Minggu, 22 Maret 2015

Ciri-ciri Lain Orang Munafik "Lidahnya Bercabang" dan Tidak Memiliki "Cahaya Penerang" Ketika Berada Dalam "Kegelapan Ujian Keimanan" Seperti "Cahaya" yang Dimiliki Orang-orang Beriman





بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 7

    Ciri-ciri Lain   Orang Munafik   “Lidahnya  Bercabang”  dan Tidak memiliki “Cahaya Penerang” Ketika  Berada Dalam  Kegelapan “Ujian Keimanan” Seperti  Cahaya yang Dimiliki Orang-orang Beriman
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas mengenai  keadaan   orang-orang munafik  dalam  firman Allah Swt. berikut ini:
وَ مِنَ النَّاسِ مَنۡ یَّقُوۡلُ اٰمَنَّا بِاللّٰہِ وَ بِالۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ وَ مَا ہُمۡ بِمُؤۡمِنِیۡنَ ۘ﴿۸﴾ یُخٰدِعُوۡنَ اللّٰہَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ وَ مَا یَخۡدَعُوۡنَ  اِلَّاۤ  اَنۡفُسَہُمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡنَ ؕ﴿﴾  فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ ۙ فَزَادَہُمُ  اللّٰہُ  مَرَضًا ۚ  وَ لَہُمۡ عَذَابٌ اَلِیۡمٌۢ  ۬ۙ بِمَا کَانُوۡا یَکۡذِبُوۡنَ ﴿﴾  
Dan di antara manusia ada yang mengatakan:  Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal mereka  sama sekali bukanlah orang-orang yang beriman. Mereka  hendak menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal  mereka tidak menipu melainkan  diri mereka sendiri  tetapi  mereka  sama sekali tidak menyadarinya.  فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ ۙ فَزَادَہُمُ  اللّٰہُ  مَرَضًا -- Dalam hati mereka ada pe-nyakit, lalu Allah menambah penyakit mereka   وَ لَہُمۡ عَذَابٌ اَلِیۡمٌۢ  ۬ۙ بِمَا کَانُوۡا یَکۡذِبُوۡنَ -- dan bagi mereka ada azab yang pedih disebabkan mereka senantiasa berdusta. (Al-Baqarah [2]:9-11).

Pembuat Kerusakan di Muka Bumi

       Hanya  Allah Swt.    dan Hari Kemudian yang dibicarakan dalam ayat 9, sedangkan Rukun Iman lainnya tidak disebut, karena Allah Swt.  dan Hari Kemudian itu masing-masing rukun pertama dan terakhir dalam Rukun Iman pada ajaran Islam. Pernyataan iman kepada kedua hal itu dengan sendirinya mengandung pernyataan iman kepada rukun-rukun lainnya. Di tempat lain Al-Quran menyatakan bahwa iman kepada Hari Kemudian meliputi iman kepada para malaikat, seperti juga kepada Kitab-kitab Suci (QS.6:93).
          Makna  Khāda’a-hu dalam ayat یُخٰدِعُوۡنَ اللّٰہَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ وَ مَا یَخۡدَعُوۡنَ  اِلَّاۤ  اَنۡفُسَہُمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡ  -- “Mereka  hendak menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal  mereka tidak menipu melainkan  diri mereka sendiri  tetapi  mereka  sama sekali tidak menyadarinya” berarti:  ia berusaha atau ingin menipu dia, tetapi tidak berhasil dalam usaha itu. Khadā’a-hu berarti: ia berhasil dalam usaha menipunya; ia meninggalkan dia atau sesuatu (Baqa). Jadi,  khāda’a-hu dipakai mengenai seseorang bila ia tidak mencapai keinginannya; dan  khadā’a-hu bila ia mencapainya (Lexicon  Lane).
   Allah Swt.  telah memperlihatkan begitu banyak Tanda (mukjizat) untuk mendukung Islam dan berangsur-angsur Islam telah menjadi begitu berkuasa, sehingga orang-orang munafik telah menjadi makin lama makin takut terhadap kaum Muslimin, dan sebagai akibatnya telah bertambah dalam kemunafikan mereka.
       Mereka selalu menganggap   perbuatannya  sebagai perbuatan baik  padahal  sebaliknya, firman-Nya:
وَ اِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ لَا تُفۡسِدُوۡا فِی الۡاَرۡضِ ۙ  قَالُوۡۤا اِنَّمَا نَحۡنُ مُصۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ اَلَاۤ اِنَّہُمۡ ہُمُ الۡمُفۡسِدُوۡنَ وَ لٰکِنۡ لَّا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾     وَاِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ اٰمِنُوۡا کَمَاۤ اٰمَنَ النَّاسُ قَالُوۡۤا اَنُؤۡمِنُ کَمَاۤ اٰمَنَ السُّفَہَآءُ ؕ اَلَاۤ اِنَّہُمۡ ہُمُ  السُّفَہَآءُ  وَ لٰکِنۡ لَّا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila dikatakan kepada mereka:   Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi”, mereka  berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang  melakukan perbaikan.”   Ketahuilah, sesungguhnya me-reka itulah  pembuat kerusakan  tetapi mereka tidak menyadarinya.  وَاِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ اٰمِنُوۡا کَمَاۤ اٰمَنَ النَّاسُ --   Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman”,  قَالُوۡۤا اَنُؤۡمِنُ کَمَاۤ اٰمَنَ السُّفَہَآءُ -- mereka  berkata: “Apakah kami harus beriman sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman?” اَلَاۤ اِنَّہُمۡ ہُمُ  السُّفَہَآءُ  وَ لٰکِنۡ لَّا  یَعۡلَمُوۡنَ  -- Ketahuilah, sesungguhnya mereka itulah  orang-orang yang bodoh tetapi mereka tidak mengetahui. (Al-Baqarah [2]:12-14).

Selalu “Bermuka Dua” Dan Lidahnya “Bercabang

      Orang-orang munafik memandang orang-orang Islam sebagai sekumpulan orang-orang bodoh yang tertipu oleh agamanya, karena mereka — demikian pikir orang-orang munafik — sia-sia saja mengorbankan jiwa dan harta untuk perkara yang pasti akan gagal (QS.8:50). Mereka sendirilah yang bodoh, kata ayat ini, sebab perjuangan Islam telah ditakdirkan akan mencapai kemajuan dan kemenangan, firman-Nya:
اِذۡ یَقُوۡلُ الۡمُنٰفِقُوۡنَ وَ الَّذِیۡنَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ غَرَّہٰۤؤُ لَآءِ دِیۡنُہُمۡ ؕ وَ مَنۡ یَّتَوَکَّلۡ عَلَی اللّٰہِ فَاِنَّ اللّٰہَ عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Ingatlah  ketika  orang-orang munafik dan orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit berkata: “Agama mereka telah menipu mereka.” Padahal  barang-siapa bertawakal kepada  Allah maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Al-Anfāl [8]:50).
      Namun demikian mereka itu tidak berani berkata terus terang di hadapan orang-orang beriman mengenai pandangan  yang “bodoh” tersebut,   firman-Nya:
وَ  اِذَا لَقُوا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا قَالُوۡۤا اٰمَنَّا ۚ ۖ    وَ اِذَا خَلَوۡا اِلٰی شَیٰطِیۡنِہِمۡ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا مَعَکُمۡ ۙ اِنَّمَا نَحۡنُ مُسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾ اَللّٰہُ یَسۡتَہۡزِئُ بِہِمۡ وَ یَمُدُّہُمۡ  فِیۡ طُغۡیَانِہِمۡ یَعۡمَہُوۡنَ ﴿﴾
Dan  apabila mereka bertemu dengan orang-orang  beriman, mereka berkata: “Kami pun telah beriman. Tetapi  apabila  mereka pergi kepada pemimpin-pemimpinnya mereka berkata: “Sesungguhnya kami beserta kamu,  sesungguhnya kami hanyalah berolok-olok.   Allah akan menghukum perolokan mereka dan   membiarkan mereka berkelana  bingung dalam kedurhakaannya (Al-Baqarah [2]:15-16).
        Syayāthin dalam ayat وَ اِذَا خَلَوۡا اِلٰی شَیٰطِیۡنِہِمۡ   -- “Tetapi  apabila  mereka pergi kepada pemimpin-pemimpinnya” berarti para pemimpin pendurhaka (Ibn Abbas, Ibn Mas’ud, Qatadah dan Mujahid).  Nabi Besar Muhammad saw.   diriwayatkan telah bersabda: “Seorang pengendara sendirian adalah syaithan, dua pengendara pun sepasang syaithan, tetapi tiga orang pengendara, adalah satu pasukan pengendara (Dawud). Hadits ini mendukung pandangan bahwa  kata syaithan tidak selamanya berarti setan.
       Yastahzi-u bihim berarti “akan menghukum mereka”. Dalam bahasa Arab hukuman untuk perbuatan jahat, kadang-kadang dinyatakan dengan kata yang dipakai untuk kejahatan itu sendiri. Allah Swt. berfirman: “Hukuman untuk perbuatan jahat adalah kejahatan yang setimpal dengan itu” (QS.42:41).
        Ahli syair Arab yang termasyhur ‘Amr bin Kultsum berkata: Ala lā yajhalan ahadun ‘alainā, fanajhal fauqa jahl al-jahilinā, artinya: “Awas! Jangan ada yang berani berbuat kejahilan terhadap kami, karena  kami akan memperlihatkan kejahilan yang lebih besar", yakni  "kami akan membalas kejahilannya” (Mu’allaqat).
       Itulah makna ayat:   اَللّٰہُ یَسۡتَہۡزِئُ بِہِمۡ      -- Allah akan menghukum perolokan mereka   وَ یَمُدُّہُمۡ  فِیۡ طُغۡیَانِہِمۡ یَعۡمَہُوۡنَ  -- dan   membiarkan mereka berkelana  bingung dalam kedurhakaannya (Al-Baqarah [2]:16). Jadi,  kata-kata وَ یَمُدُّہُمۡ  فِیۡ طُغۡیَانِہِمۡ یَعۡمَہُوۡنَ  -- “dan   membiarkan mereka berkelana  bingung dalam kedurhakaannya     itu tidak berarti bahwa  Allah Swt.  memberi masa tenggang kepada orang-orang munafik dan membiarkan mereka dalam kedurhakaan.
       Arti demikian bertentangan dengan QS.35:38 yang menyatakan bahwa  Allah Swt.  memberikan kesempatan agar mereka memperbaiki diri. Kata  ‘umyun dalam  یَعۡمَہُوۡنَ kata  itu jamak dari ‘ama, yang berasal dari al-’ama. Al-’amah berarti, buta ruhani dan al- ’ama berarti, buta ruhani maupun jasmani (Aqrab-al-Mawarid).

Berusaha Menyalakan “Api Peperangan

       Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai perumpamaan   orang-orang munafik tersebut:
اُولٰٓئِکَ الَّذِیۡنَ اشۡتَرَوُا الضَّلٰلَۃَ بِالۡہُدٰی ۪  فَمَا رَبِحَتۡ تِّجَارَتُہُمۡ وَ مَا کَانُوۡا مُہۡتَدِیۡنَ ﴿﴾ مَثَلُہُمۡ کَمَثَلِ الَّذِی اسۡتَوۡقَدَ نَارًا ۚ  فَلَمَّاۤ اَضَآءَتۡ مَا حَوۡلَہٗ ذَہَبَ اللّٰہُ بِنُوۡرِہِمۡ وَ تَرَکَہُمۡ فِیۡ ظُلُمٰتٍ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾   صُمٌّۢ  بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ ﴿ۙ﴾  
Mereka itulah orang-orang yang  telah membeli yakni menukar kesesatan dengan petunjuk  maka   perniagaan mereka sama sekali tidak beruntung dan mereka  sama sekali bukanlah orang-orang yang  mendapat petunjuk. مَثَلُہُمۡ کَمَثَلِ الَّذِی اسۡتَوۡقَدَ نَارًا ۚ  فَلَمَّاۤ اَضَآءَتۡ مَا حَوۡلَہٗ ذَہَبَ اللّٰہُ بِنُوۡرِہِمۡ وَ تَرَکَہُمۡ فِیۡ ظُلُمٰتٍ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ  --  Perumpamaan mereka seperti keadaan orang yang menyalakan api,  maka tatkala api itu telah menyinari apa yang ada di sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya mereka dan  meninggalkan mereka dalam kegelapan,  mereka tidak dapat melihat. Mereka  tuli, bisu, buta, maka mereka tidak akan kembali.    (Al-Baqarah [2]:17-19).
       Makna ayat اُولٰٓئِکَ الَّذِیۡنَ اشۡتَرَوُا الضَّلٰلَۃَ بِالۡہُدٰی  -- “Mereka itulah orang-orang yang telah membeli yakni menukar kesesatan dengan petunjuk”:  (1) Mereka telah melepaskan petunjuk dan mengambil kesesatan sebagai gantinya; (2) petunjuk dan kesesatan ditawarkan kepada mereka, tetapi mereka memilih kesesatan dan menolak petunjuk.
       Kata “api” dalam ayat مَثَلُہُمۡ کَمَثَلِ الَّذِی اسۡتَوۡقَدَ نَارًا  --  Perumpamaan mereka seperti keadaan orang yang menyalakan api” kadang-kadang dipakai untuk peperangan. “Seorang yang menyalakan api” dalam ayat ini dapat dimaksudkan orang-orang munafik yang berserikat dengan orang-orang kafir untuk mengadakan peperangan terhadap Islam atau   Nabi Besar Muhammad saw.  --  yang atas perintah Allah Swt. menyalakan Nur Ilahi (QS.9:32-33; QS.61:9). Beliau saw. diriwayatkan pernah bersabda: “Perumpamaanku adalah seperti orang yang menyalakan api” (Bukhari).
        Ungkapan ayat مَثَلُہُمۡ کَمَثَلِ الَّذِی اسۡتَوۡقَدَ نَارًا ۚ  فَلَمَّاۤ اَضَآءَتۡ مَا حَوۡلَہٗ ذَہَبَ اللّٰہُ بِنُوۡرِہِمۡ وَ تَرَکَہُمۡ فِیۡ ظُلُمٰتٍ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ  --  Perumpamaan mereka seperti keadaan orang yang menyalakan api,  maka tatkala api itu telah menyinari apa yang ada di sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya mereka dan  meninggalkan mereka dalam kegelapan,  mereka tidak dapat melihat. صُمٌّۢ  بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ       --   Mereka  tuli, bisu, buta, maka mereka tidak akan kembali.”  (Al-Baqarah [2]: 18-19), berarti bahwa orang-orang munafik mengobarkan peperangan untuk menegakkan kembali pengaruh mereka yang telah lenyap, tetapi hasil yang sebenarnya dari peperangan itu adalah  terbukanya kedok kemunafikan mereka dan sebagai akibatnya, kekacauan pikiran dan kebingungan menimpa mereka.
        Kata zhulumāt  (kegelapan) yang senantiasa dipakai dalam Al-Quran dalam bentuk jamak, mengandung arti kegelapan akhlak dan ruhani. Dosa dan kejahatan tak pernah berpisah dan berdiri sendiri. Suatu kejahatan menarik kejahatan lain dan suatu kemalangan menarik kesialan yang lain. Artinya adalah bahwa  orang-orang munafik ditimpa oleh bahaya dan malapetaka yang berlipat ganda banyaknya.
        Karena mereka tidak mengacuhkan peringatan Nabi Besar Muhammad saw.  dan tidak pula berusaha mengungkapkan keragu-raguan mereka agar dapat dihilangkan, dan mereka telah menjadi tidak peka terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh Islam di hadapan mata mereka sendiri  maka mereka disebut tuli, bisu, dan buta. Itulah makna ayat  صُمٌّۢ  بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ  -- “Mereka  tuli, bisu, buta, maka mereka tidak akan kembali”   (Al-Baqarah [2]:19).

Tidak Memiliki “Cahaya Penerang” Sendiri

       Dalam ayat selanjutnya Allah Swt. mengemukakan perumpamaan lainnya mengenai keadaan orang-orang munafik tersebut, firman-Nya:
اَوۡ کَصَیِّبٍ مِّنَ السَّمَآءِ فِیۡہِ ظُلُمٰتٌ وَّ رَعۡدٌ وَّ بَرۡقٌ ۚ یَجۡعَلُوۡنَ اَصَابِعَہُمۡ فِیۡۤ  اٰذَانِہِمۡ مِّنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الۡمَوۡتِ ؕ وَ اللّٰہُ مُحِیۡطٌۢ بِالۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾  یَکَادُ الۡبَرۡقُ یَخۡطَفُ اَبۡصَارَہُمۡ ؕ کُلَّمَاۤ اَضَآءَ لَہُمۡ مَّشَوۡا فِیۡہِ ٭ۙ وَ اِذَاۤ اَظۡلَمَ عَلَیۡہِمۡ قَامُوۡا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ  لَذَہَبَ بِسَمۡعِہِمۡ وَ اَبۡصَارِہِمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿٪﴾
Atau keadaan mereka seperti hujan lebat dari langit yang di dalamnya berbagai macam kegelapan,  guruh, dan  kilat, mereka memasukkan jari mereka ke dalam telinganya  disebabkan petir karena takut mati, dan Allah mengepung  orang-orang kafir.  یَکَادُ الۡبَرۡقُ یَخۡطَفُ اَبۡصَارَہُمۡ   --  Nyaris kilat itu menyambar penglihatan mereka.  کُلَّمَاۤ اَضَآءَ لَہُمۡ مَّشَوۡا فِیۡہِ  -- Setiap kali kilat menyinarinya,  mereka  berjalan   di dalamnya,  وَ اِذَاۤ اَظۡلَمَ عَلَیۡہِمۡ قَامُوۡا  --   tetapi   apabila gelap meliputinya mereka berhenti.  وَ لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ  لَذَہَبَ بِسَمۡعِہِمۡ وَ اَبۡصَارِہِمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ  -- Dan seandainya Allah menghendaki niscaya Dia menghilangkan pendengaran mereka dan penglihatan mereka, sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah [2]:19-21).
        Sama’ berarti: sesuatu yang tergantung di atas dan memberi naungan; cakrawala atau langit, mega atau awan (Lexicon Lane).  Ayat 21  dan ayat-ayat Surah Al-Baqarah yang mendahuluinya menyebut dua golongan orang munafik:
           (1)  orang-orang kafir yang pura-pura menjadi Muslim,  
        (2) orang-orang berimanburuk dalam kepercayaan dan lebih buruk lagi dalam pekerjaan mereka — yang mempunyai kecenderungan kepada kekafiran
        Maksud ayat ini agaknya bahwa, keadaan golongan kedua  kaum munafik itu seperti orang-orang penakut, yang hanya karena hujan turun disertai guruh dan petir menjadi ketakutan dan tidak mengambil faedah dari kejadian itu.
       Orang-orang munafik yang dilukiskan sebagai orang-orang lemah iman sangat dekat kepada kehilangan penglihatan. Mereka tidak benar-benar kehilangan mata, tetapi jika mereka berulang-ulang dihadapkan kepada keadaan yang meminta keberanian dan pengorbanan di jalan Allah yang dilambangkan dengan petir dan guruh, mereka sangat boleh jadi akan kehilangan matanya yakni imannya. Tetapi kasih-sayang Allah  Swt.   telah mengatur demikian, sehingga kilat itu tidak selamanya disertai petir. Seringkali kilat hanya sekilas kilau yang menyingkapkan selimut kegelapan dan menolong sang musafir untuk bergerak ke depan.
        Jadi, menurut perumpamaan dalam ayat tersebut, ketika  Islam nampaknya mencapai kemajuan maka  orang-orang munafik mengadakan kerjasama dengan kaum Muslimin. Tetapi kalau kilat diikuti oleh Guntur dan halilintar (petir)  -- yakni  bila keadaan menghendaki pengorbanan jiwa dan harta-benda   --  dunia menjadi gelap bagi mereka; mereka menjadi kehilangan akal lalu berhenti dan  enggan bergerak maju bersama-sama dengan orang-orang yang beriman.
        Karena orang-orang munafik memiliki keimanan yang sangat lemah, sehingga keimanan   mereka   itu  tidak pernah berubah menjadi  cahaya  yang terang benderang yang bermanfaat  dalam menempuh perjalanan  yang “gelap” , yakni menghadapi ujian-ujian keimanan di jalan Allah Swt. . Itulah sebabnya dalam perumpamaan  mengenai hujan lebat yang disertai  kilat, guruh dan petir  yang keadaanya gelap gulita  mereka akan segera  berhenti  melangkah di jalan Allah Swt.  ketika keadaan sekelilingnya  merupakan kegelapan yang sangat pekat.

Cahaya Keimanan” Orang-orang Beriman di Akhirat

       Mengisyaratkan kepada keadaan seperti itu pulalah firman Allah Swt. kepada Nabi Besar Muhammad saw. berikut ini  mengenai dua keadaan orang-orang yang beriman dan orang-orang munafik di alam akhirat:
یَوۡمَ تَرَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ الۡمُؤۡمِنٰتِ یَسۡعٰی نُوۡرُہُمۡ بَیۡنَ  اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ  بُشۡرٰىکُمُ  الۡیَوۡمَ جَنّٰتٌ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا ؕ ذٰلِکَ ہُوَ  الۡفَوۡزُ  الۡعَظِیۡمُ ﴿ۚ﴾
Pada hari ketika engkau melihat laki-laki beriman dan perempuan beriman, cahaya mereka akan berlari-lari di hadapan  mereka dan di sebelah kanan mereka,  Dia berfirman:  Kabar gembira bagi kamu pada hari ini   mengenai kebun-kebun yang di bawah-nya mengalir sungai-sungai, mereka akan kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (Al-Hadīd [57]:13).
        Kemudian mengenai  keadaan orang-orang munafik Allah Swt. selanjutnya berfirman: 
یَوۡمَ یَقُوۡلُ  الۡمُنٰفِقُوۡنَ وَ الۡمُنٰفِقٰتُ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا انۡظُرُوۡنَا نَقۡتَبِسۡ مِنۡ نُّوۡرِکُمۡ ۚ  قِیۡلَ ارۡجِعُوۡا وَرَآءَکُمۡ فَالۡتَمِسُوۡا نُوۡرًا ؕ فَضُرِبَ بَیۡنَہُمۡ بِسُوۡرٍ لَّہٗ  بَابٌ ؕ بَاطِنُہٗ  فِیۡہِ الرَّحۡمَۃُ وَ ظَاہِرُہٗ  مِنۡ  قِبَلِہِ  الۡعَذَابُ  ﴿ؕ ﴾ یُنَادُوۡنَہُمۡ  اَلَمۡ  نَکُنۡ مَّعَکُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰی وَ لٰکِنَّکُمۡ فَتَنۡتُمۡ  اَنۡفُسَکُمۡ وَ تَرَبَّصۡتُمۡ وَ ارۡتَبۡتُمۡ وَ غَرَّتۡکُمُ الۡاَمَانِیُّ حَتّٰی جَآءَ  اَمۡرُ اللّٰہِ  وَ غَرَّکُمۡ بِاللّٰہِ الۡغَرُوۡرُ ﴿﴾  فَالۡیَوۡمَ لَا یُؤۡخَذُ مِنۡکُمۡ فِدۡیَۃٌ  وَّ لَا مِنَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا ؕ مَاۡوٰىکُمُ  النَّارُ ؕ ہِیَ مَوۡلٰىکُمۡ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan orang-orang munafik perempuan akan berkata kepada orang-orang beriman:  انۡظُرُوۡنَا نَقۡتَبِسۡ مِنۡ نُّوۡرِکُمۡ   -- “Tunggulah kami supaya kami memperoleh sebagian penerangan  cahaya kamu.” قِیۡلَ ارۡجِعُوۡا وَرَآءَکُمۡ فَالۡتَمِسُوۡا نُوۡرًا --  Dikatakan: Kembalilah ke belakang kamu  dan carilah cahaya.” فَضُرِبَ بَیۡنَہُمۡ بِسُوۡرٍ لَّہٗ  بَابٌ  --  Maka akan didirikan di antara mereka dinding  yang berpintu, بَاطِنُہٗ  فِیۡہِ الرَّحۡمَۃُ وَ ظَاہِرُہٗ  مِنۡ  قِبَلِہِ  الۡعَذَابُ    --  di  sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya ada azab.  یُنَادُوۡنَہُمۡ  اَلَمۡ  نَکُنۡ مَّعَکُمۡ  --  Mereka  akan berseru kepada mereka yang beriman:Bukankah kami beserta kamu?” قَالُوۡا بَلٰی وَ لٰکِنَّکُمۡ فَتَنۡتُمۡ  اَنۡفُسَکُمۡ   -- Mereka yang beriman berkata: “Tidak, bahkan  kamu menjatuhkan dirimu ke dalam cobaan dan kamu menunggu kehancuran kami,   وَ ارۡتَبۡتُمۡ وَ غَرَّتۡکُمُ الۡاَمَانِیُّ حَتّٰی جَآءَ  اَمۡرُ اللّٰہِ  وَ غَرَّکُمۡ بِاللّٰہِ الۡغَرُوۡرُ -- dan kamu ragu serta keinginanmu yang sia-sia memperdayakan kamu, hingga datang keputusan Allah   dan  si penipu telah  menipu kamu mengenai Allah. فَالۡیَوۡمَ لَا یُؤۡخَذُ مِنۡکُمۡ فِدۡیَۃٌ  وَّ لَا مِنَ الَّذِیۡنَ  کَفَرُوۡا  --   Maka pada hari ini tidak akan diterima dari kamu tebusan, dan tidak pula dari orang-orang yang kafir. ؕ مَاۡوٰىکُمُ  النَّارُ ؕ ہِیَ مَوۡلٰىکُمۡ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ   -- Tempat tinggal kamu adalah Api. Itulah sahabat kamu,  dan seburuk-buruknya tempat kembali.”   (Al-Hadīd [57]:14-16).  

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 22 Maret      2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar