[32]:6).
Berkenaan dengan Salman Al-Farsi r.a., sekali pun ia berkebangsaan Farsi tetapi Nabi Besar Muhammad saw., bukan sekedar
telah “mempersaudarakan” beliau dengan Abu
Darda r.a. (Uwaimir
bin Zaid bin Qais), tetapi juga telah bersabda bahwa, “Salman termasuk Ahli Bait” – sabda yang memilik makna
ruhani yang sangat dalam. Leluhur Al-Masih Mau’ud a.s., Pendiri Jemaat Muslim Ahmadiyah, adalah dari keturunan Parsi, yang kemudian di wilayah Hindustan
terkenal dengan sebutan Dinasti Mughal.
Hadits Nabi Besar
Muhammad saw. lainnya menyebutkan bahwa kedatangan Al-Masih Mau’ud a.s. itu pada saat ketika tidak ada yang
tertinggal di dalam Al-Quran
kecuali kata-katanya, dan tidak ada
yang tertinggal di dalam Islam selain
namanya, yaitu, jiwa ajaran Islam yang sejati akan lenyap (Baihaqi).
Jadi, Al-Quran dan hadits kedua-duanya sepakat
bahwa ayat ini menunjuk kepada kedatangan
kedua kali Nabi Besar Muhammad saw. dalam wujud Al-Masih Mau’ud a.s., yang sekaligus merupakan kedatangan kedua kali secara ruhani para Rasul Allah yang ditunggu-tunggu
oleh para pengikut agama-agama
lainnya.
Menurut Allah Swt. semua
itu terjadi semata-mata: ذٰلِکَ فَضۡلُ اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- “Itulah
karunia Allah, Dia menganugerahkannya kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar” (Al-Jumu’ah [62]:5). Demikian juga orang-orang
yang beriman
kepada Rasul Akhir Zaman pun adalah semata-mata karena mereka mendapat fadhal (karunia) Allah Swt..
Abu Jahal, Abu Lahab
serta tokoh-tokoh kaum Quraisy Mekkah lainnya bukan saja sebangsa
dengan Nabi Besar Muhammad saw., bahkan mereka itu merupakan kerabat dekat beliau saw..Sebaliknya Salman Al-Farsi r.a. dan Bilal r.a. adalah Non-Arab,
tetapi yang mendapat fadhilah
(karunia) beriman kepada Nabi Besar Muhammad saw. serta yang mendapat kemuliaan dari Allah Swt. adalah kedua
orang Non-Arab tersebut, sebagaimana
firman-Nya sebelum ini:
ہُوَ
الَّذِیۡ بَعَثَ فِی الۡاُمِّیّٖنَ
رَسُوۡلًا مِّنۡہُمۡ یَتۡلُوۡا
عَلَیۡہِمۡ اٰیٰتِہٖ وَ
یُزَکِّیۡہِمۡ وَ
یُعَلِّمُہُمُ الۡکِتٰبَ وَ الۡحِکۡمَۃَ ٭ وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ ۙ﴿﴾ وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ
الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾ ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ ﴿﴾
Dia-lah Yang telah membangkitkan di kalangan bangsa yang buta huruf seorang rasul dari antara mereka, yang membacakan kepada mere-ka Tanda-tanda-Nya,
dan mensucikan mereka, dan mengajarkan
kepada mereka Kitab dan Hikmah, وَ اِنۡ کَانُوۡا مِنۡ قَبۡلُ
لَفِیۡ ضَلٰلٍ مُّبِیۡنٍ -- walaupun sebelumnya
mereka berada dalam ke-sesatan yang nyata, وَّ اٰخَرِیۡنَ مِنۡہُمۡ لَمَّا یَلۡحَقُوۡا بِہِمۡ ؕ -- Dan juga akan membangkitkannya pada kaum lain dari antara mereka, yang belum
bertemu dengan mereka. وَ ہُوَ الۡعَزِیۡزُ الۡحَکِیۡمُ
-- Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana. ذٰلِکَ فَضۡلُ
اللّٰہِ یُؤۡتِیۡہِ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ وَ اللّٰہُ
ذُو الۡفَضۡلِ الۡعَظِیۡمِ -- Itulah karunia
Allah, Dia menganugerahkannya
kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar (Al-Jumu’ah [62]:3-5).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar,17 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar