Minggu, 26 Juli 2015

Ciri "Hizbullaah" (Golongan Allah) yang Hakiki Mengutamakan Kecintaan Kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya Daripada Kecintaan Kepada Siapa pun dan Apa pun yang Bersifat Duniawi & Dua Golongan Orang-orang yang Beriman Kepada Allah dan Rasul-Nya



                                                                                                                 
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 106

Ciri-ciri Hizbullāh (Golongan Allah) yang Hakiki  Mengutamakan Kecintaan Kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya daripada Kecintaan   Kepada Siapa pun dan Apa pun yang Bersifat Duniawi &    Dua Golongan Orang-orang yang Beriman Kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas   mengenai ciri-ciri Hizbullāh (Jemaat Allah) yang hakiki,  dalam QS.58:23  Allah Swt.  berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ  یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  وَ لَوۡ کَانُوۡۤا  اٰبَآءَہُمۡ  اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ  اَوۡ  اِخۡوَانَہُمۡ  اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ  کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ  بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ  فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾ 
Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir tetapi mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,  walau pun mereka  itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. اُولٰٓئِکَ  کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ  بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ   -- Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ  فِیۡہَا  -- dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang  di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal  di dalamnya.  رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ --   Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada-Nyaاُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ --  Itulah golongan Allah.  اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ  -- Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah  itulah orang-orang yang berhasil   (Al-Mujadalah [58]:23). Lihat pula   QS.9:23.

Pentingnya Mendahulukan Kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
 
    Sudah nyata bahwa tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan cinta sejati atau sungguh-sungguh di antara orang-orang beriman  dengan  orang-orang kafir, sebab cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan itu bertentangan satu sama lain.
   Dan karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh erat menjadi tidak ada, maka orang-orang beriman  diminta jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir.  Hal ini berlaku pula dalam  masalah pernikahan (QS.2:222).
    Namun demikian hubungan silaturahmi dengan orang-orang yang memiliki hubungan darah tersebut  -- terutama dengan  kedua orang tua – tetap harus dijaga, firman-Nya:
وَ وَصَّیۡنَا  الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَیۡہِ ۚ حَمَلَتۡہُ  اُمُّہٗ  وَہۡنًا عَلٰی وَہۡنٍ وَّ فِصٰلُہٗ  فِیۡ عَامَیۡنِ  اَنِ اشۡکُرۡ لِیۡ وَ لِوَالِدَیۡکَ ؕ اِلَیَّ  الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾  وَ اِنۡ جَاہَدٰکَ عَلٰۤی اَنۡ تُشۡرِکَ بِیۡ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ ۙ فَلَا تُطِعۡہُمَا وَ صَاحِبۡہُمَا فِی الدُّنۡیَا مَعۡرُوۡفًا ۫ وَّ اتَّبِعۡ سَبِیۡلَ مَنۡ اَنَابَ اِلَیَّ ۚ ثُمَّ  اِلَیَّ مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami telah memerintahkan kepada manusia supaya berbuat baik terhadap ibu-bapaknya,  ibunya telah mengandungnya dalam kelemah-an di atas kelemahan, dan penyapihan susunya dalam dua tahun, اَنِ اشۡکُرۡ لِیۡ وَ لِوَالِدَیۡکَ  --  supaya bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtua engkau, اِلَیَّ  الۡمَصِیۡرُ  -- kepada Aku-lah tempat kembali.   وَ اِنۡ جَاہَدٰکَ عَلٰۤی اَنۡ تُشۡرِکَ بِیۡ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ --   Dan apabila keduanya memaksa engkau supaya engkau mempersekutukan dengan Aku, yang mengenai itu engkau tidak memiliki pengetahuan,  فَلَا تُطِعۡہُمَا وَ صَاحِبۡہُمَا فِی الدُّنۡیَا مَعۡرُوۡفًا -- maka janganlah engkau menaati keduanya, tetapi bergaullah dengan keduanya secara layak dalam urusan dunia, وَّ اتَّبِعۡ سَبِیۡلَ مَنۡ اَنَابَ اِلَیَّ ۚ ثُمَّ  اِلَیَّ مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ   --  dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian kepada-Ku tempat kembali  kamu, maka Aku akan memberitahukan kepada kamu mengenai apa yang senan-tiasa kamu kerjakan (Luqman [31]:15-16).
         Jika kewajiban manusia terhadap kedua orangtua nampaknya berlanggaran dan bertentangan dengan kewajiban terhadap  Allah Swt., maka kesetiaannya yang pertama harus ditujukan kepada Khāliq-nya. Akan tetapi, dalam mengabaikan salah satu dari keinginan-keinginan atau perintah-perintah orangtuanya yang bertentangan dengan kesetiaannya terhadap Tuhan, hendaknya ia jangan memperlihatkan sikap sombong atau lancang terhadap mereka; melainkan harus terus memperlihatkan kesantunan, kecintaan, dan kasih- sayang yang tetap kepada mereka.

Kesamaan Iman Harus Mengatasi Kepentingan Duniawi Lainnya

 Jadi, ikatan agama atau keimanan  harus mengatasi segala perhubungan lainnya, malahan mengatasi pertalian darah yang amat dekat sekalipun. Ayat ini nampaknya merupakan seruan umum. Tetapi secara khusus seruan itu tertuju kepada orang-orang kafir yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim, atau yang secara aktif selalu melakukan penentangan  dan menyebarkan berbagai fitnah terhadap Nabi Besar Muhammad saw. dan Al-Quran, firman-Nya:
لَا یَتَّخِذِ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الۡکٰفِرِیۡنَ اَوۡلِیَآءَ مِنۡ دُوۡنِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۚ وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ ذٰلِکَ فَلَیۡسَ مِنَ اللّٰہِ  فِیۡ شَیۡءٍ اِلَّاۤ  اَنۡ تَتَّقُوۡا مِنۡہُمۡ تُقٰىۃً ؕ وَ یُحَذِّرُکُمُ اللّٰہُ نَفۡسَہٗ ؕ وَ اِلَی اللّٰہِ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Janganlah orang-orang beriman mengambil orang-orang kafir menjadi sahabat dengan mengenyampingkan orang-orang beriman, dan barangsiapa berbuat demikian maka sekali-kali tidak ada hubungannya dengan Allah sedikit pun, kecuali bila kamu menjaga diri dari mereka  dengan suatu penjagaan yang sebaik-baiknya. Dan  Allah memperingatkan kamu terhadap hukuman-Nya, dan kamu akan kembali kepada Allah  (Âli ‘Imran [3]:29). Lihat pula   QS.4:145; QS.9:23). 
       Dengan diperolehnya kekuatan politik oleh Islam, seperti dijanjikan Allah Swt. dalam ayat-ayat sebelumnya (QS.3:27-28), bagi negara Islam mengadakan persekutuan-persekutuan politik itu menjadi sangat perlu. Ayat yang sedang dibahas ini berisikan pedoman asasi bahwa tidak ada negara Islam boleh mengadakan perjanjian atau persekutuan dengan negara bukan-Islam yang sama sekali akan merugikan, atau mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan-kepentingan negara-negara Islam lainnya.
       Kepentingan-kepentingan Islam harus berada di atas kepentingan-kepentingan lainnya. Itulah makna ayat:   لَا یَتَّخِذِ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الۡکٰفِرِیۡنَ اَوۡلِیَآءَ مِنۡ دُوۡنِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ -- “Janganlah orang-orang beriman mengambil orang-orang kafir menjadi sahabat dengan mengenyampingkan orang-orang beriman,  وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ ذٰلِکَ فَلَیۡسَ مِنَ اللّٰہِ  فِیۡ شَیۡءٍ -- dan barangsiapa berbuat demikian maka sekali-kali tidak ada hubungannya dengan Allah sedikit pun.”   
        Makna  ayat selanjutnya:  اِلَّاۤ  اَنۡ تَتَّقُوۡا مِنۡہُمۡ تُقٰىۃً  --  “kecuali bila kamu menjaga diri dari mereka  dengan suatu penjagaan yang sebaik-baiknya.”  Kaum Muslim diperingatkan supaya berhati-hati terhadap hasutan-hasutan dan tipu muslihat kaum kafir. Ungkapan kecuali bila kamu menjaga diri dari mereka, mengacu bukan kepada kekuasaan musuh tetapi kepada kelicikannya yang kaum Muslimin senantiasa harus berjaga-jaga (waspada).

Peringatan Allah Swt. &  Pentingnya Melakukan Hijrah dan Jihad di Jalan Allah

        Nafs dalam ayat selanjutnya: وَ یُحَذِّرُکُمُ اللّٰہُ نَفۡسَہٗ   -- “Dan  Allah memperingatkan kamu terhadap hukuman-Nya, وَ اِلَی اللّٰہِ الۡمَصِیۡرُ  --     dan kamu akan kembali kepada Allah” berarti: diri pribadi seseorang; maksud, kemauan, atau keinginan; hukuman, dan sebagainya (Al-Aqrab-ul-Mawarid).
        Jadi, pada hakikatnya kemelut berkepanjangan yang saat ini terjadi di kalangan negara-negara Islam di Timur Tengah adalah akibat melanggar peringatan  Allah Swt. dalam firman-Nya tersebut dan perintah-Nya dalam QS.3:103-104 mengenai pentingnya bertakwa kepada Allah Swt. dan berpegang teguh pada “Tali Allah”.
        Allah Swt. sangat  membenci kemunafikan, sebab kemunafikan  -- yang didasari ketakutan akan  mengalami  kerugian duniawi --  itulah yang menyebabkan pelanggaran terhadap peringatan  Allah Swt. mengenai larangan menjadikan orang-orang kafir sebagai pelindung dengan mengenyampingkan  sesama Muslim lainnya (QS.3:29; QS.4:137-148), sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Yahudi sebelumnya, sehingga mereka  mendapat kutukan Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.5:79-82).
       Sehubungan kedua ayat Surah Al-Ankabūt ayat 57-58  sebelum ini: یٰعِبَادِیَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّ  اَرۡضِیۡ وَاسِعَۃٌ   فَاِیَّایَ  فَاعۡبُدُوۡنِ  --   “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku sangat luas  maka hanya kepada Aku sajalah kamu menyembah“  (ayat 57),  memiliki hubungan  yang khusus dengan ayat selanjutnya:  کُلُّ نَفۡسٍ ذَآئِقَۃُ  الۡمَوۡتِ ۟ ثُمَّ  اِلَیۡنَا تُرۡجَعُوۡنَ  -- “Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati, kemudian kepada Kami-lah kamu akan dikembalikan” (ayat 58), dalam Surah berikut ini Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya melakukan hijrah dan jihad di jalan Allah   bersama  Rasul Allah, firman-Nya:
لَا یَسۡتَوِی الۡقٰعِدُوۡنَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ غَیۡرُ اُولِی الضَّرَرِ وَ الۡمُجٰہِدُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ ؕ فَضَّلَ اللّٰہُ الۡمُجٰہِدِیۡنَ بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ عَلَی الۡقٰعِدِیۡنَ دَرَجَۃً ؕ وَ کُلًّا وَّعَدَ اللّٰہُ الۡحُسۡنٰی ؕ وَ فَضَّلَ اللّٰہُ الۡمُجٰہِدِیۡنَ عَلَی الۡقٰعِدِیۡنَ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿ۙ﴾  دَرَجٰتٍ مِّنۡہُ وَ مَغۡفِرَۃً وَّ رَحۡمَۃً ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ  غَفُوۡرًا  رَّحِیۡمًا ﴿٪﴾
Tidak sama orang-orang beriman  yang duduk di rumah, selain orang-orang yang uzur, dengan mereka yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan diri mereka. فَضَّلَ اللّٰہُ الۡمُجٰہِدِیۡنَ بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ عَلَی الۡقٰعِدِیۡنَ دَرَجَۃً  -- Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta mereka dan diri mereka daripada orang-orang yang duduk di rumah,   وَ کُلًّا وَّعَدَ اللّٰہُ الۡحُسۡنٰی -- dan  untuk masing-masing Allah telah menjanjikan kebaikan.  وَ فَضَّلَ اللّٰہُ الۡمُجٰہِدِیۡنَ عَلَی الۡقٰعِدِیۡنَ اَجۡرًا عَظِیۡمًا -- Dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan ganjaran yang besar   atas mereka yang duduk di rumah,  دَرَجٰتٍ مِّنۡہُ وَ مَغۡفِرَۃً وَّ رَحۡمَۃً  --  yaitu  beberapa derajat dari-Nya,  dan  ampunan  serta  rahmat,  وَ کَانَ اللّٰہُ  غَفُوۡرًا  رَّحِیۡمًا -- dan Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang  (An-Nisa [4]:96-97).

Dua Golongan Orang-orang Beriman

      Firman Allah Swt. ini mengutarakan dua golongan mukmin (orang-orang beriman):
      (1) Mereka yang dengan ikhlas menerima Islam, kemudian mereka berusaha mengikuti ajaran Islam, tetapi tidak turut ambil bagian dalam perjuangan untuk mempertahankan dan menablighkan Islam. Mereka inilah orang-orang beriman  pasif, seakan-akan mereka itu “duduk” seperti disebut oleh ayat ini.
        (2) Mereka yang bukan saja mengikuti ajaran Islam tetapi juga bersemangat ikut serta dalam tugas penyebaran Islam. Mereka inilah orang-orang beriman  aktif yaitu “para pejuang” atau mujahidin.
       Akan tetapi ada pula golongan mukmin ketiga yang walaupun mereka tidak beserta saudara-saudara mereka dalam memerangi kaum kafir, mendapat ganjaran yang sama dengan mereka yang turut dalam perang sungguhan. Hati dan jiwa mereka ada bersama para mujahidin, kemana pun mereka pergi berjihad di jalan Allah, tetapi keadaan khas mereka  --  penyakit, kemiskinan, dan lain-lain -- tidak memungkinkan  mereka ikut-serta secara pribadi dalam gerakan-gerakan militer.
        Terhadap mereka itulah makna pengecualian dalam ayat:  لَا یَسۡتَوِی الۡقٰعِدُوۡنَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ غَیۡرُ اُولِی الضَّرَرِ وَ الۡمُجٰہِدُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ   -- “Tidak sama  orang-orang beriman  yang duduk di rumah  -- selain orang-orang yang uzur  --  dengan mere-ka yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan diri mereka”(ayat 96).
       Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai alasan yang dibuat-buat  oleh orang-orang munafik atau mereka yang  lemah iman:
اِنَّ الَّذِیۡنَ تَوَفّٰہُمُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ ظَالِمِیۡۤ اَنۡفُسِہِمۡ قَالُوۡا فِیۡمَ کُنۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا کُنَّا مُسۡتَضۡعَفِیۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ قَالُوۡۤا اَلَمۡ تَکُنۡ اَرۡضُ اللّٰہِ وَاسِعَۃً فَتُہَاجِرُوۡا فِیۡہَا ؕ فَاُولٰٓئِکَ مَاۡوٰىہُمۡ جَہَنَّمُ ؕ وَ سَآءَتۡ مَصِیۡرًا ﴿ۙ﴾  اِلَّا الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ حِیۡلَۃً  وَّ لَا  یَہۡتَدُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿ۙ﴾  فَاُولٰٓئِکَ عَسَی اللّٰہُ اَنۡ یَّعۡفُوَ عَنۡہُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَفُوًّا غَفُوۡرًا ﴿﴾
Sesungguhnya   orang-orang yang  para malaikat mewafatkan mereka dalam keadaan zalim terhadap dirinya, mereka yakni  para malaikat berkata:  “Bagaimana keadaan kamu dahulu?” Mereka menjawab: “Kami dahulu dipandang lemah di muka bumi.” قَالُوۡۤا اَلَمۡ تَکُنۡ اَرۡضُ اللّٰہِ وَاسِعَۃً فَتُہَاجِرُوۡا فِیۡہَا --  Mereka yakni para malaikat berkata: “Tidakkah bumi Allah itu luas untuk kamu berhijrah di dalamnya?” فَاُولٰٓئِکَ مَاۡوٰىہُمۡ جَہَنَّمُ ؕ وَ سَآءَتۡ مَصِیۡرًا  --      Maka mereka inilah yang tempat tinggalnya Jahannam dan sangat buruk tempat kembali itu. اِلَّا الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ حِیۡلَۃً  وَّ لَا  یَہۡتَدُوۡنَ سَبِیۡلًا  --  Kecuali  orang-orang lemah di antara laki-laki, perempuan  dan anak-anak yang tidak mampu berdaya-upaya dan tidak pula mendapatkan suatu jalan, فَاُولٰٓئِکَ عَسَی اللّٰہُ اَنۡ یَّعۡفُوَ عَنۡہُمۡ   --   maka  mengenai  mereka ini boleh jadi  Allah akan memaafkan mereka, وَ کَانَ اللّٰہُ عَفُوًّا غَفُوۡرًا --  dan Allah benar-benar Maha Pemaaf, Maha Pengampun   (An-Nisa [4]:98-100).
       Islam tidak akan puas dengan keimanan yang lemah atau pasif. Jika lingkungan hidup seorang mukmin (orang beriman) tidak selaras bagi keimanannya, ia harus pindah (hijrah) ke tempat yang lebih selaras, dan jika ia tidak berbuat demikian, ia tidak akan dipandang sebagai orang yang tulus dalam keimanannya.

Tanda Benarnya “Keuzuran” Mereka yang Tidak Mampu Hijrah

       Orang-orang beriman yang tidak mampu  hijrah dikecualikan dari golongan yang tersebut dalam ayat sebelumnya, itulah makna ayat:     اِلَّا الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ حِیۡلَۃً  وَّ لَا  یَہۡتَدُوۡنَ سَبِیۡلًا  --  “kecuali  orang-orang lemah di antara laki-laki, perempuan  dan anak-anak yang tidak mampu berdaya-upaya dan tidak pula mendapatkan suatu jalan.”
       Dalam ayat lain Allah Swt. mengemukakan tanda mereka yang  dalam keadaan terpaksa seperti itu, padahal mereka sangat menginginkan melakukan hijrah dan berjihad di jalan Allah  seperti para muhajir hakiki lainnya, firman-Nya:
فَلۡیُقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ الَّذِیۡنَ یَشۡرُوۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا بِالۡاٰخِرَۃِ ؕ وَ مَنۡ یُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ فَیُقۡتَلۡ اَوۡ یَغۡلِبۡ فَسَوۡفَ نُؤۡتِیۡہِ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾ وَ مَا لَکُمۡ لَا تُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ اَخۡرِجۡنَا مِنۡ ہٰذِہِ الۡقَرۡیَۃِ الظَّالِمِ اَہۡلُہَا ۚ وَ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ وَلِیًّا ۚۙ وَّ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ نَصِیۡرًا ﴿ؕ﴾  اَلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ۚ وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ الطَّاغُوۡتِ فَقَاتِلُوۡۤا اَوۡلِیَآءَ الشَّیۡطٰنِ ۚ اِنَّ کَیۡدَ الشَّیۡطٰنِ کَانَ ضَعِیۡفًا ﴿٪﴾
Maka hendaklah mereka yaitu  orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan akhirat berperang di jalan Allah, dan barangsiapa berperang di jalan Allah, lalu ia  terbunuh atau ia memperoleh kemenangan, maka Kami segera akan memberinya ganjaran yang besar. وَ مَا لَکُمۡ لَا تُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ  --  Dan mengapakah kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan  membela orang-orang lemah, laki-laki, perempuan-perempuan dan anak-anak, yang mengatakan:  رَبَّنَاۤ اَخۡرِجۡنَا مِنۡ ہٰذِہِ الۡقَرۡیَۃِ الظَّالِمِ اَہۡلُہَا  -- “Wahai Rabb (Tuhan) kami, keluarkanlah kami dari negeri  ini yang penduduknya kejam,  وَ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ وَلِیًّا   --  dan jadikanlah bagi kami   pelindung dari sisi Engkau, وَّ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ نَصِیۡرًا  -- dan jadikanlah bagi kami   penolong dari sisi Engkau.” اَلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ   --   Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ الطَّاغُوۡتِ فَقَاتِلُوۡۤا اَوۡلِیَآءَ الشَّیۡطٰنِ  -- sedangkan orang-orang  kafir  berperang di jalan thaghut maka perangilah oleh kamu kawan-kawan syaitan, اِنَّ کَیۡدَ الشَّیۡطٰنِ کَانَ ضَعِیۡفًا  --  sesungguhnya tipu daya syaitan itu senantiasa lemah. (An-Nisa [4]:75-77).
         Ayat 76: وَ مَا لَکُمۡ لَا تُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ  -- Dan mengapakah kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan  membela  orang-orang lemah, laki-laki, perempuan-perempuan dan anak-anak, yang mengatakan:  رَبَّنَاۤ اَخۡرِجۡنَا مِنۡ ہٰذِہِ الۡقَرۡیَۃِ الظَّالِمِ اَہۡلُہَا  -- “Wahai Rabb (Tuhan) kami, keluarkanlah kami dari negeri  ini yang penduduknya kejam,  وَ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ وَلِیًّا   --  dan jadikanlah bagi kami   pelindung dari sisi Engkau, وَّ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ نَصِیۡرًا  -- dan jadikanlah bagi kami   penolong dari sisi Engkau.

Alasan Pemberian Izin Berperang

         Ayat tersebut  merupakan satu bukti yang jelas bahwa orang-orang Muslim tidak pernah mengawali permusuhan. Mereka hanya berperang membela diri demi melindungi agama mereka dan menolong para ikhwan (saudara seagama) mereka yang lebih lemah  dan  mereka diperlakukan secara zalim, sebagaimana firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ  اللّٰہَ  عَلٰی  نَصۡرِہِمۡ  لَقَدِیۡرُۨ  ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi  orang-orang yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan sesung-guhnya Allah berkuasa menolong mereka.   الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ --  Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq  hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah.” وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا  --     dan seandainya Allah tidak menangkis   sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama  Allah, وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ  --   dan  Allah pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa  (Al-Hājj [22]:40-41).
      Menurut kesepakatan di antara para ulama, ayat inilah yang merupakan ayat pertama, yang memberi izin kepada Muslim (orang-orang Islam) untuk mengangkat senjata guna membela diri. Ayat ini menetapkan asas-asas yang menurut itu, orang-orang Islam (Muslim) boleh (diizinkan) mengadakan perang untuk membela diri, dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya mengemukakan alasan-alasan yang membawa orang-orang Islam yang amat sedikit jumlahnya itu — tanpa persenjataan dan alat-alat duniawi lainnya — untuk berperang membela diri.
     Hal itu mereka lakukan sesudah mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan selama bertahun-tahun di Mekkah, dan sesudah mereka dikejar-kejar sampai ke Medinah dengan kebencian yang tidak ada reda-redanya dan di sini pun mereka diusik dan diganggu juga.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar22 Juli  2015      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar