Minggu, 02 Agustus 2015

Makna "Jihad di Jalan Allah" yang Hakiki

                                                                                                                
بِسۡمِ اللّٰہِ الرَّحۡمٰنِ الرَّحِیۡمِ


Khazanah Ruhani Surah Al-Ankabūt


Bab 111  (Tamat)

Makna Jihad di Jalan Allah yang Hakiki

 Oleh

Ki Langlang Buana Kusuma

D
alam bagian akhir Bab sebelumnya telah dibahas   firman Allah Swt.  mengenai  mengemukakan    sikap buruk  dan  ketidak-konsekwenan orang-orang musyrik terhadap  kemusyrikannya ketika menghadapi bencana yang mereka anggap  akan menghabisi mereka: فَاِذَا  رَکِبُوۡا فِی الۡفُلۡکِ دَعَوُا اللّٰہَ مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ  الدِّیۡنَ ۬ۚ فَلَمَّا نَجّٰہُمۡ  اِلَی الۡبَرِّ   اِذَا  ہُمۡ   یُشۡرِکُوۡنَ  -- “Maka apabila mereka menaiki bahteramereka berdoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, tetapi tatkala Dia telah menyelamatkan mereka sampai ke darat tiba-tiba mereka mulai mempersekutukan-Nya. ”  Senada dengan ayat tersebut dalam Surah lain Allah Swt. berfirman mengenai mereka:
 ہُوَ الَّذِیۡ یُسَیِّرُکُمۡ فِی الۡبَرِّ وَ الۡبَحۡرِ ؕ حَتّٰۤی اِذَا کُنۡتُمۡ فِی الۡفُلۡکِ ۚ وَ  جَرَیۡنَ بِہِمۡ بِرِیۡحٍ طَیِّبَۃٍ وَّ فَرِحُوۡا بِہَا جَآءَتۡہَا رِیۡحٌ عَاصِفٌ وَّ جَآءَہُمُ الۡمَوۡجُ مِنۡ کُلِّ مَکَانٍ وَّ ظَنُّوۡۤا اَنَّہُمۡ اُحِیۡطَ بِہِمۡ ۙ دَعَوُا اللّٰہَ  مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ ۬ۚ  لَئِنۡ اَنۡجَیۡتَنَا مِنۡ ہٰذِہٖ لَنَکُوۡنَنَّ  مِنَ  الشّٰکِرِیۡنَ ﴿﴾ فَلَمَّاۤ  اَنۡجٰہُمۡ  اِذَا ہُمۡ یَبۡغُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ بِغَیۡرِ الۡحَقِّ ؕ یٰۤاَیُّہَا النَّاسُ  اِنَّمَا بَغۡیُکُمۡ عَلٰۤی اَنۡفُسِکُمۡ ۙ مَّتَاعَ  الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۫ ثُمَّ  اِلَیۡنَا مَرۡجِعُکُمۡ فَنُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ ﴿﴾
Dia-lah Yang memperjalankan kamu melalui daratan dan lautan,  hingga  apabila kamu telah ada di kapal-kapal, dan meluncurlah kapal-kapal itu dengan mereka berkat angin yang baik dan mereka pun bergembira karenanya  lalu datang  angin badai melandanya dan gelombang  pun  mendatangi mereka dari setiap tempat serta mereka yakin bahwa sesungguhnya mereka telah terkepung, دَعَوُا اللّٰہَ  مُخۡلِصِیۡنَ لَہُ الدِّیۡنَ  -- mereka berseru kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya dan berkata,  لَئِنۡ اَنۡجَیۡتَنَا مِنۡ ہٰذِہٖ لَنَکُوۡنَنَّ  مِنَ  الشّٰکِرِیۡنَ --  “Jika  Engkau   benar-be-nar menyelamatkan  kami dari bahaya ini, niscaya kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.”  فَلَمَّاۤ  اَنۡجٰہُمۡ  اِذَا ہُمۡ یَبۡغُوۡنَ فِی الۡاَرۡضِ بِغَیۡرِ الۡحَقِّ --   Tetapi  tatkala  Dia menyelamatkan mereka itu  tiba-tiba mereka berbuat durhaka di muka bumi tanpa haq.  اِنَّمَا بَغۡیُکُمۡ عَلٰۤی اَنۡفُسِکُمۡ ۙ مَّتَاعَ  الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۫   --  Hai manusia, sesungguhnya aki-bat   kedurhakaan kamu mengejar kesenangan hidup di dunia akan menimpa kamu,      ثُمَّ  اِلَیۡنَا مَرۡجِعُکُمۡ فَنُنَبِّئُکُمۡ بِمَا کُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ  -- kemudian kepada Kami-lah tempat kamu kembali, lalu Kami memberitahukan kepadamu mengenai  apa yang senantiasa kamu kerjakan (Yunus [10]:23-24).

Perumpamaan Perjalanan di Lautan &  Dua Macam Perbuatan Zalim: Pendakwa Dusta dan Orang yang Mendustakan Rasul Allah

         Seperti angin sepoi-sepoi basah kadang-kadang berubah menjadi taufan yang dahsyat dan membawa kehancuran yang sangat luas jangkauannya, begitu pula kelonggaran dan penangguhan yang diberikan Allah Swt.  kepada orang-orang kafir mungkin dapat merupakan pendahuluan dari kehancurannya.
        Untuk menyadarkan orang-orang kafir mengenai kebenaran yang nyata ini, maka perhatian mereka ditarik kepada kenikmatan-kenikmatan dan kemudahan maupun bahaya dalam perjalanan di laut.  Selanjutnya Allah Swt. berfirman:
اِنَّمَا مَثَلُ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا کَمَآءٍ اَنۡزَلۡنٰہُ مِنَ السَّمَآءِ فَاخۡتَلَطَ بِہٖ نَبَاتُ الۡاَرۡضِ مِمَّا یَاۡکُلُ النَّاسُ وَ الۡاَنۡعَامُ ؕ حَتّٰۤی اِذَاۤ اَخَذَتِ الۡاَرۡضُ زُخۡرُفَہَا وَ ازَّیَّنَتۡ وَ ظَنَّ  اَہۡلُہَاۤ   اَنَّہُمۡ قٰدِرُوۡنَ عَلَیۡہَاۤ ۙ اَتٰہَاۤ  اَمۡرُنَا لَیۡلًا اَوۡ نَہَارًا فَجَعَلۡنٰہَا حَصِیۡدًا  کَاَنۡ لَّمۡ تَغۡنَ بِالۡاَمۡسِ ؕ      کَذٰلِکَ نُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ لِقَوۡمٍ  یَّتَفَکَّرُوۡنَ ﴿﴾
Sesungguhnya  perumpamaan kehidupan dunia adalah seperti air yang Kami menurunkannya dari langit, lalu bercampur dengannya tumbuh-tumbuhan bumi,  yang darinya manusia dan binatang ternak makan, حَتّٰۤی اِذَاۤ اَخَذَتِ الۡاَرۡضُ زُخۡرُفَہَا وَ ازَّیَّنَتۡ وَ ظَنَّ  اَہۡلُہَاۤ   اَنَّہُمۡ قٰدِرُوۡنَ عَلَیۡہَاۤ   -- sehingga apabila bumi telah memakai perhiasannya serta nampak keindahannya, dan pemilik-pemiliknya pun yakin bahwa sesungguhnya mereka berkuasa atasnya,  اَتٰہَاۤ  اَمۡرُنَا لَیۡلًا اَوۡ نَہَارًا فَجَعَلۡنٰہَا حَصِیۡدًا  کَاَنۡ لَّمۡ تَغۡنَ بِالۡاَمۡسِ -- lalu datang  kepadanya perintah  Kami di waktu malam atau siang, maka Kami menjadikannya laksana ladang yang telah disabit, seakan-akan tidak pernah ada kemarin. کَذٰلِکَ نُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ لِقَوۡمٍ  یَّتَفَکَّرُوۡنَ  --   Demikianlah Kami mem-bentangkan Tanda-tanda Kami bagi orang-orang yang berpikir  (Yunus [10]:25).
       Maksud perumpamaan itu ialah bahwa bila bangsa-bangsa menjadi congkak serta manja, dan hidup di dunia ini dipandang gampang dan ringan, maka detik-detik kemunduran mulai tiba kepada bangsa-bangsa itu dan mereka ditimpa oleh nasib yang malang.
       Selanjutnya Allah Swt. berfirman mengenai dua macam perbuatan zalim (aniaya), firman-Nya:
وَ مَنۡ اَظۡلَمُ  مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِالۡحَقِّ  لَمَّا جَآءَہٗ ؕ اَلَیۡسَ فِیۡ جَہَنَّمَ مَثۡوًی  لِّلۡکٰفِرِیۡنَ ﴿﴾
Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah, atau yang mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya? Bukankah dalam Jahannam ada tempat tinggal bagi orang-orang kafir? (Al-Ankabūt  [29]:69).
      Kedua macam orang-orang zalim tersebut adalah (1) orang-orang yang mengaku-aku sebagai rasul Allah atau mendapat wahyu Ilahi  padahal   tidak; (2) orang-orang  yang mendustakan pendakwaan seorang rasul Allah   yang kedatangannya dijanjikan kepada mereka (QS.7:35-37). Sehubungan dengan kedua hal tersebut dalam Surah lain Allah Swt. berfirman:
فَمَنۡ اَظۡلَمُ مِمَّنِ افۡتَرٰی عَلَی اللّٰہِ  کَذِبًا اَوۡ کَذَّبَ بِاٰیٰتِہٖ ؕ اُولٰٓئِکَ یَنَالُہُمۡ نَصِیۡبُہُمۡ مِّنَ الۡکِتٰبِؕ حَتّٰۤی  اِذَا جَآءَتۡہُمۡ  رُسُلُنَا یَتَوَفَّوۡ نَہُمۡ ۙ قَالُوۡۤا اَیۡنَ مَا  کُنۡتُمۡ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ ؕ قَالُوۡا ضَلُّوۡا عَنَّا وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ  اَنَّہُمۡ  کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ ﴿﴾  
Maka siapakah yang lebih zalim daripada  orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap  Allah atau mendustakan Ayat-ayat-Nya? اُولٰٓئِکَ یَنَالُہُمۡ نَصِیۡبُہُمۡ مِّنَ الۡکِتٰبِ  --  Mereka  akan memperoleh bagian mereka sebagaimana telah ditetapkan, حَتّٰۤی  اِذَا جَآءَتۡہُمۡ  رُسُلُنَا یَتَوَفَّوۡ نَہُم --  hingga apabila datang kepada mereka utusan-utusan Kami untuk mencabut nyawa mereka  قَالُوۡۤا اَیۡنَ مَا  کُنۡتُمۡ تَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ seraya berkata: ”Di manakah apa yang biasa kamu seru selain Allah?” قَالُوۡا ضَلُّوۡا عَنَّا وَ شَہِدُوۡا عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ  اَنَّہُمۡ  کَانُوۡا کٰفِرِیۡنَ   -- Mereka berkata: “Mereka telah lenyap dari kami.” Dan mereka   memberi kesaksian terhadap diri mereka sendiri bahwa sesungguhnya  mereka adalah  orang-orang kafir  (Al-A‘rāf [7]:38).

Pertengkaran Dalam “Neraka  Jahannam” dan Hubungannya dengan Kesaksian “Ruh” Mengenai Tauhid Ilahi  

  Kata-kata  اُولٰٓئِکَ یَنَالُہُمۡ نَصِیۡبُہُمۡ مِّنَ الۡکِتٰبِ -- “Mereka  akan memperoleh bagian mereka sebagaimana telah ditetapkan”,  berarti bahwa mereka yang menolak rasul-rasul Allah akan melihat dengan mata kepala sendiri penyempurnaan kabar-kabar gaib yang meramalkan kekalahan dan kegagalan mereka. Mereka akan merasakan hukuman yang dijanjikan kepada mereka – di dunia mau pun di akhirat   -- karena menentang utusan-utusan Allah tersebut, sebagaimana firman-Nya:
 قَالَ ادۡخُلُوۡا فِیۡۤ  اُمَمٍ قَدۡ خَلَتۡ مِنۡ قَبۡلِکُمۡ مِّنَ الۡجِنِّ وَ الۡاِنۡسِ فِی النَّارِ ؕ کُلَّمَا دَخَلَتۡ اُمَّۃٌ  لَّعَنَتۡ اُخۡتَہَا ؕ حَتّٰۤی اِذَا ادَّارَکُوۡا فِیۡہَا جَمِیۡعًا ۙ قَالَتۡ اُخۡرٰىہُمۡ  لِاُوۡلٰىہُمۡ رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ اَضَلُّوۡنَا فَاٰتِہِمۡ عَذَابًا ضِعۡفًا مِّنَ النَّارِ ۬ؕ قَالَ لِکُلٍّ ضِعۡفٌ وَّ لٰکِنۡ  لَّا  تَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  وَ قَالَتۡ اُوۡلٰىہُمۡ لِاُخۡرٰىہُمۡ فَمَا کَانَ لَکُمۡ عَلَیۡنَا مِنۡ فَضۡلٍ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡسِبُوۡنَ ﴿٪﴾
Dia berfirman: “Masuklah kamu ke dalam Api bersama umat-umat jin dan ins (manusia) yang telah berlalu sebelum kamu.” Setiap kali suatu umat masuk, umat itu akan mengutuk saudara-saudaranya dari umat lain, hingga apabila mereka semua telah tiba berturut-turut di dalamnya, قَالَتۡ اُخۡرٰىہُمۡ  لِاُوۡلٰىہُمۡ رَبَّنَا ہٰۤؤُلَآءِ اَضَلُّوۡنَا فَاٰتِہِمۡ عَذَابًا ضِعۡفًا مِّنَ النَّارِ  -- maka  mereka yang terakhir berkata mengenai mereka yang terdahulu: “Ya Rabb (Tuhan) kami, mereka ini telah menyesatkan kami, karena itu berilah mereka  azab Api berlipat-ganda.” قَالَ لِکُلٍّ ضِعۡفٌ وَّ لٰکِنۡ  لَّا  تَعۡلَمُوۡنَ  -- Dia berfirman: “Bagi masing-masing mendapat azab berlipat ganda,  akan tetapi kamu tidak mengetahui.”  وَ قَالَتۡ اُوۡلٰىہُمۡ لِاُخۡرٰىہُمۡ فَمَا کَانَ لَکُمۡ عَلَیۡنَا مِنۡ فَضۡلٍ فَذُوۡقُوا الۡعَذَابَ بِمَا کُنۡتُمۡ تَکۡسِبُوۡنَ  --  Dan mereka yang terdahulu berkata kepada mereka yang terakhir: “Tidak ada bagi kamu suatu kelebihan  atas kami, maka rasakanlah azab itu disebabkan oleh apa yang senantiasa  kamu lakukan” (Al-A‘rāf [7]:39-40).
         Jadi,  pertengkaran di antara sesama penghuni neraka tersebut membuktikan kebenaran firman-Nya   mengenai tujuan Allah Swt. menanamkan dalam ruh (fitrat)  setiap orang  keimanan Tauhid Ilahi  (QS.7:173-174), yaitu supaya manusia mereka tidak memiliki helah (alasan) untuk menolak agama atau menolak rasul Allah  yang dibangkitkan di kalangan mereka atau alasan mereka melakukan kemusyrikan (mempersekutukan Allah Swt.), firman-Nya:
وَ اِذۡ اَخَذَ رَبُّکَ مِنۡۢ بَنِیۡۤ اٰدَمَ مِنۡ ظُہُوۡرِہِمۡ ذُرِّیَّتَہُمۡ وَ اَشۡہَدَہُمۡ عَلٰۤی اَنۡفُسِہِمۡ ۚ اَلَسۡتُ بِرَبِّکُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا ۚۛ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا یَوۡمَ  الۡقِیٰمَۃِ  اِنَّا کُنَّا عَنۡ  ہٰذَا غٰفِلِیۡنَ ﴿﴾ۙ  اَوۡ تَقُوۡلُوۡۤا  اِنَّمَاۤ  اَشۡرَکَ  اٰبَآؤُنَا مِنۡ  قَبۡلُ وَ کُنَّا ذُرِّیَّۃً مِّنۡۢ بَعۡدِہِمۡ ۚ اَفَتُہۡلِکُنَا بِمَا فَعَلَ الۡمُبۡطِلُوۡنَ ﴿﴾  وَ کَذٰلِکَ نُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ وَ لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ ﴿﴾  
Dan ingatlah ketika Rabb (Tuhan) engkau mengambil  kesaksian dari  bani Adam  yakni   dari sulbi  keturunan  mereka serta menjadikan mereka saksi atas dirinya sendiri sambil berfirmanاَلَسۡتُ بِرَبِّکُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا --   ”Bukankah Aku Rabb (Tuhan kamu?)” Mereka berkata: “Ya benar, kami menjadi saksi.”  اَنۡ تَقُوۡلُوۡا یَوۡمَ  الۡقِیٰمَۃِ  اِنَّا کُنَّا عَنۡ  ہٰذَا غٰفِلِیۡنَ --  Hal  itu supaya  kamu tidak berkata pada Hari Kiamat: “Sesungguhnya kami  benar-benar lengah dari hal ini.” اَوۡ تَقُوۡلُوۡۤا  اِنَّمَاۤ  اَشۡرَکَ  اٰبَآؤُنَا مِنۡ  قَبۡلُ وَ کُنَّا ذُرِّیَّۃً مِّنۡۢ بَعۡدِہِمۡ   --   Atau kamu mengatakan:  ”Sesungguhnya bapak-bapak kami dahulu yang berbuat syirik, sedangkan kami hanyalah keturunan sesudah mereka.  اَفَتُہۡلِکُنَا بِمَا فَعَلَ الۡمُبۡطِلُوۡنَ  -- Apakah Engkau akan membinasakan kami karena apa yang telah  dikerjakan oleh orang-orang yang  berbuat batil itu?” وَ کَذٰلِکَ نُفَصِّلُ الۡاٰیٰتِ وَ لَعَلَّہُمۡ یَرۡجِعُوۡنَ --  Dan demikianlah Kami menjelaskan Tanda-tanda itu  dan supaya mereka kembali kepada yang haq   (Al-A’rāf [7]:1173-175).
    Ayat 173   menunjukkan kepada kesaksian yang tertanam dalam fitrat manusia sendiri mengenai adanya Dzat Mahatinggi yang telah menciptakan seluruh alam  serta mengendalikannya  (QS.30:31). Atau ayat itu dapat merujuk kepada kemunculan para nabi Allah yang menunjuki jalan menuju Allah Swt.; dan ungkapan “dari sulbi  bani Adam” maksudnya umat dari setiap zaman yang kepada mereka rasul Allah diutus (QS.7:35-36). Pada hakikatnya keadaan tiap-tiap rasul baru itulah yang mendorong timbulnya  pertanyaann Ilahi: “Bukankah  Aku Tuhan kamu?”

Perumpamaan “Sarang Laba-laba” & Makna Jihad di Jalan Allah yang Hakiki

   Pertanyaan: اَلَسۡتُ بِرَبِّکُمۡ ؕ قَالُوۡا بَلٰی ۚۛ شَہِدۡنَا --   ”Bukankah Aku Rabb (Tuhan kamu?)” Mereka berkata: “Ya benar, kami menjadi saksi,”   itu berarti bahwa jika Allah  Swt.   telah menyediakan perbekalan untuk keperluan jasmani manusia dan demikian  pula untuk kemajuan akhlak dan keruhanian betapa ia dapat mengingkari Ketuhanan-Nya.
  Sesungguhnya karena menolak nabi mereka  maka manusia menjadi saksi terhadap diri  mereka sendiri, sebab jika demikian mereka tidak dapat berlindung di balik dalih bahwa  mereka tidak mengetahui eksistensi (keberadaan) Allah Swt. atau syariat-Nya atau Hari Pembalasan.
  Ayat selanjutnya  menjelaskan bahwa kemunculan seorang nabi Allah juga menghambat kaumnya dari mengemukakan dalih seperti dalam ayat 173 di atas, sebab pada saat itulah  haq   (kebenaran) dibuat nyata berbeda dari kepalsuan, dan kemusyrikan dengan  terang benderang dicela.
 Pertengkaran dan saling hujat  dalam neraka jahannam antara golongan jin (para pemuka kaum) dengan   ins (orang-orang awam) yang secara membabi-buta mengikuti golongan jin dalam melakuan pendustaan  dan penentangan terhadap para rasul Allah, yang mengajak mereka untuk kembali kepada Tauhid Ilahi secara  lurus dan murni (QS.98:1-9), membuktikan benarnya perumpamaan  mengenai laba-laba yang membuat rumah (sarang)  bagi dirinya, yang menjadi nama surah ini (Al-Ankabūt), firman-Nya:
مَثَلُ الَّذِیۡنَ اتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰہِ اَوۡلِیَآءَ کَمَثَلِ الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۖۚ اِتَّخَذَتۡ بَیۡتًا ؕ وَ اِنَّ  اَوۡہَنَ الۡبُیُوۡتِ لَبَیۡتُ الۡعَنۡکَبُوۡتِ ۘ  لَوۡ  کَانُوۡا  یَعۡلَمُوۡنَ ﴿﴾  اِنَّ اللّٰہَ یَعۡلَمُ مَا یَدۡعُوۡنَ مِنۡ دُوۡنِہٖ مِنۡ شَیۡءٍ ؕ وَ  ہُوَ  الۡعَزِیۡزُ  الۡحَکِیۡمُ ﴿﴾  وَ تِلۡکَ الۡاَمۡثَالُ نَضۡرِبُہَا لِلنَّاسِ ۚ وَ مَا یَعۡقِلُہَاۤ  اِلَّا  الۡعٰلِمُوۡنَ ﴿﴾
Perumpamaan orang-orang yang mengambil  penolong-penolong selain Allah adalah seperti perumpamaan laba-laba yang membuat rumah, dan sesungguhnya selemah-lemah  rumah pasti rumah laba-laba, seandainya mereka itu mengetahui. Sesungguhnya Allah mengetahui    apa pun yang mereka seru selain-Nya, dan Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana. Dan itulah perumpamaan-perumpamaan yang Kami kemukakan bagi manusia, dan sekali-kali  tidak  ada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (Al-Ankabūt [29]:42-44).
  Selanjutnya Allah Swt. – dalam ayat terakhir Surah Al-Ankabūt   -- berfirman mengenai pentingnya manusia  berusaha mewujudkan keimanannya pada Tauhid Ilahi yang tertanam dalam ruhnya atau fitratnya tersebut (QS.7:173-175)  dalam bentuk  pengamalan berdasarkan petunjuk syariat yang dibawa oleh  rasul pembawa syariat,  -- terutama Nabi Besar Muhammad saw, yang membawa syariat Islam sebagai syariat terakhirdan tersempurna (QS.3:32; QS.5:4) --  firman-Nya:
وَ الَّذِیۡنَ جَاہَدُوۡا فِیۡنَا لَنَہۡدِیَنَّہُمۡ سُبُلَنَا ؕ وَ اِنَّ اللّٰہَ  لَمَعَ الۡمُحۡسِنِیۡنَ ﴿٪﴾
Dan orang-orang yang berjuang untuk Kami niscaya Kami akan memberi petunjuk kepada mereka pada jalan-jalan Kami, dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat kebaikan (Al-Ankabūt  [29]:62-64).
       Jihad sebagaimana diperintahkan oleh Islam, tidak berarti harus membunuh atau menjadi kurban pembunuhan   -- sebagaimana telah disalah-tafsirkan   di Akhir Zaman ini, sehingga sangat menodai citra kesempurnaan ajaran Islam (Al-Quran) serta kesempurnaan akhlak dan ruhani Nabi Besar Muhammad saw.  (QS.33:22; QS.68:5) --   melainkan harus berjuang keras guna memperoleh keridhaan Ilahi, sebab kata fīnā berarti “untuk menjumpai Kami”, sebagaimana firman-Nya:
یٰۤاَیَّتُہَا النَّفۡسُ الۡمُطۡمَئِنَّۃُ ﴿﴾  ارۡجِعِیۡۤ  اِلٰی  رَبِّکِ رَاضِیَۃً  مَّرۡضِیَّۃً ﴿ۚ﴾  فَادۡخُلِیۡ  فِیۡ عِبٰدِیۡ ﴿ۙ﴾  وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ ﴿٪﴾
Hai jiwa yang tenteram!   Kembalilah kepada Rabb (Tuhan) eng-kau, engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau. فَادۡخُلِیۡ  فِیۡ عِبٰدِیۡ  --   Maka masuklah dalam golongan hamba-hamba-Ku,  وَ ادۡخُلِیۡ جَنَّتِیۡ   --  dan masuklah ke dalam surga-Ku. (Al-Fajr [89]:28-31).
    Ayat   رَاضِیَۃً  مَّرۡضِیَّۃً  -- “engkau ridha kepada-Nya dan Dia pun ridha kepada engkau”    merupakan tingkat perkembangan ruhani tertinggi ketika manusia ridha kepada  Rabb-nya (Tuhan-nya) dan Tuhan pun ridha kepadanya (QS.58:23). Pada tingkat ini yang disebut pula tingkat surgawi, ia menjadi kebal terhadap segala macam kelemahan akhlak, diperkuat dengan kekuatan ruhani yang khusus. Ia “manunggal” dengan Allah Swt.  dan tidak dapat hidup tanpa Dia.
    Di dunia inilah dan bukan sesudah mati  perubahan ruhani besar terjadi di dalam dirinya, dan di dunia inilah  dan bukan di tempat lain jalan dibukakan baginya untuk masuk ke surge, sebab Allah Swt. telah menjanjikan dua surga  bagi hamba-hamba-Nya yang seperti itu (QS.55:47).

TAMAT

Rujukan: The Holy Quran
Editor: Malik Ghulam Farid
***

Pajajaran Anyar, 1 Agustus  2015