بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 106
Ciri-ciri Hizbullāh
(Golongan Allah) yang Hakiki Mengutamakan Kecintaan Kepada Allah Swt.
dan Rasul-Nya daripada Kecintaan Kepada Siapa
pun dan Apa pun yang Bersifat Duniawi & Dua Golongan Orang-orang yang Beriman Kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas
mengenai ciri-ciri Hizbullāh (Jemaat Allah) yang hakiki, dalam QS.58:23 Allah Swt.
berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
لَا تَجِدُ
قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ
رَسُوۡلَہٗ وَ لَوۡ کَانُوۡۤا اٰبَآءَہُمۡ
اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ اَوۡ اِخۡوَانَہُمۡ
اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ
کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ
تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ
فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ
وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Engkau tidak akan
mendapatkan suatu kaum yang menyatakan
beriman kepada Allah dan Hari Akhir tetapi mereka
mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walau
pun mereka itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. اُولٰٓئِکَ کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ
اَیَّدَہُمۡ بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ -- Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan
Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham
dari Dia sendiri, وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ
خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا
-- dan Dia akan memasukkan mereka
ke dalam kebun-kebun yang di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka
kekal di dalamnya.
رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا
عَنۡہُ
-- Allah
ridha kepada mereka dan mereka ridha
kepada-Nya. اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ
اللّٰہِ -- Itulah golongan Allah. اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- Ketahuilah,
sesungguhnya golongan Allah itulah orang-orang
yang berhasil (Al-Mujadalah [58]:23).
Lihat pula QS.9:23.
Pentingnya Mendahulukan Kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
Sudah nyata bahwa tidak mungkin terdapat persahabatan
atau perhubungan cinta sejati atau sungguh-sungguh di antara orang-orang beriman dengan
orang-orang kafir, sebab cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan
agama dari kedua golongan itu bertentangan
satu sama lain.
Dan karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh
erat menjadi tidak ada, maka orang-orang
beriman diminta jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir. Hal ini
berlaku pula dalam masalah pernikahan (QS.2:222).
Namun demikian hubungan silaturahmi dengan orang-orang
yang memiliki hubungan darah
tersebut -- terutama dengan kedua orang
tua – tetap harus dijaga,
firman-Nya:
وَ
وَصَّیۡنَا الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَیۡہِ ۚ
حَمَلَتۡہُ اُمُّہٗ وَہۡنًا عَلٰی وَہۡنٍ وَّ فِصٰلُہٗ فِیۡ عَامَیۡنِ اَنِ اشۡکُرۡ لِیۡ وَ لِوَالِدَیۡکَ ؕ اِلَیَّ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾ وَ اِنۡ جَاہَدٰکَ عَلٰۤی اَنۡ تُشۡرِکَ بِیۡ مَا
لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ ۙ فَلَا تُطِعۡہُمَا وَ صَاحِبۡہُمَا فِی الدُّنۡیَا
مَعۡرُوۡفًا ۫ وَّ اتَّبِعۡ سَبِیۡلَ مَنۡ اَنَابَ اِلَیَّ ۚ ثُمَّ اِلَیَّ مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ بِمَا
کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan Kami telah memerintahkan kepada manusia
supaya berbuat baik terhadap
ibu-bapaknya, ibunya
telah mengandungnya dalam kelemah-an di
atas kelemahan, dan penyapihan
susunya dalam dua tahun, اَنِ اشۡکُرۡ
لِیۡ وَ لِوَالِدَیۡکَ -- supaya bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtua engkau, اِلَیَّ الۡمَصِیۡرُ -- kepada Aku-lah tempat kembali. وَ اِنۡ جَاہَدٰکَ عَلٰۤی اَنۡ تُشۡرِکَ بِیۡ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ -- Dan apabila keduanya memaksa engkau supaya engkau mempersekutukan dengan Aku, yang mengenai itu engkau tidak memiliki pengetahuan, فَلَا
تُطِعۡہُمَا وَ صَاحِبۡہُمَا فِی الدُّنۡیَا مَعۡرُوۡفًا -- maka janganlah engkau menaati keduanya,
tetapi bergaullah dengan keduanya secara
layak dalam urusan dunia, وَّ اتَّبِعۡ
سَبِیۡلَ مَنۡ اَنَابَ اِلَیَّ ۚ ثُمَّ
اِلَیَّ مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ -- dan ikutilah
jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian kepada-Ku tempat kembali kamu,
maka Aku akan memberitahukan kepada kamu
mengenai apa yang senan-tiasa kamu
kerjakan (Luqman [31]:15-16).
Jika kewajiban
manusia terhadap kedua orangtua
nampaknya berlanggaran dan bertentangan dengan kewajiban terhadap Allah
Swt., maka kesetiaannya yang pertama
harus ditujukan kepada Khāliq-nya.
Akan tetapi, dalam mengabaikan salah satu dari keinginan-keinginan atau perintah-perintah
orangtuanya yang bertentangan
dengan kesetiaannya terhadap Tuhan, hendaknya ia jangan memperlihatkan sikap sombong atau lancang terhadap mereka; melainkan harus terus memperlihatkan kesantunan, kecintaan, dan kasih- sayang
yang tetap kepada mereka.
Kesamaan Iman Harus Mengatasi Kepentingan
Duniawi Lainnya
Jadi, ikatan agama atau keimanan harus mengatasi
segala perhubungan lainnya, malahan
mengatasi pertalian darah yang amat dekat sekalipun. Ayat ini nampaknya
merupakan seruan umum. Tetapi secara khusus seruan
itu tertuju kepada orang-orang kafir
yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim, atau yang secara aktif selalu melakukan penentangan dan menyebarkan berbagai fitnah terhadap Nabi Besar
Muhammad saw. dan Al-Quran,
firman-Nya:
لَا
یَتَّخِذِ الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الۡکٰفِرِیۡنَ اَوۡلِیَآءَ مِنۡ دُوۡنِ
الۡمُؤۡمِنِیۡنَ ۚ وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ ذٰلِکَ فَلَیۡسَ مِنَ اللّٰہِ فِیۡ شَیۡءٍ اِلَّاۤ اَنۡ تَتَّقُوۡا مِنۡہُمۡ تُقٰىۃً ؕ وَ
یُحَذِّرُکُمُ اللّٰہُ نَفۡسَہٗ ؕ وَ اِلَی اللّٰہِ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Janganlah orang-orang beriman mengambil
orang-orang kafir menjadi sahabat dengan mengenyampingkan orang-orang beriman, dan barangsiapa berbuat demikian maka sekali-kali tidak ada hubungannya dengan Allah sedikit pun,
kecuali bila kamu menjaga diri dari
mereka dengan suatu penjagaan yang sebaik-baiknya.
Dan Allah
memperingatkan kamu terhadap hukuman-Nya, dan kamu akan kembali kepada Allah (Âli ‘Imran [3]:29). Lihat pula QS.4:145; QS.9:23).
Dengan diperolehnya kekuatan politik oleh Islam, seperti dijanjikan Allah Swt. dalam ayat-ayat sebelumnya (QS.3:27-28), bagi
negara Islam mengadakan persekutuan-persekutuan politik itu
menjadi sangat perlu. Ayat yang
sedang dibahas ini berisikan pedoman
asasi bahwa tidak ada negara Islam
boleh mengadakan perjanjian atau persekutuan dengan negara bukan-Islam yang sama sekali akan merugikan, atau mempunyai kepentingan
yang bertentangan dengan
kepentingan-kepentingan negara-negara
Islam lainnya.
Kepentingan-kepentingan Islam
harus berada di atas kepentingan-kepentingan
lainnya. Itulah makna ayat: لَا یَتَّخِذِ
الۡمُؤۡمِنُوۡنَ الۡکٰفِرِیۡنَ اَوۡلِیَآءَ مِنۡ دُوۡنِ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ -- “Janganlah orang-orang beriman mengambil orang-orang kafir menjadi sahabat dengan
mengenyampingkan orang-orang beriman,
وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡ ذٰلِکَ فَلَیۡسَ مِنَ
اللّٰہِ فِیۡ شَیۡءٍ -- dan barangsiapa berbuat demikian maka sekali-kali tidak ada hubungannya dengan
Allah sedikit pun.”
Makna ayat selanjutnya: اِلَّاۤ
اَنۡ تَتَّقُوۡا مِنۡہُمۡ تُقٰىۃً -- “kecuali
bila kamu menjaga diri dari mereka dengan suatu
penjagaan yang sebaik-baiknya.” Kaum
Muslim diperingatkan supaya berhati-hati terhadap hasutan-hasutan dan tipu muslihat kaum kafir. Ungkapan kecuali bila kamu menjaga
diri dari mereka, mengacu bukan kepada kekuasaan
musuh tetapi kepada kelicikannya
yang kaum Muslimin senantiasa harus berjaga-jaga (waspada).
Peringatan Allah Swt.
& Pentingnya Melakukan Hijrah dan Jihad di Jalan Allah
Nafs
dalam ayat selanjutnya: وَ یُحَذِّرُکُمُ اللّٰہُ نَفۡسَہٗ -- “Dan
Allah memperingatkan kamu
terhadap hukuman-Nya, وَ اِلَی اللّٰہِ الۡمَصِیۡرُ -- dan
kamu akan kembali kepada Allah”
berarti: diri pribadi seseorang; maksud, kemauan, atau keinginan; hukuman, dan
sebagainya (Al-Aqrab-ul-Mawarid).
Jadi,
pada hakikatnya kemelut berkepanjangan yang saat ini terjadi di
kalangan negara-negara Islam di Timur
Tengah adalah akibat melanggar peringatan Allah Swt. dalam firman-Nya tersebut dan perintah-Nya dalam QS.3:103-104 mengenai
pentingnya bertakwa kepada Allah Swt.
dan berpegang teguh pada “Tali
Allah”.
Allah Swt. sangat membenci kemunafikan,
sebab kemunafikan -- yang didasari ketakutan akan
mengalami kerugian duniawi -- itulah
yang menyebabkan pelanggaran terhadap
peringatan Allah Swt. mengenai larangan menjadikan orang-orang
kafir sebagai pelindung dengan mengenyampingkan sesama Muslim
lainnya (QS.3:29; QS.4:137-148), sebagaimana dilakukan oleh orang-orang Yahudi sebelumnya, sehingga
mereka mendapat kutukan Nabi Daud a.s. dan Nabi Isa Ibnu Maryam a.s. (QS.5:79-82).
Sehubungan kedua ayat Surah Al-Ankabūt ayat 57-58 sebelum ini: یٰعِبَادِیَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِنَّ اَرۡضِیۡ
وَاسِعَۃٌ فَاِیَّایَ فَاعۡبُدُوۡنِ -- “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku
sangat luas maka hanya kepada Aku sajalah kamu menyembah“ (ayat 57),
memiliki hubungan yang khusus
dengan ayat selanjutnya: کُلُّ نَفۡسٍ ذَآئِقَۃُ الۡمَوۡتِ
۟ ثُمَّ اِلَیۡنَا تُرۡجَعُوۡنَ -- “Tiap-tiap jiwa akan merasakan mati, kemudian
kepada Kami-lah kamu akan dikembalikan”
(ayat 58), dalam Surah berikut ini Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya
melakukan hijrah dan jihad di jalan Allah bersama Rasul
Allah, firman-Nya:
لَا یَسۡتَوِی الۡقٰعِدُوۡنَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ
غَیۡرُ اُولِی الضَّرَرِ وَ الۡمُجٰہِدُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ
بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ ؕ فَضَّلَ اللّٰہُ الۡمُجٰہِدِیۡنَ
بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ عَلَی الۡقٰعِدِیۡنَ دَرَجَۃً ؕ وَ کُلًّا
وَّعَدَ اللّٰہُ الۡحُسۡنٰی ؕ وَ فَضَّلَ اللّٰہُ الۡمُجٰہِدِیۡنَ عَلَی
الۡقٰعِدِیۡنَ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿ۙ﴾ دَرَجٰتٍ مِّنۡہُ وَ
مَغۡفِرَۃً وَّ رَحۡمَۃً ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا ﴿٪﴾
Tidak sama orang-orang
beriman yang duduk di rumah,
selain orang-orang yang uzur, dengan
mereka yang berjihad di jalan Allah
dengan harta mereka dan diri mereka. فَضَّلَ اللّٰہُ الۡمُجٰہِدِیۡنَ
بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ عَلَی الۡقٰعِدِیۡنَ دَرَجَۃً
-- Allah melebihkan derajat
orang-orang yang berjihad dengan harta
mereka dan diri mereka daripada orang-orang yang duduk di rumah, وَ کُلًّا وَّعَدَ اللّٰہُ
الۡحُسۡنٰی -- dan untuk masing-masing Allah telah menjanjikan kebaikan. وَ فَضَّلَ اللّٰہُ الۡمُجٰہِدِیۡنَ عَلَی
الۡقٰعِدِیۡنَ اَجۡرًا عَظِیۡمًا -- Dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad
dengan ganjaran yang besar atas mereka
yang duduk di rumah, دَرَجٰتٍ مِّنۡہُ وَ مَغۡفِرَۃً
وَّ رَحۡمَۃً -- yaitu
beberapa
derajat dari-Nya, dan ampunan serta rahmat, وَ کَانَ اللّٰہُ
غَفُوۡرًا رَّحِیۡمًا -- dan Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang (An-Nisa
[4]:96-97).
Dua
Golongan Orang-orang Beriman
Firman Allah Swt. ini mengutarakan dua
golongan mukmin (orang-orang
beriman):
(1) Mereka yang dengan ikhlas menerima Islam, kemudian mereka berusaha mengikuti ajaran Islam, tetapi
tidak turut ambil bagian dalam perjuangan
untuk mempertahankan dan menablighkan Islam. Mereka inilah orang-orang beriman pasif, seakan-akan mereka itu “duduk” seperti disebut oleh ayat ini.
(2) Mereka yang bukan saja mengikuti ajaran Islam tetapi juga
bersemangat ikut serta dalam tugas
penyebaran Islam. Mereka inilah orang-orang
beriman aktif yaitu “para pejuang”
atau mujahidin.
Akan tetapi ada pula golongan mukmin ketiga yang walaupun mereka tidak
beserta saudara-saudara mereka dalam memerangi
kaum kafir, mendapat ganjaran yang sama
dengan mereka yang turut dalam perang
sungguhan. Hati dan jiwa mereka ada bersama para mujahidin, kemana pun mereka pergi berjihad di jalan Allah, tetapi keadaan khas mereka --
penyakit, kemiskinan, dan lain-lain -- tidak memungkinkan mereka ikut-serta
secara pribadi dalam gerakan-gerakan
militer.
Terhadap mereka itulah makna pengecualian dalam ayat: لَا
یَسۡتَوِی الۡقٰعِدُوۡنَ مِنَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ غَیۡرُ اُولِی الضَّرَرِ وَ
الۡمُجٰہِدُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ بِاَمۡوَالِہِمۡ وَ اَنۡفُسِہِمۡ -- “Tidak sama orang-orang beriman yang duduk di rumah -- selain orang-orang yang uzur
-- dengan mere-ka yang berjihad di jalan Allah dengan harta
mereka dan diri mereka”(ayat 96).
Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai alasan yang dibuat-buat oleh orang-orang
munafik atau mereka yang lemah iman:
اِنَّ الَّذِیۡنَ تَوَفّٰہُمُ الۡمَلٰٓئِکَۃُ
ظَالِمِیۡۤ اَنۡفُسِہِمۡ قَالُوۡا فِیۡمَ کُنۡتُمۡ ؕ قَالُوۡا کُنَّا
مُسۡتَضۡعَفِیۡنَ فِی الۡاَرۡضِ ؕ قَالُوۡۤا اَلَمۡ تَکُنۡ اَرۡضُ اللّٰہِ
وَاسِعَۃً فَتُہَاجِرُوۡا فِیۡہَا ؕ فَاُولٰٓئِکَ مَاۡوٰىہُمۡ جَہَنَّمُ ؕ وَ
سَآءَتۡ مَصِیۡرًا ﴿ۙ﴾ اِلَّا
الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ لَا
یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ حِیۡلَۃً وَّ لَا یَہۡتَدُوۡنَ سَبِیۡلًا ﴿ۙ﴾ فَاُولٰٓئِکَ عَسَی اللّٰہُ اَنۡ یَّعۡفُوَ عَنۡہُمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
عَفُوًّا غَفُوۡرًا ﴿﴾
Sesungguhnya orang-orang yang para
malaikat mewafatkan mereka dalam keadaan zalim terhadap dirinya, mereka yakni para malaikat berkata: “Bagaimana keadaan kamu dahulu?” Mereka menjawab: “Kami dahulu dipandang lemah di muka bumi.” قَالُوۡۤا اَلَمۡ تَکُنۡ اَرۡضُ
اللّٰہِ وَاسِعَۃً فَتُہَاجِرُوۡا فِیۡہَا -- Mereka yakni para
malaikat berkata: “Tidakkah bumi
Allah itu luas untuk kamu berhijrah
di dalamnya?” فَاُولٰٓئِکَ
مَاۡوٰىہُمۡ جَہَنَّمُ ؕ وَ سَآءَتۡ مَصِیۡرًا -- Maka mereka inilah yang tempat tinggalnya Jahannam dan sangat buruk tempat kembali itu. اِلَّا الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ
الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ لَا یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ حِیۡلَۃً وَّ لَا
یَہۡتَدُوۡنَ سَبِیۡلًا -- Kecuali orang-orang
lemah di antara laki-laki, perempuan dan anak-anak
yang tidak mampu berdaya-upaya dan tidak pula mendapatkan suatu jalan, فَاُولٰٓئِکَ عَسَی اللّٰہُ اَنۡ
یَّعۡفُوَ عَنۡہُمۡ -- maka
mengenai mereka ini boleh jadi Allah akan
memaafkan mereka, وَ
کَانَ اللّٰہُ عَفُوًّا غَفُوۡرًا -- dan Allah benar-benar Maha Pemaaf, Maha Pengampun
(An-Nisa [4]:98-100).
Islam
tidak akan puas dengan keimanan yang lemah atau pasif. Jika lingkungan hidup
seorang mukmin (orang beriman) tidak selaras bagi keimanannya, ia harus pindah
(hijrah) ke tempat yang lebih selaras,
dan jika ia tidak berbuat demikian,
ia tidak akan dipandang sebagai orang yang tulus dalam keimanannya.
Tanda Benarnya “Keuzuran” Mereka yang Tidak Mampu Hijrah
Orang-orang beriman yang tidak mampu hijrah dikecualikan dari golongan yang tersebut
dalam ayat sebelumnya, itulah makna ayat:
اِلَّا
الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ لَا
یَسۡتَطِیۡعُوۡنَ حِیۡلَۃً وَّ لَا یَہۡتَدُوۡنَ سَبِیۡلًا -- “kecuali orang-orang
lemah di antara laki-laki, perempuan dan anak-anak
yang tidak mampu berdaya-upaya dan tidak pula mendapatkan suatu jalan.”
Dalam ayat lain Allah Swt. mengemukakan tanda mereka yang dalam keadaan terpaksa seperti itu, padahal mereka sangat menginginkan melakukan hijrah
dan berjihad di jalan Allah seperti para muhajir hakiki lainnya, firman-Nya:
فَلۡیُقَاتِلۡ
فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ الَّذِیۡنَ یَشۡرُوۡنَ الۡحَیٰوۃَ الدُّنۡیَا بِالۡاٰخِرَۃِ
ؕ وَ مَنۡ یُّقَاتِلۡ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ فَیُقۡتَلۡ اَوۡ یَغۡلِبۡ فَسَوۡفَ
نُؤۡتِیۡہِ اَجۡرًا عَظِیۡمًا ﴿﴾ وَ مَا لَکُمۡ لَا تُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ
اللّٰہِ وَ الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ
الَّذِیۡنَ یَقُوۡلُوۡنَ رَبَّنَاۤ اَخۡرِجۡنَا مِنۡ ہٰذِہِ الۡقَرۡیَۃِ
الظَّالِمِ اَہۡلُہَا ۚ وَ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ وَلِیًّا ۚۙ وَّ اجۡعَلۡ
لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ نَصِیۡرًا ﴿ؕ﴾ اَلَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ
اللّٰہِ ۚ وَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ الطَّاغُوۡتِ
فَقَاتِلُوۡۤا اَوۡلِیَآءَ الشَّیۡطٰنِ ۚ اِنَّ کَیۡدَ الشَّیۡطٰنِ کَانَ ضَعِیۡفًا
﴿٪﴾
Maka hendaklah mereka yaitu orang-orang
yang menukar kehidupan dunia dengan akhirat
berperang di jalan Allah, dan barangsiapa
berperang di jalan Allah, lalu ia terbunuh atau ia memperoleh kemenangan, maka Kami segera akan memberinya ganjaran yang
besar. وَ مَا لَکُمۡ لَا تُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ
الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ الَّذِیۡنَ
یَقُوۡلُوۡنَ -- Dan mengapakah
kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang-orang
lemah, laki-laki, perempuan-perempuan dan anak-anak, yang mengatakan: رَبَّنَاۤ اَخۡرِجۡنَا مِنۡ ہٰذِہِ
الۡقَرۡیَۃِ الظَّالِمِ اَہۡلُہَا -- “Wahai Rabb (Tuhan) kami, keluarkanlah
kami dari negeri ini yang penduduknya kejam, وَ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ وَلِیًّا -- dan
jadikanlah bagi kami pelindung dari sisi Engkau, وَّ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ نَصِیۡرًا -- dan jadikanlah
bagi kami penolong dari sisi Engkau.” اَلَّذِیۡنَ
اٰمَنُوۡا یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ -- Orang-orang
yang beriman berperang di jalan Allah,
وَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا یُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ الطَّاغُوۡتِ فَقَاتِلُوۡۤا
اَوۡلِیَآءَ الشَّیۡطٰنِ -- sedangkan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut maka perangilah oleh kamu kawan-kawan syaitan,
اِنَّ
کَیۡدَ الشَّیۡطٰنِ کَانَ ضَعِیۡفًا -- sesungguhnya tipu daya syaitan itu senantiasa lemah. (An-Nisa
[4]:75-77).
Ayat 76: وَ مَا لَکُمۡ لَا تُقَاتِلُوۡنَ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ
الۡمُسۡتَضۡعَفِیۡنَ مِنَ الرِّجَالِ وَ النِّسَآءِ وَ الۡوِلۡدَانِ الَّذِیۡنَ
یَقُوۡلُوۡنَ -- Dan mengapakah
kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang-orang
lemah, laki-laki, perempuan-perempuan dan anak-anak, yang mengatakan: رَبَّنَاۤ اَخۡرِجۡنَا مِنۡ ہٰذِہِ
الۡقَرۡیَۃِ الظَّالِمِ اَہۡلُہَا -- “Wahai Rabb (Tuhan) kami, keluarkanlah
kami dari negeri ini yang penduduknya kejam, وَ اجۡعَلۡ لَّنَا مِنۡ لَّدُنۡکَ
وَلِیًّا -- dan jadikanlah
bagi kami pelindung dari sisi Engkau, وَّ اجۡعَلۡ لَّنَا
مِنۡ لَّدُنۡکَ نَصِیۡرًا -- dan jadikanlah
bagi kami penolong dari sisi Engkau.”
Alasan Pemberian Izin
Berperang
Ayat tersebut
merupakan satu bukti yang jelas bahwa orang-orang Muslim tidak pernah mengawali
permusuhan. Mereka hanya berperang
membela diri demi melindungi agama mereka
dan menolong para ikhwan (saudara
seagama) mereka yang lebih lemah dan
mereka diperlakukan secara zalim,
sebagaimana firman-Nya:
اُذِنَ
لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ ﴿ۙ﴾ الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا
مِنۡ دِیَارِہِمۡ بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ
اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ
بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ
یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ
یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Diizinkan berperang bagi orang-orang yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan
sesung-guhnya Allah berkuasa menolong mereka.
الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ
دِیَارِہِمۡ بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ
اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ -- Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa
haq hanya karena mereka berkata: “Rabb (Tuhan) kami Allah.” وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ
وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا -- dan
seandainya Allah tidak menangkis sebagian
manusia oleh sebagian yang lain
niscaya akan hancur biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah
ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah, وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ
یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ -- dan
Allah pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa (Al-Hājj
[22]:40-41).
Menurut kesepakatan di antara para ulama, ayat
inilah yang merupakan ayat pertama, yang memberi
izin kepada Muslim (orang-orang
Islam) untuk mengangkat senjata guna membela diri. Ayat ini menetapkan asas-asas yang menurut itu, orang-orang Islam
(Muslim) boleh (diizinkan) mengadakan
perang untuk membela diri, dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya
mengemukakan alasan-alasan yang
membawa orang-orang Islam yang amat
sedikit jumlahnya itu — tanpa persenjataan dan alat-alat duniawi lainnya —
untuk berperang membela diri.
Hal itu mereka lakukan sesudah mereka tidak henti-hentinya mengalami
penderitaan selama bertahun-tahun di Mekkah, dan sesudah mereka dikejar-kejar
sampai ke Medinah dengan kebencian
yang tidak ada reda-redanya dan di sini pun mereka diusik dan diganggu juga.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 22 Juli 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar