Kamis, 26 Maret 2015

Para Penguasa Muslim Harus Menjadi "Pengayom" Umat Manusia & Makna "Panjangnya Usia" Nabi Nuh a.s. dan "Tinggi Tubuh" Nabi Adam a.s.




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 10

    Para Penguasa Muslim Harus Menjadi “Pengayom” Umat Manusia  & Makna  Panjangnya Usia  Nabi Nuh a.s.  dan Tinggi  Tubuh Nabi Adam a.s.
 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas   mengenai  kebebasan menyatakan kata hati - termasuk  dalam hal memeluk agama dan kepercayaan  -- merupakan hal yang tidak kurang pentingnya. Hal ini merupakan pusaka manusia yang paling berharga — mungkin lebih berharga daripada jiwa manusia sendiri.
        Al-Quran yang telah memberi kedudukan yang semulia-mulianya kepada kehidupan manusia, tidak mungkin tidak mengakui, dan menyatakan bahwa kesucian dan haknya yang tidak boleh diganggu, sebagai hak asasi yang paling berharga. Untuk membela milik mereka yang paling berharga itulah, orang-orang Muslim telah diberi izin untuk  mengangkat senjata, firman-Nya:
اُذِنَ لِلَّذِیۡنَ یُقٰتَلُوۡنَ بِاَنَّہُمۡ ظُلِمُوۡا ؕ وَ اِنَّ  اللّٰہَ  عَلٰی  نَصۡرِہِمۡ  لَقَدِیۡرُۨ  ﴿ۙ﴾
Diizinkan berperang bagi mereka yang telah diperangi, karena mereka telah dizalimi,  dan sesungguhnya Allāh berkuasa menolong mereka. (Al-Hājj [22]:40).
       Menurut kesepakatan di antara para ulama, ayat inilah yang merupakan ayat pertama, yang memberi izin kepada orang-orang Islam (Muslim) untuk mengangkat senjata guna membela diri. Ayat ini menetapkan asas-asas yang menurut itu, orang-orang Islam (Muslim) boleh mengadakan perang untuk membela diri, dan bersama-sama dengan ayat-ayat berikutnya mengemukakan alasan-alasan yang membawa orang-orang Islam yang amat sedikit jumlahnya itu — tanpa persenjataan dan alat-alat duniawi lainnya — untuk berperang membela diri.

Tujuan Lainnya Izin Berperang

       Hal itu mereka lakukan sesudah mereka tidak henti-hentinya mengalami penderitaan selama 13 tahun di Mekkah, dan sesudah mereka dikejar-kejar sampai ke Medinah dengan kebencian yang tidak ada reda-redanya dan di sini pun mereka diusik dan diganggu juga. Alasan pertama yang dikemukakan dalam ayat ini  yaitu bahwa mereka diperlakukan secara zalim, firman-Nya:
الَّذِیۡنَ اُخۡرِجُوۡا مِنۡ دِیَارِہِمۡ  بِغَیۡرِ  حَقٍّ اِلَّاۤ  اَنۡ یَّقُوۡلُوۡا رَبُّنَا اللّٰہُ ؕ وَ لَوۡ لَا دَفۡعُ اللّٰہِ النَّاسَ بَعۡضَہُمۡ بِبَعۡضٍ لَّہُدِّمَتۡ صَوَامِعُ وَ بِیَعٌ وَّ صَلَوٰتٌ وَّ مَسٰجِدُ یُذۡکَرُ فِیۡہَا اسۡمُ اللّٰہِ کَثِیۡرًا ؕ وَ لَیَنۡصُرَنَّ اللّٰہُ مَنۡ یَّنۡصُرُہٗ ؕ اِنَّ اللّٰہَ لَقَوِیٌّ عَزِیۡزٌ ﴿﴾
Yaitu orang-orang yang telah diusir dari rumah-rumah mereka tanpa haq  hanya karena mereka berkata:  رَبُّنَا اللّٰہُ -- “Tuhan kami Allāh.” Dan seandai-nya Allāh tidak menangkis sebagian manusia oleh sebagian yang lain niscaya akan hancur  biara-biara, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah, dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama  Allah, dan  Allah pasti akan menolong siapa yang menolong-Nya, sesungguhnya Allah Maha Kuasa, Maha Perkasa. (Al-Hājj [22]:41).
       Ayat ini memberi alasan kedua, yaitu bahwa orang-orang Islam telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang adil dan sah, satu-satunya kesalahan mereka ialah hanya karena mereka beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diajarkan Nabi Besar Muhammad saw..
      Bertahun-tahun lamanya Nabi Besar Muhammad saw.  dan orang-orang Islam (Muslim) ditindas di Mekkah, kemudian mereka diusir dari sana (QS.8:31; QS.9:40), dan tidak pula dibiarkan hidup dengan aman di tempat pembuangan mereka di Medinah.
     Islam diancam dengan kemusnahan total oleh suatu serangan gabungan suku-suku Arab (Al-Ahzab)  di sekitar Medinah, yang terhadapnya orang Quraisy mempunyai pengaruh yang besar, mengingat kedudukan mereka sebagai penjaga Ka’bah. Kota Medinah sendiri menjadi sarang kekacauan dan pengkhianatan. Orang-orang Yahudi bersatu-padu  memusuhi Nabi Besar Muhammad saw..  
       Kesulitan beliau saw.  dengan hijrah ke Medinah bukan berkurang, bahkan makin bertambah.   Di tengah-tengah keadaan yang amat tidak menguntungkan itulah orang-orang Islam (Muslim) terpaksa mengangkat senjata untuk menyelamatkan diri mereka, agama mereka, dan wujud  Nabi Besar Muhammad saw.  dari kemusnahan.
        Jadi, jika ada suatu kaum yang pernah mempunyai alasan yang sah untuk berperang, maka kaum itu adalah Nabi Besar Muhammad saw.  dan para sahabat beliau saw., namun para kritisi Islam Non-Muslim yang tidak mau mempergunakan akal telah menuduh, bahwa beliau saw. melancarkan peperangan agresi untuk memaksakan agama beliau saw. kepada orang-orang yang tidak menghendakinya. Padahal dengan tegas  Allah Swt. menyatakan dalam Al-Quran  bahwa tidak boleh ada paksaan dalam masalah agama (QS.2:257; QS.10:100; QS.11:119;  QS.18:30; QS.76:4).

Para Penguasa Muslim Harus Menjadi “Pengayom  Umat Manusia

      Sesudah memberikan alasan-alasan  mengapa orang-orang Islam terpaksa mengangkat senjata, selanjutnya ayat ini mengemukakan tujuan dan maksud peperangan yang dilancarkan oleh umat Islam. Tujuannya sekali-kali bukan untuk merampas hak orang-orang lain atas rumah dan milik mereka, atau merampas kemerdekaan mereka serta memaksa mereka tunduk kepada kekuasaan asing, atau untuk menjajagi pasar-pasar yang baru atau memperoleh tanah-tanah jajahan baru   -- seperti telah diusahakan oleh kekuasaan negara-negara kuat dari barat yang beragama Kristen.
        Yang dimaksudkan ialah mengadakan perang semata-mata untuk membela diri dan untuk menyelamatkan Islam dari kemusnahan, dan untuk menegakkan kebebasan berpikir; begitu juga untuk membela tempat-tempat peribadatan yang dimiliki oleh agama-agama lain — gereja-gereja, rumah-rumah peribadatan Yahudi, kuil-kuil, biara-biara, dan sebagainya (QS.2:194; QS.2:257; QS.8:40 dan QS.8:73).
        Jadi tujuan pertama dan terutama dari perang-perang yang dilancarkan oleh Islam di masa yang lampau   dan selamanya di masa yang akan datang pun ialah  menegakkan kebebasan beragama dan beribadah dan berperang membela negeri, kehormatan, dan kemerdekaan terhadap serangan tanpa dihasut. Apakah ada alasan untuk berperang yang lebih baik daripada ini?
        Selanjutnya Allah Swt. berfirman apabila umat Islam meraih kekuasaan duniawi dalam kedudukan mereka sebagai “umat terbaik” yang dijadikan untuk manfaat seluruh umat manusia (QS.2:144; QS.3:111):
اَلَّذِیۡنَ  اِنۡ مَّکَّنّٰہُمۡ  فِی الۡاَرۡضِ اَقَامُوا الصَّلٰوۃَ وَ اٰتَوُا الزَّکٰوۃَ وَ اَمَرُوۡا بِالۡمَعۡرُوۡفِ وَ  نَہَوۡا عَنِ الۡمُنۡکَرِ ؕ وَ لِلّٰہِ  عَاقِبَۃُ  الۡاُمُوۡرِ ﴿﴾
Orang-orang yang jika Kami meneguhkannya di bumi mereka mendirikan shalat, membayar zakat,  menyuruh berbuat kebaikan dan melarang dari keburukan.1 Dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Al-Hājj [22]:42).
       Jadi, ayat ini mengandung perintah bagi orang-orang Islam  bahwa  mana-kala mereka memperoleh kekuasaan, maka mereka tidak boleh mempergunakannya untuk kemajuan bagi kepentingan diri mereka sendiri, melainkan harus digunakan untuk memperbaiki nasib orang-orang miskin dan orang-orang tertindas dan untuk menegakkan keamanan dan keselamatan di daerah-daerah kekuasaan mereka, dan bahwa mereka harus menghargai dan melindungi tempat-tempat peribadatan, sebab  Nabi Besar Muhammad saw. diutus Allah Swt. sebagai  rahmat bagi seluruh alam (QS.21:108), demikian pula hendaknya umat Islam  yang mendapat gelar  sebagai “umat terbaik  (QS.2:144; QS.3:111).

Janji-janji  Muluk Dusta Para Penentang Rasul Allah & Makna Usia Para Nabi Allah

        Kembali kepada Surah Al-Ankabūt, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai  segolongan orang-orang kafir yang sangat ekstrim dalam melakukan penghadangan  terhadap orang-orang yang beriman (QS.7:15-19) agar melepaskan keimanan mereka kepada Rasul Allah yang kedatangannya dijanjikan, firman-Nya: 
وَ قَالَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِلَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اتَّبِعُوۡا سَبِیۡلَنَا وَ لۡنَحۡمِلۡ خَطٰیٰکُمۡ ؕ وَ مَا ہُمۡ بِحٰمِلِیۡنَ مِنۡ خَطٰیٰہُمۡ مِّنۡ شَیۡءٍ ؕ اِنَّہُمۡ  لَکٰذِبُوۡنَ ﴿﴾  وَ لَیَحۡمِلُنَّ  اَثۡقَالَہُمۡ  وَ اَثۡقَالًا مَّعَ اَثۡقَالِہِمۡ ۫ وَ لَیُسۡـَٔلُنَّ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ عَمَّا کَانُوۡا یَفۡتَرُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman:  اتَّبِعُوۡا سَبِیۡلَنَا وَ لۡنَحۡمِلۡ خَطٰیٰکُمۡ   -- “Ikutilah jalan kami   dan   kami akan menanggung dosa-dosa kamu.” وَ مَا ہُمۡ بِحٰمِلِیۡنَ مِنۡ خَطٰیٰہُمۡ مِّنۡ شَیۡءٍ  -- Padahal mereka tidak dapat memikul dosa-dosa  mereka itu sedikit pun, اِنَّہُمۡ  لَکٰذِبُوۡنَ  -- sesungguhnya mereka itu benar-benar pendusta.   Dan niscaya mereka akan memikul beban mereka dan beban orang lain beserta beban mereka, dan pada Hari Kiamat  niscaya mereka akan ditanyai  mengenai apa yang mereka ada-adakan. (Al-Ankabūt [29]:13-14).        
        Jadi, selain orang-orang munafik, ada lagi golongan lain yakni gembong-gembong kekafiran yang agresip. Dengan menyalahgunakan kedudukan dalam masyarakat, mereka berusaha menyesatkan orang-orang lain yang tidak begitu tinggi kedudukannya dalam masyarakat dengan mengatakan kepada mereka, bahwa mereka akan menanggung segala kerugian yang akan diderita mereka itu sebagai akibat mengikuti pimpinan mereka dan menolak agama hakiki yang baru itu.
        Padahal janji-janji serta berbagai jaminan  yang mereka tawarkan tersebut kedustaan belaka, sebab cara demikian itulah yang  selalu dilakukan syaitan dalam menyesatkan manusia dari jalan Allah Swt. yakni selalu mengingkari janji (QS.14:23), lalu meninggalkan dan  menelantarkan  manusia yang berhasil ditipunya (QS.25:26-32).
       Dalam rangka mendukung kebenaran firman Allah Swt. dalam ayat-ayat sebelumnya, selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai kisah Nabi Nuh a.s. yang merupakan   salah satu bukti di masa lalu mengenai  hal tersebut, firman-Nya:
وَ لَقَدۡ  اَرۡسَلۡنَا نُوۡحًا  اِلٰی قَوۡمِہٖ فَلَبِثَ فِیۡہِمۡ  اَلۡفَ سَنَۃٍ  اِلَّا خَمۡسِیۡنَ عَامًا ؕ فَاَخَذَہُمُ  الطُّوۡفَانُ  وَ ہُمۡ  ظٰلِمُوۡنَ ﴿﴾  فَاَنۡجَیۡنٰہُ  وَ اَصۡحٰبَ السَّفِیۡنَۃِ وَ جَعَلۡنٰہَاۤ  اٰیَۃً  لِّلۡعٰلَمِیۡنَ ﴿﴾
Dan  sungguh  Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, dan ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun, lalu  mereka disergap oleh taufan sedang mereka dalam keadaan zalim.  Maka  Kami menyelamatkan dia dan penumpang-penumpang bahtera, dan Kami menjadikan peristiwa itu suatu Tanda untuk seluruh manusia. (Al-Ankabūt [29]:16).
         Di sini usia Nabi Nuh a.s.   telah disebut 950 tahun. Bible mengatakan 952 tahun. Sukar sekali menetapkan tanggal yang pasti untuk mengetahui kapan dan berapa lama masa hidup nabi-nabi Allah zaman purba, seperti Nabi Nuh a.s. , Nabi Hud a.s., Nabi Shalih a.s., dan nabi-nabi lainnya. “Tidak ada yang mengetahui mereka kecuali Allah,” kata Al-Quran (QS.14:10).
        Masa 950 tahun nampaknya bukan jangka waktu hidup Nabi Nuh a.s.. dalam jasad pribadinya, melainkan masa itu masa berlakunya syariat beliau. Oleh karena itu  masa itu menjangkau pertama-tama sampai masa kenabian Nabi Ibrahim a.s., sebab Nabi Ibrahim a.s. adalah dari golongannya” (QS.37:84) dan kemudian menjangkau sampai masa Nabi Yusuf a.s. dan kemudian bahkan menurun sampai  Nabi Musa a.s..
          Sungguh pada hakikatnya usia seorang nabi Allah adalah selama masa berlakunya syariat dan ajarannya. Dalam menggambarkan batas usia Nabi Nuh a.s.. dua patah kata  sanah dan ‘am, yang dipergunakan. Kalau arti akar kata sanah mengandung pengertian buruk maka arti akar kata ‘am mempunyai pengertian baik.
 Agaknya  50 tahun permulaan “usia”  ajaran Nabi Nuh a.s. merupakan tahun-tahun kemajuan dan peningkatan kehidupan ruhani kaum, dan sesudah itu datanglah masa kemerosotan dan kemunduran akhlak, dan kaum beliau lambat-laun menjadi rusak akhlaknya, sehingga kemunduran mereka menjadi genap dalam 900 tahun.

Makna Tinggi Tubuh Nabi Adam a.s.

        Dengan demikian jelaslah bahwa jika Nabi Besar Muhammad saw.  dalam hadits  menyebutkan bahwa usia Nabi Adam a.s. 1000 tahun maka maknanya adalah usia masa berlakunya ajaran atau syariat yang diwahyukan kepada Nabi Adam a.s., bukan  artinya usia Nabi Adam a.s. adalah 1000 tahun, demikian pula halnya dengan tinggi tubuh beliau  yaitu setinggi 30 meter, sebagaimana diriwayatkan Ibnu ‘Abbas r.a. memiliki makna lain, misalnya sebagai penggambaran atau kiasan  ketinggian  martabat ruhani beliau, sehingga orang-orang yang tinggi tubuhnya sekitar 2 meter harus mendongakkan kepalanya jika ingin melihat ketinggian ruhani  Nabi Adam a.s..
          Terlebih lagi jika ingin melihat ketinggian martabat ruhani Nabi Besar Muhammad saw.   – sebagai Khātaman Nabiyyīn (QS.33:41) --  yang pasti jauh lebih tinggi lagi daripada   Nabi Adam a.s., yang dalam peristiwa mi’raj ketika Nabi Besar Muhammad saw.  bertemu Nabi Adam a.s. beliau berada pada  tingkatan langit pertama, sedangkan Nabi Besar Muhammad saw.  jauh melampaui  martabat Nabi Ibrahim a.s. yang berada  di tingkatan langit ke tujuh dan beliau saw.  mencapai Sidratul  Muntaha  (QS.53:1-19). Wallahu ‘alam.
         Ya benar, masalah berapa lama sebenarnya umur  para nabi Allah dan  tinggi  serta besarnya postur tubuh  mereka bukan masalah penting yang perlu diperdebatkan,  karena di akhirat masalah   umur serta besar-kecilnya  serta tinggi rendahnya tubuh manusia   bukan masalah  penting, sebab menurut Allah Swt. yang akan menjadi pertimbangan-Nya dalam menentukan apakah mereka  di akhirat akan menjadi penghuni surga ataukah  penghuni neraka jahannam  adalah  berkaitan dengan   masalah   ketakwaan mereka kepada Allah Swt., firman-Nya:
 یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ  اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ  مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ ﴿﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan,  dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu dapat saling mengenal.  اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ  --  Sesungguhnya  yang paling mulia di antara kamu di sisi Allāh  adalah  yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (Al-Hujurāt [49]:14).
       Syu’ub itu jamak dari sya’b, yang berarti: suku bangsa besar, induk suku-suku bangsa disebut qabilah, tempat mereka berasal dan yang meliputi mereka; suku bangsa (Lexicon Lane).

Keinginan Sia-sia Orang-orang Yahudi Berumur Panjang   &  “Magna Charta”   (Piagam Persaudaraan dan Persamaan Umat Manusia)

     Sehubungan dengan keinginan berumur panjang  dalam kehidupan di dunia ini,  Allah Swt. berfirman mengenai orang-orang Yahudi, berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ لَتَجِدَنَّہُمۡ اَحۡرَصَ النَّاسِ عَلٰی حَیٰوۃٍ  ۚۛ وَ مِنَ الَّذِیۡنَ اَشۡرَکُوۡا  ۚۛ یَوَدُّ  اَحَدُہُمۡ لَوۡ یُعَمَّرُ اَلۡفَ سَنَۃٍ ۚ وَ مَا ہُوَ بِمُزَحۡزِحِہٖ مِنَ الۡعَذَابِ اَنۡ یُّعَمَّرَ ؕ وَ اللّٰہُ  بَصِیۡرٌۢ بِمَا یَعۡمَلُوۡنَ ﴿٪﴾
Dan niscaya engkau benar-benar akan mendapati mereka sebagai manusia paling tamak kepada  kehidupan dunia dan bahkan lebih daripada orang-orang musyrik, masing-masing mereka ingin diberi umur seribu tahun, padahal diberi umur selama itu  tidak dapat menjauhkannya dari azab, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah [2]:97).
         Orang-orang musyrik tidak begitu lekat ikatan mereka kepada kehidupan  di dunia ini  daripada  orang-orang Yahudi, karena   --  beda dari kaum Yahudi  -- mereka tak beriman kepada kehidupan sesudah mati dan oleh karena itu mereka tidak punya rasa takut akan siksaan sesudah mati.
          Jadi, makna ayat tersebut adalah bahwa  orang-orang Yahudi tersebut baik diberi jangka waktu hidup yang pendek mau pun yang panjang  -- sampai 1000 tahun   -- tetap saja kedurhakaan yang senantiasa mereka lakukan kepada Allah Swt. dan para Rasul Allah yang dibangkitkan di kalangan Bani Israil (QS.2:88-95) tidak akan dapat melepaskan diri mereka dari azab Ilahi  sebagai bentuk kemurkaan Allah Swt. kepada bangsa yang tidak tahu bersyukur tersebut (QS.14:8) sehingga Allah Swt. dalam Al-Quran telah menyebut mereka sebagai “pohon terkutuk” ( QS.17:61; QS.5:79-80).
     Jadi, sesudah membahas masalah persaudaraan dalam Islam pada dua ayat Surah Al Hujurāt sebelumnya, ayat ini meletakkan dasar persaudaraan yang melingkupi dan meliputi seluruh umat manusia. Pada hakikatnya, ayat ini merupakan “Magna Charta” - piagam persaudaraan dan persamaan umat manusia, firman-Nya:
 یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ  اِنَّا خَلَقۡنٰکُمۡ  مِّنۡ ذَکَرٍ وَّ اُنۡثٰی وَ جَعَلۡنٰکُمۡ شُعُوۡبًا وَّ قَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوۡا ؕ اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ ؕ اِنَّ اللّٰہَ عَلِیۡمٌ خَبِیۡرٌ ﴿﴾
Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan,  dan Kami telah menjadikan kamu bangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu dapat saling mengenal.  اِنَّ  اَکۡرَمَکُمۡ  عِنۡدَ اللّٰہِ  اَتۡقٰکُمۡ  --  Sesungguhnya  yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah  adalah  yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Maha Waspada. (Al-Hujurāt [49]:14).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 25 Maret      2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar