Selasa, 31 Maret 2015

Sembilan Orang Tokoh Kekafiran Pelaku Berbagai "Makar Buruk" Terhadap Para Rasul Allah di Berbagai Zaman yang Menuduh Para rasul Allah Sebagai Penyebab "Perpecahan Umat"




بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ



Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 15

    
Sembilan Orang Tokoh Kekafiran Pelaku  Berbagai “Makar-Buruk” Terhadap Para Rasul Allah    di Berbagai Zaman  yang Menuduh Para Rasul Allah Sebagai Penyebab “Perpecahan Umat

 
 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas  mengenai  makna ayat-ayat    وَ اَمَّا مَنۡ خَفَّتۡ مَوَازِیۡنُہٗ ۙ  -- Dan adapun orang  yang ringan timbangan amalnya,  فَاُمُّہٗ  ہَاوِیَۃٌ   -- maka ibunya inangnya adalah Hāwiyah, وَ مَاۤ  اَدۡرٰىکَ مَا ہِیَہۡ   --  Dan apakah engkau mengetahui apa Hāwiyah itu?  نَارٌ حَامِیَۃٌ --  Yaitu api yang menyala-nyala!” Hubungan orang-orang berdosa  yang “ringan  timbangan amalnya” dengan neraka akan serupa dengan hubungan bayi dengan rahim ibunya. Seperti halnya mudigah (janin) tumbuh melalui berbagai tingkat perkembangan di dalam rahim ibu hingga pada akhimya ia lahir dalam bentuk manusia utuh (QS.23:13-15).

Neraka Jahanam” Sebagai Tempat Merehabilitasi Ruh-ruh yang Cacat

     Demikian pulalah keadaan orang-orang berdosa  dalam neraka di akhirat     akan melalui berbagai tingkat siksaan batin, hingga pada akhirnya ruh mereka menjadi sama  sekali bersih dari noda dosa dan memperoleh kelahiran baru. Jadi, azab neraka itu dimaksudkan membuat orang-orang jahat bertobat dari dosa-dosa mereka dan memperbaiki diri mereka sendiri.
      Jadi, menurut pandangan Islam (Al-Quran) neraka merupakan suatu “panti asuhan” atau tempat “merehabilitasi” ruh-ruh manusia yang ketika mengalami kematian  keadaannya tidak sempurna akan melakukan berbagai perbuatan dosa di dalam kehidupannya di dunia: 
      (1)       Sebagaimana keadaan bayi yang dilahirkan dalam keadaan prematur  maka agar dapat beradaptasi langsung dengan kehidupan di  luar rahim ibunya ia terlebih dulu  harus memerlukan berbagai tindakan (upaya rehabilitasi) untuk menyelamatkan kehidupannya, misalnya dimasukkan ke dalam incubator dan beberapa upaya rehabilitasi bagian-bagian tubuhnya yang cacat.
      Demikian pula halnya dengan keadaan ruh manusia yang ketika mengalami kematian dalam keadaan cacat akibat dosa-dosa yang dilakukannya semasa hidupnya di dunia, sebelum dapat memasuki alam akhirat yang disebut “kehidupan surgawi”,   maka ruh-ruh yang cacat -- seperti  halnya  bayi- bayi yang dilahirkan premature atau dalam keadaan  cacat --  itu pun harus terlebih dulu mengalami rehabilitasi  di alam akhirat yang disebut neraka jahannam.
  (2)     Dengan demikian jelaslah  bahwa menurut Allah Swt. hubungan orang-orang berdosa dengan neraka akan serupa dengan hubungan bayi dengan rahim ibunya. Seperti halnya mudigah (janin) tumbuh melalui berbagai tingkat perkembangan di dalam rahim ibu hingga pada akhimya ia lahir dalam bentuk bayi manusia utuh, demikian pulalah keadaan orang-orang bersalah yang akan melalui berbagai tingkat siksaan batin di alam akhirat,  hingga pada akhirnya ruh mereka menjadi samasekali bersih dari noda dosa dan memperoleh kelahiran baru. Jadi, azab neraka itu dimaksudkan membuat orang-orang jahat bertobat dari dosa-dosa mereka dan memperbaiki diri mereka sendiri.
         Jadi, menurut pandangan Islam, neraka merupakan suatu panti asuhan atau  tempat rehabilitasi yang tentu saja sangat tidak menyenangkan  atau sangat menyakitkan bagi yang mengalaminya, karena di sana   ruh-ruh orang yang direhabilitasi akan merasakan langsung penderitaan pelaksanaan rehabilitasi tersebut sampai siap untuk dapat beradaptasi dengan kehidupan akhirat yang disebut kehidupan dalam surga.
      Itulah sebabnya Nabi Besar Muhammad saw. telah bersabda bahwa akan datang masanya  bahwa pintu-pintu dan jendela-jendela neraka akan bergerak-gerak  seperti ditiup angin  bagaikan rumah kosong  yang telah ditinggalkan penghuninya,  karena semua penghuni neraka telah masuk ke dalam surga.

Sembilan Pemimpin Kekafiran Pembuat “Makar Buruk” di Berbagai Zaman Rasul Allah

     Kembali kepada   kisah Nabi Ibrahim a.s., lebih lanjut Allah Swt. berfirman mengenai ucapan Nabi Ibrahim a.s. mengenai   tujuan  kemusyrikan atau  penyembahan berhala  yang dilakukannya:
وَ قَالَ  اِنَّمَا اتَّخَذۡتُمۡ مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡثَانًا ۙ مَّوَدَّۃَ بَیۡنِکُمۡ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ ثُمَّ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ یَکۡفُرُ بَعۡضُکُمۡ بِبَعۡضٍ وَّ یَلۡعَنُ بَعۡضُکُمۡ بَعۡضًا ۫ وَّ مَاۡوٰىکُمُ النَّارُ وَ مَا لَکُمۡ مِّنۡ  نّٰصِرِیۡنَ ﴿٭ۙ﴾
Dan ia, Ibrahim, berkata: “Sesungguhnya kamu telah mengambil berhala-berhala selain Allah  sebagai sembahan atas kecintaan di antara kamu dalam kehidupan dunia. Kemudian pada Hari Kiamat  sebagian dari kamu akan menolak  sebagian yang lain, dan sebagian kamu melaknati sebagian yang lain. Dan tempat tinggal kamu adalah Api, dan tidak akan ada bagi kamu seorang penolong. (Al-Ankabūt [29]:25-26).
        Ungkapan mawaddata bainikum berkenaan dengan penyembahan “berhala” dapat diartikan:
        (1) “Hubungan kemasyarakatan atau keinginan untuk memperoleh cinta setiap orang lain adalah landasan cita-cita dan perbuatan-perbuatan musyrik kamu”.
       (2) “Kami telah membuat kepercayaan-kepercayaan dan perbuatan-perbuatan musyrik kamu menjadi dasar kecintaan kamu antara satu sama lain; yakni, kamu telah membuat ciri kepercayaan-kepercayaan musyrik kamu menjadi sarana untuk memelihara keutuhan masyarakatmu”.
        Ketika Allah Swt. melalui pengutusan  para Rasul Allah di kalangan Bani Adam (QS.35-37) guna memberantas kemusyrikan   yang dilakukan kaumnya, maka para pemuka kaumnya  telah berhimpun dalam satu front  yang di sebut al-Ahzāb (golongan persekutuan) untuk menghadapi para Rasul Allah, hal yang sama terjadi pula pada masa pengutusan Nabi Besar Muhammad saw..
  Berikut  firman  Allah Swt. mengenai hal tersebut tentang  pengutusan Nabi Shalih a.s. kepada kaum Tsamud:
وَ کَانَ فِی الۡمَدِیۡنَۃِ  تِسۡعَۃُ  رَہۡطٍ یُّفۡسِدُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ وَ لَا یُصۡلِحُوۡنَ ﴿﴾  قَالُوۡا تَقَاسَمُوۡا بِاللّٰہِ لَنُبَیِّتَنَّہٗ وَ اَہۡلَہٗ ثُمَّ لَنَقُوۡلَنَّ لِوَلِیِّہٖ مَا شَہِدۡنَا مَہۡلِکَ  اَہۡلِہٖ  وَ  اِنَّا  لَصٰدِقُوۡنَ ﴿﴾  وَ مَکَرُوۡا مَکۡرًا وَّ  مَکَرۡنَا مَکۡرًا  وَّ ہُمۡ لَا  یَشۡعُرُوۡنَ ﴿﴾  فَانۡظُرۡ کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ مَکۡرِہِمۡ ۙ اَنَّا دَمَّرۡنٰہُمۡ  وَ  قَوۡمَہُمۡ  اَجۡمَعِیۡنَ ﴿﴾  فَتِلۡکَ بُیُوۡتُہُمۡ خَاوِیَۃًۢ بِمَا ظَلَمُوۡا ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً   لِّقَوۡمٍ  یَّعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾   وَ اَنۡجَیۡنَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ کَانُوۡا یَتَّقُوۡنَ ﴿﴾
Dan dalam kota itu ada  sembilan orang   yang  berbuat kerusakan di bumi  dan tidak mau mengadakan perbaikan.   Mereka berkata: “Hendaklah kamu sekalian bersumpah dengan nama Allah bahwa niscaya kami  akan menyerbu pada malam hari kepada dia dan keluarganya, kemudian kami niscaya akan berkata kepada pelindungnya:  مَا شَہِدۡنَا مَہۡلِکَ  اَہۡلِہٖ  وَ  اِنَّا  لَصٰدِقُوۡنَ --  “Kami sekali-kali tidak menyaksikan keluarganya menjadi binasa dan sesungguhnya kami adalah     orang-orang yang benar.” وَ مَکَرُوۡا مَکۡرًا وَّ  مَکَرۡنَا مَکۡرًا  وَّ ہُمۡ لَا  یَشۡعُرُوۡنَ  --    Dan mereka membuat makar buruk dan Kami pun membuat makar tandingan, tetapi mereka tidak menya-dari.  فَانۡظُرۡ کَیۡفَ کَانَ عَاقِبَۃُ مَکۡرِہِمۡ ۙ اَنَّا دَمَّرۡنٰہُمۡ  وَ  قَوۡمَہُمۡ  اَجۡمَعِیۡنَ --    Maka perhatikanlah bagaimana buruknya akibat makar buruk mereka, sesungguhnya Kami memusnahkan mereka dan kaumnya semua. فَتِلۡکَ بُیُوۡتُہُمۡ خَاوِیَۃًۢ بِمَا ظَلَمُوۡا ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیَۃً   لِّقَوۡمٍ  یَّعۡلَمُوۡنَ  --  maka itulah rumah-rumah mereka yang telah runtuh  karena mereka berbuat zalim. Sesungguhnya dalam yang demikian itu benar-benar ada Tanda untuk kaum yang mengetahui.  وَ اَنۡجَیۡنَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا وَ کَانُوۡا یَتَّقُوۡنَ --  Dan Kami menyelamatkan  orang-orang yang beriman dan bertakwa. (An-Naml [49]:49-53).

Musyawarah  Makar Buruk Untuk   Membunuh  Nabi Besar Muhammad Saw.

        Dengan sendirinya yang diisyaratkan dalam ayat ini adalah kesembilan musuh Nabi Besar Muhammad saw.   terkemuka.  Delapan di antaranya terbunuh dalam pertempuran Badar dan yang kesembilan, Abu Lahab  --  yang terkenal keburukannya  dan pemarah itu  --  mati secara hina dalam keadaan sakit di Mekkah ketika sampai ke telinganya kabar tentang kekalahan di Badar.
       Kedelapan orang itu adalah Abu Jahal, Muthim bin Adiy, Syaibah bin Rabiah, Utbah bin Rabiah, Walid bin Utbah, Umayah  bin Khalf, Nadhr bin Harts, dan Aqbah bin Abi Mu’aith. Mereka bersekongkol untuk membunuh Nabi Besar Muhammad saw.. Rencana (makar buruk) sebenarnya ialah memilih seorang dari tiap-tiap kabilah kaum Quraisy, dan kemudian mengadakan serangan pembunuhan yang berencana atas beliau saw., sehingga tidak ada kabilah tertentu dapat dianggap bertanggung-jawab atas pembunuhan terhadap beliau saw. itu. Rencana itu datang dari Abu Jahal, pemimpin kelompok jahat itu, berikut firman-Nya kepada Nabi Besar Muhammad saw.:
وَ اِذۡ یَمۡکُرُ بِکَ الَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا لِیُثۡبِتُوۡکَ اَوۡ یَقۡتُلُوۡکَ اَوۡ یُخۡرِجُوۡکَ ؕ وَ یَمۡکُرُوۡنَ وَ یَمۡکُرُ  اللّٰہُ  ؕ وَ اللّٰہُ خَیۡرُ الۡمٰکِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan ingatlah ketika orang-orang kafir merancang makar  terhadap engkau, supaya mereka dapat menangkap engkau atau membunuh engkau atau mengusir engkau.  وَ یَمۡکُرُوۡنَ وَ یَمۡکُرُ  اللّٰ  --    Mereka merancang makar buruk, dan Allah pun merancang  makar tandingan,  وَ اللّٰہُ خَیۡرُ الۡمٰکِرِیۡنَ  -- dan Allah sebaik-baik  Perancang makar  (Anfāl [8]:31).  
        Ayat ini mengisyaratkan kepada musyawarah rahasia yang diadakan di Darun Nadwah (Balai Permusyawaratan) di Mekkah. Ketika mereka melihat bahwa semua usaha mereka mencegah berkembangnya aliran kepercayaan baru (Islam) ini gagal, dan bahwa kebanyakan orang-orang Muslim yang mampu meninggalkan Mekkah telah  hijrah ke Medinah dan mereka sudah jauh dari bahaya, maka orang-orang terkemuka warga kota berkumpul di Darun Nadwah untuk membuat rencana ke arah usaha terakhir guna menghabisi Islam.
         Sesudah diadakan pertimbangan mendalam, terpikir oleh mereka satu rencana, ialah sejumlah orang-orang muda dari berbagai kabilah Quraisy harus secara serempak menyergap Nabi Besar Muhammad saw.   – sebagaimana makar buruk yang   dilakukan pula terhadap Nabi Shalih a.s. sebelumnya (QS.27:46-54) --  lalu membunuh beliau saw..  
          Namun tanpa setahu orang  Nabi Besar Muhammad saw.   meninggalkan rumah tengah malam buta, ketika para penjaga dikuasai oleh kantuk, berlindung di Gua Tsaur bersama-sama  Abubakar Shiddiq  r.a. sahabat beliau saw. yang setia (QS.9:40) dan akhirnya sampai di Medinah dengan selamat.
           Akibat makar buruk tersebut  Nabi Besar Muhammad saw.  terpaksa hijrah dari Mekkah, tetapi hijrahnya itu akhirnya mengakibatkan kehancuran kekuatan kaum Quraisy yang tidak menyadari, bahwa dengan memaksa beliau saw.  hijrah dari Mekkah, mereka meletakkan dasar kehancuran bagi mereka sendiri, sebagaimana yang terjadi dengan kaum Nabi Shalih a.s., yakni kaum Tsamud.

Nabi Besar Muhammad Saw. Dituduh Abu Jahal Sebagai Pelaku Kerusakan Atas Tatanan Masyarakat Musyrik dan Jahiliyah Arabia  yang Telah Mapan

          Kembali kepada  firman Allah Swt. tentang kemusyrikan di kalangan kaumnya yang diberantas oleh Nabi Ibrahim a.s.:
وَ قَالَ  اِنَّمَا اتَّخَذۡتُمۡ مِّنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡثَانًا ۙ مَّوَدَّۃَ بَیۡنِکُمۡ فِی الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ ثُمَّ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ یَکۡفُرُ بَعۡضُکُمۡ بِبَعۡضٍ وَّ یَلۡعَنُ بَعۡضُکُمۡ بَعۡضًا ۫ وَّ مَاۡوٰىکُمُ النَّارُ وَ مَا لَکُمۡ مِّنۡ  نّٰصِرِیۡنَ ﴿٭ۙ﴾
Dan ia, Ibrahim, berkata: “Sesungguhnya kamu telah mengambil berhala-berhala selain Allah  sebagai sembahan atas kecintaan di antara kamu dalam kehidupan dunia. Kemudian pada Hari Kiamat  sebagian dari kamu akan menolak  sebagian yang lain, dan sebagian kamu melaknati sebagian yang lain. Dan tempat tinggal kamu adalah Api, dan tidak akan ada bagi kamu seorang penolong. (Al-Ankabūt [29]:26).
         Ungkapan mawaddata bainikum berkenaan dengan penyembahan “berhala” dapat diartikan:
         (1) “Hubungan kemasyarakatan atau keinginan untuk memperoleh cinta setiap orang lain adalah landasan cita-cita dan perbuatan-perbuatan musyrik kamu”.
          (2) “Kami telah membuat kepercayaan-kepercayaan dan perbuatan-perbuatan musyrik kamu menjadi dasar kecintaan kamu antara satu sama lain; yakni, kamu telah membuat ciri kepercayaan-kepercayaan musyrik kamu menjadi sarana untuk memelihara keutuhan masyarakat kamu”.
          Itulah sebabnya Abu jahal dan para pemimpin kaum kafir Quraisy lainnya telah menuduh Nabi Besar Muhammad saw. sebagai penyebab terputusnya “tali silaturahmi” di kalangan bangsa Arab,  karena pendakwaan kenabian beliau saw. telah menyebab terjadinya perpecahan di lingkungan keluarga antara orang tua dengan anak-anaknya,  antara saudara dengan saudara,  antara suami   dengan istri dan sebagainya (QS.3:29 & 119; QS.4:140 & 145;  QS.9:23; QS.58:23)  sesuai perintah Allah Swt., firman-Nya:
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ ﴿﴾ یٰۤاَیُّہَا  الَّذِیۡنَ  اٰمَنُوۡا  لَا تَتَّخِذُوۡا عَدُوِّیۡ  وَ عَدُوَّکُمۡ  اَوۡلِیَآءَ  تُلۡقُوۡنَ اِلَیۡہِمۡ  بِالۡمَوَدَّۃِ  وَ قَدۡ کَفَرُوۡا بِمَا جَآءَکُمۡ  مِّنَ الۡحَقِّ ۚ یُخۡرِجُوۡنَ الرَّسُوۡلَ وَ  اِیَّاکُمۡ  اَنۡ  تُؤۡمِنُوۡا بِاللّٰہِ رَبِّکُمۡ ؕ اِنۡ کُنۡتُمۡ خَرَجۡتُمۡ جِہَادًا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ ابۡتِغَآءَ  مَرۡضَاتِیۡ ٭ۖ  تُسِرُّوۡنَ اِلَیۡہِمۡ  بِالۡمَوَدَّۃِ ٭ۖ وَ اَنَا  اَعۡلَمُ  بِمَاۤ اَخۡفَیۡتُمۡ وَ مَاۤ  اَعۡلَنۡتُمۡ  ؕ وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡہُ مِنۡکُمۡ فَقَدۡ ضَلَّ  سَوَآءَ  السَّبِیۡلِ ﴿﴾
Aku baca dengan nama Allah, Maha Pemurah, Maha Penyayang.   Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-musuh-Ku dan musuh-musuhmu sebagai sahabat-sahabat, تُلۡقُوۡنَ اِلَیۡہِمۡ  بِالۡمَوَدَّۃِ  وَ قَدۡ کَفَرُوۡا بِمَا جَآءَکُمۡ  مِّنَ الۡحَقِّ --  kamu  menyampaikan berita kepada mereka karena kecintaan, padahal sungguh mereka telah mengingkari kebenaran yang telah datang kepada kamu یُخۡرِجُوۡنَ الرَّسُوۡلَ وَ  اِیَّاکُمۡ  اَنۡ  تُؤۡمِنُوۡا بِاللّٰہِ رَبِّکُمۡ  --   mereka  telah mengusir Rasul dan kamu sendiri karena kamu beriman kepada Allah  Rabb (Tuhan) kamu.  اِنۡ کُنۡتُمۡ خَرَجۡتُمۡ جِہَادًا فِیۡ سَبِیۡلِیۡ وَ ابۡتِغَآءَ  مَرۡضَاتِیۡ  --  Jika kamu keluar berjihad di jalan-Ku dan men-cari keridhaan-Ku  تُسِرُّوۡنَ اِلَیۡہِمۡ  بِالۡمَوَدَّۃِ -- sebagian kamu secara sembunyi-sembunyi menyampaikan berita  kepada mereka karena kecintaan,  وَ اَنَا  اَعۡلَمُ  بِمَاۤ اَخۡفَیۡتُمۡ وَ مَاۤ  اَعۡلَنۡتُمۡ    -- padahal Aku mengetahui  apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu tampakkan.  وَ مَنۡ یَّفۡعَلۡہُ مِنۡکُمۡ فَقَدۡ ضَلَّ  سَوَآءَ  السَّبِیۡلِ  -- Dan barangsiapa dari antara kamu berbuat demikian maka sungguh ia benar-benar te-lah sesat dari jalan lurus. (Al-Mumtahinah [60]:1-2).

Upaya Membocorkan “Rahasia Negara

  Perintah Alah Swt. berupa larangan itu sangat tegas sifatnya. Orang-orang Islam tidak dibenarkan mempunyai perhubungan bersahabat dengan musuh-musuh Allah yang nyata, mereka yang mengusir Nabi Besar Muhammad saw. dan orang-orang Islam dari kampung halaman mereka dan berusaha membinasakan Islam.
 Perintah itu luas sekali lingkupnya sehingga pertimbangan adanya ikatan atau pun pertalian – bahkan dengan keluarga yang terdekat sekalipun – tidak boleh melemahkan perintah itu, sebab  musuh Islam adalah musuh Allah, siapa pun orang itu.
  Peristiwa yang langsung berkaitan dengan turunnya ayat ini agaknya ketika kaum Quraisy mengkhianati Perjanjian Hudaibiyah, dan  Nabi Besar Muhammad saw.   terpaksa harus mengadakan tindakan keras terhadap mereka,  sehubungan dengan rencana tersebut Hathib bin Abi Balta’ah telah mengirim surat rahasia kepada kaum Mekkah  yang isinya memberitahukan kepada mereka bahwa Nabi Besar Muhammad saw.  berniat bergerak menyerang Mekkah.
    Nabi Besar Muhammad saw.  yang diberi tahu mengenai hal itu melalui wahyu mengutus ‘Ali bin Abi Thalib r.a., Zubair r.a., dan Miqdad r.a. mencari si pembawa surat rahasia tersebut. Mereka berhasil menyusul utusan itu – seorang perempuan  – di tengah perjalanan menuju ke Mekkah, dan surat itu dibawa kembali ke Medinah.
  Pelanggaran Hathib itu sangat berat. Ia telah berupaya membocorkan rahasia-negara yang penting. Ia layak dihukum sebagai contoh, tetapi ia dimaafkan karena ia melakukan pelanggaran itu dengan tidak disengaja tanpa menyadari akibat-akibatnya yang sangat berbahaya. Kebetulan peristiwa surat itu menetapkan tanggal turun Surah ini.
 Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai  keburukan para penentang Nabi Besar Muhammad saw., bahwa mereka sama sekali tidak akan menghiraukan masalah hubungan kekerabatan:
اِنۡ  یَّثۡقَفُوۡکُمۡ یَکُوۡنُوۡا  لَکُمۡ  اَعۡدَآءً وَّ یَبۡسُطُوۡۤا اِلَیۡکُمۡ اَیۡدِیَہُمۡ وَ اَلۡسِنَتَہُمۡ بِالسُّوۡٓءِ  وَ  وَدُّوۡا  لَوۡ  تَکۡفُرُوۡنَ ؕ﴿﴾  لَنۡ  تَنۡفَعَکُمۡ اَرۡحَامُکُمۡ وَ لَاۤ  اَوۡلَادُکُمۡ ۚۛ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ ۚۛ یَفۡصِلُ بَیۡنَکُمۡ ؕ وَ اللّٰہُ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِیۡرٌ ﴿﴾
Jika mereka menangkap kamu, mereka akan menjadi musuh-musuh bagi kamu  serta akan menjangkaukan tangan mereka dan lidah mereka terhadap kamu dengan buruk, dan mereka selalu menginginkan supaya kamu menjadi kafir. لَنۡ  تَنۡفَعَکُمۡ اَرۡحَامُکُمۡ وَ لَاۤ  اَوۡلَادُکُمۡ ۚۛ یَوۡمَ الۡقِیٰمَۃِ  --     Tidak akan pernah memberi manfaat kepada kamu kerabat-kerabatmu dan tidak pula anak-anak kamu pada Hari Kiamat, یَفۡصِلُ بَیۡنَکُمۡ   --  Dia akan memberi keputusan di antara kamu,  وَ اللّٰہُ  بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ بَصِیۡرٌ  -- dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Mumtahinah [60]:3-4).

(Bersambung)

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***
Pajajaran Anyar, 1 April  2015