بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 5
Pentingnya Tetap Bersikap Hormat Terhadap Kedua
Orang Tua Sekali Pun Keduanya
Termasuk Golongan Penentang Rasul Allah
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam
bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas mengenai fungsi ujian keimanan di jalan Allah Swt. dan hubungannya dengan pembentukan dan penyempurnaan
akhlak dan ruhani manusia.
Mengenai hal tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:
مَنۡ کَانَ
یَرۡجُوۡا لِقَآءَ اللّٰہِ فَاِنَّ اَجَلَ اللّٰہِ لَاٰتٍ ؕ وَ ہُوَ السَّمِیۡعُ
الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾ وَ مَنۡ جَاہَدَ
فَاِنَّمَا یُجَاہِدُ لِنَفۡسِہٖ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ لَغَنِیٌّ عَنِ
الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
لَنُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَنَجۡزِیَنَّہُمۡ اَحۡسَنَ الَّذِیۡ
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu yang ditetapkan Allah
pasti tiba, dan Dia Maha Mendengar,
Maha Mengetahui. وَ مَنۡ جَاہَدَ فَاِنَّمَا یُجَاہِدُ
لِنَفۡسِہٖ
-- Barangsiapa telah berjihad maka
sesungguhnya ia berjihad untuk dirinya
sendiri, اِنَّ اللّٰہَ لَغَنِیٌّ
عَنِ الۡعٰلَمِیۡنَ -- sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya dari yakni
tidak memerlukan seluruh alam. وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ
لَنُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَنَجۡزِیَنَّہُمۡ اَحۡسَنَ الَّذِیۡ
کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ -- Dan orang-orang
yang beriman dan beramal saleh, niscaya akan Kami jauhkan dari mereka
keburukan-keburukan mereka, dan pasti
akan Kami berikan pahala kepada mereka yang lebih baik dari yang mereka
kerjakan. (Al-Ankabūt [29]:6-8).
Yarju
(harapan-harapan) berasal dari kata raja yakni ia
berharap memperoleh barang itu atau ia
khawatir akan itu. Dalam pengertian khawatir
kata itu dipergunakan pada peristiwa-peristiwa bila barang-barang yang diharapkan
itu mungkin dapat memberi kepuasan (Al-Mufradat).
Jihad yang Hakiki di Jalan Allah
Ayat وَ مَنۡ جَاہَدَ
فَاِنَّمَا یُجَاہِدُ لِنَفۡسِہٖ -- barangsiapa telah berjihad maka
sesungguhnya ia berjihad untuk dirinya
sendiri, اِنَّ اللّٰہَ لَغَنِیٌّ
عَنِ الۡعٰلَمِیۡنَ -- sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya dari yakni
tidak memerlukan seluruh alam”, ayat
ini memberikan gambaran singkat
tetapi tepat mengenai seseorang mujahid
— seorang pejuang sejati di jalan Allah. Firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا
لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang berjuang untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada me-reka
pada jalan-jalan Kami, dan se-sungguhnya
Allāh beserta orang-orang yang berbuat ihsan. (Al-Ankabūt [29]:1-5).
Jihad sebagaimana diperintahkan oleh Islam, tidak berarti harus membunuh atau menjadi kurban pembunuhan, melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi, sebab kata fīnā berarti
“untuk menjumpai Kami,” firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الۡاِنۡسَانُ اِنَّکَ
کَادِحٌ اِلٰی رَبِّکَ کَدۡحًا فَمُلٰقِیۡہِ ۚ﴿﴾
Hai insan (manusia),
sesungguhnya engkau bekerja keras dengan
sungguh-sungguh menuju Rabb (Tuhan) engkau, maka engkau
akan bertemu dengan-Nya. (Al-Insyiqaq [85]:7).
Cita-cita
yang tinggi serta mulia, dan usaha yang
gigih dan dawam dalam pengamalannya,
itulah yang dalam istilah Islam
disebut jihad; dan barangsiapa memiliki cita-cita semulia itu dan hidup
sesuai dengan cita-cita itu ia
adalah seorang muhajid dalam arti kata yang sebenarnya, dan hasilnya
dari “jihad” yang dilakukan tersebut
selanjutnya digambarkan: وَ
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا
الصّٰلِحٰتِ لَنُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَنَجۡزِیَنَّہُمۡ
اَحۡسَنَ الَّذِیۡ کَانُوۡا
یَعۡمَلُوۡنَ -- Dan
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, niscaya akan Kami jauhkan dari mereka
keburukan-keburukan mereka, dan pasti
akan Kami berikan pahala kepada mereka yang lebih baik dari yang mereka
kerjakan.” (Al-Ankabūt [29]:8).
Pentingnya Berbuat Ihsan Kepada Kedua Orangtua
Setelah membahas pentingnya kecintaan dan ketaatan kepada Allah Swt.
dan Rasul
Allah, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya berbuat ihsan (kebaikan yang lebih/kebajikan)
kepada kedua orangtua:
وَ
وَصَّیۡنَا الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَیۡہِ حُسۡنًا ؕ وَ اِنۡ جَاہَدٰکَ لِتُشۡرِکَ بِیۡ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ فَلَا تُطِعۡہُمَا ؕ اِلَیَّ مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا
الصّٰلِحٰتِ لَنُدۡ خِلَنَّہُمۡ فِی
الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾
Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat ihsan
(kebajikan) terhadap ibu-bapaknya, tetapi jika keduanya memaksa engkau untuk
menyekutukan Aku dengan apa yang
engkau tidak memiliki ilmu mengenainya, maka janganlah engkau mentaati keduanya. Dan kepada Aku-lah tempat kembali kamu dan Aku akan memberitahukan kepadamu mengenai apa yang kamu kerjakan. Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Kami pasti akan memasukkan mereka ke dalam golongan orang-orang
saleh. (Al-Ankabūt [29]:9-10).
Awal
dan akhir semua ajaran agama adalah Tauhid
Ilahi. Kesetiaan manusia, dari awal sampai akhir, tertuju kepada Khāliqnya — Sang Penciptanya yakni Allah
Swt. Semua kesetiaan lainnya bertitik tolak dari situ dan tunduk kepada Allah Swt. Bahkan kesetiaan manusia kepada orang-tuanya pun tidak boleh bertentangan dengan kesetiaan kepada Tuhan.
Sehubungan dengani ayat وَ وَصَّیۡنَا
الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَیۡہِ حُسۡنًا -- “Dan Kami perintahkan kepada manusia
berbuat ihsan (kebajikan) terhadap ibu-bapaknya”, dalam Surah lain
Allah Swt. berfirman:
وَ وَصَّیۡنَا الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَیۡہِ ۚ حَمَلَتۡہُ اُمُّہٗ
وَہۡنًا عَلٰی وَہۡنٍ وَّ فِصٰلُہٗ
فِیۡ عَامَیۡنِ اَنِ اشۡکُرۡ لِیۡ
وَ لِوَالِدَیۡکَ ؕ اِلَیَّ الۡمَصِیۡرُ
﴿﴾
Dan Kami telah memerintahkan kepada manusia
supaya berbuat baik terhadap ibu-bapaknya,
ibunya telah mengandungnya dalam
kelemahan di atas kelemahan, dan penyapihan
susunya dalam dua tahun, supaya bersyukurlah
kepada-Ku dan kepada kedua orangtua
engkau, kepada Aku-lah tempat
kembali. (Luqmān [31]:15).
Ayat
ini dan ayat berikutnya merupakan anak-kalimat sisipan dan meng-isyaratkan
kepada kewajiban manusia yang kedua dan yang paling penting sesudah kewajibannya
terhadap Tuhan, yaitu kewajiban-kewajiban terhadap sesama manusia yang dimulai dengan kewajiban-kewajibannya kepada kedua orangtuanya.
Ada pun ayat Al-Ankabūt selanjutnya
وَ اِنۡ جَاہَدٰکَ لِتُشۡرِکَ
بِیۡ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ فَلَا تُطِعۡہُمَا ؕ اِلَیَّ مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ -- tetapi jika keduanya memaksa engkau untuk menyekutukan
Aku dengan apa yang engkau tidak
memiliki ilmu mengenainya,
maka janganlah engkau mentaati keduanya.
Dan kepada Aku-lah tempat kembali kamu
dan Aku akan memberitahukan kepadamu
mengenai apa yang kamu kerjakan.” (Al-Ankabūt
ayat 10), selaras dengan lanjutan ayat Surah Luqmān selanjutnya, firman-Nya:
وَ اِنۡ
جَاہَدٰکَ عَلٰۤی اَنۡ تُشۡرِکَ بِیۡ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ ۙ فَلَا
تُطِعۡہُمَا وَ صَاحِبۡہُمَا فِی الدُّنۡیَا مَعۡرُوۡفًا ۫ وَّ اتَّبِعۡ سَبِیۡلَ
مَنۡ اَنَابَ اِلَیَّ ۚ ثُمَّ اِلَیَّ
مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila keduanya memaksa engkau supaya engkau mempersekutukan dengan Aku, yang
mengenai itu engkau tidak memiliki
pengetahuan, maka janganlah engkau
menaati keduanya, tetapi bergaullah
dengan keduanya secara layak dalam urusan dunia, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, ke-mudian kepada-Ku tempat kembali kamu, maka Aku akan memberitahukan kepadamu mengenai
apa yang senantiasa kamu kerjakan. (Luqmān [31]:16).
Mendahulukan Kecintaan Kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya
Jika kewajiban
manusia terhadap orangtua nampaknya berlanggaran dan bertentangan dengan kewajiban
terhadap Allah Swt. maka kesetiaannya yang pertama harus
ditujukan kepada Khāliq-nya. Akan
tetapi, dalam mengabaikan salah satu
dari keinginan-keinginan atau perintah-perintah orangtuanya yang bertentangan dengan kesetiaannya terhadap Tuhan,
hendaknya ia jangan memperlihatkan sikap
sombong atau lancang terhadap
mereka; melainkan harus terus memperlihatkan kesantunan, kecintaan,
dan kasih sayang yang tetap kepada
mereka. Sehubungan dengan hal tersebut
dalam Surah lainnya Allah Swt. berfirman:
وَ
وَصَّیۡنَا الۡاِنۡسَانَ
بِوَالِدَیۡہِ اِحۡسٰنًا ؕ حَمَلَتۡہُ
اُمُّہٗ کُرۡہًا وَّ وَضَعَتۡہُ کُرۡہًا ؕ وَ حَمۡلُہٗ وَ فِصٰلُہٗ
ثَلٰثُوۡنَ شَہۡرًا ؕ حَتّٰۤی
اِذَا بَلَغَ اَشُدَّہٗ وَ بَلَغَ
اَرۡبَعِیۡنَ سَنَۃً ۙ قَالَ رَبِّ
اَوۡزِعۡنِیۡۤ اَنۡ اَشۡکُرَ
نِعۡمَتَکَ الَّتِیۡۤ اَنۡعَمۡتَ
عَلَیَّ وَ عَلٰی وَالِدَیَّ وَ اَنۡ
اَعۡمَلَ صَالِحًا تَرۡضٰہُ وَ اَصۡلِحۡ
لِیۡ فِیۡ ذُرِّیَّتِیۡ ۚؕ
اِنِّیۡ تُبۡتُ اِلَیۡکَ وَ اِنِّیۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat ihsan terhadap orangtuanya.
Ibunya mengandungnya dengan susah-payah,
dan melahirkannya dengan susah-payah.
Dan mengandungnya dan menyapihnya selama
tiga puluh bulan. Hingga apabila ia mencapai usia dewasa dan mencapai usia empat puluh tahun ia berkata: رَبِّ اَوۡزِعۡنِیۡۤ اَنۡ
اَشۡکُرَ نِعۡمَتَکَ
الَّتِیۡۤ اَنۡعَمۡتَ عَلَیَّ وَ عَلٰی وَالِدَیَّ وَ اَنۡ
اَعۡمَلَ صَالِحًا تَرۡضٰہُ وَ اَصۡلِحۡ
لِیۡ فِیۡ ذُرِّیَّتِیۡ ۚؕ اِنِّیۡ تُبۡتُ
اِلَیۡکَ وَ اِنِّیۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ -- "Hai Rabb-ku (Tuhan-ku), berilah taufik kepadaku supaya dapat bersyukur atas nikmat Engkau
yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku dan kepada orangtuaku,
dan supaya aku dapat beramal saleh yang
Engkau ridhai, dan perbaikilah bagiku dalam hal keturunanku,
sesungguhnya aku kembali kepada Engkau,
dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri. (Al-Ahqāf [46]:16).
Mengisyaratkan kepada kemungkinan
terjadinya pertentangan kecintaan
dan kesetiaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan kecintaan
dan kesetiaan terhadap kedua orang tua itulah firman Allah Swt.
berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا
تَتَّخِذُوۡۤا اٰبَآءَکُمۡ وَ اِخۡوَانَکُمۡ
اَوۡلِیَآءَ اِنِ
اسۡتَحَبُّوا الۡکُفۡرَ عَلَی الۡاِیۡمَانِ ؕ وَ مَنۡ یَّتَوَلَّہُمۡ مِّنۡکُمۡ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الظّٰلِمُوۡنَ ﴿﴾ قُلۡ اِنۡ کَانَ اٰبَآؤُکُمۡ وَ اَبۡنَآؤُکُمۡ وَ اِخۡوَانُکُمۡ
وَ اَزۡوَاجُکُمۡ وَ عَشِیۡرَتُکُمۡ وَ اَمۡوَالُۨ اقۡتَرَفۡتُمُوۡہَا وَ
تِجَارَۃٌ
تَخۡشَوۡنَ کَسَادَہَا وَ مَسٰکِنُ تَرۡضَوۡنَہَاۤ اَحَبَّ اِلَیۡکُمۡ مِّنَ
اللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ وَ جِہَادٍ فِیۡ سَبِیۡلِہٖ
فَتَرَبَّصُوۡا حَتّٰی یَاۡتِیَ اللّٰہُ
بِاَمۡرِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ
لَا یَہۡدِی
الۡقَوۡمَ الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
bapak-bapakmu dan saudara-saudara
laki-laki kamu menjadi sahabat
jika mereka lebih mencintai kekafiran daripada iman.
Dan barangsiapa di antara kamu menjadikan
mereka seba-gai pelindung-pelindung maka
mereka
adalah orang-orang yang zalim. Katakanlah: “Jika ayah-ayah kamu, anak-anak
lelaki kamu, saudara-saudara lelaki kamu,
istri-istri kamu, kerabat kamu, harta yang kamu telah meng-upayakannya, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan tempat tinggal yang kamu menyukainya, kesemuanya
lebih kamu cintai daripada Allah,
Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya, dan Allāh tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (durhaka). (At-Taubah
[9]:23-24).
Ayat 23
mengisyaratkan kepada segolongan orang-orang kafir yang aktif memusuhi Islam dan berupaya keras
untuk memusnahkannya. Dalam ayat
selanjutnya dijelaskan bahwa ikatan-ikatan kekeluargaan dan kecintaan kepada kaum kerabat serta pertimbangan-pertimbangan
duniawi lainnya -- seperti kekayaan,
perdagangan dan harta -- hendaknya jangan
dibiarkan menjadi penghalang, bila
ada suatu perhubungan yang lebih berharga dan suatu tujuan yang lebih mulia dan pertimbangan-pertimbangan
yang lebih penting menuntut pengorbanan
mereka.
Ciri-ciri Hizbullah
(Jemaat Ilahi) yang Hakiki
Sehubungan dengan hal tersebut Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.
mengenai ciri utama Hizbullah (golongan Allah) yang hakiki –
yakni orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah Swt. dan Rasul Allah
yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka:
لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ
الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ
حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ وَ لَوۡ
کَانُوۡۤا اٰبَآءَہُمۡ اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ اَوۡ
اِخۡوَانَہُمۡ اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ
ؕ اُولٰٓئِکَ کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ
الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ بِرُوۡحٍ
مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ
خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ
حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ
اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Engkau tidak akan mendapatkan
suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir tetapi mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya, walau pun mereka itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di
dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia
akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang di
bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ -- Allah
ridha kepada mereka dan mereka ridha
kepada-Nya. ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ
اللّٰہِ -- Itulah golongan Allah. اَلَاۤ اِنَّ حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ -- Ketahuilah,
sesungguhnya golongan Allah itulah orang-orang yang berhasil.(Al-Mujadilah
[58]:23).
Sudah nyata bahwa
tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan cinta sejati atau
sungguh-sungguh di antara orang-orang
beriman dengan orang-orang
kafir -- sekali pun mereka itu kedua orang tua mau pun saudara-saudara sekandung --
sebab cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan
itu bertentangan satu sama lain, dan
karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh
erat menjadi tidak ada, maka dalam ayat tersebut orang-orang beriman diminta jangan
mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra
dengan orang-orang kafir.
Ikatan agama harus mengatasi segala perhubungan lainnya, malahan mengatasi pertalian darah yang amat dekat sekalipun. Ayat ini nampaknya
merupakan seruan umum. Tetapi secara
khusus seruan itu tertuju kepada orang-orang kafir yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim atau yang aktif dalam melakukan penentangan.
Demikian juga sebaliknya, pertentangan dalam masalah keimanan terhadap Allah Swt. dan Rasul-Nya tersebut dapat pula antara kedua orangtua yang beriman dengan anak-anaknya yang ingkar,
firman-Nya:
وَ
الَّذِیۡ قَالَ لِوَالِدَیۡہِ
اُفٍّ لَّکُمَاۤ اَتَعِدٰنِنِیۡۤ
اَنۡ اُخۡرَجَ وَ قَدۡ خَلَتِ
الۡقُرُوۡنُ مِنۡ قَبۡلِیۡ ۚ وَ ہُمَا
یَسۡتَغِیۡثٰنِ اللّٰہَ وَیۡلَکَ اٰمِنۡ ٭ۖ اِنَّ
وَعۡدَ اللّٰہِ حَقٌّ ۚۖ
فَیَقُوۡلُ مَا ہٰذَاۤ اِلَّاۤ اَسَاطِیۡرُ
الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾ اُولٰٓئِکَ الَّذِیۡنَ حَقَّ عَلَیۡہِمُ الۡقَوۡلُ فِیۡۤ اُمَمٍ قَدۡ خَلَتۡ مِنۡ قَبۡلِہِمۡ
مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ ؕ اِنَّہُمۡ
کَانُوۡا خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan orang yang berkata kepada kedua ibu-bapaknya: "Cih kamu
berdua! Apakah kamu mengancamku
bahwa aku akan dibangkitkan, padahal
telah berlalu beberapa keturunan (generasi)
sebelumku?" Dan mereka berdua
meratap kepada Allah memohon pertolongan seraya berkata: "Celaka engkau, berimanlah,sesungguhnya janji
Allah itu benar." Tetapi ia berkata: "Ini sekali-kali tidak lain melainkan dongengan orang-orang dahulu."
Mereka itulah orang-orang yang telah pasti atas mereka ketetapan azab bersama umat-umat yang telah berlalu sebelum
mereka dari kalangan jin dan ins
(manusia), sesungguh-nya mereka adalah orang-orang yang rugi. (Al-Ahqāf [46]:18-19.
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 20 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar