Jumat, 20 Maret 2015

Pentingnya Tetap Bersikap Hormat Terhadap Kedua Orang Tua Sekali pun Keduanya Termasuk Golongan Penentang Rasul Allah




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 5

Pentingnya Tetap Bersikap Hormat Terhadap Kedua Orang Tua Sekali Pun Keduanya Termasuk Golongan Penentang    Rasul Allah  
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas mengenai fungsi ujian keimanan  di jalan Allah Swt.  dan hubungannya dengan pembentukan dan penyempurnaan akhlak dan ruhani manusia. Mengenai hal tersebut selanjutnya Allah Swt. berfirman:
مَنۡ کَانَ یَرۡجُوۡا لِقَآءَ اللّٰہِ  فَاِنَّ  اَجَلَ اللّٰہِ  لَاٰتٍ ؕ وَ ہُوَ  السَّمِیۡعُ  الۡعَلِیۡمُ ﴿﴾  وَ مَنۡ جَاہَدَ فَاِنَّمَا یُجَاہِدُ لِنَفۡسِہٖ ؕ اِنَّ  اللّٰہَ  لَغَنِیٌّ  عَنِ  الۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾  وَ الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَنُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَنَجۡزِیَنَّہُمۡ اَحۡسَنَ  الَّذِیۡ  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Barangsiapa mengharapkan  pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu yang ditetapkan Allah pasti tiba, dan Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.  وَ مَنۡ جَاہَدَ فَاِنَّمَا یُجَاہِدُ لِنَفۡسِہٖ  --   Barangsiapa telah berjihad  maka sesungguhnya ia berjihad untuk dirinya sendiri, اِنَّ  اللّٰہَ  لَغَنِیٌّ  عَنِ  الۡعٰلَمِیۡنَ  -- sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya dari yakni tidak memerlukan seluruh  alam.   وَ الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَنُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَنَجۡزِیَنَّہُمۡ اَحۡسَنَ  الَّذِیۡ  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ  --  Dan orang-orang  yang beriman dan beramal saleh, niscaya akan Kami jauhkan dari mereka keburukan-keburukan mereka, dan pasti akan Kami berikan pahala kepada mereka yang lebih baik dari yang mereka kerjakan. (Al-Ankabūt [29]:6-8). 
     Yarju (harapan-harapan) berasal dari kata raja yakni  ia berharap memperoleh barang itu atau ia khawatir akan itu. Dalam pengertian khawatir kata itu dipergunakan pada peristiwa-peristiwa bila barang-barang yang diharapkan itu mungkin dapat memberi kepuasan (Al-Mufradat).

Jihad yang Hakiki di Jalan Allah

        Ayat  وَ مَنۡ جَاہَدَ فَاِنَّمَا یُجَاہِدُ لِنَفۡسِہٖ  --   barangsiapa telah berjihad  maka sesungguhnya ia berjihad untuk dirinya sendiri, اِنَّ  اللّٰہَ  لَغَنِیٌّ  عَنِ  الۡعٰلَمِیۡنَ  -- sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya dari yakni tidak memerlukan seluruh  alam”,   ayat ini memberikan gambaran singkat tetapi tepat mengenai seseorang mujahid — seorang pejuang sejati di jalan Allah.  Firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ  لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang berjuang  untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada me-reka pada jalan-jalan Kami, dan se-sungguhnya Allāh beserta orang-orang yang berbuat ihsan.  (Al-Ankabūt [29]:1-5).
   Jihad sebagaimana diperintahkan oleh Islam, tidak berarti harus membunuh atau menjadi kurban pembunuhan, melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi, sebab kata fīnā berarti “untuk menjumpai Kami,” firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا الۡاِنۡسَانُ  اِنَّکَ کَادِحٌ  اِلٰی رَبِّکَ کَدۡحًا  فَمُلٰقِیۡہِ ۚ﴿﴾
Hai insan  (manusia), sesungguhnya engkau bekerja keras dengan sungguh-sungguh menuju Rabb (Tuhan) engkau, maka  engkau akan bertemu dengan-Nya. (Al-Insyiqaq [85]:7).
        Cita-cita yang tinggi serta mulia, dan usaha yang gigih dan dawam dalam pengamalannya, itulah yang dalam istilah Islam disebut jihad; dan barangsiapa memiliki cita-cita semulia itu dan hidup sesuai dengan cita-cita itu ia adalah seorang muhajid dalam arti kata yang sebenarnya, dan hasilnya dari “jihad” yang dilakukan tersebut selanjutnya digambarkan:   وَ الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَنُکَفِّرَنَّ عَنۡہُمۡ سَیِّاٰتِہِمۡ وَ لَنَجۡزِیَنَّہُمۡ اَحۡسَنَ  الَّذِیۡ  کَانُوۡا  یَعۡمَلُوۡنَ  --  Dan orang-orang  yang beriman dan beramal saleh, niscaya akan Kami jauhkan dari mereka keburukan-keburukan mereka, dan pasti akan Kami berikan pahala kepada mereka yang lebih baik dari yang mereka kerjakan.”  (Al-Ankabūt [29]:8). 

Pentingnya Berbuat Ihsan Kepada Kedua Orangtua

       Setelah membahas pentingnya kecintaan dan ketaatan kepada Allah Swt.  dan Rasul Allah, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai pentingnya berbuat ihsan (kebaikan yang lebih/kebajikan) kepada kedua orangtua:
وَ وَصَّیۡنَا الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَیۡہِ حُسۡنًا ؕ وَ  اِنۡ جَاہَدٰکَ لِتُشۡرِکَ بِیۡ  مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ  فَلَا تُطِعۡہُمَا ؕ اِلَیَّ  مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ  بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾   وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ عَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَنُدۡ خِلَنَّہُمۡ  فِی الصّٰلِحِیۡنَ ﴿﴾
Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat ihsan (kebajikan)  terhadap ibu-bapaknya, tetapi jika keduanya memaksa engkau untuk menyekutukan Aku dengan apa yang engkau tidak memiliki ilmu   mengenainya, maka janganlah engkau mentaati keduanya. Dan kepada Aku-lah tempat kembali kamu dan Aku akan memberitahukan kepadamu mengenai apa yang   kamu kerjakan.   Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Kami pasti akan memasukkan  mereka ke dalam golongan orang-orang saleh.   (Al-Ankabūt [29]:9-10). 
        Awal dan akhir semua ajaran agama adalah Tauhid Ilahi. Kesetiaan manusia, dari awal sampai akhir, tertuju kepada Khāliqnya — Sang Penciptanya yakni Allah Swt. Semua kesetiaan lainnya bertitik tolak dari situ dan tunduk kepada Allah Swt. Bahkan kesetiaan manusia kepada orang-tuanya pun tidak boleh bertentangan dengan kesetiaan kepada Tuhan.
  Sehubungan dengani ayat  وَ وَصَّیۡنَا الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَیۡہِ حُسۡنًا  -- “Dan Kami perintahkan kepada manusia berbuat ihsan (kebajikan)  terhadap ibu-bapaknya”, dalam Surah lain Allah Swt. berfirman:
وَ وَصَّیۡنَا  الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَیۡہِ ۚ حَمَلَتۡہُ  اُمُّہٗ  وَہۡنًا عَلٰی وَہۡنٍ وَّ فِصٰلُہٗ  فِیۡ عَامَیۡنِ  اَنِ اشۡکُرۡ لِیۡ وَ لِوَالِدَیۡکَ ؕ اِلَیَّ  الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Dan Kami telah memerintahkan kepada manusia supaya berbuat baik terhadap ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam kelemahan di atas kelemahan, dan penyapihan susunya dalam dua tahun,   supaya bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtua engkau, kepada Aku-lah tempat kembali. (Luqmān [31]:15).
      Ayat ini dan ayat berikutnya merupakan anak-kalimat sisipan dan meng-isyaratkan kepada kewajiban manusia yang kedua dan yang paling penting sesudah kewajibannya terhadap Tuhan, yaitu kewajiban-kewajiban terhadap sesama manusia yang dimulai dengan kewajiban-kewajibannya kepada kedua orangtuanya.
Ada pun ayat  Al-Ankabūt  selanjutnya  وَ  اِنۡ جَاہَدٰکَ لِتُشۡرِکَ بِیۡ  مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ  فَلَا تُطِعۡہُمَا ؕ اِلَیَّ  مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ  بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ  -- tetapi jika keduanya memaksa engkau untuk menyekutukan Aku dengan apa yang engkau tidak memiliki ilmu   mengenainya, maka janganlah engkau mentaati keduanya. Dan kepada Aku-lah tempat kembali kamu dan Aku akan memberitahukan kepadamu mengenai apa yang   kamu kerjakan.” (Al-Ankabūt ayat 10), selaras dengan lanjutan ayat Surah Luqmān selanjutnya, firman-Nya:
وَ اِنۡ جَاہَدٰکَ عَلٰۤی اَنۡ تُشۡرِکَ بِیۡ مَا لَیۡسَ لَکَ بِہٖ عِلۡمٌ ۙ فَلَا تُطِعۡہُمَا وَ صَاحِبۡہُمَا فِی الدُّنۡیَا مَعۡرُوۡفًا ۫ وَّ اتَّبِعۡ سَبِیۡلَ مَنۡ اَنَابَ اِلَیَّ ۚ ثُمَّ  اِلَیَّ مَرۡجِعُکُمۡ فَاُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila keduanya memaksa engkau supaya engkau mempersekutukan dengan Aku, yang mengenai itu engkau tidak memiliki pengetahuan, maka janganlah engkau menaati keduanya, tetapi bergaullah dengan keduanya secara layak dalam urusan dunia, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, ke-mudian kepada-Ku tempat kembali kamu, maka Aku akan memberitahukan kepadamu mengenai apa yang senantiasa kamu kerjakan. (Luqmān [31]:16).

Mendahulukan Kecintaan Kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya

   Jika kewajiban manusia terhadap orangtua nampaknya berlanggaran dan bertentangan dengan kewajiban terhadap Allah Swt.  maka kesetiaannya yang pertama harus ditujukan kepada Khāliq-nya. Akan tetapi, dalam mengabaikan salah satu dari keinginan-keinginan atau perintah-perintah orangtuanya yang bertentangan dengan kesetiaannya terhadap Tuhan, hendaknya ia jangan memperlihatkan sikap sombong atau lancang terhadap mereka; melainkan harus terus memperlihatkan kesantunan, kecintaan, dan kasih sayang yang tetap kepada mereka. Sehubungan dengan  hal tersebut dalam Surah lainnya Allah Swt. berfirman:
وَ وَصَّیۡنَا  الۡاِنۡسَانَ بِوَالِدَیۡہِ  اِحۡسٰنًا  ؕ حَمَلَتۡہُ  اُمُّہٗ  کُرۡہًا وَّ وَضَعَتۡہُ  کُرۡہًا ؕ وَ حَمۡلُہٗ  وَ فِصٰلُہٗ   ثَلٰثُوۡنَ شَہۡرًا ؕ حَتّٰۤی  اِذَا بَلَغَ  اَشُدَّہٗ  وَ بَلَغَ  اَرۡبَعِیۡنَ سَنَۃً ۙ قَالَ  رَبِّ اَوۡزِعۡنِیۡۤ  اَنۡ  اَشۡکُرَ  نِعۡمَتَکَ الَّتِیۡۤ  اَنۡعَمۡتَ عَلَیَّ  وَ عَلٰی وَالِدَیَّ  وَ اَنۡ  اَعۡمَلَ صَالِحًا تَرۡضٰہُ وَ اَصۡلِحۡ  لِیۡ  فِیۡ ذُرِّیَّتِیۡ ۚؕ اِنِّیۡ  تُبۡتُ  اِلَیۡکَ وَ اِنِّیۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ ﴿﴾
Dan Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat ihsan terhadap orangtuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah-payah, dan melahirkannya dengan susah-payah. Dan mengandungnya dan menyapihnya selama tiga puluh bulan. Hingga apabila ia mencapai usia dewasa dan mencapai usia empat puluh tahun  ia berkata: رَبِّ اَوۡزِعۡنِیۡۤ  اَنۡ  اَشۡکُرَ  نِعۡمَتَکَ الَّتِیۡۤ  اَنۡعَمۡتَ عَلَیَّ  وَ عَلٰی وَالِدَیَّ  وَ اَنۡ  اَعۡمَلَ صَالِحًا تَرۡضٰہُ وَ اَصۡلِحۡ  لِیۡ  فِیۡ ذُرِّیَّتِیۡ ۚؕ اِنِّیۡ  تُبۡتُ  اِلَیۡکَ وَ اِنِّیۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِیۡنَ  --   "Hai Rabb-ku (Tuhan-ku), berilah taufik kepadaku supaya dapat bersyukur atas nikmat Engkau yang  telah  Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada orangtuaku, dan supaya aku dapat beramal saleh yang Engkau  ridhai, dan perbaikilah bagiku dalam hal keturunanku, sesungguhnya aku kembali kepada Engkau, dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. (Al-Ahqāf [46]:16).
        Mengisyaratkan kepada kemungkinan terjadinya  pertentangan  kecintaan dan kesetiaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya dengan kecintaan dan kesetiaan terhadap kedua orang tua itulah firman Allah Swt. berikut ini kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
 یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَتَّخِذُوۡۤا اٰبَآءَکُمۡ وَ اِخۡوَانَکُمۡ اَوۡلِیَآءَ اِنِ اسۡتَحَبُّوا الۡکُفۡرَ عَلَی الۡاِیۡمَانِ ؕ وَ مَنۡ یَّتَوَلَّہُمۡ مِّنۡکُمۡ فَاُولٰٓئِکَ ہُمُ الظّٰلِمُوۡنَ ﴿﴾  قُلۡ اِنۡ کَانَ اٰبَآؤُکُمۡ وَ اَبۡنَآؤُکُمۡ وَ اِخۡوَانُکُمۡ وَ اَزۡوَاجُکُمۡ  وَ عَشِیۡرَتُکُمۡ وَ اَمۡوَالُۨ  اقۡتَرَفۡتُمُوۡہَا وَ تِجَارَۃٌ تَخۡشَوۡنَ  کَسَادَہَا وَ مَسٰکِنُ  تَرۡضَوۡنَہَاۤ  اَحَبَّ  اِلَیۡکُمۡ مِّنَ اللّٰہِ وَ رَسُوۡلِہٖ  وَ جِہَادٍ فِیۡ سَبِیۡلِہٖ فَتَرَبَّصُوۡا حَتّٰی یَاۡتِیَ اللّٰہُ بِاَمۡرِہٖ ؕ وَ اللّٰہُ  لَا یَہۡدِی الۡقَوۡمَ  الۡفٰسِقِیۡنَ ﴿٪﴾
Hai orang-orang yang beriman,  janganlah kamu mengambil bapak-bapakmu dan saudara-saudara laki-laki kamu menjadi sahabat jika mereka lebih mencintai kekafiran daripada  iman. Dan barangsiapa di antara kamu menjadikan mereka seba-gai  pelindung-pelindung maka mereka  adalah orang-orang yang zalimKatakanlah: “Jika ayah-ayah kamu, anak-anak lelaki kamu,  saudara-saudara lelaki kamu,  istri-istri kamu, kerabat kamu, harta yang kamu telah meng-upayakannya, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya dan tempat tinggal yang kamu menyukainya, kesemuanya lebih kamu cintai daripada Allah,  Rasul-Nya, dan berjihad di jalan-Nya,  maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya, dan Allāh tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik (durhaka). (At-Taubah [9]:23-24).
      Ayat 23   mengisyaratkan kepada segolongan orang-orang kafir yang aktif memusuhi Islam dan berupaya keras untuk memusnahkannya. Dalam ayat selanjutnya dijelaskan bahwa  ikatan-ikatan kekeluargaan dan kecintaan kepada kaum kerabat serta pertimbangan-pertimbangan duniawi lainnya -- seperti kekayaan, perdagangan dan harta  -- hendaknya jangan dibiarkan menjadi penghalang, bila ada suatu perhubungan yang lebih berharga dan suatu tujuan yang lebih mulia dan pertimbangan-pertimbangan yang lebih penting menuntut pengorbanan mereka.

Ciri-ciri Hizbullah (Jemaat Ilahi) yang Hakiki

     Sehubungan dengan hal tersebut Allah  Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw. mengenai ciri utama Hizbullah (golongan Allah) yang hakiki – yakni orang-orang yang benar-benar beriman kepada Allah Swt. dan Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka:
  لَا تَجِدُ قَوۡمًا یُّؤۡمِنُوۡنَ بِاللّٰہِ وَ الۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ  یُوَآدُّوۡنَ مَنۡ حَآدَّ اللّٰہَ وَ رَسُوۡلَہٗ  وَ لَوۡ کَانُوۡۤا  اٰبَآءَہُمۡ  اَوۡ اَبۡنَآءَہُمۡ  اَوۡ  اِخۡوَانَہُمۡ  اَوۡ عَشِیۡرَتَہُمۡ ؕ اُولٰٓئِکَ  کَتَبَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمُ الۡاِیۡمَانَ وَ اَیَّدَہُمۡ  بِرُوۡحٍ مِّنۡہُ ؕ وَ یُدۡخِلُہُمۡ جَنّٰتٍ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ  فِیۡہَا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ ؕ اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ ﴿٪﴾
Engkau tidak akan mendapatkan suatu kaum yang menyatakan beriman kepada Allah dan Hari Akhir tetapi mereka mencintai orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya,  walau pun mereka  itu bapak-bapak mereka atau anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang di dalam hati mereka Dia telah menanamkan iman dan Dia telah meneguhkan mereka dengan ilham dari Dia sendiri, dan Dia akan memasukkan mereka ke dalam kebun-kebun yang  di bawahnya mengalir sungai-sungai. Mereka kekal  di dalamnya.  رَضِیَ اللّٰہُ  عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ  --  Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada-Nya. ؕ اُولٰٓئِکَ حِزۡبُ اللّٰہِ  -- Itulah golongan Allah. اَلَاۤ اِنَّ  حِزۡبَ اللّٰہِ ہُمُ الۡمُفۡلِحُوۡنَ      --  Ketahuilah, sesungguhnya golongan Allah  itulah orang-orang yang berhasil.(Al-Mujadilah [58]:23).
   Sudah nyata bahwa tidak mungkin terdapat persahabatan atau perhubungan cinta sejati atau sungguh-sungguh di antara orang-orang beriman  dengan  orang-orang kafir    -- sekali pun mereka itu kedua orang tua mau pun saudara-saudara sekandung  --  sebab cita-cita, pendirian-pendirian, dan kepercayaan agama dari kedua golongan itu bertentangan satu sama lain, dan karena kesamaan dan perhubungan kepentingan itu merupakan syarat mutlak bagi perhubungan yang sungguh-sungguh erat menjadi tidak ada, maka dalam ayat tersebut orang-orang beriman  diminta jangan mempunyai persahabatan yang erat lagi mesra dengan orang-orang kafir.
 Ikatan agama harus mengatasi segala perhubungan lainnya, malahan mengatasi pertalian darah yang amat dekat sekalipun. Ayat ini nampaknya merupakan seruan umum. Tetapi secara khusus seruan itu tertuju kepada orang-orang kafir yang ada dalam berperang dengan kaum Muslim atau yang aktif dalam melakukan  penentangan.
 Demikian juga sebaliknya, pertentangan  dalam masalah keimanan terhadap Allah Swt. dan Rasul-Nya tersebut dapat pula antara kedua orangtua yang beriman dengan anak-anaknya yang ingkar,   firman-Nya:
وَ الَّذِیۡ  قَالَ  لِوَالِدَیۡہِ  اُفٍّ لَّکُمَاۤ اَتَعِدٰنِنِیۡۤ   اَنۡ  اُخۡرَجَ وَ قَدۡ خَلَتِ الۡقُرُوۡنُ مِنۡ  قَبۡلِیۡ ۚ وَ ہُمَا یَسۡتَغِیۡثٰنِ اللّٰہَ وَیۡلَکَ اٰمِنۡ ٭ۖ اِنَّ  وَعۡدَ اللّٰہِ  حَقٌّ ۚۖ فَیَقُوۡلُ مَا ہٰذَاۤ  اِلَّاۤ  اَسَاطِیۡرُ  الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿﴾  اُولٰٓئِکَ  الَّذِیۡنَ حَقَّ عَلَیۡہِمُ  الۡقَوۡلُ فِیۡۤ اُمَمٍ  قَدۡ خَلَتۡ مِنۡ  قَبۡلِہِمۡ  مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ ؕ اِنَّہُمۡ  کَانُوۡا خٰسِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan orang yang berkata kepada kedua ibu-bapaknya: "Cih kamu berdua! Apakah kamu mengancamku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal telah berlalu beberapa keturunan (generasi) sebelumku?" Dan mereka berdua meratap kepada Allah memohon pertolongan seraya  berkata: "Celaka engkau, berimanlah,sesungguhnya janji Allah itu benar." Tetapi ia berkata: "Ini sekali-kali tidak lain melainkan dongengan orang-orang dahulu."   Mereka itulah orang-orang yang telah pasti  atas mereka ketetapan azab bersama  umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari kalangan jin dan ins  (manusia), sesungguh-nya mereka adalah orang-orang yang rugi. (Al-Ahqāf [46]:18-19.

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 20 Maret      2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar