بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 7
Ciri-ciri Lain Orang
Munafik “Lidahnya
Bercabang” dan Tidak memiliki “Cahaya Penerang” Ketika Berada Dalam
Kegelapan “Ujian Keimanan”
Seperti Cahaya yang Dimiliki Orang-orang
Beriman
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas mengenai keadaan orang-orang munafik dalam firman Allah Swt. berikut ini:
وَ مِنَ
النَّاسِ مَنۡ یَّقُوۡلُ اٰمَنَّا بِاللّٰہِ وَ بِالۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ وَ مَا ہُمۡ
بِمُؤۡمِنِیۡنَ ۘ﴿۸﴾ یُخٰدِعُوۡنَ اللّٰہَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ وَ مَا
یَخۡدَعُوۡنَ اِلَّاۤ اَنۡفُسَہُمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡنَ ؕ﴿﴾ فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ ۙ فَزَادَہُمُ اللّٰہُ
مَرَضًا ۚ وَ لَہُمۡ عَذَابٌ
اَلِیۡمٌۢ ۬ۙ بِمَا کَانُوۡا
یَکۡذِبُوۡنَ ﴿﴾
Dan di antara manusia ada yang mengatakan: ”Kami beriman kepada Allah dan Hari
Kemudian”, padahal mereka sama sekali bukanlah orang-orang yang beriman.
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang beriman, padahal mereka
tidak menipu melainkan diri mereka sendiri tetapi
mereka sama sekali tidak menyadarinya. فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ ۙ
فَزَادَہُمُ اللّٰہُ مَرَضًا -- Dalam hati mereka ada pe-nyakit, lalu Allah menambah penyakit mereka وَ لَہُمۡ عَذَابٌ
اَلِیۡمٌۢ ۬ۙ بِمَا کَانُوۡا یَکۡذِبُوۡنَ -- dan bagi mereka ada azab yang pedih
disebabkan mereka senantiasa berdusta.
(Al-Baqarah
[2]:9-11).
Pembuat Kerusakan di Muka Bumi
Hanya Allah Swt. dan Hari Kemudian yang dibicarakan dalam ayat 9, sedangkan Rukun Iman lainnya tidak disebut, karena
Allah Swt. dan Hari
Kemudian itu masing-masing rukun
pertama dan terakhir dalam Rukun Iman pada ajaran Islam. Pernyataan
iman kepada kedua hal itu dengan
sendirinya mengandung pernyataan iman
kepada rukun-rukun lainnya. Di tempat
lain Al-Quran menyatakan bahwa iman
kepada Hari Kemudian meliputi iman kepada para malaikat, seperti juga kepada Kitab-kitab
Suci (QS.6:93).
Makna Khāda’a-hu
dalam ayat یُخٰدِعُوۡنَ اللّٰہَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ وَ مَا یَخۡدَعُوۡنَ اِلَّاۤ
اَنۡفُسَہُمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡ -- “Mereka hendak
menipu Allah dan orang-orang
beriman, padahal mereka tidak menipu melainkan diri
mereka sendiri tetapi mereka sama sekali tidak menyadarinya” berarti: ia berusaha atau ingin menipu dia, tetapi tidak berhasil
dalam usaha itu. Khadā’a-hu berarti: ia berhasil dalam usaha menipunya;
ia meninggalkan dia atau sesuatu (Baqa).
Jadi, khāda’a-hu dipakai mengenai
seseorang bila ia tidak mencapai keinginannya; dan khadā’a-hu bila ia mencapainya (Lexicon
Lane).
Allah
Swt. telah memperlihatkan
begitu banyak Tanda (mukjizat) untuk
mendukung Islam dan berangsur-angsur Islam telah menjadi begitu berkuasa,
sehingga orang-orang munafik telah
menjadi makin lama makin takut
terhadap kaum Muslimin, dan sebagai
akibatnya telah bertambah dalam kemunafikan
mereka.
Mereka selalu menganggap perbuatannya
sebagai perbuatan baik padahal sebaliknya, firman-Nya:
وَ اِذَا
قِیۡلَ لَہُمۡ لَا تُفۡسِدُوۡا فِی الۡاَرۡضِ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّمَا نَحۡنُ
مُصۡلِحُوۡنَ ﴿﴾ اَلَاۤ اِنَّہُمۡ ہُمُ
الۡمُفۡسِدُوۡنَ وَ لٰکِنۡ لَّا یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ وَاِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ اٰمِنُوۡا کَمَاۤ اٰمَنَ
النَّاسُ قَالُوۡۤا
اَنُؤۡمِنُ کَمَاۤ اٰمَنَ
السُّفَہَآءُ ؕ اَلَاۤ اِنَّہُمۡ ہُمُ السُّفَہَآءُ وَ لٰکِنۡ لَّا
یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila
dikatakan kepada mereka: ”Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi”, mereka berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang yang melakukan perbaikan.” Ketahuilah, sesungguhnya me-reka itulah
pembuat kerusakan tetapi mereka tidak menyadarinya. وَاِذَا قِیۡلَ لَہُمۡ اٰمِنُوۡا کَمَاۤ اٰمَنَ النَّاسُ -- Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman”,
قَالُوۡۤا اَنُؤۡمِنُ کَمَاۤ اٰمَنَ السُّفَہَآءُ -- mereka
berkata: “Apakah kami harus
beriman sebagaimana orang-orang
bodoh itu telah beriman?”
اَلَاۤ اِنَّہُمۡ ہُمُ السُّفَہَآءُ وَ لٰکِنۡ لَّا یَعۡلَمُوۡنَ -- Ketahuilah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang bodoh tetapi mereka tidak mengetahui. (Al-Baqarah
[2]:12-14).
Selalu “Bermuka Dua” Dan Lidahnya “Bercabang”
Orang-orang munafik memandang orang-orang
Islam sebagai sekumpulan orang-orang
bodoh yang tertipu oleh agamanya, karena mereka — demikian pikir
orang-orang munafik — sia-sia saja mengorbankan jiwa dan harta untuk perkara yang pasti akan gagal
(QS.8:50). Mereka sendirilah yang bodoh,
kata ayat ini, sebab perjuangan Islam
telah ditakdirkan akan mencapai kemajuan dan kemenangan, firman-Nya:
اِذۡ یَقُوۡلُ الۡمُنٰفِقُوۡنَ وَ
الَّذِیۡنَ فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ غَرَّہٰۤؤُ لَآءِ دِیۡنُہُمۡ ؕ وَ مَنۡ یَّتَوَکَّلۡ
عَلَی اللّٰہِ فَاِنَّ اللّٰہَ
عَزِیۡزٌ حَکِیۡمٌ ﴿﴾
Ingatlah ketika orang-orang munafik dan orang-orang
yang di dalam hatinya ada penyakit berkata: “Agama mereka telah menipu
mereka.” Padahal barang-siapa bertawakal kepada Allah maka sesungguhnya Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana. (Al-Anfāl
[8]:50).
Namun demikian mereka itu tidak
berani berkata terus terang di
hadapan orang-orang beriman mengenai
pandangan yang “bodoh” tersebut, firman-Nya:
وَ اِذَا لَقُوا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا قَالُوۡۤا اٰمَنَّا ۚ ۖ وَ اِذَا خَلَوۡا اِلٰی شَیٰطِیۡنِہِمۡ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا
مَعَکُمۡ ۙ اِنَّمَا
نَحۡنُ مُسۡتَہۡزِءُوۡنَ ﴿﴾ اَللّٰہُ یَسۡتَہۡزِئُ بِہِمۡ وَ یَمُدُّہُمۡ فِیۡ طُغۡیَانِہِمۡ یَعۡمَہُوۡنَ ﴿﴾
Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang beriman, mereka berkata: “Kami pun telah beriman”. Tetapi
apabila mereka pergi kepada pemimpin-pemimpinnya mereka
berkata: “Sesungguhnya kami beserta kamu,
sesungguhnya kami hanyalah berolok-olok. Allah
akan menghukum perolokan mereka dan membiarkan
mereka berkelana bingung dalam
kedurhakaannya (Al-Baqarah
[2]:15-16).
Syayāthin
dalam ayat وَ اِذَا خَلَوۡا اِلٰی شَیٰطِیۡنِہِمۡ -- “Tetapi
apabila mereka pergi kepada pemimpin-pemimpinnya”
berarti para pemimpin pendurhaka (Ibn
Abbas, Ibn Mas’ud, Qatadah dan Mujahid). Nabi Besar Muhammad saw. diriwayatkan telah bersabda: “Seorang
pengendara sendirian adalah syaithan, dua pengendara pun sepasang syaithan,
tetapi tiga orang pengendara, adalah satu pasukan
pengendara (Dawud).
Hadits ini mendukung pandangan bahwa
kata syaithan tidak selamanya berarti setan.
Yastahzi-u
bihim berarti “akan menghukum mereka”.
Dalam bahasa Arab hukuman untuk
perbuatan jahat, kadang-kadang
dinyatakan dengan kata yang dipakai untuk kejahatan
itu sendiri. Allah Swt. berfirman: “Hukuman
untuk perbuatan jahat adalah kejahatan yang setimpal dengan itu”
(QS.42:41).
Ahli syair Arab yang termasyhur ‘Amr
bin Kultsum berkata: Ala lā yajhalan ahadun ‘alainā, fanajhal fauqa jahl
al-jahilinā, artinya: “Awas! Jangan
ada yang berani berbuat kejahilan terhadap kami, karena kami akan memperlihatkan kejahilan yang lebih
besar", yakni "kami akan membalas kejahilannya” (Mu’allaqat).
Itulah makna ayat: اَللّٰہُ یَسۡتَہۡزِئُ بِہِمۡ -- Allah akan menghukum perolokan mereka وَ یَمُدُّہُمۡ فِیۡ طُغۡیَانِہِمۡ یَعۡمَہُوۡنَ -- dan
membiarkan mereka berkelana bingung dalam kedurhakaannya (Al-Baqarah [2]:16). Jadi, kata-kata وَ یَمُدُّہُمۡ فِیۡ طُغۡیَانِہِمۡ یَعۡمَہُوۡنَ -- “dan
membiarkan mereka berkelana bingung dalam kedurhakaannya” itu tidak berarti bahwa Allah Swt. memberi masa tenggang kepada orang-orang munafik dan membiarkan mereka dalam kedurhakaan.
Arti demikian bertentangan dengan QS.35:38
yang menyatakan bahwa Allah Swt. memberikan kesempatan agar mereka memperbaiki
diri. Kata ‘umyun dalam یَعۡمَہُوۡنَ kata itu
jamak dari ‘ama, yang berasal dari al-’ama. Al-’amah berarti, buta ruhani dan al- ’ama berarti,
buta ruhani maupun jasmani (Aqrab-al-Mawarid).
Berusaha Menyalakan “Api
Peperangan”
Selanjutnya Allah Swt. berfirman
mengenai perumpamaan orang-orang munafik tersebut:
اُولٰٓئِکَ
الَّذِیۡنَ اشۡتَرَوُا الضَّلٰلَۃَ بِالۡہُدٰی ۪ فَمَا رَبِحَتۡ تِّجَارَتُہُمۡ وَ مَا
کَانُوۡا مُہۡتَدِیۡنَ ﴿﴾ مَثَلُہُمۡ کَمَثَلِ
الَّذِی اسۡتَوۡقَدَ نَارًا ۚ فَلَمَّاۤ اَضَآءَتۡ مَا
حَوۡلَہٗ ذَہَبَ اللّٰہُ
بِنُوۡرِہِمۡ وَ
تَرَکَہُمۡ فِیۡ ظُلُمٰتٍ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ ﴿﴾ صُمٌّۢ بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ
﴿ۙ﴾
Mereka
itulah orang-orang yang telah membeli yakni
menukar kesesatan dengan petunjuk maka perniagaan mereka sama sekali tidak
beruntung dan mereka sama sekali bukanlah orang-orang yang mendapat petunjuk. مَثَلُہُمۡ کَمَثَلِ الَّذِی اسۡتَوۡقَدَ نَارًا ۚ فَلَمَّاۤ اَضَآءَتۡ مَا
حَوۡلَہٗ ذَہَبَ اللّٰہُ بِنُوۡرِہِمۡ وَ تَرَکَہُمۡ فِیۡ ظُلُمٰتٍ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ -- Perumpamaan
mereka seperti keadaan orang yang
menyalakan api, maka
tatkala api itu telah menyinari
apa yang ada di sekelilingnya, Allah melenyapkan
cahaya mereka dan meninggalkan mereka dalam kegelapan,
mereka tidak dapat melihat. Mereka tuli,
bisu, buta, maka mereka tidak akan
kembali. (Al-Baqarah
[2]:17-19).
Makna ayat اُولٰٓئِکَ الَّذِیۡنَ اشۡتَرَوُا الضَّلٰلَۃَ بِالۡہُدٰی -- “Mereka
itulah orang-orang yang telah membeli yakni
menukar kesesatan dengan petunjuk”: (1) Mereka telah melepaskan petunjuk dan mengambil kesesatan sebagai gantinya; (2) petunjuk dan kesesatan ditawarkan kepada mereka, tetapi mereka memilih kesesatan dan menolak petunjuk.
Kata
“api” dalam ayat مَثَلُہُمۡ کَمَثَلِ
الَّذِی اسۡتَوۡقَدَ نَارًا -- “Perumpamaan
mereka seperti keadaan orang yang
menyalakan api” kadang-kadang dipakai untuk peperangan. “Seorang yang menyalakan api” dalam ayat ini dapat
dimaksudkan orang-orang munafik yang berserikat dengan orang-orang kafir untuk mengadakan peperangan terhadap Islam
atau Nabi Besar Muhammad saw. -- yang atas perintah Allah Swt. menyalakan
Nur Ilahi (QS.9:32-33; QS.61:9). Beliau
saw. diriwayatkan pernah bersabda: “Perumpamaanku
adalah seperti orang yang menyalakan api” (Bukhari).
Ungkapan ayat مَثَلُہُمۡ کَمَثَلِ
الَّذِی اسۡتَوۡقَدَ نَارًا ۚ فَلَمَّاۤ اَضَآءَتۡ مَا
حَوۡلَہٗ ذَہَبَ اللّٰہُ بِنُوۡرِہِمۡ وَ تَرَکَہُمۡ فِیۡ ظُلُمٰتٍ لَّا یُبۡصِرُوۡنَ -- Perumpamaan
mereka seperti keadaan orang yang
menyalakan api, maka
tatkala api itu telah menyinari
apa yang ada di sekelilingnya, Allah melenyapkan
cahaya mereka dan meninggalkan mereka dalam kegelapan,
mereka tidak dapat melihat. صُمٌّۢ بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ -- “Mereka tuli,
bisu, buta, maka mereka tidak akan
kembali.” (Al-Baqarah [2]: 18-19), berarti
bahwa orang-orang munafik mengobarkan
peperangan untuk menegakkan kembali pengaruh mereka yang telah lenyap, tetapi
hasil yang sebenarnya dari peperangan
itu adalah terbukanya kedok kemunafikan mereka dan sebagai
akibatnya, kekacauan pikiran dan kebingungan menimpa mereka.
Kata zhulumāt (kegelapan)
yang senantiasa dipakai dalam Al-Quran dalam bentuk jamak, mengandung arti kegelapan
akhlak dan ruhani. Dosa dan
kejahatan tak pernah berpisah dan berdiri sendiri. Suatu kejahatan menarik kejahatan
lain dan suatu kemalangan menarik
kesialan yang lain. Artinya adalah bahwa
orang-orang munafik ditimpa
oleh bahaya dan malapetaka yang berlipat ganda banyaknya.
Karena mereka tidak mengacuhkan peringatan
Nabi Besar Muhammad saw. dan
tidak pula berusaha mengungkapkan keragu-raguan mereka agar dapat dihilangkan, dan mereka telah menjadi tidak peka terhadap kemajuan yang telah dicapai oleh Islam di hadapan mata mereka sendiri maka mereka disebut tuli, bisu, dan buta. Itulah makna ayat صُمٌّۢ بُکۡمٌ عُمۡیٌ فَہُمۡ لَا یَرۡجِعُوۡنَ -- “Mereka tuli,
bisu, buta, maka mereka tidak akan
kembali” (Al-Baqarah [2]:19).
Tidak Memiliki “Cahaya
Penerang” Sendiri
Dalam ayat selanjutnya Allah Swt. mengemukakan
perumpamaan lainnya mengenai keadaan orang-orang munafik tersebut,
firman-Nya:
اَوۡ
کَصَیِّبٍ مِّنَ السَّمَآءِ فِیۡہِ ظُلُمٰتٌ وَّ رَعۡدٌ وَّ بَرۡقٌ ۚ
یَجۡعَلُوۡنَ اَصَابِعَہُمۡ فِیۡۤ اٰذَانِہِمۡ مِّنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الۡمَوۡتِ ؕ وَ
اللّٰہُ مُحِیۡطٌۢ بِالۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
یَکَادُ الۡبَرۡقُ یَخۡطَفُ اَبۡصَارَہُمۡ ؕ کُلَّمَاۤ اَضَآءَ
لَہُمۡ مَّشَوۡا فِیۡہِ ٭ۙ وَ اِذَاۤ
اَظۡلَمَ عَلَیۡہِمۡ قَامُوۡا ؕ وَ لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ لَذَہَبَ بِسَمۡعِہِمۡ وَ اَبۡصَارِہِمۡ ؕ اِنَّ
اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ ﴿٪﴾
Atau keadaan
mereka seperti hujan lebat dari
langit yang di dalamnya berbagai
macam kegelapan, guruh, dan kilat,
mereka memasukkan jari mereka ke dalam
telinganya disebabkan petir karena takut mati, dan Allah
mengepung orang-orang kafir. یَکَادُ
الۡبَرۡقُ یَخۡطَفُ اَبۡصَارَہُمۡ -- Nyaris kilat
itu menyambar penglihatan mereka. کُلَّمَاۤ اَضَآءَ
لَہُمۡ مَّشَوۡا فِیۡہِ -- Setiap
kali kilat menyinarinya, mereka
berjalan di dalamnya, وَ اِذَاۤ
اَظۡلَمَ عَلَیۡہِمۡ قَامُوۡا -- tetapi apabila
gelap meliputinya mereka berhenti.
وَ لَوۡ
شَآءَ اللّٰہُ لَذَہَبَ بِسَمۡعِہِمۡ وَ
اَبۡصَارِہِمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلٰی کُلِّ شَیۡءٍ قَدِیۡرٌ -- Dan seandainya
Allah menghendaki niscaya Dia
menghilangkan pendengaran mereka dan penglihatan
mereka, sesungguhnya Allah
berkuasa atas segala sesuatu. (Al-Baqarah [2]:19-21).
Sama’ berarti: sesuatu yang tergantung
di atas dan memberi naungan; cakrawala atau langit,
mega atau awan (Lexicon Lane). Ayat 21
dan ayat-ayat Surah Al-Baqarah yang mendahuluinya menyebut dua golongan orang munafik:
(1) orang-orang kafir yang pura-pura menjadi Muslim,
(2) orang-orang beriman — buruk dalam kepercayaan
dan lebih buruk lagi dalam pekerjaan mereka — yang mempunyai kecenderungan kepada kekafiran.
Maksud ayat ini agaknya
bahwa, keadaan golongan kedua kaum munafik itu seperti orang-orang penakut, yang hanya karena hujan turun disertai guruh dan petir menjadi ketakutan
dan tidak mengambil faedah dari kejadian
itu.
Orang-orang munafik yang dilukiskan sebagai orang-orang lemah iman sangat dekat kepada kehilangan
penglihatan. Mereka tidak benar-benar kehilangan
mata, tetapi jika mereka berulang-ulang dihadapkan kepada keadaan yang meminta keberanian dan pengorbanan di jalan Allah
yang dilambangkan dengan petir dan guruh, mereka sangat boleh jadi akan kehilangan matanya yakni imannya. Tetapi kasih-sayang Allah Swt.
telah mengatur demikian, sehingga
kilat itu tidak selamanya disertai petir. Seringkali kilat hanya sekilas kilau
yang menyingkapkan selimut kegelapan
dan menolong sang musafir untuk bergerak ke depan.
Jadi, menurut perumpamaan
dalam ayat tersebut, ketika Islam nampaknya mencapai kemajuan maka orang-orang
munafik mengadakan kerjasama
dengan kaum Muslimin. Tetapi kalau kilat diikuti oleh Guntur dan halilintar
(petir) -- yakni bila keadaan menghendaki pengorbanan jiwa dan harta-benda -- dunia menjadi gelap bagi mereka; mereka menjadi kehilangan akal lalu berhenti
dan enggan
bergerak maju bersama-sama dengan orang-orang
yang beriman.
Karena orang-orang munafik
memiliki keimanan yang sangat lemah, sehingga keimanan mereka
itu tidak pernah berubah
menjadi cahaya yang terang benderang
yang bermanfaat dalam menempuh
perjalanan yang “gelap” , yakni
menghadapi ujian-ujian keimanan di
jalan Allah Swt. . Itulah sebabnya dalam perumpamaan mengenai hujan
lebat yang disertai kilat, guruh dan petir yang keadaanya gelap gulita mereka akan
segera berhenti melangkah di jalan Allah Swt. ketika keadaan sekelilingnya merupakan
kegelapan yang sangat pekat.
“Cahaya Keimanan”
Orang-orang Beriman di Akhirat
Mengisyaratkan kepada keadaan seperti itu pulalah firman Allah Swt. kepada
Nabi Besar Muhammad saw. berikut ini mengenai dua keadaan orang-orang yang beriman dan orang-orang
munafik di alam akhirat:
یَوۡمَ
تَرَی الۡمُؤۡمِنِیۡنَ وَ الۡمُؤۡمِنٰتِ یَسۡعٰی نُوۡرُہُمۡ بَیۡنَ اَیۡدِیۡہِمۡ وَ بِاَیۡمَانِہِمۡ بُشۡرٰىکُمُ
الۡیَوۡمَ جَنّٰتٌ تَجۡرِیۡ مِنۡ تَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَا
ؕ ذٰلِکَ ہُوَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ ﴿ۚ﴾
Pada hari ketika engkau melihat laki-laki beriman dan perempuan beriman, cahaya
mereka akan berlari-lari di hadapan mereka dan di sebelah kanan mereka, Dia
berfirman: “Kabar gembira bagi kamu pada hari ini mengenai kebun-kebun yang di bawah-nya mengalir sungai-sungai, mereka akan kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (Al-Hadīd
[57]:13).
Kemudian mengenai keadaan orang-orang
munafik Allah Swt. selanjutnya berfirman:
یَوۡمَ
یَقُوۡلُ الۡمُنٰفِقُوۡنَ وَ
الۡمُنٰفِقٰتُ لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا انۡظُرُوۡنَا نَقۡتَبِسۡ مِنۡ نُّوۡرِکُمۡ
ۚ قِیۡلَ ارۡجِعُوۡا وَرَآءَکُمۡ
فَالۡتَمِسُوۡا نُوۡرًا ؕ فَضُرِبَ بَیۡنَہُمۡ بِسُوۡرٍ لَّہٗ بَابٌ ؕ بَاطِنُہٗ فِیۡہِ الرَّحۡمَۃُ وَ ظَاہِرُہٗ مِنۡ
قِبَلِہِ الۡعَذَابُ ﴿ؕ ﴾ یُنَادُوۡنَہُمۡ اَلَمۡ
نَکُنۡ مَّعَکُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰی وَ لٰکِنَّکُمۡ فَتَنۡتُمۡ اَنۡفُسَکُمۡ وَ تَرَبَّصۡتُمۡ وَ ارۡتَبۡتُمۡ
وَ غَرَّتۡکُمُ الۡاَمَانِیُّ حَتّٰی جَآءَ
اَمۡرُ اللّٰہِ وَ غَرَّکُمۡ
بِاللّٰہِ الۡغَرُوۡرُ ﴿﴾ فَالۡیَوۡمَ لَا
یُؤۡخَذُ مِنۡکُمۡ فِدۡیَۃٌ وَّ لَا مِنَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا ؕ مَاۡوٰىکُمُ النَّارُ ؕ ہِیَ مَوۡلٰىکُمۡ ؕ وَ بِئۡسَ
الۡمَصِیۡرُ ﴿﴾
Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan orang-orang munafik perempuan akan berkata kepada orang-orang beriman: انۡظُرُوۡنَا نَقۡتَبِسۡ مِنۡ نُّوۡرِکُمۡ
-- “Tunggulah
kami supaya kami memperoleh
sebagian penerangan cahaya
kamu.” قِیۡلَ ارۡجِعُوۡا
وَرَآءَکُمۡ فَالۡتَمِسُوۡا نُوۡرًا -- Dikatakan: “Kembalilah ke belakang kamu dan
carilah cahaya.” فَضُرِبَ بَیۡنَہُمۡ
بِسُوۡرٍ لَّہٗ بَابٌ -- Maka akan
didirikan di antara mereka dinding yang berpintu, بَاطِنُہٗ فِیۡہِ الرَّحۡمَۃُ وَ ظَاہِرُہٗ مِنۡ
قِبَلِہِ الۡعَذَابُ -- di sebelah
dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya ada azab. یُنَادُوۡنَہُمۡ اَلَمۡ
نَکُنۡ مَّعَکُمۡ -- Mereka
akan berseru kepada mereka yang beriman: “Bukankah kami beserta kamu?” قَالُوۡا بَلٰی وَ
لٰکِنَّکُمۡ فَتَنۡتُمۡ اَنۡفُسَکُمۡ -- Mereka yang beriman berkata: “Tidak, bahkan kamu menjatuhkan
dirimu ke dalam cobaan dan kamu
menunggu kehancuran kami, وَ ارۡتَبۡتُمۡ وَ غَرَّتۡکُمُ
الۡاَمَانِیُّ حَتّٰی جَآءَ اَمۡرُ
اللّٰہِ وَ غَرَّکُمۡ بِاللّٰہِ
الۡغَرُوۡرُ -- dan kamu ragu serta keinginanmu yang sia-sia memperdayakan kamu, hingga datang keputusan Allah dan si penipu telah menipu
kamu mengenai Allah. فَالۡیَوۡمَ لَا
یُؤۡخَذُ مِنۡکُمۡ فِدۡیَۃٌ وَّ لَا مِنَ
الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا -- Maka pada hari ini tidak akan diterima dari kamu tebusan, dan tidak pula dari
orang-orang yang kafir. ؕ
مَاۡوٰىکُمُ النَّارُ ؕ ہِیَ مَوۡلٰىکُمۡ
ؕ وَ بِئۡسَ الۡمَصِیۡرُ -- Tempat tinggal kamu adalah Api. Itulah sahabat kamu, dan
seburuk-buruknya tempat kembali.” (Al-Hadīd
[57]:14-16).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 22 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar