Minggu, 05 Juli 2015

Doa ParaRasul Allah Diabadikan Dalam Al-Quran Sebagai Bukti Allah Swt. Adalah Tuhan Yang Maha Berbicara dan Maha Pengabul Doa & Akhir Ketakaburan Walid bin Mughirah



بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 93

Doa Para Rasul Allah Diabadikan Dalam Al-Quran Sebagai Bukti Allah Swt. Adalah  Tuhan Yang Maha Berbicara dan  Maha Pengabul Doa  & Akhir  Ketakaburan Walid bin Mughirah
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai  jaminan khusus Allah Swt. terhadap kota Mekkah  -- yang di dalamnya terdapat Ka’bah (Baitullah) –  dalam  firman-Nya berikut ini:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ﴿﴾  لِاِیۡلٰفِ قُرَیۡشٍ ۙ﴿﴾  اٖلٰفِہِمۡ  رِحۡلَۃَ  الشِّتَآءِ  وَ الصَّیۡفِ ۚ﴿﴾  فَلۡیَعۡبُدُوۡا  رَبَّ ہٰذَا الۡبَیۡتِ ۙ﴿﴾  الَّذِیۡۤ  اَطۡعَمَہُمۡ  مِّنۡ جُوۡعٍ ۬ۙ وَّ اٰمَنَہُمۡ مِّنۡ خَوۡفٍ ٪﴿﴾
Aku baca  dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Tuhan engkau membinasakan para pemilik gajah untuk melekatkan hati  orang-orang Quraisy. Untuk melekatkan kecintaan   mereka pada  perjalanan  di musim dingin dan musim panas.  Maka  sebagai tanda syukur  hendaklah mereka menyembah Rabb (Tuhan) Pemilik  Rumah ini,   Yang telah memberi mereka makan di waktu lapar dan telah memberi mereka keamanan di waktu ketakutan    (Al-Quraisy [106]:1-5).

Tujuan Pembinasaan Abrahah dan Tentara Gajahnya

    Ada penjelasan lain mengenai ayat ini, barangkali lebih cocok dalam hubungan ini yang kira-kira sebagai berikut: “Hai Muhammad,  Rabb (Tuhan) engkau telah membinasakan para pemilik gajah supaya hati orang-orang Quraisy melekat pada kegemaran mereka  berkelana bebas bagi mereka.”
   Penjelasan ini sangat dapat diterima oleh akal, sebab seandainya Abraha tidak dibinasakan Allah Swt. niscaya orang-orang Quraisy tidak akan suka bepergian ke tempat-tempat itu, dan perjalanan-perjalanan niaga mereka pun tidak akan aman.
  Jadi, kebinasaan Abraha selain membuka jalan untuk perjalanan-perjalanan niaga bagi kaum Quraisy, juga Ka’bah nampak lebih suci dan lebih keramat lagi dalam pandangan orang-orang Arab, tempat yang bagi mereka sebelumnya pun telah merupakan tempat ziarah berbagai bangsa Arab  di sekitarnya. Adanya para peziarah ke Ka’bah tersebut pada gilirannya menambah dorongan kepada peningkatan perdagangan (ekonomi)  kaum Quraisy.
  Ayat ini dapat pula berarti, “Tuhan engkau menghancurkan para pemilik gajah sebagai tindak pemeliharaan bagi kaum Quraisy.”  Orang-orang Quraisy dianugerahi jaminan keselamatan dan kebebasan dari ketakutan, sedang keadaan sekitar mereka seluruhnya dicekam oleb rasa ketakutan dan ketidak-amanan.
  Di samping itu, sepanjang tahun mereka mempunyai persediaan segala macam buah-buahan dan makanan. Kesemuanya itu bukan hanya secara kebetulan belaka, benarlah firman-Nya:
اَوَ لَمۡ  یَرَوۡا  اَنَّا جَعَلۡنَا حَرَمًا  اٰمِنًا  وَّ یُتَخَطَّفُ النَّاسُ مِنۡ حَوۡلِہِمۡ ؕ اَفَبِالۡبَاطِلِ یُؤۡمِنُوۡنَ وَ بِنِعۡمَۃِ اللّٰہِ یَکۡفُرُوۡنَ ﴿﴾
Apakah mereka tidak melihat bahwa Kami telah menjadikan tanah suci Mekkah aman, sedangkan  manusia direnggut dari sekeliling mereka di luar Mekkah?  Maka apakah mereka akan beriman kepada yang batil dan ingkar kepada nikmat Allah? (Al-Ankabūt [29]:68).
       Ayat ini merupakan kesaksian yang kekal mengenai Ka’bah, sebagai rumah suci milik Allah  Sendiri. Semenjak Islam lahir, ketika dinyatakan olehnya  bahwa Ka’bah menjadi kiblat yang kekal bagi umat manusia, dan bahkan di zaman jahiliah ketika orang-orang Arab waktu itu tidak mempunyai rasa hormat terhadap jiwa manusia, wilayah itu disebut haram (suci) dan daerah sekitar Ka’bah tetap merupakan tempat yang aman sentosa. Kalau di lingkungan luar Ka’bah tidak ada keamanan, maka kesamaan dan kedamaian sempurna bertakhta di dalamnya, yakni di Mekkah.
   Hal demikian itu sesuai dengan rencana Ilahi dan memenuhi nubuatan, yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim a.s.  2.500 tahun yang telah silam (QS.2:127, 130 dan QS.14:36, 38) sehubungan dengan kemunculan Nabi Besar Muhammad saw., seorang Rasul Allah untuk seluruh umat manusia  (QS.7:159; QS.21:108;  QS.25:2; QS.34:29), yang membawa syariat terakhir dan tersempurna (QS.5:4).

Tidak Mensyukuri Keterkabulan Doa Nabi Ibrahim a.s.

   Surah  Al-Fīl dan Surah  Al-Quraisy  memberikan pengertian kepada kaum Quraisy akan kesalahan sikap ketidak-bersyukuran mereka, dengan memberitahukan, bahwa mereka telah memilih penyembahan kepada tuhan-tuhan (berhala-berhala) terbuat dari kayu dan batu, daripada menyembah kepada Allah Swt.,  Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, Yang telah menganugerahkan kepada mereka karunia-karunia besar dan jaminan keamanan, keselamatan  dan dari  ketakutan serta kelaparan.
  Mereka bukan saja sangat tidak bersyukur kepada Allah Swt.  tetapi juga tidak bersyukur kepada Nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Isma’il a.s., dua orang  leluhur mereka yang telah berdoa secara khusus di lembah Bakkah (Mekkah- QS.3:97-98), firman-Nya: 
 وَ اِذۡ  قَالَ اِبۡرٰہِیۡمُ رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا الۡبَلَدَ  اٰمِنًا وَّ اجۡنُبۡنِیۡ وَ بَنِیَّ  اَنۡ نَّعۡبُدَ  الۡاَصۡنَامَ ﴿ؕ ﴾  رَبِّ اِنَّہُنَّ اَضۡلَلۡنَ  کَثِیۡرًا مِّنَ النَّاسِ ۚ فَمَنۡ تَبِعَنِیۡ فَاِنَّہٗ  مِنِّیۡ ۚ وَ مَنۡ عَصَانِیۡ فَاِنَّکَ غَفُوۡرٌ  رَّحِیۡمٌ  ﴿ ﴾ رَبَّنَاۤ  اِنِّیۡۤ  اَسۡکَنۡتُ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ بِوَادٍ غَیۡرِ  ذِیۡ  زَرۡعٍ عِنۡدَ  بَیۡتِکَ  الۡمُحَرَّمِ ۙ رَبَّنَا لِیُـقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ فَاجۡعَلۡ اَفۡئِدَۃً مِّنَ النَّاسِ تَہۡوِیۡۤ اِلَیۡہِمۡ وَارۡ زُقۡہُمۡ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَشۡکُرُوۡنَ ﴿ ﴾  رَبَّنَاۤ  اِنَّکَ تَعۡلَمُ مَا نُخۡفِیۡ وَ مَا نُعۡلِنُ ؕ وَ مَا یَخۡفٰی عَلَی اللّٰہِ مِنۡ شَیۡءٍ  فِی الۡاَرۡضِ وَ لَا  فِی  السَّمَآءِ ﴿ ﴾  اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ وَہَبَ لِیۡ عَلَی الۡکِبَرِ  اِسۡمٰعِیۡلَ وَ اِسۡحٰقَ ؕ اِنَّ  رَبِّیۡ لَسَمِیۡعُ  الدُّعَآءِ ﴿ ﴾  رَبِّ اجۡعَلۡنِیۡ مُقِیۡمَ الصَّلٰوۃِ  وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ٭ۖ رَبَّنَا وَ تَقَبَّلۡ دُعَآءِ ﴿ ﴾ رَبَّنَا اغۡفِرۡ لِیۡ  وَ لِوَالِدَیَّ وَ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ  یَوۡمَ  یَقُوۡمُ الۡحِسَابُ ﴿٪ ﴾ 
Dan ingatlah  ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), jadikanlah kota ini tempat yang aman, dan lindungilah aku dan anak-keturunanku  dari menyembah berhala-berhala. Ya Rabb-ku (Tuhan-ku),   sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak dari antara manusia, lalu barangsiapa mengikutiku maka sesungguhnya ia dariku, dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang.  رَبَّنَاۤ  اِنِّیۡۤ  اَسۡکَنۡتُ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ بِوَادٍ غَیۡرِ  ذِیۡ  زَرۡعٍ عِنۡدَ  بَیۡتِکَ  الۡمُحَرَّمِ   --    Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian  keturunanku di lembah yang tandus dekat rumah Engkau yang suci. رَبَّنَا لِیُـقِیۡمُوا الصَّلٰوۃَ فَاجۡعَلۡ اَفۡئِدَۃً مِّنَ النَّاسِ تَہۡوِیۡۤ اِلَیۡہِمۡ   --     Ya  Rabb (Tuhan) kami, supaya mereka  mendirikan shalat, maka jadikanlah hati manusia cenderung kepada mereka, وَارۡ زُقۡہُمۡ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَشۡکُرُوۡنَ  --  dan berilah  mereka  rezeki berupa buah-buahan, supaya mereka bersyukur.    Ya  Rabb (Tuhan) kami, sesungguhnya  Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami nyatakan, dan tidak ada  sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah sesuatu pun di bumi dan tidak pula di langit.  اَلۡحَمۡدُ لِلّٰہِ الَّذِیۡ وَہَبَ لِیۡ عَلَی الۡکِبَرِ  اِسۡمٰعِیۡلَ وَ اِسۡحٰقَ  --  Segala puji bagi Allah Yang telah menganugerahkan kepadaku Isma’il dan Ishaq walaupun usiaku telah lanjut, اِنَّ  رَبِّیۡ لَسَمِیۡعُ  الدُّعَآءِ  --  sesungguhnya Rabb-ku (Tuhan-ku) Maha Mendengar doa. رَبِّ اجۡعَلۡنِیۡ مُقِیۡمَ الصَّلٰوۃِ  وَ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ ٭ۖ رَبَّنَا وَ تَقَبَّلۡ دُعَآءِ  --  Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), jadikanlah aku orang yang senantiasa mendirikan shalat, dan juga keturunanku. Ya Rabb (Tuhan) kami,  dan kabulkanlah doakuرَبَّنَا اغۡفِرۡ لِیۡ  وَ لِوَالِدَیَّ وَ لِلۡمُؤۡمِنِیۡنَ  یَوۡمَ  یَقُوۡمُ الۡحِسَابُ  --   Ya Rabb (Tuhan) kami, ampunilah  aku dan kedua orangtuaku dan orang-orang yang beriman pada Hari  penghisaban”  (Ibrahim [14]:36- 38).

Penyebab Berlimpah-ruahnya Buah-buahan di Mekkah

        Doa Nabi Ibrahim a.s yang disinggung dalam ayat 36:  وَ اِذۡ  قَالَ اِبۡرٰہِیۡمُ رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا الۡبَلَدَ  اٰمِنًا وَّ اجۡنُبۡنِیۡ وَ بَنِیَّ  اَنۡ نَّعۡبُدَ  الۡاَصۡنَامَ  -- “Dan ingatlah  ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), jadikanlah kota ini tempat yang aman, dan lindungilah aku dan anak-keturunanku  dari menyembah berhala-berhala,“  menunjukkan  bahwa  berdasarkan isyarat dari Allah Swt. Nabi Ibrahim a.s. mengetahui,   kemusyrikan pada suatu hari akan merajalela di Mekkah dan di negeri sekitarnya. Jadi doa itu merupakan cetusan hasrat beliau untuk memelihara keturunan beliau dari kemusyrikan, dan doa itu dipanjatkan ribuan tahun yang silam.
       Ada pun yang diisyaratkan dalam doa Nabi Ibrahim a.s. selanjutnya: رَبَّنَاۤ  اِنِّیۡۤ  اَسۡکَنۡتُ مِنۡ ذُرِّیَّتِیۡ بِوَادٍ غَیۡرِ  ذِیۡ  زَرۡعٍ عِنۡدَ  بَیۡتِکَ  الۡمُحَرَّمِ   -- Ya Rabb-ku (Tuhan-ku), sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian  keturunanku di lembah yang tandus dekat rumah Engkau yang suci”   ialah penempatan putra sulung beliau  yakni Nabi  Isma’il a.s. dan istri  beliau yaitu Siti Hajar  di belantara Arabia.
         Nabi Ismail  a.s.   masih kecil pada waktu Nabi Ibrahim  a.s.  — yang oleh karena patuhnya kepada perintah Ilahi dan untuk memenuhi rencana Ilahi — membawa beliau dan ibunda beliau, Siti Hajar, ke daerah yang kering dan gersang, tempat sekarang terletak kota Mekkah (QS.37:101-112).
       Pada masa itu tiada satu pun tanda adanya kehidupan dan tidak ada syarat untuk dapat hidup di tempat itu (Bukhari). Tetapi Allah Swt.  telah merencanakan sedemikian rupa sehingga tempat itu menjadi medan kegiatan bagi amanat terakhir dari Allah Swt.  untuk umat manusia. Nabi Isma’il a.s.  telah terpilih sebagai alat untuk melaksanakan rencana Ilahi itu (QS.2:128-130).
        Doa Nabi Ibrahim a.s. ini telah memperoleh perwujudan yang sempurna dalam diri Nabi Besar Muhammad saw. (QS.2:128-230), sebab sebelum beliau saw. hanya orang-orang Arab salah yang berkunjung ke Mekkah untuk mempersembahkan kurban-kurban mereka, tetapi sesudah kedatangan beliau saw. bangsa-bangsa dari seluruh dunia mulai berkunjung ke kota Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji dan  ‘umrah (QS.22:27-35).
      Doa Nabi Ibrahim a.s. selanjutnya: وَارۡ زُقۡہُمۡ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّہُمۡ یَشۡکُرُوۡنَ  --  dan berilah  mereka  rezeki berupa buah-buahan, supaya mereka bersyukur  diucapkan pada saat  ketika tidak ada sehelai pun rumput nampak tumbuh dalam jarak bermil-mil di sekitar Mekkah. Namun nubuatan itu telah menjadi sempurna dengan cara yang menakjubkan, sebab buah-buahan yang paling terpilih didatangkan orang berlimpah-limpah ke Mekkah pada setiap musim.

Sifat Rahmāniyat (Maha Pemurah) Allah Swt.  Meliputi Orang-orang Kafir  & Munculnya “Neraka Saqar” di Dunia

      Mengenai doa Nabi Ibrahim a.s.  yang berhubungan dengan rezeki duniawi tersebut dalam Surah Al-Baqarah beliau menyebutkan secara khusus untuk orang-orang yang beriman kepada Allah Swt. dan Hari Akhir, tetapi Allah Swt. menjawab bahwa orang-orang kafir pun akan memperolehnya, sebab hal tersebut berkaitan dengan Sifat Rahmāniyah-Nya (Maha Pemurah), firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ  اِبۡرٰہٖمُ  رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ  اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku),  jadikanlah tempat ini kota yang aman وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ   -- dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya dari antara mereka yang beriman  kepada  Allah dan Hari Kemudian.” قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ  اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ  -- Dia berfirman: “Dan orang yang kafir pun  maka Aku akan memberi sedikit kesenangan kepadanya kemudian  akan Aku paksa ia masuk ke dalam azab Api,  وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ -- dan itulah seburuk-buruk tempat kembali” (Al-Baqarah [2]:127).
        Dengan demikian jelaslah bahwa berlimpah-ruahnya kekayaan duniawi para penentang Nabi Besar Muhammad saw. di kalangan penduduk Mekkah,  seperti contohnya Walid bin Mughirah (QS.74:9-32)  --  termasuk di Akhir Zaman ini  -- bukan berarti bahwa Allah Swt. mencintai mereka, sebab jika tidak demikian mengapa saat ini pun “neraka Saqar” muncul di kawasan Timur Tengah)? Firman-Nya:
 فَاِذَا  نُقِرَ  فِی النَّاقُوۡرِ ۙ﴿﴾  فَذٰلِکَ یَوۡمَئِذٍ  یَّوۡمٌ عَسِیۡرٌ ۙ﴿﴾  عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ غَیۡرُ  یَسِیۡرٍ ﴿﴾  ذَرۡنِیۡ  وَ  مَنۡ خَلَقۡتُ وَحِیۡدًا ﴿ۙ﴾  وَّ  جَعَلۡتُ لَہٗ  مَالًا  مَّمۡدُوۡدًا ﴿ۙ﴾  وَّ  بَنِیۡنَ شُہُوۡدًا ﴿ۙ﴾  وَّ  مَہَّدۡتُّ لَہٗ  تَمۡہِیۡدًا ﴿ۙ﴾  ثُمَّ  یَطۡمَعُ  اَنۡ  اَزِیۡدَ ﴿٭ۙ﴾
Maka apabila nafiri ditiup, maka hari itu adalah hari yang sulit.            Bagi orang-orang kafir tidak mudah.  ذَرۡنِیۡ  وَ  مَنۡ خَلَقۡتُ وَحِیۡدًا  --  Biarkanlah Aku berurusan dengan orang yang telah Aku ciptakan Sendiri. وَّ  جَعَلۡتُ لَہٗ  مَالًا  مَّمۡدُوۡدًا --   Dan Aku menjadikan baginya harta berlimpah-limpah, وَّ  بَنِیۡنَ شُہُوۡدًا  --   dan anak-anak yang hadir bersamanya,  وَّ  مَہَّدۡتُّ لَہٗ  تَمۡہِیۡدًا    --         Dan Aku lapangkan rezeki baginya selapang-lapangnya,  ثُمَّ  یَطۡمَعُ  اَنۡ  اَزِیۡدَ  -- kemudian ia ingin sekali   supaya Aku menambahnya  (Al-Muddatstsīr [74]:9-16).

Makna Peniupan “Nafiri” (Terompet)

  Ayat  فَاِذَا  نُقِرَ  فِی النَّاقُوۡرِ -- “maka  apabila nafiri ditiup” ini berarti, bilamana seorang mushlih rabbani   -- yang merupakan nafiri (terompet) Ilahi  --  yang dengan perantaraannya Allah Swt. memanggil manusia kepada-Nya muncul dan memanggil manusia kepada Tuhan (QS.3:191-195).  Atau, ayat ini dapat menunjuk kepada panggilan Nabi Besar Muhammad saw.  sendiri kepada kaum beliau saw., firman-Nya:
وَ اسۡتَمِعۡ یَوۡمَ یُنَادِ  الۡمُنَادِ مِنۡ مَّکَانٍ قَرِیۡبٍ ﴿ۙ﴾ یَّوۡمَ  یَسۡمَعُوۡنَ الصَّیۡحَۃَ  بِالۡحَقِّ ؕ ذٰلِکَ یَوۡمُ  الۡخُرُوۡجِ ﴿﴾
Dan dengarkanlah pada hari ketika seorang penyeru memanggil dari tempat yang dekat. Yaitu pada hari mereka mendengar teriakan  yang pasti. ذٰلِکَ یَوۡمُ  الۡخُرُوۡجِ --  Itulah hari keluar (Al-Qalam [50]:42-43).
    “Penyeru” dapat ditujukan kepada Nabi Besar Muhammad saw.   Konteksnya (seluk-beluk hubungan dengan ayat-ayat lainnya) mendukung hal itu karena beberapa ayat berikutnya agaknya mengisyaratkan kepada kebangkitan ruhani yang diwujudkan oleh beliau saw. dalam kaum beliau saw., yang atas seruan beliau saw., seolah-olah bangkit  dan keluar dari kuburan mereka:  ذٰلِکَ یَوۡمُ  الۡخُرُوۡجِ --  Itulah hari keluar (Al-Qalam [50]:42-43). 
    Kata-kata  مِنۡ مَّکَانٍ قَرِیۡبٍ  -- “dari tempat yang dekat” dapat juga berarti bahwa seruan  Besar Muhammad saw.   tidak akan tinggal sebagai seruan di tengah rimba belantara, seruan jauh dan samar-samar namun seruan yang akan didengarkan dan diterima.
  “Teriakan” dalam ayat یَّوۡمَ  یَسۡمَعُوۡنَ الصَّیۡحَۃَ  بِالۡحَقِّ  -- “Yaitu pada hari mereka mendengar teriakan   yang pasti”  itu dapat pula mengandung arti bahana seruan Nabi Besar Muhammad saw..
      Kembali kepada Surah Al-Muddatstsir,  makna   “Hari yang sulit”  dalam ayat فَاِذَا  عَلَی الۡکٰفِرِیۡنَ غَیۡرُ  یَسِیۡرٍ ﴿﴾ فَذٰلِکَ یَوۡمَئِذٍ  یَّوۡمٌ عَسِیۡرٌ ۙ﴿﴾  نُقِرَ  فِی النَّاقُوۡرِ ۙ﴿﴾     -- “Maka apabila nafiri ditiup, maka hari itu adalah hari yang sulit, bagi orang-orang kafir tidak mudah, ” berarti hari kebangkitan, atau   hari kekalahan terakhir  bagi kekafiran dan kemenangan mutlak bagi kebenaran. Menghadapi kenyataan pahit seperti itu sangat sulit dirasakan oleh orang-orang kafir yang takabbur.

Kehinaan yang Menimpa Walid bin Mughirah

  Kata-kata dalam ayat selanjutnya ذَرۡنِیۡ  وَ  مَنۡ خَلَقۡتُ وَحِیۡدًا  -- “Biarkanlah Aku berurusan dengan orang yang telah Aku ciptakan Sendiri”  itu pun berarti     “Biarlah Aku berurusan dengan dia yang karena kekayaannya menjadi takabbur,”  sebagaimana diterangkan dalam ayat-ayat selanjutnya.
    Ayat    ذَرۡنِیۡ  وَ  مَنۡ خَلَقۡتُ وَحِیۡدًا  itu pun berarti    “Biarlah Aku berurusan dengan dia yang karena kekayaan besar, kekuasaan, dan kedudukannya yang  Aku  anugerahkan   kepadanya, menganggap dirinya sendiri tiada tara bandingannya di tengah-tengah sesama bangsanya,”  sebab wahīd berarti pula unik (mandiri), tanpa bandingan” (Lexicon Lane).
   Meskipun ayat ini dan beberapa ayat berikutnya berlaku bagi setiap orang kafir yang congkak dan sombong penentang rasul Allah, ayat-ayat itu teristimewa berlaku bagi Walid bin Mughirah, yang adalah seorang pribadi terkemuka di antara kaum Quraisy, dan dikenal di antara sesama warga kota dengan gelar-gelar yang sangat terhormat seperti “unik” dan “semerbak ganda kaum Quraisy.”
   Ia sangat tampan dan terkenal karena sajak-sajaknya yang indah dan karena karya-karya lainnya. la berputra sepuluh sampai tiga belas orang dan ia kaya-raya, sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat selanjutnya:   وَّ  بَنِیۡنَ شُہُوۡدًا  --   “dan anak-anak yang hadir bersamanya.”
 Ayat   ini dapat berarti bahwa anak-anak Walid bin Mughirah  pun berwibawa seperti dia. Mereka pun ditawari tempat terhormat dalam majlis-majlis yang dihadirinya. Atau, Walid bin Mughirah itu sangat kaya sehingga anak-anaknya senantiasa berkumpul bersama dia tanpa perlu ke mana-mana mencari nafkah.

Benarnya Jawaban Allah Swt.  Mengenai  Doa Nabi Ibrahim a.s.

   Jadi, firman Allah Swt. tentang Walid bin Mughirah: ذَرۡنِیۡ  وَ  مَنۡ خَلَقۡتُ وَحِیۡدًا  --  Biarkanlah Aku berurusan dengan orang yang telah Aku ciptakan Sendiri. وَّ  جَعَلۡتُ لَہٗ  مَالًا  مَّمۡدُوۡدًا --   Dan Aku menjadikan baginya harta berlimpah-limpah, وَّ  بَنِیۡنَ شُہُوۡدًا  --   dan anak-anak yang hadir bersamanya,  وَّ  مَہَّدۡتُّ لَہٗ  تَمۡہِیۡدًا    --            Dan Aku lapangkan rezeki baginya selapang-lapangnya,  ثُمَّ  یَطۡمَعُ  اَنۡ  اَزِیۡدَ  -- kemudian ia ingin sekali   supaya Aku menambahnya  (Al-Muddatstsīr [74]:12-16), membuktikan benarnya jawaban Allah Swt.  mengenai  doa Nabi Ibrahim a.s. dalam firman-Nya:
وَ اِذۡ قَالَ  اِبۡرٰہٖمُ  رَبِّ اجۡعَلۡ ہٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ ؕ قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ  اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: “Ya Rabb-ku (Tuhan-ku),  jadikanlah tempat ini kota yang aman وَّ ارۡزُقۡ اَہۡلَہٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ مَنۡ اٰمَنَ مِنۡہُمۡ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ   -- dan berikanlah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya dari antara mereka yang beriman  kepada  Allah dan Hari Kemudian.” قَالَ وَ مَنۡ کَفَرَ فَاُمَتِّعُہٗ قَلِیۡلًا ثُمَّ  اَضۡطَرُّہٗۤ اِلٰی عَذَابِ النَّارِ  -- Dia berfirman: “Dan orang yang kafir pun  maka Aku akan memberi sedikit kesenangan kepadanya kemudian  akan Aku paksa ia masuk ke dalam azab Api,  وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ -- dan itulah seburuk-buruk tempat kembali” (Al-Baqarah [2]:127).
       Jadi, betapa kisah-kisah dalam Al-Quran bukan kumpulan “dongeng kaum purbakala” sebagaimana tuduhan dusta para penentang Nabi Besar Muhammad saw. (QS.25:5-9), karena di dalamnya terkandung berbagai  petunjuk  serta informasi tentang masa lalu serta yang akan kembali terjadi di masa datang, yakni sebagai nubuatan (kabar gaib).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 4  Juli  2015      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar