بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ
Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt
Bab 2
Pengutusan Rasul
Allah yang Dijanjikan -- Terutama Nabi Besar Muhammad saw. -- Merupakan “The Big Bang” (Ledakan Besar) Alam
Semesta Ruhani Guna Melakukan Pemisahan yang “Baik” dari “yang “Buruk” di Kalangan Umat Manusia, khususnya Umat Beragama
Oleh
Ki Langlang Buana Kusuma
D
|
alam bagian
akhir Bab sebelumnya telah dibahas mengenai proses penciptaan tatanan alam semesta jasmani melalui
peristiwa “the Big Bang” (Ledakan
Besar), dan Sunnatullah yang sama terjadi pula dalam proses penciptaan tatanan alam semesta ruhani, firman-Nya:
اَوَ
لَمۡ یَرَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا
اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ
کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah orang-orang
yang kafir melihat اَنَّ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ کَانَتَا رَتۡقًا -- bahwa seluruh langit dan bumi keduanya dahulu
suatu massa yang menyatu فَفَتَقۡنٰہُمَا -- lalu Kami pisahkan keduanya? ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ -- Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air.
اَفَلَا
یُؤۡمِنُوۡنَ -- Tidakkah mereka
mau beriman? (Al-Anbiya [21]:31).
Peristiwa “Ledakan Besar” di Alam Ruhani
Berupa Pengutusan Rasul Allah
Berikut
adalah peristiwa “the Big Bang” (Ledakan Besar), dalam
proses penciptaan tatanan alam
semesta ruhani, firman-Nya:
مَا کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ ؕ وَ مَا کَانَ
اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ
رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ۪ فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ ۚ وَ اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ اَجۡرٌ
عَظِیۡمٌ ﴿﴾
Allah sekali-kali tidak akan membiarkan
orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya hingga Dia memisahkan yang buruk dari yang baik. وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ
عَلَی الۡغَیۡبِ -- Dan
Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ
یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ -- tetapi Allah memilih di an-tara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki, ۪
فَاٰمِنُوۡا بِاللّٰہِ وَ رُسُلِہٖ -- karena itu berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, وَ اِنۡ تُؤۡمِنُوۡا وَ تَتَّقُوۡا فَلَکُمۡ اَجۡرٌ
عَظِیۡمٌ -- dan
jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagi kamu ganjaran yang besar. (Ali ‘Imran [3]:180).
Ayat مَا
کَانَ اللّٰہُ لِیَذَرَ الۡمُؤۡمِنِیۡنَ عَلٰی مَاۤ اَنۡتُمۡ عَلَیۡہِ حَتّٰی یَمِیۡزَ الۡخَبِیۡثَ مِنَ الطَّیِّبِ – “Allah sekali-kali tidak akan
membiarkan orang-orang yang beriman di dalam keadaan kamu berada di dalamnya hingga
Dia memisahkan yang buruk dari yang baik” maksudnya adalah bahwa setelah terjadi proses “pemecahan gumpalan” di kalangan umat
manusia melalui pengutusan Nabi Besar
Muhammad saw., percobaan dan kemalangan
yang telah dialami kaum Muslimin
hingga saat itu tidak akan segera berakhir.
Masih banyak lagi percobaan yang tersedia bagi mereka, dan percobaan-percobaan itu akan terus-menerus datang, hingga orang-orang
beriman sejati, akan benar-benar dibedakan dari kaum munafik dan yang lemah
iman, firman-Nya:
یٰۤاَیُّہَا
الَّذِیۡنَ اٰمَنُوا اسۡتَعِیۡنُوۡا بِالصَّبۡرِ وَ الصَّلٰوۃِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ
مَعَ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ
اَمۡوَاتٌ ؕ بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾ وَ
لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ
الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ ؕ وَ بَشِّرِ الصّٰبِرِیۡنَ ﴿﴾ۙ الَّذِیۡنَ اِذَاۤ اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ رٰجِعُوۡنَ ﴿﴾ؕ اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ
رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ ﴿﴾
Hai
orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Dan janganlah
kamu mengatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka
itu mati, tidak bahkan mereka
hidup, tetapi kamu tidak menyadari. وَ
لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ
الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ الثَّمَرٰتِ -- Dan Kami niscaya akan
menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan
da-lam harta, jiwa dan buah-buahan, وَ بَشِّرِ
الصّٰبِرِیۡنَ -- dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. الَّذِیۡنَ اِذَاۤ اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ
رٰجِعُوۡنَ -- Yaitu orang-orang yang apabila suatu musibah menimpa mereka, mereka
berkata: ”Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami
kembali.” اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟
وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ -- Mereka itulah orang-orang
yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat
dari Rabb (Tuhan) mereka dan mereka
inilah yang mendapat petunjuk. (Al-Baqarah
[2]:154-157).
Makna Perintah Sabar
Mendahului Perintah Shalat (Doa)
Karena penciptaan alam semesta ada di bawah sifat Rabbubiyat Allah Swt. -- yakni melalui rangkaian proses hukum sebab-akibat
yang berkesinambungan, bukan melalui
firman-Nya: “Kun fayakun -- “Jadilah!” Maka terjadilah” -- karena itu
dalam ayat tersebut Allah Swt.
telah menekankan masalah sabar mendahului masalah shalat (doa).
Shabr (sabar) berarti: (1) tekun dalam menjalankan
sesuatu; (2) memikul kemalangan dengan ketabahan dan tanpa berkeluh-kesah; (3)
berpegang teguh kepada syariat dan petunjuk akal; (4) menjauhi perbuatan yang
dilarang oleh syariat dan akal (Al-Mufradat).
Contohnya,
pasangan suami-istri yang baru menikah yang mengharapkan lahirnya
seorang anak mereka mereka harus bersabar menunggu kelahiran anak
mereka sekitar 9 bulan selain terus menerus berdoa kepada Allah Swt.
agar memperoleh keturunan (anak) (QS.7:190). Doa kepadaAllah Swt. perlu terus
menerus dipanjatkan sebab dalam menunggu selama 9 bulan tersebut banyak kemungkinan
yang akan terjadi pada janin (bayi) yang dikandung istrinya.
Jadi ayat
tersebut mengandung satu asas yang hebat sekali untuk mencapai keberhasilan:
Pertama,
seorang Muslim harus tekun dalam usahanya dan sedikit pun tidak boleh berputus asa. Di samping itu ia harus menjauhi apa-apa yang berbahaya
dan berpegang teguh kepada segala hal
yang baik.
Kedua,
ia hendaknya mendoa kepada Allah Swt. . untuk keberhasilan, sebab hanya Allah Swt.
sajalah Sumber segala kebaikan.
Kata shabr (sabar)
mendahului kata shalat dalam ayat ini dengan maksud untuk menekankan
pentingnya memahami dan melaksanakan
hukum Ilahi yang terkadang diremehkan karena tidak mengetahui. Lazimnya doa akan terkabul hanya bila didampingi oleh penggunaan segala sarana yang dijadikan Allah Swt. melalui Sifat Rahmāniyat-Nya (Maha Pemurah-Nya) untuk
mencapai sesuatu tujuan.
Ahya
dalam ayat وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَنۡ یُّقۡتَلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ اَمۡوَاتٌ ؕ
بَلۡ اَحۡیَآءٌ وَّ لٰکِنۡ لَّا تَشۡعُرُوۡنَ -- “Dan janganlah
kamu mengatakan mengenai orang-orang yang terbunuh di jalan Allah bahwa mereka
itu mati, tidak bahkan mereka
hidup, tetapi kamu tidak menyadari” kata ahya
itu jamak dari hayy yang antara lain berarti: (1) seseorang dengan amal yang diperbuat selama hidupnya
tidak menjadi sia-sia; (2) orang yang kematiannya
dituntut balas.
Ayat
ini mengandung suatu kebenaran agung
dari segi ilmu jiwa yang diperkirakan
memberikan pengaruh hebat kepada kehidupan dan kemajuan suatu kaum. Karena
suatu kaum yang tidak menghargai pahlawan-pahlawan yang telah syahid secara sepatutnya dan tidak
mengambil langkah-langkah untuk melenyapkan rasa
takut mati dari hati mereka,
sebenarnya telah menutup masa depan mereka
sendiri.
Pentingnya Sikap Istiqamah
(Teguh) Melangkah di Jalan Allah
Ayat وَ لَنَبۡلُوَنَّکُمۡ بِشَیۡءٍ مِّنَ
الۡخَوۡفِ وَ الۡجُوۡعِ وَ نَقۡصٍ مِّنَ الۡاَمۡوَالِ وَ الۡاَنۡفُسِ وَ
الثَّمَرٰتِ -- Dan Kami niscaya akan
menguji kamu dengan sesuatu berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan
da-lam harta, jiwa dan buah-buahan” merupakan kelanjutan yang tepat dari ayat yang
mendahuluinya. Kaum Muslimin harus
siap-sedia bukan saja mengorbankan jiwa
mereka untuk kepentingan Islam tetapi
mereka harus juga bersedia menderita
segala macam kesedihan yang akan
menimpa mereka sebagai cobaan atau ujian di jalan Allah sebagai resiko
beriman kepada Rasul Allah yang
kedatangannya dijanjikan Allah Swt..
Selanjutnya Allah Swt. berfiman: وَ بَشِّرِ
الصّٰبِرِیۡنَ -- dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. الَّذِیۡنَ اِذَاۤ اَصَابَتۡہُمۡ مُّصِیۡبَۃٌ ۙ قَالُوۡۤا اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ
رٰجِعُوۡنَ -- Yaitu orang-orang yang apabila suatu musibah menimpa mereka, mereka
berkata: ”Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kepada-Nya-lah kami
kembali.” اُولٰٓئِکَ عَلَیۡہِمۡ صَلَوٰتٌ مِّنۡ رَّبِّہِمۡ وَ رَحۡمَۃٌ ۟
وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡمُہۡتَدُوۡنَ -- Mereka itulah orang-orang
yang dilimpahi berkat-berkat dan rahmat
dari Rabb (Tuhan) mereka dan mereka
inilah yang mendapat petunjuk (Al-Baqarah [2]:156-157).
Allah
Swt. adalah Pemilik segala yang manusia miliki,
termasuk dirinya (jiwanya). Bila Sang Pemilik itu, sesuai dengan kebijaksanaan-Nya yang tidak ada
batasnya, menganggap tepat untuk mengambil
sesuatu dari manusia maka manusia tidak punya alasan untuk berkeluh-kesah
atau menggerutu serta menghujat Allah Swt. lalu meninggalkan-Nya.
Oleh karena
itu tiap-tiap kemalangan yang menimpa
manusia -- khususnya orang-orang beriman -- daripada membuat putus
asa, sebaliknya hendaknya menjadi dorongan untuk mengadakan usaha yang lebih hebat lagi untuk
mencapai hasil yang lebih baik dalam hidupnya. Jadi
rumusan yang ada dalam ayat اِنَّا لِلّٰہِ وَ اِنَّاۤ اِلَیۡہِ
رٰجِعُوۡنَ – ”Sesungguhnya kami milik Allah dan
sesungguhnya kepada-Nya-lah kami kembali” bukan semata-mata suatu ucapan bertuah belaka, melainkan suatu nasihat yang bijak dan peringatan
yang tepat pada waktunya.
Firman
Allah Swt. ayat selanjutnya وَ مَا کَانَ اللّٰہُ لِیُطۡلِعَکُمۡ
عَلَی الۡغَیۡبِ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَجۡتَبِیۡ مِنۡ رُّسُلِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ -- “Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan yang gaib kepada kamu, tetapi Allah memilih di antara rasul-rasul-Nya siapa yang Dia kehendaki” itu tidaklah berarti bahwa sebagian rasul-rasul adalah terpilih dan sebagian lagi tidak. Kata-kata itu berarti bahwa dari
orang-orang yang ditetapkan Allah Swt. sebagai rasul-rasul-Nya, Dia memilih
yang paling sesuai untuk zaman
tertentu, di zaman rasul Allah itu dibangkitkan, berikut firman-Nya
kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
تِلۡکَ الرُّسُلُ فَضَّلۡنَا بَعۡضَہُمۡ عَلٰی بَعۡضٍ ۘ
مِنۡہُمۡ مَّنۡ کَلَّمَ اللّٰہُ وَ رَفَعَ بَعۡضَہُمۡ دَرَجٰتٍ ؕ وَ اٰتَیۡنَا عِیۡسَی ابۡنَ مَرۡیَمَ الۡبَیِّنٰتِ وَ اَیَّدۡنٰہُ
بِرُوۡحِ الۡقُدُسِ ؕ وَ لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَا اقۡتَتَلَ الَّذِیۡنَ مِنۡۢ
بَعۡدِہِمۡ مِّنۡۢ بَعۡدِ مَا جَآءَتۡہُمُ الۡبَیِّنٰتُ وَ لٰکِنِ اخۡتَلَفُوۡا
فَمِنۡہُمۡ مَّنۡ اٰمَنَ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ کَفَرَ ؕ وَ لَوۡ شَآءَ اللّٰہُ مَا اقۡتَتَلُوۡا ۟ وَ لٰکِنَّ اللّٰہَ یَفۡعَلُ
مَا یُرِیۡدُ ﴿﴾٪
Itulah rasul-rasul yang telah Kami lebihkan
sebagian dari mereka di atas yang lain, di antara mereka ada
yang Allah bercakap-cakap dengannya, dan Dia
meninggikan sebagian dari mereka dalam derajat, dan Kami
memberi Isa ibnu Maryam bukti-bukti yang nyata dan Kami memperkuatnya dengan Ruhulqudus. Dan seandainya Allah menghendaki, orang-orang yang sesudah mereka sekali-kali
tidak akan saling memerangi setelah bukti-bukti yang nyata datang kepada mereka, akan tetapi mereka tetap berselisih, maka di
antara mereka ada yang beriman dan ada
pula yang kafir. Dan seandainya Allsh menghendaki mereka tidak akan saling memerangi,
tetapi Allah mela-kukan apa yang Dia inginkan.(Al-Baqarah
[2]:254).
Nabi Besar Muhammad Saw. Himpunan
Keistimewaan Seluruh Rasul Allah & Gelar Khātaman Nabiyyīn
Karena Nabi Besar Muhammad saw.
merupakan Rasul Allah pembawa syariat
yang terakhir dan tersempurna (QS.5:4)
maka dalam diri beliau saw. terhimpun
semua kelebihan dari para Rasul Allah tersebut baik dalam kuantitas maupun kualitasnya yang paling sempurna,
sehingga Allah Swt., memberi gelar Khātaman
Nabiyyīn kepada beliau saw., firman-Nya:
مَا کَانَ مُحَمَّدٌ اَبَاۤ اَحَدٍ
مِّنۡ رِّجَالِکُمۡ وَ لٰکِنۡ رَّسُوۡلَ اللّٰہِ وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ
بِکُلِّ شَیۡءٍ عَلِیۡمًا ﴿٪﴾
Muhammad bukanlah bapak salah
seorang laki-laki di antara laki-laki
kamu, akan tetapi ia adalah Rasul Allah وَ خَاتَمَ النَّبِیّٖنَ -- dan meterai
sekalian nabi, dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab
[33]:41).
Firman Allah Swt. menceritakan “bapak-keruhanian” Nabi Besar Muhammad
saw. sebagai Rasul Allah untuk
seluruh umat manusia, bukan hanya
untuk bangsa Arab saja (QS.7:159;
QS.21:108; QS.25:2; QS.34:29), karena itu nikmat-nikmat
ruhani yang disediakan Allah Swt.
bagi para pengikut hakiki beliau
saw. pun tidak terbatas hanya bagi bangsa Arab saja (QS.3:32; QS.4:70-71;QS.33:22;
QS.61:10; QS.63:3-5).
Berikut gambaran keadaan ratqan (menggumpal) yang terjadi di kalangan umat manusia – termasuk umat
beragama – menjelang diutusnya Nabi
Besar Muhammad saw. sebagai sarana
“pemecah gumpalan” yang dijanjikan Allah Swt. (QS.3:180;
QS.72:27-29; QS.2:128-130; QS.62:3-5):
“Permulaan abad ketujuh adalah masa kekacauan nasional dan sosial, dan
agama sebagai kekuatan akhlak, telah lenyap dan telah jatuh, menjadi hanya
semata-mata tatacara dan upacara adat belaka; dan agama-agama besar di dunia
sudah tidak lagi berpengaruh sehat pada kehidupan para penganutnya. Api suci
yang dinyalakan oleh Zoroaster, Musa, dan Isa a.m.s. di dalam aliran darah manusia telah
padam. Dalam abad kelima dan keenam, dunia beradab berada di tepi jurang
kekacauan. Agaknya peradaban besar yang telah memerlukan waktu empat ribu tahun
lamanya untuk menegakkannya telah berada di tepi jurang........ Peradaban
laksana pohon besar yang daun-daunnya telah menaungi dunia dan dahan-dahannya telah
menghasilkan buah-buahan emas dalam kesenian, keilmuan, kesusatraan, sudah
goyah, batangnya tidak hidup lagi dengan mengalirkan sari pengabdian dan
pembaktian, tetapi telah busuk hingga terasnya” (“Emotion as the Basis of Civilization” dan “Spirit of Islam”).
Demikianlah keadaan umat manusia pada waktu Nabi Besar Muhammad saw. -- Guru
umat manusia terbesar -- muncul pada pentas dunia, dan tatkala syariat yang paling sempurna dan
terakhir diturunkan dalam bentuk Al-Quran (QS.5:4), sebab syariat
yang sempurna hanya dapat diturunkan bila semua atau kebanyakan
keburukan -- teristimewa yang
dikenal sebagai akar keburukan -- menampakkan diri telah menjadi mapan.
Kata-kata “daratan dan lautan”
dalam ayat ظَہَرَ الۡفَسَادُ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ بِمَا کَسَبَتۡ اَیۡدِی النَّاسِ
-- “Kerusakan
telah meluas di daratan dan di lautan
disebabkan per-buatan tangan manusia” (QS.30:42) dapat diartikan:
(a) bangsa-bangsa yang kebudayaan dan peradabannya hanya semata-mata berdasar pada akal serta pengalaman
manusia, dan bangsa-bangsa yang kebudayaannya
serta peradabannya didasari oleh wahyu
Ilahi;
(b) orang-orang yang hidup di benua-benua dan orang-orang yang hidup
di pulau-pulau. Ayat ini berarti,
bahwa semua bangsa di dunia saat itu telah menjadi rusak sampai kepada intinya,
baik secara politis, sosial maupun akhlaki.
Itulah keadaan ratqan (mengumpal) yang dikemukakan dalam QS.21:31 sebelum ini mengenai keadaan
awal alam semesta dalam dunia
keruhanian yang “dipecahkan” oleh Nabi Besar Muhammad saw., sehingga
tercipta tatanan “langit baru dan bumi baru” (QS.14:49-53; QS.39:69-71), firman-Nya:
اَوَ
لَمۡ یَرَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡۤا
اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ
کَانَتَا رَتۡقًا فَفَتَقۡنٰہُمَا ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ ؕ اَفَلَا یُؤۡمِنُوۡنَ ﴿﴾
Tidakkah orang-orang
yang kafir melihat اَنَّ
السَّمٰوٰتِ وَ الۡاَرۡضَ کَانَتَا رَتۡقًا -- bahwa seluruh langit dan bumi keduanya dahulu
suatu massa yang menyatu فَفَتَقۡنٰہُمَا -- lalu Kami pisahkan keduanya? ؕ وَ جَعَلۡنَا مِنَ الۡمَآءِ کُلَّ شَیۡءٍ حَیٍّ -- Dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup dari air.
اَفَلَا
یُؤۡمِنُوۡنَ -- Tidakkah mereka
mau beriman? (Al-Anbiya [21]:31).
(Bersambung)
Rujukan:
The
Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 17 Maret 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar