بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 9
Pentingnya Melakukan “Jihad
Akbar” Penyebaran Kesempurnaan Ajaran Islam (Al-Quran) Guna Menciptakan
Kehidupan Surgawi di Dunia & Tujuan Utama Izin
Berperang Bagi Umat Islam
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah
dibahas mengenai makna kata wāqi’ah atau “peristiwa
yang pasti terjadi” itu mengandung makna melalui pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. di
wilayah Arabia akan timbul revolusi besar
dalam kehidupan manusia. Suatu dunia baru
akan terwujud; si tinggi dan si berkuasa yakni “gunung-gunung”
akan direndahkan dan si tertekan dan si tertindas akan dijunjung martabatnya (QS.28:1-7). Itulah makna ayat خَافِضَۃٌ رَّافِعَۃٌ -- “Peristiwa itu akan merendahkan sebagian, dan akan meninggikan sebagian lain.”
Makna ayat
selanjutnya اِذَا رُجَّتِ الۡاَرۡضُ رَجًّا --
apabila bumi digoncang dengan goncangan hebat. وَّ
بُسَّتِ الۡجِبَالُ بَسًّا -- Dan gunung-gunung akan dihancur-leburkan,
فَکَانَتۡ
ہَبَآءً مُّنۡۢبَثًّا -- maka akan
menjadi seperti zarah-zarah debu yang beterbangan” bahwa melalui pengutusan
Nabi Besar Muhammad saw. seluruh negeri
Arab akan digoncangkan sampai ke sendi-sendinya. Kepercayaan, alam pikiran, nilai-nilai budi pekerti, adat kebiasaan,
cara hidup, dan lain-lain yang lama akan mengalami perubahan total, firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ
الرَّحِیۡمِ﴿﴾ اِذَا وَقَعَتِ
الۡوَاقِعَۃُ ۙ﴿﴾ لَیۡسَ لِوَقۡعَتِہَا
کَاذِبَۃٌ ۘ﴿﴾ خَافِضَۃٌ رَّافِعَۃٌ ۙ﴿﴾ اِذَا رُجَّتِ
الۡاَرۡضُ رَجًّا ۙ﴿﴾ وَّ بُسَّتِ
الۡجِبَالُ بَسًّا ۙ﴿﴾ فَکَانَتۡ ہَبَآءً
مُّنۡۢبَثًّا ۙ﴿﴾
Aku
baca dengan nama Allah, Maha Pemurah,
Maha Penyayang. Apabila peristiwa yang pasti terjadi itu
terjadi. Tidak
ada seorang pun mendustakan kejadian itu. Peristiwa itu akan merendahkan sebagian, dan akan meninggikan sebagian lain.
ۙ اِذَا
رُجَّتِ الۡاَرۡضُ رَجًّا
-- Apabila bumi digoncang dengan goncangan hebat. وَّ بُسَّتِ الۡجِبَالُ بَسًّا -- Dan gunung-gunung akan dihancur-leburkan, فَکَانَتۡ
ہَبَآءً مُّنۡۢبَثًّا -- maka
akan menjadi seperti zarah-zarah debu
yang beterbangan. (Al-Wāqi’ah [56]:1-7).
Dua Golongan Ahli Surga dan Satu Golongan Ahli
Neraka
Pada hakikatnya, orde lama akan mati untuk
memberi tempat kepada orde yang sama
sekali baru. Ayat اِذَا
رُجَّتِ الۡاَرۡضُ رَجًّا --
“ apabila bumi
digoncang dengan goncangan
hebat” ini bersama-sama dengan ayat-ayat
yang mendahuluinya dan ayat-ayat berikutnya dapat pula bersama-sama dikenakan kepada kebangkitan sesudah mati di alam akhirat,
yang rincian keadaannya
dijelaskan dalam ayat-ayat selanjutnya mengenai berbagai hal yang akan
dialami oleh ketiga golongan manusia di
akhirat, firman-Nya:
وَّ
کُنۡتُمۡ اَزۡوَاجًا ثَلٰثَۃً ؕ﴿﴾ فَاَصۡحٰبُ
الۡمَیۡمَنَۃِ ۬ۙ مَاۤ اَصۡحٰبُ
الۡمَیۡمَنَۃِ ؕ﴿﴾ وَ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ۬ۙ مَاۤ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ ؕ﴿﴾ وَ
السّٰبِقُوۡنَ السّٰبِقُوۡنَ ﴿ۚۙ﴾ اُولٰٓئِکَ الۡمُقَرَّبُوۡنَ ﴿ۚ﴾ فِیۡ جَنّٰتِ النَّعِیۡمِ ﴿﴾ ثُلَّۃٌ مِّنَ
الۡاَوَّلِیۡنَ ﴿ۙ﴾ وَ قَلِیۡلٌ
مِّنَ الۡاٰخِرِیۡنَ ﴿ؕ﴾
Dan
kamu menjadi tiga golongan. فَاَصۡحٰبُ
الۡمَیۡمَنَۃِ -- maka mereka
yang di sebelah kanan, مَاۤ اَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ
-- alangkah bahagianya mereka
yang di sebelah kanan itu! وَ اَصۡحٰبُ
الۡمَشۡـَٔمَۃِ -- dan mereka yang di sebelah kiri, مَاۤ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ
-- alangkah celakanya mereka
yang di sebelah kiri itu! وَ السّٰبِقُوۡنَ السّٰبِقُوۡنَ
-- Dan yang paling dahulu,
mereka benar-benar paling
dahulu, اُولٰٓئِکَ الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- mereka
itulah orang-orang yang didekatkan kepada Tuhan. فِیۡ جَنّٰتِ النَّعِیۡمِ
-- mereka berada di dalam surga-surga kenikmatan. ثُلَّۃٌ مِّنَ الۡاَوَّلِیۡنَ
-- segolongan besar dari orang-orang terdahulu, وَ قَلِیۡلٌ مِّنَ الۡاٰخِرِیۡنَ
-- dan segolongan kecil dari orang-orang
kemudian, (Al-Wāqi’ah [56]:8-15).
Mengenai ayat فَاَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ
-- maka mereka
yang di sebelah kanan, مَاۤ اَصۡحٰبُ الۡمَیۡمَنَۃِ -- alangkah bahagianya mereka yang di sebelah kanan itu!” di tempat lain (QS.75:3) Al-Quran mengenakan
istilah derajat nafs-al-lawwamah “jiwa yang
menyesali diri sendiri” kepada golongan orang-orang beriman ini.
Sedangkan ayat وَ اَصۡحٰبُ
الۡمَشۡـَٔمَۃِ -- dan mereka yang di sebelah kiri, مَاۤ اَصۡحٰبُ الۡمَشۡـَٔمَۃِ -- alangkah celakanya mereka yang di sebelah kiri itu! Mengisyaratkan kepada
golongan manusia pada derajat nafs-al-Ammarah
yakni
“Jiwa yang senantiasa menyuruh kepada kejahatan” (QS.12:54).
Hamba-hamba Allah yang
“Dekat” dengan Allah Swt.
da pun ayat وَ السّٰبِقُوۡنَ السّٰبِقُوۡنَ -- Dan yang paling dahulu, mereka benar-benar
paling dahulu, اُولٰٓئِکَ الۡمُقَرَّبُوۡنَ -- mereka itulah orang-orang yang didekatkan kepada
Tuhan” mengisyaratkan kepada hamba-hamba
Allah Swt. yang meraih derajat nafs-al-Muthmainnah
( Jiwa yang tenteram), firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا
النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿٭ۖ﴾ ارۡجِعِیۡۤ اِلٰی
رَبِّکِ رَاضِیَۃً مَّرۡضِیَّۃً
﴿ۚ﴾ فَادۡخُلِیۡ
فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾ وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang tenteram! Kembalilah kepada Rabb (Tuhan) engkau, engkau
ridha kepada-Nya dan Dia pun
ridha kepada engkau. Maka masuklah
dalam golongan hamba-hamba-Ku,
dan
masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr
[89]:28-31).
Nikmat-nikmat surga yang akan dianugerahkan kepada assābiqūn
(orang-orang beriman bernasib baik yang akan dikaruniai kedekatan istimewa kepada Allah Swt. – yakni mereka yang meraih derajat nafs-al-Muthmainnah (Jiwa yang tenteram) -- sebagaimana disebut dalam ayat-ayat 11-27
dalam Surah Al-Wāqi’ah), sangat
menyerupai karunia-karunia Allah Swt.
yang telah disebut dalam ayat-ayat 47-62
dalam Surah Al-Rahmān.
l itu menunjukkan bahwa orang-orang mukmin ahli surga yang disebut dalam ayat-ayat 47-62 Surah Al-Rahmān itu dari golongan assābiqūn
(mereka yang telah diberi anugerah kedekatan
istimewa kepada Allah) dalam Surah Al-Wāqi’ah
ini, yang “cahaya” mereka
berlari-lari di hadapan mereka.
Jadi, kembali kepada Surah at-Tahrim
ayat 9 mengenai doa golongan orang-orang beriman yang bersama Rasul Allah yang cahaya
mereka berlari-lari di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka, firman-Nya: یَوۡمَ لَا یُخۡزِی
اللّٰہُ النَّبِیَّ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا مَعَہٗ -- pada hari ketika Allah tidak
akan menghinakan Nabi maupun orang-orang
yang beriman besertanya, نُوۡرُہُمۡ یَسۡعٰی بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ
بِاَیۡمَانِہِمۡ -- cahaya
mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan di
sebelah kanannya,” mengisyaratkan kepada dua golongan ahli surga dalam Surah
Ar-Rahmān dan Surah Al-Wāqi’ah
Makna doa golongan ahli surga
tersebut: یَقُوۡلُوۡنَ
رَبَّنَاۤ اَتۡمِمۡ لَنَا
نُوۡرَنَا وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ -- mereka akan berkata: “Hai Rabb (Tuhan) kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan maafkanlah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”, sama sekali tidak ada hubungannya
dengan masalah minta pengampunan dosa yang mereka lakukan, melainkan mengisyaratkan kepada keinginan tidak kunjung padam bagi kesempurnaan pada pihak orang-orang
yang beriman di surga -- sebagaimana diungkapkan dalam kata-kata, رَبَّنَاۤ
اَتۡمِمۡ لَنَا نُوۡرَنَا -- “Hai Rabb (Tuhan) kami, sempurnakanlah bagi kami
cahaya kami“ menunjukkan bahwa kehidupan
di surga itu bukanlah kehidupan menganggur.
Bahkan kebalikannya, kemajuan ruhani di surga tiada berhingga, sebab bila orang-orang beriman atau penghuni
surga akan mencapai kesempurnaan yang menjadi ciri tingkat surga tertentu, mereka tidak akan berhenti sampai di situ,
melainkan serentak terlihat di hadapannya ada tingkat kesempurnaan lebih tinggi dan diketahuinya bahwa tingkat surgawi yang didapati olehnya
itu bukan tingkat tertinggi maka ia
akan maju terus dan seterusnya tanpa berakhir.
Makna Penghuni
Surga Mohon Maghfirah Dalam Surga
Selanjutnya dari ungkapan
وَ اغۡفِرۡ لَنَا ۚ اِنَّکَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ
قَدِیۡرٌ
-- “dan maafkanlah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” tampak bahwa setelah masuk surge, orang-orang beriman akan mencapai maghfirah – penutupan
kekurangan (Lexicon Lane).
Para ahli surga tersebut akan terus-menerus berdoa kepada Allah Swt. untuk mencapai kesempurnaan dan sama sekali tenggelam
dalam Nur Ilahi dan akan terus naik
kian menanjak ke atas, dan memandang
tiap-tiap tingkat sebagai ada kekurangan dibandingkan dengan tingkat lebih tinggi yang didambakan
oleh mereka, dan karena itu akan berdoa
kepada Allah Swt. supaya Dia berkenan menutupi ketidaksempurnaannya sehingga
mereka akan mampu mencapai tingkat lebih
tinggi itu. Inilah makna yang sesungguhnya mengenai istighfar, yang
secara harfiah berarti “mohon ampunan
atas segala kealpaan.”
Pentingnya Bersikap Tegas Terhadap Orang-orang
Kafir dan Munafik
Selanjutnya Allah Swt. berfirman kepada Nabi Besar Muhammad saw.
mengenai pentingnya bersikap tegas
terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafik:
یٰۤاَیُّہَا
النَّبِیُّ جَاہِدِ الۡکُفَّارَ وَ
الۡمُنٰفِقِیۡنَ وَ اغۡلُظۡ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ مَاۡوٰىہُمۡ جَہَنَّمُ ؕ وَ بِئۡسَ
الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Hai Nabi, berjihadlah terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap
tegaslah terhadap mereka. Tempat tinggal mereka adalah Jahannam,
dan seburuk-buruk tempat kembali. (At-Tahrīm
[66]:9-11).
Tidak
mungkin terdapat kemajuan di kalangan
umat Islam bila orang-orang kafir dan orang-orang munafik tidak diperangi dengan gigih. Sambil lalu ayat
ini menjelaskan makna sesungguhnya mengenai jihad
yang berarti “berjuang keras” itu. Dan karena orang-orang munafik dianggap merupakan bagian dari kaum Muslimin
maka -- kecuali kepada orang-orang kafir yang secara agresif
menyerang umat Islam
(QS.22:40-41) -- jihad
dalam arti berperang dengan menggunakan pedang tidak pernah dilakukan Nabi Besar Muhamad saw. terhadap mereka (QS.9:73-99).
Karena
itu jihad yang paling tepat terhadap kedua golongan tersebut adalah memperlihatkan keteguhan terhadap Al-Quran dan Sunnah Nabi
Besar Muhammad saw., firman-Nya:
وَ لَوۡ شِئۡنَا لَبَعَثۡنَا فِیۡ کُلِّ قَرۡیَۃٍ نَّذِیۡرًا ﴿۫ۖ ﴾ فَلَا تُطِعِ
الۡکٰفِرِیۡنَ وَ جَاہِدۡہُمۡ بِہٖ جِہَادًا کَبِیۡرًا ﴿ ﴾
Dan seandainya Kami menghendaki niscaya Kami
membangkitkan di tiap-tiap negeri seorang pemberi ingat.
فَلَا تُطِعِ الۡکٰفِرِیۡنَ -- Maka janganlah kamu meng-ikuti orang-orang kafir
وَ جَاہِدۡہُمۡ بِہٖ جِہَادًا کَبِیۡرًا -- dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Quran ini, jihad yang
besar. (Al-Furqān [25]:52-53).
Jihad besar dan jihad yang sesungguhnya menurut ayat ini
adalah menablighkan amanat Al-Quran. Oleh karena itu berjuang untuk menyiarkan Islam dan menyebarkan
serta menaburkan ajaran-ajarannya
adalah jihad, yang orang-orang Islam selalu dianjurkan supaya melaksanakannya dengan semangat pantang mundur.
Jihad inilah yang
diisyaratkan oleh Nabi Besar Muhammad saw. ketika kembali dari suatu gerakan
militer di Badar (perang Badar) menurut
riwayat beliau saw. pernah bersabda: “Kita telah kembali dari jihad kecil menuju
jihad besar (Radd al-Muhtar).
Kewajiban Umat Islam Sebagai “Umat Terbaik”
Ada pun hasil yang akan diraih umat Islam dengan melaksanakan jihad
akbar (jihad besar) seperti itu adalah
terciptanya “umat yang terbaik”
yang untuk itulah tujuan utama
pengutusan Nabi Besar Muhammad saw. sebagai Rasul
pembawa syariat terakhir dan tersempurna (QS.5:4) serta
sebagai suri teladan yang terbaik (QS.3:32; QS.33:22), firman-Nya:
وَ کَذٰلِکَ
جَعَلۡنٰکُمۡ اُمَّۃً وَّسَطًا لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ
یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا ؕ وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ
الَّتِیۡ کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ اِلَّا
لِنَعۡلَمَ مَنۡ یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ ؕ
وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً اِلَّا
عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ ؕ وَ مَا
کَانَ اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ
رَّحِیۡمٌ ﴿ ﴾
Dan
demikianlah Kami menjadikan kamu اُمَّۃً وَّسَطًا -- satu
umat yang mulia لِّتَکُوۡنُوۡا شُہَدَآءَ عَلَی النَّاسِ وَ یَکُوۡنَ الرَّسُوۡلُ
عَلَیۡکُمۡ شَہِیۡدًا -- supaya kamu senantiasa menjadi penjaga manusia dan supaya Rasul itu senantiasa menjadi penjaga kamu. وَ مَا جَعَلۡنَا الۡقِبۡلَۃَ الَّتِیۡ
کُنۡتَ عَلَیۡہَاۤ اِلَّا لِنَعۡلَمَ مَنۡ
یَّتَّبِعُ الرَّسُوۡلَ مِمَّنۡ یَّنۡقَلِبُ عَلٰی عَقِبَیۡہِ -- Dan Kami sekali-kali tidak
menjadikan kiblat yang kepadanya dahulu engkau berkiblat
melainkan supaya Kami mengetahui orang
yang mengikuti Rasul dari orang yang
berpaling di atas kedua tumitnya. وَ اِنۡ کَانَتۡ لَکَبِیۡرَۃً اِلَّا عَلَی الَّذِیۡنَ ہَدَی اللّٰہُ -- Dan sesungguhnya hal ini benar-benar sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allāh. وَ مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیُضِیۡعَ اِیۡمَانَکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ بِالنَّاسِ لَرَءُوۡفٌ
رَّحِیۡمٌ -- Dan
Allah sekali-kali tidak akan pernah
menyia-nyiakan iman kamu, sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Pengasih, Maha
Penyayang terhadap manusia. (Al-Baqarah
[2]:144).
Firman-Nya
lagi:
کُنۡتُمۡ خَیۡرَ اُمَّۃٍ اُخۡرِجَتۡ
لِلنَّاسِ تَاۡمُرُوۡنَ
بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ تَنۡہَوۡنَ عَنِ
الۡمُنۡکَرِ وَ
تُؤۡمِنُوۡنَ
بِاللّٰہِ ؕ وَ لَوۡ اٰمَنَ اَہۡلُ الۡکِتٰبِ لَکَانَ خَیۡرًا لَّہُمۡ ؕ مِنۡہُمُ
الۡمُؤۡمِنُوۡنَ وَ
اَکۡثَرُہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ ﴿﴾
Kamu adalah umat terbaik, yang dibangkitkan demi kebaikan umat manusia, kamu menyuruh ber-buat makruf, dan melarang
dari berbuat munkar, dan beriman
kepada Allāh. Dan seandainya Ahlul
Kitab beriman, niscaya akan lebih
baik bagi mereka. Di antara mereka ada
yang beriman tetapi kebanyakan
mereka orang-orang fasik. (Ali ‘Imran [3]:111).
Landasan Izin Berperang Bagi Umat Islam
Kalau pun umat
Islam terpaksa harus melakukan jihad
dalam bentuk peperangan secara fisik, hal tersebut sama sekali tidak
ada hubungannya dengan upaya penyabaran
ajaran Islam (Al-Quran) melainkan semata-mata melaksanakan firman Allah Swt. berikut ini:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ
عَلٰی نَصۡرِہِمۡ لَقَدِیۡرُۨ ﴿ۙ﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi, dan sesungguhnya Allāh berkuasa menolong mereka. (Al-Hājj [22]:40).
Dengan ayat ini mulai
diperkenalkan masalah jihad. Masalah kurban
dalam ayat-ayat sebelumnya (QS.22:37-39) merupakan pendahuluan yang tepat bagi pokok yang sangat penting ini. Sebelum
umat Islam diberi izin untuk mengadakan perang membela diri, mereka diberi
pengertian mengenai pentingnya pengurbanan.
Ayat-ayat ini menerangkan dengan sangat jelas tentang pandangan Islam mengenai jihad.
Sebagaimana ayat ini menunjukkan bahwa jihad adalah berperang
untuk membela kebenaran. Tetapi di
mana Islam tidak mengizinkan perang
agresi macam apa pun maka perang yang diadakan untuk membela kehormatan sendiri, negara, atau
agama itu, dianggap suatu amal shalih yang amat tinggi nilainya..
Manusia merupakan hasil karya Allah Swt. yang paling
mulia. Ia adalah puncak
ciptaan-Nya, tujuan dan maksud-Nya. Manusia adalah khalifah Allah di bumi dan raja
seluruh makhluk-Nya (QS.2:31). Inilah pandangan Islam mengenai kemuliaan
manusia di alam raya ini. Oleh sebab itu wajar sekali bahwa agama
yang telah mengangkat manusia ke
taraf yang begitu tinggi harus pula
menempatkan jiwa manusia pada
kedudukan yang sangat penting dan suci.
Menurut Al-Quran, dari segala
sesuatu ciptaan Allah Swt. manusialah yang paling mulia dan tidak boleh
diganggu. Merenggut nyawanya
merupakan perkosaan, kecuali dalam keadaan-keadaan yang sangat langka, dan Al-Quran telah menyebutkan
secara khusus (QS.5:33; QS.17:34).
Tetapi menurut Islam, kebebasan menyatakan kata hati - termasuk
dalam hal memeluk agama dan kepercayaan -- merupakan hal yang tidak kurang pentingnya. Hal ini merupakan pusaka manusia yang paling berharga — mungkin lebih berharga daripada jiwa
manusia sendiri. Al-Quran yang telah memberi kedudukan yang semulia-mulianya
kepada kehidupan manusia, tidak
mungkin tidak mengakui, dan menyatakan bahwa kesucian dan haknya yang
tidak boleh diganggu, sebagai hak asasi
yang paling berharga. Untuk membela
milik mereka yang paling berharga itulah, orang-orang Muslim telah diberi izin
untuk mengangkat senjata.
Menurut kesepakatan di antara para ulama,
ayat inilah yang merupakan ayat pertama, yang memberi izin kepada orang-orang Islam
(Muslim) untuk mengangkat senjata
guna membela diri. Ayat ini
menetapkan asas-asas yang menurut
itu, orang-orang Islam (Muslim) boleh mengadakan perang untuk membela diri,
dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya mengemukakan alasan-alasan yang membawa orang-orang Islam yang amat sedikit jumlahnya itu — tanpa persenjataan dan alat-alat
duniawi lainnya — untuk berperang
membela diri.
Tujuan Lainnya Izin Berperang
Hal itu mereka lakukan sesudah
mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan
selama 13 tahun di Mekkah, dan sesudah mereka dikejar-kejar sampai ke Medinah dengan kebencian yang tidak ada reda-redanya dan di sini pun mereka diusik dan diganggu juga. Alasan pertama yang dikemukakan dalam ayat ini yaitu bahwa mereka diperlakukan secara zalim,
firman-Nya:
الَّذِیۡنَ
اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ
بِغَیۡرِ حَقٍّ اِلَّاۤ اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ
لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ
بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ
لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq hanya karena mereka berkata: رَبُّنَا اللّٰہُ -- “Tuhan
kami Allah.” Dan seandai-nya
Allāh tidak menangkis sebagian manusia
oleh sebagian yang lain niscaya akan
hancur biara-biara,
gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid
yang di dalamnya banyak disebut
nama Allah, dan Allah
pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hājj [22]:41).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 24 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar